NovelToon NovelToon

SELURUH KELUARGA MENDENGAR PIKIRANKU

BAB 1 KEMBALI MENJADI BAYI

Di salah satu rumah sakit ternama di salah satu kota terpadat Surabaya. Seorang wanita hamil tengah berjuang melahirkan anak bungsunya. Ini merupakan kelahiran anak keempatnya. Yang seharusnya lebih mudah dengan pengalaman melahirkan tiga anak sebelumnya. Tapi karena sebuah insiden, bayi yang seharusnya terlahir sebulan lagi. Harus terlahir secara prematur hari ini.

"Ayooo, buuuu tarik nafas,, hembuskan,, tarik nafas hembuskan," intruksi dokter kandungan.

Disya merasakan rasa sakit, seakan tubuhnya terbelah menjadi dua. Namun, demi sang anak di dalam perutnya dia menahannya. Dan mengikuti arahan dari Bidan.

"Uhhh, huuuuu,, sakitt dok.,,ahhhhh,,uhhhhh,"

"Sekali lagi bu,, ikuti aba-aba saya. Tarik nafas,,, hembuskan,, tarik nafas....1 .....2.....3... dorooong...."

"Uhhhh,, waaaahhhhhh,, uuuuhhhh,, Aghhhhhhhh."

Keringat bercucuran seperti air yang tumpah. Menjelaskan begitu beratnya usaha seorang ibu dalam melahirkan. Tak peduli dengan nyawanya sendiri, segala usaha diupayakan, untuk sebuah kehidupan makhluk kecil di dalam perutnya.

Dengan satu tarikan nafas terakhir yang Disya keluarkan dengan sekuat, akhirnya seorang bayi cantik terlahir di dunia.

"Alhamdulillah, putri bungsu ibu telah lahir dengan selamat dan sehat."

Dokter menggendong bayi yang masih berlumuran darah dan air ketuban, untuk mendekat kepada Disya.

Disya hanya mampu tersenyum lebar. Tenaganya sudah habis seusai melahirkan. Meski begitu tatapannya begitu lembut pada bayi yang baru lahir itu. Tanpa kekesalan ataupun rasa tidak suka.

"Cantik sekali. Baru kali ini saya lihat bayi baru lahir, yang secantik ini," kata dokter berkomentar. Dia mengatakan yang sebenarnya. Sebagai dokter yang telah menangani banyak kelahiran. Penilaiannya tak mungkin salah.

"Benarkah," balas Disya dengan lemah. Tapi masih tak menutupi kebanggan dalam nadanya.

"Benar, bayi yang sangat cant-,, ah tapi kenapa bayinya tak menangis."

Mendengar ucapan sang dokter, membuat Disya menjadi cemas. Putri bungsunya lahir secara prematur, Disya takut sesuatu yang buruk terjadi. Sebagai ibu dari tiga anak tentu dia paham betul apa jadinya jika bayi tak menangis saat baru lahir.

Bayi Ivy, yang dikhawatirkan semua orang, perlahan membuka matanya. Cahaya menyilaukan yang masuk membuat matanya berkedip-kedip untuk membiasakan. Setelah terbiasa yang menyambutnya adalah pemandangan yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Karena setiap terlahir kembali

Ivy selalu kembali di dalam ruang kelas. Dan tempat ini sama sekali tak terlihat seperti ruang kelas.

Melihat langit-langit putih yang tak dikenal sebuah pikiran menyala.

[Wahhh, apakah akhirnya aku berada di surga. Hehehe akhirnya setelah banyak keh-]

Rasa sakit tiba-tiba terasa di bokongnya. Rasanya seseorang memukulnya dengan keras.

[-Aww,, siapa yang memukulku. Sakit sekali, huuhuuu. Apakah di surga tetap merasakan sakit juga, Hikss,,huuuu.]

Ooeeee oooweeeeeekkk

[Siapa bayi yang menangis itu,, huuuu. Apakah kamu juga merasakan rasa sakit ku bayi.]

"Syukurlah," ucap dokter penuh rasa syukur.

