Arumi si gadis berusia 16 tahun yang duduk dikelas 7 berlarian menuju gerbang sekolah nya yang hampir tertutup oleh satpam.
Nafas nya memburu, keringat mulai muncul membentuk titik-titik kecil di dahinya. sang satpam yang sudah mengenalnya mempersilahkan masuk.
Tak lupa senyum yang terukir dibibir nya. Bapak satpam berucap ''𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘺𝘢?"
"𝘩𝘦𝘩𝘦" hanya itu yang dikeluarkan arumi dari mulutnya sambil tersenyum juga.
Setelah berterimakasih dengan satpam. Arumi melanjutkan langkah nya ke kelas. Satpam tersebut sudah sangat mengenal Arumi setelah selama 1 tahun lebih ini beliau sering melihat Arumi berlarian mengejar waktu walau masih pagi.
Diruangan kelas, kelas sudah dimulai. Sang wali kelas yg melihat Arumi di bibir pintu mengalihkan perhatian nya. "𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘪,,? Tentu saja bu Anya si wali kelas tidak sedang marah melainkan sedang tersenyum lembut. Dan hal itu terkadang mengundang rasa tidak suka dari sebagian penghuni kelas.
Arumi balas tersenyum sambil menunduk "𝘮𝘢𝘢𝘧 𝘉𝘶 𝘈𝘯𝘺𝘢, " tidak perlu menjelaskan apa kronologi kejadian Bu Anya sudah paham apa yang dilakukan oleh Arumi sperti biasa.
Rara sahabat Arumi melirik kasihan. "𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘥𝘪𝘱𝘢𝘬𝘴𝘢 𝘳𝘶𝘮𝘪, " tak lupa dengan senyum lembutnya. Rara sangat tahu bagaimana sulitnya jadi rumi. Seperti dilahirkan untuk jadi tameng bagi saudaranya.
Kalimat itu sudah sering didengar oleh rumi. bukan hanya dari Rara, namun juga dari Bu Anya juga pak satpam. Arumi memiliki satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki. Yang dimana kakak prempuan nya bernama Arini menderita kanker darah yang harus melakukan cuci darah sewaktu-waktu dibutuhkan.
Inilah kepedihan yang dirasakan Arumi. Jika dilihat dari sudut pandang Arumi, gadis belia itu akan menanggung banyak beban dipikiran nya. Dia yang harus tinggal bersama bibi nya sedangkan kedua orang tua nya masih hidup.
Dengan alasan "𝘢𝘳𝘪𝘯𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘶𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯 𝘦𝘹𝘵𝘳𝘢" adalah tameng yang diucapkan ayah ibunya ketika Arumi mempertanyakan kasih sayang mereka yang tidak pernah nyata.
Beruntung ada bibi yang selalu mengusap punggung lemah Arumi ketika air mata itu mulai memberontak ingin segera menjatuhkan diri.
Kembali ke ruangan kelas diwaktu istrahat,
Sera yang menjabat sebagai ketua kelas menghampiri Arumi dimeja nya sambil membawa kotak bekal. "𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘪𝘣𝘪, 𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘳𝘰𝘣𝘰𝘵? 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘦𝘯𝘵𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘭𝘢𝘩, 𝘪𝘣𝘶𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶𝘮𝘶".
Rara yang ada disamping tentu keheranan. " 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶? "
Biasanya juga hanya sebatas "𝘪𝘯𝘪" sambil meletakkan bekal dan itu tidaklah pelan melainkan menimbulkan bunyi "tak" dimeja.
Namun hati ini sisi lain ditunjukkan nya. "𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘰𝘣𝘢𝘵? 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢? Sungguh hanya pikiran 𝘯𝘨𝘢𝘸𝘶𝘳 yang bisa keluar dari kepala Rara yang kalau kata teman lainnya si " otak minimalis".
