NovelToon NovelToon

Still In Love

01. Bukan Babak Awal

Seperti suasana di dalam diskotik, namun hanyalah sebuah ruangan yang telah dibooking khusus untuk acara reunian SMA TARUNA angkatan 2020. Lampu disko beredar menyambut kedatangan satu persatu tamu undangan. Tampak lelaki muda dengan stelan bebas bercengkerama bersama beberapa orang sebayanya.

"Gar, katanya reuni kali ini Tara datang loh..." Salah satu dari mereka berkata seolah mengumumkan.

"Bagus kalau begitu... Sejak lulus sekolah, baru tiga kali kita mengadakan reunian, dan dia tidak hadir dua kali. Seharusnya dia berusaha untuk hadir. Bukankah dia teladan di sekolah kita?" Sahut lelaki muda itu.

"Dia kan mantan mu, Enggar... Siswa mempesona dan tertampan di sekolah kita, namun pacarnya malah si cupu Tara..." Sela yang lainnya sembari menggoda, lalu mereka serentak tertawa mengejek.

"Ciiih, masih saja membahas itu..." Umpat Enggar berlagak kesal.

"Tapi pilihan kamu memang tepat, Nggar... Dona sangat cantik. Dia sekarang model, kan?"

Enggar menyahut dengan acuh. Ia hanya mengangkat bahu seolah tidak tahu menahu soal nama yang disebutkan temannya itu.

"Kenapa begitu, Gar? Reunian kali ini dibolehkan bawa pasangan loh... Seharusnya kamu datang dengan Dona... Ya, walau Dona adik kelas kita..."

"Kami sudah putus..." Jawab Enggar terdengar acuh.

"Putuuusss?" Mereka serentak bertanya dengan nada tidak percaya. Bahkan beberapa temannya yang perempuan ikut nimbrung mendengar pernyataan Enggar tentang statusnya bersama perempuan yang bernama Dona Prasetya.

Enggar menganggukkan kepalanya. Ia merasa wajar dengan reaksi teman-temannya itu. Bahkan apa pun tentang dirinya adalah hal yang heboh semasa ia sekolah dulu di SMA TARUNA.

Dona pun begitu. Gadis primadona sejak ia masuk ke sekolah itu sebagai siswi baru di kelas sebelas, sementara Enggar dan Tara telah berada di kelas dua belas.

Tak lama suasana terdengar riuh. Seorang gadis cantik masuk digandeng seorang pria berkacamata yang masih muda dan berkharisma.

"Dona?" Pekik mereka seraya berdatangan kearah sepasang manusia yang baru memasuki ruangan itu.

"Kenapa datang bersama Dandi?" Tanya salah seorang dari mereka tak sabaran.

Lelaki yang bernama Dandi itu pun tersenyum bangga. "Kami baru saja merayakan anniversary yang ke dua bulan, lalu barulah datang kemari..."

"Anniversary?" Sontak membuat mereka ternganga.

"Kamu benar-benar hebat, Dan..." Ucap salah seorang dari mereka.

Dandi mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu berjalan menuju Enggar yang duduk sendiri setelah ditinggal teman-temannya untuk menyambut kedatangan Dandi dan Dona.

"Apa kabar, Bro...?" Tanya Dandi sembari menepuk pundak Enggar.

"Baik... Lo sendiri apa kabar?"

"Semakin membaik saja sejak Dona mau jadi pacar gue..." Seringai Dandi dengan terlihat angkuh. "Sayang, kemari lah..."

Dandi melambaikan tangannya kearah Dona, dan gadis itu berjalan dengan anggun menuju posisi mereka berdua. "Sapalah mantan mu ini, Sayang... Kasihan, dia bahkan belum menemukan penggantimu..."

"Hai, Kak Enggar... Sudah lama tidak bertemu..." Sapa Dona dengan suaranya yang merdu.

"Baru dua bulan, belum lama... Apa kamu sudah merindukan aku?" Balas Enggar sembari tersenyum puas, sementara tangan Dandi mengepal mendengar ucapannya.

