NovelToon NovelToon

Kinan Si Gadis Belia

Merantau Ke Kota Jakarta

🌻 Aku bukan penulis yang anti kritik. Sebelum atau setelah membaca mohon untuk memberi like di setiap episode nya ya, karena itu sangat berarti bagi si penulis. Kalau semisal membosankan atau tidak suka boleh memberi saran atau meninggalkan cerita, Author mohon untuk tidak memberikan rating jelek seperti memberikan bintang rendah, sekali lagi aku minta kalau ga suka tinggal skip aja ya, karena kalau kalian kasih bintang rendah itu akan mempengaruhi Novel ini. Sekali lagi terimakasih.

.

Kampung Babakan Tasik, terletak di bagian lain kota Bogor. Perkampungan yang arsi juga sejuk begitu bangga Kinan bisa tinggal di sana. Akan menjadi kenangan ketika ia meninggalkan kampung Babakan Tasik karena di sana begitu nyaman. Siang malam tak perlu AC atau kipas angin karena sudah sangat dingin terasa.

Kinan hanya gadis biasa, di sekolahnya pun dirinya tidak terlalu menonjol. Bagi Kinan, bersekolah cukuplah rajin dan tidak mencari perhatian banyak murid-murid laki-laki. Tidak ingin seperti teman-teman perempuannya yang bersolek merias diri agar di lirik. Tapi tidak semua murid perempuan seperti itu. Makeup sama sekali tidak menyentuh wajahnya. Cukup losion merek tertentu yang digunakannya itupun dengan harga murah.

Di kampung Babakan Tasik. Keluarganya begitu sederhana. Ibu bapaknya hanya petani karena memang di sana hampir semua warganya menjadi petani, apa saja di tanam dan hasilnya nanti di jual ke pasar dan kota.

Selain itu banyak anak gadis kampung Babakan Tasik yang merantau ke kota bahkan rela meninggalkan bangku sekolah demi membantu perekonomian keluarga itu yang saat ini di rasakan Kinan. Semakin hari dirinya semakin tergiur rayuan temannya yang satu Minggu ini pulang merantau dari kota jakarta.

"Hayu Kinan, mending ka kota dari pada sekolah mah, sekolah mah capek mikir. Yang ada juga mintain uang ke orang tua, kan lamun ka kota mah kita yang kasih uang ka orang tua. Nanti ge ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga kan?"

Kinan menarik napasnya sambil menatap asal luar jendela sekolah. Ucapan temannya itu terus berulang di dalam pikirannya.

"Kalau pergi ka kota bagaimana sekolah ku?" Kinan merenung, dirinya baru saja masuk kelas dua SMA.

"Tunggu satu tahun lagi Kinan, tanggung!"

Dari arah belakang terdengar suara, Kinan menoleh.

Laki-laki dengan lesung pipi tersenyum manis menatapnya.

"Rudi." Sapa Kinan sambil memalingkan wajah.

Laki-laki muda itu berjalan menghampiri Kinan, duduk di bangku depan yang kosong. Kebetulan sekarang jam nya istirahat jadi sebagian murid pergi untuk urusan masing-masing.

"Udah mulai goyah nih?" Rudi menggoda Kinan yang dirinya tau si gadis memang ingin merantau ke kota.

Kinan hanya diam tanpa memberi respon apapun. Jujur dirinya begitu bimbang.

Rudi kembali bersuara. "Sayang atuh cuma satu tahun lagi, masa mau di tinggal ke kota."

Rudi begitu mencintai Kinan tapi sayang Kalimat Aku cinta kamu belum pernah ia utarakan. Terlalu malu untuk di ungkapkan. Rudi bisa sedikit tenang karena Kinan selalu mengatakan dirinya tidak ingin pacaran dulu, kalimat itu membuat Rudi mengurungkan niat mengungkapkan isi hatinya. Untuk sekarang cukup menjadi orang yang selalu ada untuk Kinan masalah jodoh biar Allah saja yang atur.

"Bener kali ya Rud, mending ka kota kerja cari uang, dari pada sekolah mah. minta wae uang, kasian bapak aku lagi susah, hasil ladang juga sekarang teh lagi kurang bagus,"

Kinan terkulai jika mengingat bagaimana kedua orangtuanya kebingungan melihat harga cabai dan timun sedang turun harga.

"Kata bapak ku udah balik modal aja udah syukur," lanjut Kinan.