Menepuk bokong bayi sebenarnya hanya stimulasi yang dilakukan dokter untuk mengejutkan saja. Tetapi kulit bayi yang baru lahir memang lebih sensitif dibanding orang dewasa. Ditambah bayi kali ini memiliki kesadaran orang dewasa. Jadilah reaksi yang terlalu berlebihan.

"Apa tidak apa dokter?" tanya Disya prihatin.

"Tidak apa bu semua normal. Untuk lebih yakin nya kita akan melakukan pengecekan menyeluruh nanti. Sekarang saya akan memandikan nantinya dulu.... Suster,, kamu mandikan bayinya dan taruh di ruang inkubator. Awasi perkembangan selanjutnya baik-baik."

"Baik dokter," seorang perawat menerima bayi Ivy dan membawanya untuk dimandikan.

...----------------...

Setelah beberapa jam terlewat, dengan segala apa yang Ivy alami. Ivy mulai memahami bahwa untuk ke-5 kalinya, dia telah terlahir kembali.

[Hufhhhhh]

Dan semenjak Ivy mengetahui itu. Kesekian kalinya dia telah menghelas nafas. Sepertinya hanya Ivy satu-satunya bayi yang baru lahir, tapi sudah memiliki beban berat.

Tapi bagaimana tidak memiliki beban. Jika dirinya telah dilahirkan untuk yang keempat kalinya. Dimana semua ingatan masih tersimpan jelas. Empat kali dia harus mengalami mati di usia yang tidak lebih dari 17 tahun.

Tak peduli bagaimana dia mencoba melawan. Takdir kejam itu tak bisa dia elak. Ivy bahkan pernah sekali mencoba berteman dengan protagonis wanita pada saat kelahirannya yang sebelumnya. Berharap keduanya bisa hidup rukun. Tapi kematiannya malah datang lebih cepat. Ivy sempat bertanya-tanya, apakah takdir begitu memusuhinya.

Apa kesalahannya dan keluarganya, hingga harus menemui takdir yang begitu menyedihkan.

Hingga tepat setelah kematiannya di kelahiran yang ke-empat, baru Ivy mengetahui. Bahwa selama ini dia telah hidup di dunia novel. Sang pahlawan wanita adalah orang yang terlahir kembali dengan kemampuan sistem. Tentu saja dia yang hanya manusia biasa tak akan bisa melawannya.

Novel itu berjudul 'Pembalikan takdir sang protagonis'. Dalam buku itu dimulai saat protagonis wanita terlahir kembali saat ulang tahunnya yang ke-15 tahun. Sejak saat itu sifat protagonis yang sebelumnya baik dan polos. Seketika berubah 180 derajat, menjadi kejam, licik, dan tak kenal ampun. Hal itu juga bukan tanpa alasan.

Di kehidupan protagonis wanita yang pertama, diceritakan sebagai pribadi baik, murni, dan polos. Sayangnya dia memiliki kelahiran yang amat rendah. Tapi sebenarnya tak ada yang buruk dalam awal hidupnya. Dengan keluarga harmonis yang membesarkannya. Tak ada yang kurang dalam hidupnya.

Semuanya masih berjalan baik sampai akhirnya dia memasuki masa SMA. Karena prestasinya dia berhasil diterima di sekolah elit. Sekolah yang memiliki alumni-alumni orang penting. Asalkan berhasil lulus, maka masa depannya pastilah akan cemerlang. Sayangnya itu adalah awal dari bencana yang harus dia alami.

Seperti novel pada umumnya jika ada protagonis wanita. Maka ada protagonis pria.

Bakat dan kepolosan yang dia miliki. Membuat protagonis pria jatuh cinta. Protagonis pria memanglah bukan orang biasa. Dia adalah salah seorang pewaris keluarga kaya. Meski ada perbedaan kedudukan. Tak menghalangi keduanya untuk memadu kasih.

Keduanya pun menjalin kasih. Bagai kisah Cinderella yang miskin, dicintai seorang pangeran, dan menjadi ratu. 

Jika Cinderella memiliki ibu tiri sebagai antagonis. Maka disini sahabat masa kecil dari protagonis pria adalah antagonis nya.

