Perang kedua antara kaum vampir dan manusia kembali terjadi. Peperangan kali ini membuat banyak dari kaum manusia meninggal, terluka dan menjadi tawanan di Istana Vampir.
Peperangan yang dipicu oleh keserakahan dan kekejaman kaum manusia itu benar-benar pecah, memancing amarah seorang Pangeran Mahkota dari Istana Vampir yang dikenal kejam tanpa belas kasih pada siapapun. Tak pandang bulu, baik itu wanita, ataupun pria.
"Bawa semua tawanan ke hadapanku!" teriakan dari sang Pangeran Mahkota begitu menggelegar, sehingga membuat para petinggi yang berada di aula istana langsung menoleh dengan keringat dingin ke arah para prajurit istana.
Dalam sekejap, tawanan perang digiring memasuki aula istana. Mereka yang menjadi tawanan bukanlah orang sembarangan, semua dari mereka adalah orang-orang penting di kaum manusia.
"Seret semua pria tua bangka ini ke dalam penjara bawah tanah!"
Pangeran Felix, sang Pangeran Mahkota dengan tatapan mematikan itu kembali mengedarkan pandangannya, menatap lekat satu persatu wajah-wajah iba yang tersungkur lemah di hadapannya.
"Gadis itu, beraninya dia menatapku seperti itu!"
Bagai tersambar kobaran api, amarah Felix semakin menjadi-jadi, gadis berwajah putih pucat itu membuang wajah setelah berani menatapnya dengan tatapan jijik.
Dengan amarah yang masih berkobar sehingga membuat orang-orang di sekitarnya merinding ketakutan. Suara sang Pangeran Mahkota kembali terdengar. "Dengar semuanya! Mulai sekarang, dia—" Pangeran Felix mengarahkan telunjuknya ke arah gadis malang itu, "dia adalah pelayan pribadiku!"
Hening, tak ada yang berani mengeluarkan suara, apalagi sampai membantah ucapan Pangeran Kejam itu. Lalu, dengan aura kejam yang begitu lekat, Pangeran Mahkota Istana Vampir itu melangkah mendekati Aurora.
"Dan kamu, mulai sekarang, kamu adalah pelayan pribadiku! Kamu hanya boleh mendengar dan patuh pada perintahku!" ucap Pangeran Felix sembari mengelus pelan kepala gadis malang itu.
"Cih, singkirkan tanganmu dariku, dasar Vampir Menjijikkan!"
Aurora Borealis, dikenal sebagai anak bungsu dari petinggi kaum manusia, satu-satunya orang yang selamat dari peperangan yang menewaskan ayah, ibu dan kakak laki-lakinya, Nicholas.
Gadis bangsawan yang dikenal semua orang karena kecantikan parasnya, dia juga menjadi satu-satunya gadis bangsawan yang tertawan.
"Bawa dia pergi dan bersihkan tubuhnya! Aku tidak ingin memiliki pelayan yang tidak pernah mandi berhari-hari!"
Para pelayan wanita segera mendekat, menggiring Aurora keluar dari aula istana.
"Lepaskan aku! Aku ingin pergi dari tempat menjijikan ini!"
"Tenanglah, Nona. Sebaiknya Anda jangan memberontak lagi sekarang, Pangeran Mahkota bisa saja langsung membunuh Anda," ucap salah seorang pelayan.
"Aku tidak takut mati, lebih baik aku mati, daripada harus menjadi pelayan pribadi dan melayani vampir menjijikkan itu!"
Sayangnya, sekuat apapun Aurora memberontak, para pelayan wanita itu tetap mengiringnya menuju sebuah ruangan. Aurora yang sudah dalam keadaan lemah dan tidak memiliki banyak tenaga lagi dengan beberapa luka di tubuhnya, akhirnya pasrah, mengikuti setiap arahan dari para pelayan wanita istana vampir.
*****
"Sudah berapa lama dia tidak sadarkan diri?" tanya Pangeran Felix sembari memandangi tubuh Aurora yang terbaring lemah.
"Sejak kami memberinya obat penawar, Pangeran."
"Hmm, keluarlah, dan untuk makan malamku, bawa saja ke sini!"
"Baik, Pangeran."
Pangeran Felix mengitari ranjang tempat tubuh Aurora terbaring, dari jarak sedekat sekarang, ia bisa mencium aroma khas pada tubuh gadis itu. Terutama dari aroma sisa darah yang keluar dari beberapa lukanya.
"Jika kaummu memburu para wanita kami untuk dijual dan dilecehkan, maka kamu berada di sini untuk membayar ulah mereka!"
Kehancuran kota Amartha menjadi tanda kekalahan telak kaum manusia dari peperangan. Kota yang berdiri kokoh dan megah itu kini sudah hancur lebur, menyisakan puing puing bangunan, sangat mengenaskan.
