NovelToon NovelToon

Godaan Suami Tetangga

Bab 2

"Dia gak kerja. Dia cuma diem aja dirumah. Dia kayanya perempuan yang gak punya banyak keahlian, gak ada pekerjaan yang cocok sama dia. Jadi, aku biarin diem dirumah aja. Lagian dia bisanya cuma beres-beres rumah, jadi biar aku aja yang kerja." jelas Ibrahim.

Sejak dulu Arumi memang tak diijinkan berkerja oleh Ibrahim. Ibrahim mengatakan Arumi adalah perempuan yang kurang pintar, Ibrahim melakukan itu juga untuk membatasi interaksi Arumi dengan dunia luar.

Semenjak Arumi di peristri oleh Ibrahim, Arumi tak di ijinkan ke mana-mana tanpa izin dari Ibrahim.

Aku tak di ijinkan berbaur, tak di ijinkan berkumpul dengan teman-temannya, atau hanya sekedar berbelanja untuk menghilangkan rasa bosan.

Sekalinya di ijinkan keluar rumah, Arumi harus temani Ibrahim. Pria itu akan ikut kemana pun Arumi pergi.

Menurut Arumi sikap Ibrahim yang seperti tak terlalu menjadi masalah besar baginya.

Selama Ibrahim bisa membuatnya bahagia, Arumi akan menjadi istri yang penurut untuk Ibrahim.

Arumi yang sudah lama hidup sendiri tanpa merasakan kasih sayang orang tua, sudah merasa sangat bersyukur saat ada seseorang yang mau menerima dirinya.

"Kami ijin pulang, ya, Mas, Mbak. Kami gak mau ganggu aktivitas Mas Ibrahim sama Mbak Arumi. Di rumah juga masih banyak yang harus beresin. Soalnya masih berantakan banget." ucap Erlan setelah cukup lama berbincang.

"Iya silahkan, Mas. Ada yang bisa kami bantu gak?"

"Gak usah, Mas! Kita gak mau ngerepotin." ucap Erlan dan Rika bersamaan.

Rika dan Ibrahim bangkit dari sofa ruang tamu, disusul oleh Arumi. Erlan yang juga hendak bangkit, kembali duduk saat ponsel di saku celana tiba-tiba berdering.

"Ini koleksi burung, Mas Ibrahim, ya?" Pandangan Rika seketika teralihkan pada sangkar yang berisi koleksi burung milik Ibrahim.

"Iya, saya suka koleksi burung."

"Kebetulan saya juga suka, Mas."

"Oh ya?"

"Bener, Mas."

"Kamu mau lihat koleksi burung-burung aku."

"Mau kalau Mas Ibrahim mengijinkan."

Ibrahim dan Rika berjalan ke arah sangkar burung besar yang terletak di pojokan teras.

Sementara Arumi hanya bisa diam ditempat, berdiri di antara sofa yang masih diduduki oleh Erlan yang kini tengah fokus menerima panggilan yang entah dari siapa.

Arumi sempat menatap Erlan sebentar. Tapi, tiba-tiba Arumi ingat dengan adegan semalam. Ia mengingat Erlan yang sedang memadu kasih dengan seorang perempuan.

Pria itu terlihat sangat trampil dalam permainan diatas ranjang.

Arumi seketika memalingkan wajahnya saat Erlan tiba-tiba menatap ke arahnya. Arumi dengan cepat hendak menyusul Ibrahim.

Tapi sayang, lutut kaki Arumi malah menabrak gelas milik Erlan yang hanya setengahnya lagi. Membuat isi cangkir itu tumpah tepat di pangkuan Erlan.

Pranggg!!!

Gelas kaca itu terjatuh ke lantai sampai membuat suara berisik. Suara itu membuat perhatian Ibrahim dan Rika kembali ke arah ruang tamu. Lebih tepatnya ke arah Arumi dan Erlan.

"Arumi!" Teriak Ibrahim kencang.

"Kamu itu kenapa sih, hah! Ceroboh banget, kamu! Terus aja bikin masalah!" cecar Ibrahim seraya berjalan ke arah ruang tamu.

"Coba kamu lihat, celana Erlan jadi basah gitu! Cepat bersihin!"

"Iya, Mas." jawab Arumi dengan suara gemetar karena teriakan Ibrahim.

Teriakan yang selalu saja keluar dari mulutnya saat Arumi berbuat kesalahan.

Teriakan yang tak hanya membuat Arumi merasa tersakiti, tapi juga merasa sangat malu. Karena pria itu melakukan hal itu tepat di hadapan orang lain.

Apalagi orang itu masih sangat asing bagi Arumi. Rika dan Erlan bahkan sampai dibuat terkejut dengan sikap Ibrahim.

"Aku gak papa, kok, Mas. Aku bisa ganti celana nanti dirumah!" ucap Erlan berusaha mencairkan suasana.

"Biarin aja, biar istriku tau diri, Erlan. Biar dia jera. Dia terlalu sering berbuat ceroboh. Buruan bersihin, Arumi! Bersihin celananya Erlan!"

"Iya, Mas." jawab Arumi seraya menundukan pandangan.

Arumi dengan cepat meraih beberapa lembar tisu lalu ia berlutut di hadapan Erlan. Ia berlutut di lantai, sementara Erlan masih duduk di sofa seperti sebelumnya.