Dengan gangguan sang antagonis, kehidupannya yang awalnya mulus menjadi kacau. Dari mendapat bullyan di sekolah. Hingga kehilangan satu-persatu keluarganya. Karena sang antagonis pula hubungannya dengan protagonis pria sempat beberapa kali merenggang. Tapi siapa protagonis wanita untuk melawan keluarga di belakang sang antagonis. Bahkan protagonis pria yang dia harapkan untuk melindunginya. Malah lebih mempercayai sang antagonis.

Pada akhirnya protagonis wanita kehilangan nyawa dengan dendam di dalam hatinya. Lalu terlahir kembali dengan sebuah sistem. Dengan sistem itulah protagonis memulai jalannya membalikkan takdir. Satu-persatu musuhnya dia hancurkan. Bahkan protagonis pria tak luput darinya.

Jika Ivy hanyalah pejalan kaki biasa. Dia hanya akan dengan senang hati menonton pertunjukan balas dendam dari protagonis wanita.

Masalahnya sang antagonis adalah saudari perempuannya yang terkasih. Dan dirinya sebagai adik dari sang antagonis, tak bisa lepas dari rencana balas dendam protagonis wanita.

BAB 2 IBU

[Hufhhhhh]

Kembali kesekian kalinya bayi Ivy menghelas nafas. Ingin rasanya dia meneriaki sang saudari, "Bagaimana bisa kakak sekejam itu! Lihat gadis polos berubah jadi menakutkan."

Rasanya Ivy masih tak percaya. Tapi jelas dirinya benar-benar terlahir kembali. Bahkan bukan hanya sekali. Maka yang dialami protagonis wanita tak mungkin bohong. Kakaknya memang antagonis, yang dengan kekuasaan keluarga telah menghancurkan hidup protagonis wanita.

Seorang perawat wanita masuk ke dalam ruang inkubator. Menghampiri tempat bayi Ivy dibaringkan. Dengan hati-hati dia mengeluarkannya. Lalu menggendongnya keluar dari ruang inkubator.

"Bu, ini putri anda," ucap perawat sambil menyerahkan bayi dalam gendongannya.

Disya mengambil putri bungsunya, dengan hati-hati mendekapnya. Gerakannya begitu lembut dan halus.

Bayi Ivy yang sibuk dengan pikirannya sendiri tak menyadari dia telah berpindah tempat. Sampai usapan dingin menyentuh pipinya. Membuatnya tersentak kaget.

Saat matanya tiba-tiba menangkap seorang wanita cantik. Bayi Ivy tak bisa untuk tidak bergumam di dalam hati.

[Siapa kakak peri ini?]

Dahi Disya mengernyit, tatkala sebuah suara memasuki indra pendengaran nya. Karena tak mendengarnya dengan jelas. Dia ya pun mengajukan sebuah pertanyaan. "Apa suster mengatakan sesuatu?"

"Tidak Bu, saya tidak mengatakan apa-apa," jawab perawat menggeleng bingung. Pasalnya memang dirinya tak mengatakan apapun. Bahkan tak ada suara apapun di ruangan ini. Namun, dia memaklumi kondisi pasien yang mungkin masih tak normal. "Bu Disya, bisa langsung menyusui bayinya. Sudah tahu caranya, atau ingin saya tunjukkan." Perawat kembali melanjutkan membereskan peralatannya

"Ohh, iya sus, saya sudah tahu," jawab Disya yang masih dalam kebingungan. Tapi saat melihat kembali pada wajah menggemaskan putrinya, "Mungkin hanya halusinasi ku saja," batin Disya.

Dengan tangan kanannya, Disya lantas membuka kancing baju rumah sakit. Tak perlu banyak usaha, buah dadanya kini terbebas. Baru saja Disya hendak mengarahkannya pada mulut sang bayi, untuk membantunya minum asi, sebuah suara kembali terdengar. Kali ini lebih jelas dibandingkan sebelumnya.

[Bahkan poponya sangat besar. Uhh, irinya.. kenapa milikku tak sebesar itu dulu. Apa aku boleh menyentuhnya....]