Namun bukan itu yang membuat sera melembutkan hati hari ini. melainkan nilai olahraga nya agak sedikit menurun kali ini. dia ingin memperbaikinya. memperbaiki dengan cara Rara tidak ikut praktek lapangan.
Perlu diketahui Arumi sebenarnya murid dengan peringkat tertinggi dikelas nya untuk saat ini. namun kebugaran fisik nya yang kurang maksimal hari ini membuat pak beni menyuruhnya untuk tidak ikut praktek.
Dan hal itu membuat sera menang. senyum 𝘴𝘮𝘪𝘳𝘬 nya membuktikan segala nya dan hal itu tak luput dari pandangan Rara yang mencibir dalam hati. "𝘥𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘩𝘶𝘶𝘩" sambil melakukan peregangan otot-otot mungil nya.
***
saat semua siswa sedang fokus melaksanakan praktek, Arumi melangkahkan kaki menuju ruang seni. ia selalu memanfaatkan waktu luang melukis diruangan tersebut. tangan nya mulai menggoreskan kuas menguasai papan kanvas. bergerak mengikuti isi hati yang sedang lelah.
sejujurnya dirinya tidak bisa fokus melakukan aktivitas nya. teringat pagi tadi, ponselnya berbunyi mengabarkan bahwa ia harus kerumah sakit untuk kembali memberikan darahnya untuk sang kakak arini.
Bukan kata terima kasih yang didapat setelah jarum yang tertancap di lengan nya dicabut. namun kata-kata yang menyayat hati disebabkan ia sedikit lama untuk tiba di rumah sakit.
Sungguh malang memang. ingin ia marah melampiaskan smua nya namun hati kecilnya tidak tega melihat kondisi kakanya. keuangan keluarganya yang hanya cukup untuk biaya rutin kakaknya. membuat nya harus merelakan darahnya setiap dibutuhkan. tentu untuk menambah biaya stok darah mereka sudah tidak mampu.
memikirkan itu semua membuat airmata nya tak terbendung. lukisan bunga mawar yang sedari tadi dibuatnya sudah selesai. ruangan hening itu kini dipenuhi isakan tangisnya. membanyangkan darahnya yang harus selalu dipaksa ambil dari tubuh kecilnya membuatnya nya terluka. sedangkan orang tua nya sekalipun tidak pernah menampakkan kasih sayang nya.
Tanpa disadari, ada seseorang dibalik lemari yang mendengar isakan nya. seorang laki-laki sedang tertidur namun kini terganggu oleh suara pilu itu. karena penasaran ia mengintip, netra nya menangkap arumi yang sedang sesenggukan. pundak nya bahkan naik turun.
Kapan lagi arumi bisa menumpahkan tangis nya jika tidak ditempat ini? hanya ini tempat ternyaman yang ia tahu untuk melampiaskan kegundahan hati.
Namun ketika sedang asyik menangis, telinganya menangkap suara dering ponsel. seketika kesibukan nya terganggu. meraih ponselnya namun tidak ada panggilan.
Laki-laki disudut sana sedang kelabakan meraih ponsel dari kantong celana yang sialnya malah terlepas dari genggaman. mungkin refleks dirinya yang gugup sedang menguasai membuatnya bertingkah sembrono. atau merasa bersalah sudah menguping secara tidak sengaja.
Ponsel itu kini menyentuh ujung sepatu arumi yang melihat keberadaanya. belum sempat ia klarifikasi, arumi sudah melesat keluar. kemungkinan besar arumi merasa malu. "atau bisa jadi marah"?
laki-laki yang diketahui bernama ardian tersebut bermonolog. lantas ia mengalihkan perhatian nya pada kanvas yang dipenuhi ratusan tangkai bunga mawar yang dibuat oleh arumi.
"dia bahkan belum sempat memberikan nama lukisan nya" ucap ardian dalam hati lalu membubuhkan tanda pengenal dibawah lukisan nya.