Rudi diam mendengar ucapan Kinan. Dirinya juga sama hanya anak petani yang juga merasakan apa yang Kinan rasakan. Tapi Rudi terbilang anak yang berkecukupan. Orang tuanya mempunyai ladang luas dan juga hewan ternak, tapi dirinya bisa apa? Bapaknya di rumah pun mengeluhkan hal yang sama.

Yang bisa Rudi lakukan hanya memberi semangat kepada Kinan. sambil menepuk pundak Kinan, Rudi berucap. "Aku harap kamu ga salah ambil keputusan."

Kinan tersenyum dan mengangguk. Tak lama bel berbunyi.

.

Rumah berdinding bambu dan beralas keramik putih terlihat ramai. Tikar coklat berhias hidangan tersaji di atasnya. di sekelilingnya ramai tangan yang sibuk mengambil lauk. Di luar suara rintikan hujan yang syahdu terdengar menemani malam itu.

"Masya Allah nikmat na, masakan mama enak, di luar hujan gerimis, cocok." laki-laki paruh baya itu berceloteh menambah keramaian di dapur.

Semua mengangguk setuju dan kembali sibuk mengisi perut.

Kinan tiga bersaudara. Kedua adiknya laki-laki usianya baru sembilan tahun. Mereka kembar.

Selepas makan mereka berbincang di depan hau(tungku)

Orang Sunda menamai perapian itu Hau. Bentuknya bervariasi, ada yang mempunyai dua lubang ada yang satu lubang saja.

Tangan mereka di rentangkan ke depan bara api untuk mencari kehangatan. Sungguh di kampung Babakan Tasik begitu dingin, Kota Bogor memang terasa sejuk orang-orang bahkan menamainya kota hujan.

"Bentar lagi libur sekolah kan?" tanya bapak Danu. Ayah Kinan dan Nanda Nandi si kembar.

Kinan dan kedua adiknya mengangguk.

"Pak, jalan-jalan kalau liburan. Ade mah pengen ka taman safari belum pernah kesana."

"Iya. sama, Nanda ge pengen ka taman safari."

Si kembar sibuk berceloteh ingin liburan tanpa melihat raut wajah kedua orangtuanya.

Kinan termenung, bergantian menatap wajah bapak dan mama nya yang tersenyum sembari mengangguk, anggukan yang Kinan tau tidak akan berarti apa-apa.

"Kinan pengen kerja ka kota!"

Pak Danu menoleh cepat di ikuti istrinya.

"Ka kota?" Bu Anis bersuara kaget mendengar keinginan sang putri.

Kinan mengangguk. "Kinan mau cari pengalaman."

"Sekolah yang bener Neng, kerja mah gampang." Pak Danu beranjak karena tidak ingin lebih lanjut mendengar Kinan.

"Sebentar lagi liburan sekolah kan? Jadi ga akan ganggu sekolah Neng, dua Minggu cukup Neng kerja nanti Neng pulang lagi kalau mau masuk sekolah." ucapnya semangat.

"Bagaimana kalau Neng betah? Ga mau pulang?"

Kata pak Danu lagi sambil berjalan pergi meninggalkan Kinan di depan hau dan semangatnya untuk pergi ke kota.

Kinan termenung lemas setelah melihat reaksi sang ayah yang memang tidak memberinya izin.

Bu Anis paham akan keinginan Kinan. Selama ini putrinya itu memang tidak pernah meminta apapun. mungkin sekarang ia harus bertindak.

"Cuma buat cari pengalaman aja kan Neng?"

Kinan mengangguk.

"Biar Nanti Mama bantu ngomong sama bapak."

Kinan tersenyum lega. " Alhamdulillah, nuhun Ma,"

Sebenarnya berat bagi Bu Anis melepas kepergian Kinan karena selama ini Kinan tidak pernah pergi jauh. Anak perempuan harus dijaga ketat takut kenapa-kenapa.

Ibaratnya mempunyai anak perempuan seperti berlari membawa telur. Tidak bisa ngejaganya akan pecah. Itu yang selalu Bu Anis ingat. Takut Kinan salah langkah dan berakhir tidak baik.

Tapi mama percaya, Kinan bisa jaga diri.

.

Dua Minggu kemudian...