Tangan mungil Ivy, menepuk-nepuk sambil bergumam di dalam pikirannya.

[Empuk seperti squishy,, lucu sekali. Bulat seperti bakpau, aku jadi ingin memakannya....]

Mata Disya melotot saking terkejutnya. Jika bukan karena hanya ada dirinya, suster, dan bayi di ruangan ini. Sudah pasti Disya akan berteriak marah-marah, mendengar kata tak senonoh macam itu. Tapi masalahnya tak ada orang lain di ruang ini. Semenjak tadi mulut suster tertutup rapat. Entah apa yang tengah dicatatnya, saat Disya memandang nya, Sang suster hanya melemparkan tatapan bertanya.

Disya menggeleng kecil, kembali memusatkan pandangannya sepenuhnya pada bayi ditangannya. Bisa Disya lihat setetes air ludah mengalir di sudut bibir bayinya. Seolah sesuai dengan suara yang Dia dengar.

"Hahaha, apa aku mulai gila," Batin Disya mulai merasa pusing.

Entah sengaja atau tidak, Disya tak sadar mengarahkan buah dadanya ke mulut sang bayi. Hingga tepat di depan mulutnya.

[Uhh, lapar,, aku benar-benar ingin menggigitnya. Kakak peri sangat nakal. Kenapa menggodaku,, uhhh. 'Plop' unmm....]

Seteguk air asi pertama masuk ke perut bayi Ivy. Seperti insting seorang bayi, meski tanpa pengalaman, mulutnya terus minum. Mungkin karena sibuk dengan makanan di mulutnya. Bayi Ivy tak lagi membuat komentar apapun di kepalanya.

"Bu, saya tinggal dulu untuk mengecek pasien lain ya, permisi," pamit suster dengan senyum ramah.

Disya mengangguk dengan kaku, kepalanya kembali menoleh pada sang buah hati, batinnya tak bisa menahan keheran, "Apa tadi itu benar-benar isi kepala anakku. Tapi kenapa aku bisa mendengarnya."

'Ceklek' pintu kamar inap tertutup rapat, meninggalkan Disya dan bayinya berdua saja. Disya masih memandang sang bayi yang asyik makan. Sebuah suara kembali menyeruak masuk ke telinganya. Masih suara manis yang sama.

[Umm, apa ini rasa asi, tak ada rasanya, tapi kenapa aku merasa ini sangat enak ya. Lidah bayi memang aneh. Uhh, 'gluk-gluk-gluk']

"Pelan-pelan sayang," ucap Disya lembut.

Meski dalam hatinya bingung, Dia tak menunjukkannya. Raut wajahnya masih tersenyum lembut. Tentu saja jika diperhatikan lebih dekat senyum di bibirnya sedikit tak tepat.

[Suara kakak peri sangat lembut... Apakah seorang ibu juga akan begini. Uhh, aku tak mengingat, karena ibu mati saat umurku setahun....]

Jederrr....

Sebuah petir tak kasat mata seperti menghantam otak Disya. Membuatnya mematung di tempat. Sedangkan bayi Ivy masih sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Tak menyadari kelainan orang yang Dia sebut kakak peri.

[-Tapi ayah berkata ibu sangat menyayangiku. Lebih dari saudara dan saudariku. Hum, bahkan meski aku lahir secara prematur dan ibu kesulitan karenanya. Dia sangat menyayangiku, hikss rasanya aku ingin menangis. Meski biasanya aku berusaha tak peduli agar keluarga tak khawatir, diam-diam aku iri pada mereka yang memiliki ibu. Seandainya saja....]

Bayi Ivy menyudahi acara makannya, suasana hatinya tiba-tiba menjadi sedih, sehingga tak berminat untuk kembali makan. Walaupun alasan sebenarnya perut kecilnya memang sudah kenyang.

Disya yang tahu suasana hati bayinya sedih, ikut merasakan sedihnya. Meski dalam hati Dia curiga bayinya telah dirasuki arwah gentayangan. Tapi jelas tubuh bayi dalam gendongannya adalah bayinya. Siapapun jiwa didalamnya, ini tetaplah bayinya, yang telah sangat ia perjuangkan untuk melahirkannya. Dengan kuat Diasya menekan kesedihannya itu.