Dandi menarik lengan Dona menjauh dari sana, sedangkan mata Enggar tak lepas memandangi wajah Ayu gadis itu. Tampak jelas Dona meringis kesakitan mendapat perlakuan Dandi yang kasar.

Dandi teman sekelas Enggar, namun hubungan mereka tidak sehat. Dandi selalu berusaha menyaingi Enggar dalam segi apapun, dan bahkan ia berusaha merebut Dona dari Enggar sejak tiga tahun terakhir.

Acara hendak dimulai. Suasana yang mulai hening kembali terdengar riuh. Langkah kaki seorang wanita terdengar memasuki ruangan. Semua mata tertuju kepadanya. Ia yang berpenampilan elegan dengan hijab kekinian membuat orang-orang hampir tak mengenalinya, lalu terdengar desiran suara menyebut namanya.

"Taraaa...?"

.

.

.

.

.

Bersambung.

02. Tara Asmara

Enggar terpana. Wajah cantik yang baru datang itu tidak asing baginya, namun memorinya begitu lama mengingat siapa gadis itu.

"Tara?" Akhirnya ia menyadari betapa ia merindukan sosok yang pernah begitu dekat dengannya.

"Tara? Itu Tara Asmara?" Salah seorang dari mereka menimpali.

"Assalamualaikum warahmatullah..." Ucap gadis yang mereka sebut Tara Asmara, mantan pacar Enggar yang menjadi perbincangan mereka di beberapa menit yang lalu.

"Wa'alaikum salam..." Jawab mereka bersamaan.

Tara menyapa semua yang ada sambil mengatupkan kedua tangannya di dada. "Maaf, saya terlambat..."

"Tidak apa-apa, Tar, belum terlambat kok... Acaranya baru saja akan dimulai..." Sahut salah seorang temannya yang perempuan.

"Apa kabar, Tara? Lama tidak bertemu. Kamu semakin cantik saja, ya... Kuliah dimana?" Tanya temannya yang lain dengan rentetan.

"Alhamdulillah baik, terima kasih, Ike... Kamu juga semakin cantik..." Jawab Tara singkat sembari tersenyum, lalu tiba-tiba Dandi menghampiri dirinya.

"Lo beneran Tara si cupu, kan?" Tanya Dandi yang dari awal kedatangan Tara ikut terpana dan merasa tak percaya.

"Nggak ada yang berubah dari aku kok, Dan... Aku masih sama, cuma nggak pakai kacamata saja..." Jawab Tara menepis keraguan Dandi.

"Apa kabar, Tar?" Dandi menyodorkan tangannya, bahkan ia mengabaikan Dona yang cemberut di sampingnya.

"Baik..." Tara hanya mengatupkan kedua tangannya, dan Dandi menarik tangannya kembali dengan raut kecewa. "Aku permisi kesana, Dan..."

"Eh, Tar, tunggu..." Ucap Dandi menahan langkah Tara.

"Kenapa, Dan?"

"Lo, sendirian?"

"Nggak, bareng teman..."

"Mana? Dari tadi Lo sendirian..." Dandi berusaha merapatkan dirinya ke Tara.

Gadis itu terlihat risih. Dia ingat betul lelaki jahat satu ini, yang dulunya selalu bully dirinya di sekolah.

"Kak Anjas!" Tara melambaikan tangannya kearah seorang lelaki muda yang celingukan ketika baru saja memasuki ruangan itu, lalu lelaki itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya mendekati Tara.

"Kenalin, Kak, ini teman sekolahku, namanya Dandi..." Ucap Tara begitu lega akan kedatangan lelaki itu.

"Anjas..." Lelaki bersama Tara menyodorkan tangannya ke hadapan Dandi, kemudian disambut dengan sombong oleh Dandi sembari sedikit meremas tangan Anjas.

Tara melihat tingkah Dandi dan raut tidak nyaman Anjas ketika bersalaman dengan temannya itu. Ia segera menarik lengan Anjas yang masih dijabat Dandi. "Sorry, Dan, kita ke sana dulu..."