Pukul 9 pagi Kinan sudah selesai merapihkan tas berisi baju-baju yang akan di bawa ke kota. Temennya Sinta yang kebetulan pulang merantau mengajaknya untuk ikut, majikannya memberi amanat kepada Sinta untuk mencari pengganti teman seperjuangannya yang mana sudah berhenti karena faktor usia. Tanpa ragu Kinan mengiyakan ajakan Shinta apalagi upahnya lumayan besar.

Di depan pintu rumah Sinta sudah cantik layaknya wanita kota tersenyum menatap Kinan yang mana berpakaian sederhana.

Melihat Kinan seperti melihat aku yang dulu.

Batin Sinta seakan bercermin, pasalnya dulu ia juga seperti Kinan. Gadis kampung yang lugu dan polos. Tapi sekarang dirinya bisa berpakaian rapih dan sedikit moderen.

"Kinan Yuk, tar siangan mah suka macet di jalan." Sinta menarik tangan Kinan untuk masuk kedalam mobil. kebetulan Supir Bu bos datang menjemput. Sinta meminta sang supir datang menjemput karena ia akan membawa temannya. syukur bos Sinta sangat baik.

Kinan mengangguk. Dirinya berpamitan kepada pak Danu dan Bu Anis.

"Jaga diri, jangan lupa sholat." pesan Pak Danu sembari memeluk tubuh Kinan.

Rayuan sang istri benar-benar meluluhkan hatinya yang pada awalnya kekeh tidak memberi izin putri sulungnya itu pergi merantau, tapi memang benar tidak apa-apa ini hanya untuk mencari pengalaman.

"Kinan hati-hati di sana. Jangan lupa sholat ya." Bu Anis juga memberi pesan. Tak lupa memeluk tubuh sang putri.

"In syaallah sebelum masuk sekolah Neng udah pulang lagi." kata Kinan sambil melirik pak Danu. Seolah memberi tahu dirinya tidak akan ingkar janji.

Pak Danu dan Bu Anis mengangguk. Mereka termenung menatap kepergian Kinan.

Kinan melambaikan tangannya dengan menahan air mata.

Mobil mulai melaju meninggalkan Pak Danu dan Bu Anis berserta kedua adik kembarnya.

"Sudah atuh Kinan, cuma dua Minggu inih, jangan sedih." kata Sinta, memberi semangat dan elusan di tangan Kinan.

"Kamu tenang aja di sana ada aku, kita kan kerja berdua." sambungan Sinta.

"Iya, aku senang bisa kerja sama kamu, jadi aku ga terlalu sedih." kata Kinan sambil menghapus air mata yang terus saja jatuh.

Selamat datang di Kota Jakarta......

Bos Yang Baik

Di perjalanan Kinan begitu asik mendengarkan cerita Sinta tentang pekerjaannya sebagai baby sitter. Mengurus dua anak perempuan.

"Sebenarnya si kakak udah gede, jadi ga terlalu riweh urus dia mah. Sekarang aku fokus urus si ade Tamara,"

Bos Sinta mempunyai dua anak, semua perempuan. Yang satu kelas 2 SD namanya Dea, yang satunya lagi baru mau masuk TK namnya Tamara.

"Riweh atuh kamu sin?" tanya Kinan di sela pembicaraan.

Sinta mengangguk. "Riweh, tapi kalau terbiasa mah ya engga,"

Sinta sudah merantau cukup lama terhitung tiga tahun lamanya. Beberapa kali pindah majikan karena beragam karakter majikan sudah Sinta temui. Terakhir ini dia betah di satu majikan tidak berpindah-pindah lagi.

Kinan ingat betul dari Sinta yang ga punya apa-apa sekarang dia mapan untuk keluarga dan dirinya sendiri. Ponsel bagus dia punya. rumah orang tuanya sekarang berdinding kokoh tidak bambu lagi, punya ternak dan memberi modal untuk keperluan bertani bapaknya di kampung.

Kinan ingin seperti itu. Iri itu jelas karena teman sebayanya itu sudah sukses. Orang-orang di kampung memuji Sinta akan keberhasilannya.

"Nanti aku di sana kerja apa Sin?" Tanya Kinan lagi memastikan.

"Biasa seperti kamu membatu mama mu."

Kinan mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum lega. "Kalau pekerjaan kaya gitu mah aku bisa."

"Tapi rumah majikan kita ini besar loh. Cuma ya itu, yang beres-beres hanya tiga orang termasuk kamu." Sinta menjelaskan tentang pekerjaan yang harus Kinan lakukan dari mulai pagi sampai malam hari. Kinan hanya mengangguk saja tanpa menyela. sampai mereka terlelap karena jalanan kota macet.