Tangannya menepuk halus punggung bayinya, untuk membantunya mengeluarkan gas yang ikut saat minum asi.

'Puhh'

"Bayi ibu yang pintar," Disya mendekatkan kepalanya mencium pipi tembam bayinya. "Maafkan ibu sayang."

[Kenapa kakak peri meminta maaf? Eh, ibu?????? Hey-hey wajahnya memang mirip dengan foto ibu. Tapi kakak peri lebih cantik. Tidak mungkin ah, aku pasti salah dengar.]

"Sayang, putri ibu yang cantik," Disya tertawa terkikik geli mendengar pikiran putrinya.

[Ini aku tidak bermimpi kan.]

Bayi Ivy memandang kosong pada wajah ibunya.

Disya yang diserang keimutan bayinya, merasa begitu gemas, "Imut sekali bayi ibu. Mikirin apa sayang, hummm."

1 detik.

3 detik.

5 detik.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata bayi Ivy. Bibirnya mengerucut, mengawali tangis yang akan segera tumpah.

Owekkkkk-owekkkkk.

"Lohh, sayang kenapa?" Disya seketika dibuat panik. Dirinya hanya berniat memberi tahu sang putri bahwa ibunya masih hidup. Dan itu adalah dirinya. Tapi putrinya malah menangis begitu keras. "Sayang, cup-cup-cup, putri ibu jangan menangis."

Tangannya sibuk menimang-nimang. Menggoyangkan tubuh sang bayi ke kanan dan kiri. Tak ada ketidak sabaran sedikitpun dari tindakannya. Dia membiarkan bayinya meluapkan emosinya.

[Huuuuu, ibu,, ibuuuuu,,, huuhuuuu ibuuuu.... Huuuuuu, ibuuuuu. Ibukuuuuu,, aku punya ibu. Aku punya ibuu. Ibuuuuu... ibuuuuuu.]

"Ibu disini sayang, shutttttt. Jangan takut, ibu disini, ibu disini tidak akan kemana-kemana."

[Huuuuu, ibuuuuu.]

Bayi Ivy terus menangis dengan memanggil ibunya, seolah tengah meluapkan segala kerinduannya selama empat kehidupan. Satu-satunya penyesalan yang tak pernah Dia terima adalah kehilangan sosok seorang ibu. Dia bisa berusaha melawan pahlawan wanita, untuk mencegah kehancuran keluarganya, meskipun berakhir gagal. Tapi kematian ibunya adalah kenyataan yang tak mungkin Dia cegah.

BAB 3 KEDATANGAN KELUARGA BESAR

Setelah menangis begitu lama, Bayi Ivy akhirnya tertidur karena kelelahan. Karena lahir secara prematur, maka Dia harus ditempatkan di ruang inkubator kembali.

Untuk kebaikan bayinya, meski enggan berpisah, Disya tetap harus menyerahkan bayinya pada perawat. Setelah kepergian bayinya untuk istirahat.

Harusnya Dia pun ikut beristirahat. Tapi tak bisa, lantaran dalam hatinya begitu gelisah memikirkan bayinya.

Disya tak mengerti bagaimana dia bisa mendengar pikiran sang bayi. Dan dia lebih tak mengerti lagi bagaimana bisa seorang bayi yang seharusnya terlahir polos. Malah bisa mengingat kehidupannya yang sebelumnya.  Harus dikatakan keajaiban atau malah kutukan.

Saat tengah sibuk dengan pikirannya, pintu kamar inapnya tiba-tiba saja terbuka lebar. Sekelompok orang masuk dengan raut wajah takut, cemas, dan khawatir.

"Sayang/ibu/nak!" seruan penuh semangat memenuhi ruangan.

"Sayang kamu, gimana keadaan kamu Sayang? Kamu gak apa-apa kan? Ada yang sakit? Dimana yang sakit? Bilang sama aku," suara penuh kekhawatiran dari sang suami.