Hanya karena ulah beberapa orang rakus, tamak, kejam dan biadab, semua kaum manusia harus merasakan penderitaan. Para petinggi pria dari kaum manusia yang menjadi tawanan dihukum di penjara bawah tanah Istana Vampir, tanpa kemungkinan pembebasan. Sedangkan para wanita dibawa ke kastil istana di wilayah barat, mereka ditawan di sana, dijadikan pelayan untuk para petinggi kaum vampir.
"Aku di mana?"
Aurora mengedarkan pandangannya, mengamati setiap sudut ruangan dengan pencahayaan yang remang-remang.
"Sudah sadar?"
"Dia? Apa yang dia lakukan di sini?"
Pangeran Felix berdiri, dengan segelas darah segar di tangannya, ia berjalan mendekati Aurora yang masih berdiam diri di atas kasur, menatap jijik ke arahnya.
"Pantaskah seorang pelayan menatap Tuannya seperti itu?" Gelas yang hampir kosong itu menyentuh dagu Aurora. Aromanya tidak begitu menyengat, bahkan tidak tercium seperti aroma darah pada umumnya.
"Aku bukan pelayanmu—"
Belum sempat Aurora menyelesaikan ucapannya, tangan kekar Pangeran Felix sudah terlebih dahulu mencengkeram lehernya, membuat Aurora kesusahan bernapas.
"Jadilah pelayan yang baik, jika kamu masih ingin hidup! Dan patuhilah perintahku, jika kamu masih menginginkan masa depan untuk kaum manusia!"
Dengan kasar Pangeran Felix melepaskan cengkramannya. Hingga tubuh Aurora terhempas ke kasur. "Makanlah! Aku tidak suka pelayan yang kurus kering sepertimu!"
Tatapannya yang tajam, benar-benar menghunus setiap inci tubuh Aurora, hanya dengan ditatap saja, membuat Aurora merasa dikuliti hidup-hidup oleh Vampir Kejam itu!
"Dasar Vampir Menjijikkan! Vampir Kejam!" teriak Aurora setelah Pangeran Felix meninggalkan ruangan tempat ia beristirahat.
"Leherku?" Gadis itu meraba lehernya, bahkan lehernya sekarang masih terasa sakit akibat cengkraman Vampir itu!
"Aku bersumpah, suatu saat nanti, aku akan membuatmu tunduk padaku!"
Entah sadar atau tidak dengan apa yang ia ucapkan, namun tekad Aurora begitu menggebu sekarang. Bagaimanapun caranya, Aurora akan membuat Vampir Sialan itu bertekuk lutut padanya!
******
Tugas Pelayan Pribadi Pangeran Mahkota Istana Vampir. Tugas yang diemban oleh Aurora, bukanlah tugas seperti pelayan pada umumnya. Tugas seorang pelayan pribadi ditentukan oleh sang Tuan. Semua yang diperintahkan oleh sang Tuan adalah tugas yang harus dipatuhi dan diselesaikan.
Bahkan, tugas Pelayan Pribadi juga disamakan dengan tugas seorang Pelayan Darah. Seorang Pelayan Darah hanya memberikan darahnya kepada Tuannya. Namun, apalagi dia adalah seorang Pelayan Pribadi, dan Tuannya menginginkan darahnya, maka dia berkewajiban untuk memberikan darahnya, sebagai bentuk ketaatan pada sang Tuan.
"Bawa sarapan ini ke kamar Pangeran." Seorang Kepala Pelayan memberikan nampan yang berisikan segelas darah segar, beberapa buah-buahan dan daging yang dibakar dengan bumbu-bumbuan khusus pada Aurora.
Tadi, sebelum Aurora disuruh ke dapur, seorang pelayan menunjukan Aurora di mana letak kamar Pangeran Felix. Kamar dengan pintu yang menjulang tinggi itu sangatlah luas, mungkin 10 kali lipat dari kamar yang ditempati oleh Aurora!
"Masuk!"
Tidak seperti apa yang Aurora bayangkan. Kamar si Pangeran Vampir itu ternyata sangatlah bersih dan tertata rapi, tidak jelek, kumuh dan bau seperti apa yang ada di pikiran Aurora tadi!
"Letakan saja di atas meja. Aku mau mandi, siapkan air untukku!"
"Mandi? Apakah Vampir Busuk sepertinya butuh mandi juga? Hmm, mandi dengan bunga tujuh rupa pun tidak akan bisa menutupi aura kebusukannya!"
"Hah? Apa dia sudah gila! Dianya menyuruhku masuk ke dalam kamar mandi?!"
"Pelayan! Apa kamu tuli?!" teriak Pangeran Felix dari dalam kamar mandi. Aurora bisa merasakan aura kemarahannya dari sini.
"Tidak!"