Pukul tiga sore mobil yang membawa Kinan tiba, berhenti tepat di depan gerbang bercat hitam.

Pak supir melirik kearah belakang di mana dua anak gadis tertidur pulas.

""Sinta, Kinan, Bangun."

Sinta duluan membuka mata di susul Kinan.

"Alhamdulillah." Sinta merentangkan kedua tangannya yang pegal.

"Kita udah sampe?" Kinan celingukan melihat luar jendela mobil. Nampak rumah dua lantai yang tinggi lagi moderen. Bangunan yang tidak di temuinya di kampung.

Sinta mengangguk. "Yuk turun."

Ajakan Sinta di sambut anggukan gugup dari Kinan. Perlahan membuka pintu mobil dan berjalan di samping Sinta yang nampak sumringah karena melihat anak yang di asuhnya berlari menghampiri.

"Ade" Sinta menyapa anak perempuan berkulit putih dan berambut panjang itu sembari merentangkan kedua tangan.

"Mbak Sinta, dede kangen." katanya manja. tubuhnya memanjat tubuh Sinta yang ia tunggu-tunggu.

Kinan tersenyum manis melihat bagaimana Sinta begitu di rindukan si gadis cantik.

"Ini siapa mbak?" mata gadis itu kini tertuju kearah Kinan, memperhatikan Kinan yang diam Berdiri kaku.

"Oh ini," Sinta menurunkan anak majikannya itu agar dirinya bisa memperkenalkan Kinan. "Ini namanya Mbak Kinan, mulai hari ini mbak Kinan kerja di sini." sambung Sinta.

Gadis itu mengangguk paham. "Buat gantiin Bik Tuti ya?"

Sinta mengangguk." Bunda ada?"

"Ada mbak. Yuk, masuk, mbak Kinan juga."

Mereka masuk kedalam rumah. Kinan yang malu-malu melangkah sembari memperhatikan sekitar.

Besar juga rumahnya, beres-beresnya dari mana dulu. Kalau di rumah aku mah atuh jauh luasnya juga. Ini mah luas banget.

Kinan membatin tanpa menyadari sang majikan sudah terlihat.

"Aduh! yang liburan sampe ga ingat pulang ya," Majikan Sinta bersuara lantang mana kala melihat Sinta datang.

Memang seperti itulah majikan Sinta baik dan ramah. Suka sekali memberi candaan kepada semua karyawan yang bekerja padanya.

"Bunda sehat?" Sinta menyalami si ibu majikan yang masih tampak muda usianya mungkin baru 30 tahun. perawatan kecantikan dan baju yang di kenakan jelas membuat dirinya muda, uang memang mampu merubah tampilan luar manusia.

"Sehat Alhamdulillah."

"Ini Kinan Bun, yang nanti gantiin Bik Tuti." Sinta meminta Kinan untuk maju..

Kinan melangkah maju menyalami majikan barunya.

"Wah masih muda." katanya.

Sinta menyahut. "Iya Bun, seumur aku. Baru 17 tahun."

"Ga sekolah?" tanya Bu bos lagi.

"Lagi cari pengalaman katanya Bun," Sinta memberi jawaban karena ia tau Kinan pasti akan diam.

Bu bos mengangguk saja. Karena sebelumnya dirinya sudah tau dari Sinta. "Ya udah sekarang kamu ajak Kinan ke kamar istirahat besok baru mulai kerja."

"Baik Bu, terimakasih."

"Panggil saya bunda, biar anak-anak ga ikut-ikutan panggil ibu." katanya.

"Baik Bunda." sahut kinan begitu kaku.

Akhirnya Kinan naik ke lantas atas bersama Sinta. Di sana ada dua mbak-mbak yang sedang istirahat. Kinan menyalami keduanya begitu kaku. Karena tidak kenal sebelumnya.

Sampai malam tiba Kinan masih betah di kamar bersama Sinta. Sedangkan kedua mbak-mbak yang lain pulang. mereka tidak menginap karena mereka sudah berkeluarga lagi pun tidak akan cukup kamar untuk mereka, ada kamar lain tapi sudah di jadikan gudang.