"Ibu-ibu jangan sakit, huuuu," Kedua anak dengan mata memerah memeluk tangan Disya yang tak diinfus sambil menangis sedih.

"Tenanglah kalian, ibu tidak sakit. Ibu hanya melahirkan adik kalian. Nak, apa yang terjadi? Elena mengatakan kamu keguguran?" ucap Helena ibu Disya. Matanya melirik pada perut sang anak yang lebih kempes. Rasa nyeri menusuk dadanya. "Gak apa-apa nak, yang penting kamu baik-baik saja. Jangan dipikirkan lagi."

"Eh," Disya terlalu terkejut untuk menjawabnya. Matanya bergantian menatap satu persatu wajah suami, anak, dan orang tuanya.

Ethan yang mendengar ucapan ibu mertuanya, menunduk menekan rasa sedihnya. Tak ingin membebani sang istri, bibirnya memaksakan senyuman yang jelek.

"Iya, gak apa-apa sayang, gausah dipikirin lagi. Ini salahku yang gak menjagamu dan baby dengan baik."

"Bukan salah siapa-siapa. Memang takdirnya saja nak."

"Iya bener nak, jangan menyalahkan diri sendiri begitu."

"Gak Pah-Mah, Ethan yang salah disini. Sudah tahu Disya akan melahirkan. Tidak seharusnya Ethan meninggalkannya."

"Sayang aku-"

"Kalau begitu ini salah Papah dan Mamah juga. Kami harusnya tak membolehkan Disya keluar bersama Elena," Abraham menyela. Sebagai seorang ayah tentu Dia sangat menyayangi anaknya. Tapi bukan berarti kepalanya menjadi bodoh, sehingga tak bisa membedakan kebenaran.

"Pah ini gak-"

"Iya, kami seharusnya melarang. Paling tidak salah satu dari kami harus ikut," timpal Helena ikut dalam perdebatan.

"Mah-"

"Itu bukan salah Papah dan Mamah, kalian kan hanya tak ingin Disya bosan di rumah. Ini salah-"

"Diam!" teriak Disya penuh emosi. "Bisakah kalian membiarkan aku bicara dulu," lanjut Disya dengan nada tak mau dibantah.

Kini aura Disya layaknya singa betina yang telah diusik. Tak ada yang berani untuk tidak menurutinya.

Ketiganya langsung mengatupkan bibir, mengangguk dengan patuh. Bahkan kedua anak yang semula berada di sisi Disya diam-diam menyusut ke sisi kakak tertuanya.

"Hufthhh," Disya menghembuskan nafas lelah. Dia benar-benar baru saja melahirkan. Bahkan belum sekalipun memejamkan mata. "Pertama, keadaanku baik-baik saja. Tak ada masalah apapun. Kedua, kata siapa aku keguguran. Meski terlahir prematur, baby baik-baik saja," jelas Disya singkat padat dan jelas.

"Baby baik-baik saja??"

Disya mengangguk pelan dengan senyum tipis, "Baby ada di ruang inkubator. Sehat tanpa kekurangan apapun," Hanya jiwanya terlahir kembali saja, lanjutnya dalam hati.

"Syukurlah," ucap semua orang dengan penuh haru. Air mata bahagia turun tanpa bisa dicegah. Tak peduli apa, kabar itu adalah kabar bahagia bagi semua orang. Awalnya setelah melahirkan si kembar. Keluarga sudah merasa cukup. Dengan dua pembuat onar dan satu gadis kecil. Keluarga mereka sudah sangat lengkap. Tapi bukan berarti mereka tak menunggu kehadiran gadis kecil lainnya.

Ethan bergerak menggenggam tangan sang istri, "Makasih sayang, makasih-makasih, aku gak tau lagi bagaimana harus berterima kasih ke kamu, maaf ak-"

"Shuttt, sudah gak perlu dibahas lagi. Aku mau istirahat," potong Disya.

Ethan mengangguk menurut, tapi tak sekalipun dia mengurangi kekuatan genggamannya, tak begitu kuat, tapi cukup erat untuk menyalurkan perasaannya.

...----------------...

Keesokan harinya.