"Adakah dia disini? Atau dia adalah Dandi?" Bisik Anjas ke telinga Tara ketika mereka telah menjauh dari Dandi.

"Siapa?" Tanya Tara bersikap acuh.

"Lelaki yang membuat kamu menutup hati untuk aku atau siapapun pria yang mencoba mendekati kamu..." Jelas Anjas terang-terangan.

"Tidak ada siapapun, Kak... Aku rasa belum saatnya saja. Aku baru dua puluh dua tahun, masih muda, bukan? Masih banyak hal yang ingin aku perbaiki dalam diri aku..." Tutur Tara berusaha menepis perasaannya yang hampir terbawa suasana oleh pertanyaan Anjas, apalagi ia sadar betul Enggar tak henti-henti menatapnya dari minibar yang tak jauh dari posisinya.

"Hai, Tar..."

"Hai juga, Rani... Apa kabar...?" Tara menyambut tangan gadis yang menyapanya dengan sumringah, lalu cipika-cipiki.

"Alhamdulillah, Baik... Sejak lulus sekolah, kamu tidak pernah terlihat, kemana saja?"

"Aku kuliah Fashion Designer di Universitas Harapan Bangsa, dan Una ikut pindah ke sana. Makanya aku tidak pernah sempat ikut reunian, Ran... Jauh, lagian rumah disini juga sudah dijual..." Tutur Tara menjelaskan.

"Terus, ini siapa?" Tanya Rani sambil melirik Anjas malu-malu.

"Oh, kenalin, ini kak Anjas... Kak Anjas, ini Rani..."

"Halo, Rani..." Anjas mengulurkan tangannya ke hadapan Rani

"Hai, Kak Anjas..." Rani menyambut tangan Anjas dengan Riang.

"Pacar kamu, Tar? Atau kalian sudah menikah?"

"Teman, Ran... Beliau ini dokter di rumah sakit Nagoya. Kebetulan kami bertemu beberapa bulan lalu, dan akhirnya menjadi akrab..."

"Jangan terlalu lama digantung, Tar, nanti dicolong tetangga..." Guyon Rani mencoba menggoda Tara.

"Kamu bisa aja, Ran..." Tara mencoba terkekeh menanggapi guyonan temannya itu. "Bareng siapa kesini?"

"Sendiri, maklum masih jomblo..."

Tara menatap wajah Rani begitu dalam, lalu menghela napas panjang. "Terima kasih sudah menjadi teman aku yang baik selama di sekolah dulu, Ran... Aku bersyukur ada kamu..."

"Apa sih, Tar...?" Rani terkesiap merasa ada yang janggal dengan ucapan Tara.

"Ini loh, Kak... Teman sekolahku yang pernah aku ceritakan..." Tara mengalihkan pembicaraan mereka, dan Anjas menganggukkan kepalanya.

"Kalian pernah menjadikan namaku sebagai topik pembicaraan?" Tanya Rani tak percaya.

"Cuma ngobrol biasa, Ran... Kak Anjas senang mendengar tentang kamu, karena kamu adalah teman terbaik aku..."

.

.

.

.

.

Bersambung.

03. Scrapbook

Reunian selesai, dan para undangan bubar setelah berbasa-basi satu sama lainnya. Tara berjalan beriringan dengan Anjas menuju arah parkiran. Gadis itu biasa mengobrol banyak, bahkan membahas yang rasanya tidak penting hanya untuk membuat suasana di antara mereka tidak canggung.

Langkah Tara tiba-tiba terhenti. Di hadapannya telah berdiri Enggar sambil tersenyum seakan sengaja menunggu dirinya.

"Aku dengar dia bukan pacar kamu..." Ujar Enggar tanpa basa-basi, sementara tangannya menunjuk Anjas dengan lantang.

Tara mengernyit heran, sedangkan Anjas melirik Tara seolah menunggu reaksi gadis itu.

"Ini nomor hp ku yang baru, tolong hubungi aku secepatnya, Tara..." Enggar mengambil tangan Tara, lalu menyimpan kartu namanya dalam genggaman Tara.