***
Pagi hari nya dikelas arumi, sang wali kelas masuk diikuti seorang siswa laki-laki. bisa dipastikan dia anak baru karena hampir semua mata terutama kaum perempuan memandang kagum bahkan lupa mengedipkan mata.
Namun keriuhan itu tidak sama sekali mengganggu si tampan. tatapan nya fokus pada satu siswi yang hanya fokus baca buku tanpa perduli keriuhan tersebut.
Tatapan matanya menyiratkan "si anak cengeng" sambil tersenyum simpul.
kebetulan yang direncanakan, sera rupanya telah menyuruh sahabatnya duduk dibangku lain supaya bangku disamping nya bisa diduduki oleh ardian. keduanya saling melempar senyum. dari interaksi kedua nya dapat disimpulkan bahwa mereka sudah saling mengenal.
kelas dimulai, seperti biasa jika ada pertanyaan. arumi dan sera akan mengangkat tangan untuk menjawab. bisa dibilang rebutan. bu Anya hanya menghela nafas. "yang lain" tandas nya.
Hal itu membuat mereka berdua saling melempar tatapan. jika tatapan yang arumi berikan hanya tatapan biasa. lain dengan sera yang memberikan tatapan mautnya.
Ketika waktu istirahat tiba, sebuah suara yang familiar ditelinga arumi memanggilnya. dan benar saja itu suara Luna ibunya sera. kali ini bukan sera yang memberikan kotak bekal melainkan kotak itu berada ditangan wanita paruh baya tersebut.
Luna memulai argumennya sambil menyentuh tangan arumi. "sera-ku sangat menyukai belajar. ia ingin menjadi kebanggaan ibunya. dan membahagiakan ibunya. apa kamu senang kalau bibi bahagia? pertanyaan nan lembut mendayu-dayu namun menyiratkan ketegasan kini mengharapkan sesuatu keluar dari mulut arumi.
Ini lah alasan arumi selalu mengalah pada sera. bibi arumi yang tinggal bersamanya selama ini bekerja sebagai maid dirumah sera. Arumi hanya bisa mengangguk sambil berucap "maaf bibi. rumi tidak bermaksud membuat bibi sedih"
kata penenang itu mengantarkan luna untuk pulang. "titip salam untuk sera ya" ,
senyum hangat nya selalu bisa menutupi keegoisan nya
Arumi tidak pernah menyampaikan kalimat itu pada sera. mengingat ia harus menahan diri demi sera sudah menambah beban pikiran nya.
Ketika arumi berjalan melewati taman sekolah. tanpa sengaja ia mendengar suara sera. "kamu bercanda? mana mungkin aku menikah diusia begini?. aku bahkan bercita-cita menjadi balerina". aku memang menyukaimu tapi tidak secepat ini juga ar...
Arumi terhenti mendengar suara itu. bahkan suara tertawa sera sangat khas ditelinganya. " siapa juga yang mau menikah diusia semuda ini" ucap arumi dalam hati. ia bahkan tersenyum aneh walau hanya memikirkan nya saja.
To be continue
hari-hari berlalu kini arini sudah kembali masuk sekolah semenjak kambuhnya sakit yang dideritanya. meskipun Arumi memberikan darah pada kakaknya itu tidak serta merta membuat arini bersikap baik padanya.
ketika Arumi sedang berjalan kembali dari ruang guru, ia melihat kakaknya sedang diperlakukan tidak baik oleh teman sekelasnya. hal itu membuat darah Arumi mendidih. lantas menghampiri mereka dan berniat akan melaporkan mereka.
hatinya terluka melihat saudaranya diganggu seperti itu walaupun kakaknya tidak pernah menunjukkan sisi baik nya. "tidak bisakah kau melawan mereka?. adukan saja pada wali kelasmu. jika kamu sakit berhentilah sekolah. belajar saja dari rumah.
perkataan itu begitu ringan keluar dari mulut adiknya membuat darah arini mendidih. lalu menatap arumi tajam. " bisakah kau saja yang berada di posisiku? sang kakak semakin membenci nya. "memimpikan hidup normal walaupun banting tulang rasanya lebih baik daripada sakit keras seperti ini"
"kau selalu fokus pada penderitaanmu sendiri. lalu bagaimana denganku? apa ini mauku? "
Mata arini sebenarnya sudah berkaca-kaca. luka yang diberikan orang tuanya pada Arumi seolah-olah harus pula ia tanggung.