Di depan kaca ruangan inkubator. Seorang pria berdiri memandangi tempat bayi Ivy diletakkan. Matanya masam saat mengingat Dia hampir saja kehilangan istri dan putri bungsunya itu.

"Baby sangat imut kan sayang."

Ethan menundukkan kepala, matanya bersitatap dengan mata sang istri Disya. Pandangan bertanya langsung mengenainya. Dia melangkah mundur untuk akhirnya bersimpuh di depan kursi roda. "Maaf sayang,, maaf-maaf aku suami yang gak becus. Aku hampir saja kehilangan kal-" Dia tak mau mengatakan kalimat selanjutnya. Dia terlalu tak sanggup.

"Shuutt, yang penting kami baik-baik saja. Tak ada yang mengharapkan kejadian ini. Aku tahu kamu sudah berusaha."

"Yaa, tapi.... Aku bahkan gak ada saat kalian berdua tengah berjuang. Maafin aku sayang. Suami dan ayah macam apa aku ini," Suaranya teredam saat kepalanya menyusup pada pangkuan sang istri. "Gak becus, bodoh, gak guna-"

"Ngomong apa sih,, astaga.. bangun cepet. Malu ihhh, diliatin orang," desak Disya.

Tapi bukannya bangun, Ethan malah makin menduselkan kepalanya, ke perut Disya. Untungnya Disya melahirkan normal, jika cecar bukankah akan menjadi masalah.

...----------------...

Di sisi lain bayi Ivy yang menyaksikan tingkah kedua orangtuanya, menonton dengan penuh minat.

[Aku baru tahu ayah bisa terlihat semanja itu,,, hmmm...]

Bayi Ivy menggabungkan ingatannya pada tiga kehidupan. Namun, sama sekali tak menemukan kesamaan akan sifat ayahnya yang begini. Bahkan saat menghadapinya. Sang ayah hanya sedikit melembutkan ekspresi kerasnya itu.

[Ibu memang luar biasa.]

Drama di pasangan suami istri pun terus berlanjut. Entah apa yang ayah dan ibunya katakan. Bayi Ivy tak bisa mendengarnya. Karenanya Dia terus berusaha menggerakkan badannya untuk menonton lebih dekat.

[Uhhh, kenapa sulit sekali sih. Tubuh bayi memang merepotkan. Aku kan kepoo.... Ahh-ahh kakak perawat ayo bawa aku menemui ayah dan ibu. Sini-sini Ivy disini.]

Bayi Ivy terus berteriak dalam kepalanya. Tangan dan kakinya bergerak dengan penuh semangat. Yang langsung menarik perhatian perawat penjaga.

"Ada apa baby, kenapa kamu begitu aktif?"

[Kakak perawat ayo bawa Ivy pada Ayah dan Ibu.] Tangan bayi Ivy bergerak seolah ingin meraih sesuatu.

Tapi tentu saja sang perawat yang dipanggil Ivy tak bisa mendengar pikirannya.

"Kenapa ya? Gak ada masalah di alatnya kok."

Seorang perawat yang lain datang saat melihat temannya dalam kebingungan. "Ada apa?"

"Ini bayinya tiba-tiba aktif. Tapi alatnya tak menunjukkan ada masalah."

"Ah, bayi yang terlahir prematur itu ya. Bagaimana bisa dia begitu aktif?"

Wajar jika keduanya heran, normalnya bayi yang terlahir secara prematur tak akan seaktif ini, bahkan biasanya cenderung lemah dan lesu.

"Mungkinkah dia haus?"

[Ya-ya benar.] Bayi Ivy mengangguk dengan penuh semangat. Walaupun belum bisa menggerakkan kepalanya secara benar. Gerakannya cukup memperlihatkan anggukan persetujuan. Yang membuat kedua perawat terkejut.

[Ayo cepat bawa Ivy menemui ibu.]

"Apa dia mengerti ucapan ku?" heran perawat yang sebelumnya bertanya.

"Ah, mungkin hanya kebetulan saja," sahut perawat lainnya. "Kalau begitu kamu bawa ke pada ibunya dahulu."

"Iya, baiklah."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!