"Hitungan ketiga kamu belum masuk, matilah kamu! Satu .... Du—"
Dengan sangat amat terpaksa, Aurora akhirnya melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan mata yang terpejam, ia tidak ingin mata sucinya ternodai oleh tubuh Vampir Kejam Sialan itu.
"Mendekatlah! Gosok punggungku!"
"I-iya."
Aurora membuang muka, dari sekian banyak tugas yang dijelaskan oleh kepala pelayan, Aurora tidak sedikitpun menerima penjelasan tentang 'layanan memandikan Pangeran' seperti ini!
"Gosok yang benar!" titah si Pangeran Vampir yang kini sedang berendam dengan posisi membelakangi Aurora yang sedang menggosok punggungnya.
Meski mengumpat dan terus menerus bersumpah serapah di dalam hati, Aurora menuruti ucapan si Vampir itu. Bukan karena Aurora ingin tunduk padanya! Tapi Aurora ingin main aman saja, kata para pelayan, selama mereka patuh, maka Pangeran Mahkota tidak akan berlaku macam-macam.
"Sabar, Aurora, masa depan anak-anak yang tidak bersalah itu harus tetap kamu pertimbangkan."
Saat masih menjadi tawanan, Aurora sempat mendengar kabar, kalau banyak anak-anak dari kaum manusia yang diamankan oleh kaum vampir setelah peperangan. Mereka diamankan di sebuah desa pelosok untuk menghindari konflik pasca perang, dan menurut kabar yang beredar, sampai sekarang, anak-anak itu masih di bawah pengawasan kaum vampir. Kapan saja kaum vampir bisa berubah pikiran, dari melindungi jadi memusnahkan!
"Sekarang, kuasa ada di tangan Pria Vampir ini, jadi sebaiknya aku harus menahan diri agar tidak memancing amarah iblisnya."
Aurora terus membatin, memikirkan dan menyusun cara yang tepat agar semuanya bisa berjalan baik-baik saja, tanpa harus mengorbankan siapapun itu.
Tanpa Aurora pernah tau, semua yang ia pikirkan dan ucapkan dalam benaknya bisa terdengar jelas oleh sang Pangeran Mahkota Istana Vampir yang masih diam dan terlihat mulai tenang, mungkin sedang menikmati pelayanan pertama Aurora?
******
Setelah tugas mengantarkan sarapan dan pelayanan mandi pagi selesai, Aurora akhirnya diperbolehkan keluar dari kamar Pangeran Felix, tapi dengan catatan : Aurora harus tetap berada di sekitar kamar Pangeran, dan selalu siap siaga kapanpun Pangeran Felix memanggilnya.
"Dia masih bergelar sebagai Pangeran Mahkota, itu artinya, masih ada Raja Vampir, kan? Tapi, kenapa selama ini aku tidak pernah melihatnya?"
Pertanyaan itu terus menghantui pikiran Aurora. Sampai ia tak sengaja mendengar beberapa pelayan sedang membicarakan tentang upacara penyambutan kepulangan Raja Vampir ke Istana setelah peperangan.
"Hmm, jadi dia meninggalkan istana selama peperangan? Apakah dia lebih kejam dari anaknya?"
Selama hidupnya, Aurora jarang sekali mendengar cerita tentang sang Raja Vampir, bukan tanpa alasan, kaum vampir dan kaum manusia sebelumnya hidup tenang, tanpa pernah ada pertikaian selama ratusan tahun terakhir.
Kehidupan kedua kaum tersebut berjalan tanpa pernah ingin tau kehidupan satu sama lain, kaum manusia dengan dunia dan kehidupan mereka sendiri, begitu pun dengan kaum vampir.
Beberapa kali, Aurora memang pernah mendengar tentang kekejaman Pangeran Mahkota Istana Vampir, dan bodohnya, dulu Aurora mengira itu hanyalah dongeng semata untuk menakuti para penduduk di perbatasan agar tidak berlaku macam-macam dengan kaum vampir.
"Julukan Pangeran Kejam memang cocok untuknya!" gerutu Aurora sembari terus melanjutkan tugasnya membersihkan area sekitar kamar Pangeran Mahkota.
"Untuk siapa?"
Spontan, Aurora langsung menoleh setelah mendengar pertanyaan dari suara mengerikan itu. Dan benar saja, sesuai dugaan, si Pangeran Kejam itu kini sudah berdiri di belakang Aurora dengan tatapan tajam!
"Apakah julukan itu untukku?" Pangeran Felix mendekat, membuat Aurora menelan ludah, lalu secara perlahan melangkah mundur. "Sepertinya, kamu sangat ingin merasakan langsung kekejamanku—"
Satu tarikan di pinggang cukup membuat tubuh Aurora terkunci, kini, ia tidak bisa menghindar lagi, si Pangeran Vampir itu benar-benar mengunci pergerakannya.
"Mau mencicipi kekejaman yang seperti apa, wahai Pelayan Pribadiku?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!