Kinan mengakhiri hari dengan menangis. Merindukan kedua orang tua dan kedua adiknya. Apalagi tadi sudah mendengar suara mereka. Sinta memberikan ponselnya kepada Kinan untuk mengobrol dengan keluarga memberitahu kalau dirinya sudah tiba di kota. Untuk lebih percaya mereka melakukan video call. Pak Danu dan Bu Anis lega karena memang benar sinta membawa putrinya ke tempat yang benar, pada awalnya berpikir Sinta berkerja tidak baik karena berbagi faktor. wajar orang tua selalu berhati-hati apalagi mengenai putrinya.

Setelah puas menangis. Kinan di hampiri Sinta yang baru saja turun karena di panggil Bunda si majikan. Tak lupa juga membawa mangkuk berisi bakso untuk Kinan dan dirinya.

"Bunda tadi bikin Basko." ucap Sinta sembari meletakan dua mangkok di depan Kinan.

"Baru juga kita makan." kata Kinan heran. Kok bosnya baik sekali.

"Kalau kenyang buat nanti aja." Sinta yang tidak tau apa itu rasa kenyang kembali menyantap bakso. "Enak banget nih."

Kinan tertawa melihat tingkah Sinta yang di luar nalar itu. " 30 menit yang lalu kita makan loh Sin." gelengan kepala Kinan perlihatkan tapi Sinta tidak menghiraukan.

Di tengah-tengah makan Sinta memberi tahu Kinan kalau besok ada tamu.

"Besok kita bangun pagi-pagi. Aku juga bakal bantu,"

"Banyak ga tamunya?" tanya Kinan penasaran.

"Ada lah enam orang mah, itu kakaknya bunda. Eh tau engga Bu Tari punya anak cakep deh, namanya Daniel, gila ganteng banget tuh orang."

Kinan tersenyum melihat wajah Sinta yang belepotan dan matanya yang berbinar tengah membayangkan wajah Daniel yang mana bagi Kinan tidak tau seperti apa.

"Ingat, kita siapa dia siapa."

Terkena Cipratan Jus

Azan subuh berkumandang. Kinan dan Sinta bergegas mandi lalu bersama-sama menjalankan kewajiban sebagai seorang muslimah. Lalu mereka bersiap turun ke bawah. Kamar mereka berada di area dapur dengan begitu mudah bagi mereka melakukan aktivitas.

Sinta membantu Kinan membersihkan rumah. Dari mulai menyapu, mengepel lantai, menyeka debu di setiap sudut rumah. Sinta tidak pernah melakukan itu karena itu bukan tugasnya. Kebetulan ini hari Minggu jadi Tamara tidur di kamar kedua orangtuanya, lagi pula Kinan butuh dirinya. ini adalah pekerjaan pertama Kinan, area mana yang harus di bersihkan Kinan pasti belum tahu.

Keduanya begitu asik dengan pekerjaan sampai kedua mbak datang. Mereka langsung masuk menuju area dapur. Membuat sarapan untuk semua orang.

"Besok-besok aku ga bantu kamu lagi loh." kata Sinta yang mana keduanya tengah bersantai di dapur, duduk di meja makan sembari menyantap sarapan berupa nasi goreng buatan mbak Nii.

Mbak Nii dan Mbak Cicah, mereka orang Jawa Tengah.

Kinan mengangguk paham. Tangannya sibuk menyendok nasi goreng yang enak.

"Ga papa, aku udah bisa inih."

Keduanya melanjutkan sarapan sampai majikannya keluar kamar. Sinta mengambil alih memandikan Tamara. Dea si sulung sudah cantik dengan dress nya. Kinan sampai terkesima melihat gadis kelas dua SD itu.

"Wah, Dea cantiknya."

Dea tersenyum malu. "Terimakasih Mbak Kinan," lalu Dea berjalan meninggalkan Kinan yang akan membersihkan lantai atas. Di lantas atas ada tiga kamar dan satu area santai. Untuk area bawah khusus ruang tamu, ruang keluarga dan dapur. Terdengar simpel tapi percayalah rumah itu amat luas.

Kinan bersama mbak Nii dan Mbak Cicah sibuk berbenah. Terlebih nanti siang akan ada keluarga Bu Tari kakak dari majikan mereka.

Jam 10 bunda Tata sibuk di dapur bersama Kinan dan Mbak Cicah. Mbak Nii sendiri masih berbenah. Area dapur di kuasa Bunda Tata. Menyiapkan hidangan, Kinan sendiri hanya membantu memotong bahan-bahannya saja. Gulai kambing, lontong dan hidangan lain siap di meja makan.