"Assalamualaikum..." Tanpa menunggu jawaban, Enggar berlalu meninggalkan Tara yang masih bengong di sana.

"Wa-wa'alaikum salam..."

"Siapa, Tar?" Anjas bertanya, namun Tara masih terlihat kebingungan seakan tengah berpikir keras.

"Tara?" Anjas sedikit menggoyang bahu Tara.

"Astaghfirullah, i-iya, Kak? Kenapa?"

"Siapa dia?"

"Dia? Emmm... Dia, dia teman sekelas juga dulunya, Kak... Enggar, namanya Enggar Cahyadi..." Jawab Tara gugup.

"Di dalam dia tidak menyapa. Apa mungkin paparazi?"

"Heh?" Tara mengernyit. Ia bahkan bingung harus menjawab apa kepada Anjas yang terlihat ingin tahu tentang Enggar.

"Kak Anjas ada-ada saja. Ayo kita pulang..." Ajak Tara berusaha mengelak dari pertanyaan-pertanyaan Anjas yang mungkin akan lebih banyak, dan nantinya membuat ia kebingungan sendiri.

***

Enggar membuka laci bufet minimalis bagian paling bawah di kamarnya. Ia mengeluarkan semua isi laci itu hingga menemukan sebuah benda yang membuat ia terdiam. Sebuah Scrapbook aesthetic berukuran telapak tangannya menjadi pusat perhatiannya.

Ia tersenyum kecut, sebuah penyesalan menelisik dalam hatinya. "Aku sama sekali tidak menyangka, benda ini menjadi sangat populer di tahun ini. Scrapbook? Ada-ada saja namanya. Mengapa aku tidak membuangnya dulu, sehingga aku akan lebih menyesal kini?"

"Ya Tuhan, aku baru menyadari betapa berartinya Tara bagiku..."

Enggar mulai membuka lembar demi lembar isi scrapbook. Sesekali ia tersenyum, namun ada tetesan penyesalan keluar dari kelopak matanya. "Betapa manisnya ini, Tara... Pasti kamu sangat mencintai aku saat itu, tapi aku malah menyakiti kamu terlalu dalam. Aku bahkan tidak melihat ini sebelumya, padahal telah berkali-kali aku menyusuri halaman demi halamannya..."

"Masih ingat betul kamu dapat tersenyum, meski aku mencampakkan kamu demi seseorang yang baru aku kenal. Setegar itu kah hatimu?" Gumam Enggar membatin.

Sebuah tulisan tangan Tara yang ia temukan di beberapa akhir halaman membiusnya begitu lama. Ungkapan cinta yang begitu tulus, dan berharap selamanya.

Siapa sangka yang awalnya hanya pura-pura menjadi beneran? Aku jadi menyukaimu, Enggar. Kamu tak seburuk itu. Kamu sangat menghargai yang namanya seorang perempuan, terlebih mama mu.

Caramu memandang mama dengan penuh kasih, membuat aku yakin bahwa kamu orang yang sangat tulus. Aku tidak peduli akan jadi budakmu selamanya, asal aku bersama kamu.

Aku si cupu kata mereka, tapi kamu tidak pernah memanggilku begitu. Kamu panggil aku 'Beib...', di depan mereka, padahal bukan di depan mama. Kamu tidak malu pacaran dengan si cupu Tara, siswi berkacamata yang sering diolok-olok.

Bolehkah sekarang aku bilang bahwa aku mencintai kamu?

Enggar menarik napas panjang. Penyesalan benar-benar memenuhi hatinya. Ia bertanya-tanya, masih adakah cinta itu untuknya?.

Sebuah kenangan membuatnya kembali ke masa putih abu-abu. Saat dimana ia terpaksa mengakui Tara adalah pacarnya kepada mamanya, dan kepada semua warga sekolah. Perempuan yang tidak banyak menuntut jika ia memanglah seorang pacar, dan siswi yang tidak pernah menggubris perkataan-perkataan yang mengejeknya di sekolah.

.

.

.

.

.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!