Arumi balik marah, meninggikan suaranya. "lalu kenapa kau tidak bersikap baik padaku. setidaknya tunjukkan rasa terimakasih mu padaku" namun karena tidak sanggup melihat air mata kakaknya, Arumi memilih pergi. ia menggerutu dalam diamnya.
"Jika saja orang tua itu bersikap baik padaku sedikit saja, menyayangiku juga sepertimu. aku tidak akan sesakit ini"
Arini memilih menangis ditoilet. bahkan menangis pun bukan hal yg baik untuk dilakukan nya. karena itu akan membuatnya kembali drop. sesungguhnya arini masih punya keinginan seperti orang-orang diluar sana. ingin melihat ibunya yang setiap malam berdoa dengan berlinang air mata, supaya bisa tersenyum menatap keluarganya.
Ia juga merindukan suasana meja makan yang harmonis seperti keluarga pada umumnya. namun penyakitnya membuat segalanya memburuk.
***
Karena kecerdasan yang dimiliki Arumi, ia bisa mengajar les privat sepulang sekolah tiga hari dalam seminggu. ia bekerja pada seorang senior dari kampus. sedangkan sisanya akan ia habiskan menjaga toko swalayan milik keluarga Rara sahabatnya.
Setiap pagi dihari minggu ibunya akan berusaha mengunjunginya untuk menunjukkan kasih sayangnya. selalu meminta maaf atas dinginnya sang ayah. walaupun selalu arumi acuhkan.
Terkadang bibi akan ikut membantu menyadarkannya. "ibumu tidak akan bisa memilih antara suami dan anak. ibumu hanya bisa berusaha mendamaikan keluarganya. jangan terlalu keras padanya. bagaimanapun juga ibumu mencintai suaminya apa adanya".
Kata-kata itu selalu bibi ucapkan kala arumi akan beranjak dari meja makan menuju kamar tidurnya. namun arumi yang sedari kecil sudah kehilangan sosok orangtua membuat hatinya mengeras namun rapuh penuh luka. tidak mudah memberikan wejangan pada orang yang sedang terluka. bibi hanya berharap ada keajaiban singgah dalam keluarga kecil itu.
lalu bagaimana dengan kakak laki-laki arumi yang bernama Arga. ia juga tidak dapat berharap banyak. dirinya yang hanya lulusan SMA membuatnya hanya bisa bekerja sebagai supir taksi.
Pekerjaan itu ia rasa cocok untuk lebih leluasa mengantar jemput arini kerumah sakit. para pegawai rumah sakit juga sudah sangat hafal dengan keluarga tersebut. terkadang arumi juga melihat tatapan iba para perawat ketika melihat nya berlarian menuju ruangan arini.
***
Disuatu pagi dihari minggu yang cerah, sebuah mobil yang sudah sangat bibi hafal itu mobil ayahnya memasuki halaman rumah kecil mereka.
Bibi yang melihat kedatangan adiknya itu lalu menyuruh arumi segera keluar kamar. rumi yang keheranan segera keluar. barangkali kakaknya kambuh lagi. bagaimanapun juga jauh dilubuk hatinya yang terdalam. ia sangat ingin menemani kakaknya kemanapun. ingin tertawa bersama, tidur bersama dikamar yang sama.
Melihat ayah datang bersama orang tak dikenal sedikit membuat jantung arumi berdetak hebat. siapakah gerangan pria paruh baya itu? apakah dokter? menerawang kedalam mobil juga kakanya tidak ikut. apa ini? apa yang terjadi pada kakaknya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!