Bu Tari sendiri tinggal di bandung, katanya mau menghadiri acara pernikahan di jakarta salah satu temannya yang mana teman Bunda Tata juga.

"Kinan, sekarang kamu mandi lagi, malu nanti kalau keluarga saya datang," kata bunda melihat Kinan yang terlihat kucel. Bajunya kotor dengan bumbu di tambah keringat nampak di wajahnya.

"Baik Bun," Kinan lekas pergi menaiki tangga di ikuti mbak Cicah yang juga akan membersihkan diri.

Sementara Sinta menemani Tamara dan Dea di kamar. Sinta memang tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa kalau Tamara membuka mata.

Tepat pukul 2 siang sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang.

Bunda Tata dan pak Arman suaminya yang tengah duduk sembari menonton televisi melirik kearah samping.

"Itu kayanya kakak." katanya antusias. "Kinan?" Teriak Bunda.

Kinan yang masih di dapur berlari menghampiri. "Iya Bun?"

Bunda menatap sejenak Kinan tersenyum karena Kinan sudah berganti baju dan nampak lebih fresh. "Mereka udah sampe, buka pintunya ya."

Kinan mengangguk lalu berlari membuka pintu.

Pintu Kinan buka. Terlihat wanita berjilbab turun dari mobil di ikuti dua laki-laki yang mana satu di antaranya membuat Kinan terkesima.

Oh itu yang namanya Daniel.

Kinan membatin melihat bagaimana Daniel yang tampan itu turun dengan kerennya.

"Benar-benar laki-laki kota." Gumam Kinan.

"Assalamualaikum." Bu Tari menyapa Bunda Tata yang datang menghampiri.

Kinan segera masuk dan sibuk di dapur untuk membantu Mbak Nii menyiapkan minuman.

Di ruang keluarga mereka berkumpul mengobrol dengan asiknya.

Sinta ada di antara mereka karena harus menjaga Tamara. Sedangkan Kinan masih sibuk di dapur bersama Mbak Nii dan Mbak Cicah.

"Kinan, bawa jus ini untuk Den Daniel. "Titah mbak Nii sambil memberikan nampan berisi gelas berisi jus jeruk.

Kinan mengambil dan membawa ke depan. tanpa ragu memberikannya kepada Daniel yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Silahkan jus nya." ucap Kinan malu. Meletakan gelas di meja.

Tanpa melirik Kinan, Daniel menyambar jus pesanannya. "Terimakasih."

Kinan mengangguk " Sama-sama."

"Daniel, kapan kamu menikah?"

Pertanyaan Pak Arman, Om nya itu membuat jus yang tengah di teguknya menyembur dan mengenai Kinan.

Semua terkejut termasuk Kinan.

"Maaf-maaf ga sengaja." Daniel bergegas berdiri, menyambar tisu lalu menyeka baju Kinan yang kini kotor.

Semua tertawa melihat tingkah Daniel.

"Kamu tuh ya, Om cuma tanya begitu kamu sampai kaget, liat tuh baju Kinan kotor."

Bunda Tata bersuara tak enak karena Kinan harus ganti baju lagi..

Kinan tersenyum malu. " Tidak apa-apa Bun, biar Kinan bersihkan ini."

"Maaf ya Kinan, Daniel ga sengaja." kata Bu Tari tidak enak.

"Ga papa Bu, Ini cuma jus kok." sahut Kinan yang memang tidak marah. "Saya permisi."

Daniel menatap kepergian Kinan datar.

"Dia pembantu Baru Tante?" tanya Daniel karena seingatnya dua Minggu yang lalu berkunjung tidak pernah melihat gadis muda selain Sinta di rumah Bunda Tata .

Bunda Tata mengangguk. "Dia Kinan teman sinta, mereka satu kampung. Baru datang kemarin sore."

Daniel hanya mengangguk saja tanpa ingin bertanya lagi. Dirinya sibuk dengan ponselnya lagi..

Satu pesan masuk..

Sayang, aku kangen kamu, kapan kamu ke sini lagi?

Daniel tersenyum membaca pesan itu.

Nanti ya, sekarang aku lagi di rumah Tante ku. Nanti aku mampir ke situ.

Satu pesan.

Apa? Kamu ada di jakarta! Kok ga bilang-bilang sih. Aku tunggu di rumah ya. Love you..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!