Arumi dengan tergesa-gesa mengusap pangkuan Erlan yang basah dengan tisue yang ia pegang. Usapan tangan Arumi tanpa sadar semakin naik keatas.

Sretttt....

Arumi merasakan sesuatu.

"Apa itu?" batin Arumi.

Sretttt....

Arumi malah mengulang gerakannya karena penasaran.

"Tegang banget!" batin Arumi lagi.

"Apa ini alat tempurnya dia? Gede banget. Lebih gede dari punya Mas Ibrahim. Pantesan Rika kemarin kaya menikmati banget."

Sretttt..

"Emhh .... Ingin sekali aku... "

Arumi menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran mesumnya itu.

"Arumi... Apa-apaan sih kamu! Bisa-bisanya kamu berpikir kotor kaya gitu. Tapi...."

Sretttt...

Arumi justru malah mengulanginya lagi.

"He.. he..." Entah kenapa Arumi malah tiba-tiba cengengesan.

Sretttt

Arumi jadi mengulangi gerakannya.

"Mbak!" panggil Erlan dengan suara pelan.

"Iya, Mas?" Arumi seketika menatap wajah Erlan.

Karena posisi mereka memang membuat wajah Arumi dan wajah Erlan saling bertatapan.

"Mbak Arumi mau bangunin Si Putin ya?"

"Si Putin siapa, ya?" Tanya Arumi bingung.

"Ini." Erlan menunjuk ke arah bawah dengan matanya.

"Coba Mbak lihat, dia jadi ngembang kan?"

Arumi seketika menganga lebar.

"Mbak Arumi mau kenalan ya sama dia?"

"Apaaa!!"

Arumi tersentak kaget. Dengan cepat Arumi melepaskan tangannya dari pangkuan Erlan dengan rasa malu yang sangat luar biasa.

"Maaf, Mas. Ss.. Saya nggak sengaja." ucap Arumi gugup.

"Sengaja juga gak paра, Mbak." jawab Erlan seraya menarik sudut bibirnya.

Arumi seketika menoleh ke arah Ibrahim dan Rika. Beruntung perhatian mereka kembali ke arah burung-burung dalam sangkar, jadi mereka sama sekali tak tahu percakapan antara Arumi dan Erlan.

Arumi tak menanggapi ucapan Erlan. Ia segera beranjak pergi untuk menghindari rasa canggung dan juga rasa malu.

"Ayo, Mas!" ajak Rika pada suaminya beberapa saat kemudian.

Erlan mengangguk, ia segera bangkit dari tempat duduknya meninggalkan Arumi dan Ibrahim.

Tapi saat hendak keluar, Erlan melirik ke arah Arumi dan menunjukan senyum miringnya. Tentu saja itu tanpa di sadari oleh Ibrahim dan Rika.

***

"Haaahhhh!!" Arumi menghela nafas lelah sambil melakukan aktivitasnya di dapur.

Setiap jam lima sore, Arumi sudah mulai menyiapkan makan malam untuk Ibrahim sebelum ia pulang. Sebuah rutinitas yang terkadang membuat Arumi bosan. Jenuh dengan aktivitas yang terus terulang setiap hari.

"Hi ... Hi ... Hi....!" Samar-samar Arumi mendengar suara tawa.

Arumi sedikit melongok ke arah pintu. Rupanya suara tawa itu datang dari tetangga barunya yang nampak sedang bersenda gurau sambil menata furniture di ruangan yang berhadapan langsung dengan ruangan dapur Arumi.

Ruangan yang sepertinya akan dijadikan galeri foto milik Erlan seperti yang mereka bicarakan tadi pagi.

Mereka sangat berbeda dengan keadaan Arumi. Mereka pasangan yang terlihat bahagia.

Arumi dan Ibrahim dulu juga seperti itu. Mereka sangat bahagia menjalani pernikahan karena Ibrahim tak sekasar sekarang.

Dulu pria itu sangat menyayangi Arumi. Namun, perubahan itu terjadi seiring berjalannya waktu. Saat mereka sudah sama-sama lelah menunggu si calon buah hati yang tak kunjung datang.

"Ini disimpan di mana, Lan?" tanya Rika pada suaminya seraya membawa pot bunga berukuran sedang di tangannya.

"Di simpan di sana aja." Erlan menunjuk sisi tembok di sebelah kiri.

"Ahhhh ..." Tubuh Rika oleng kerena tersandung sesuatu di lantai, dan tiba-tiba saja ....

Pyarrrr!!

Pot yang dibawanya jatuh dan pecah begitu saja.

"Kamu gak papa?" Tanya Erlan seraya menghampiri Rika.

Ia merangkul tubuh istrinya dengan ekspresi wajah khawatir.

"Aku gak papa." jawab Rika.

"Udah, kamu duduk aja, ya. Kamu gak usah ikutan beres-beres. Biar aku aja yang ngerjain semuanya. Lagian, aku juga gak mau kalau kamu sampai kecapean." ucap Erlan setelah memapah tubuh Rika untuk berjalan mendekat ke arah kursi di ruangan itu.

Erlan sama sekali tak menunjukkan ekspresi marah di wajahnya saat istrinya menjatuhkan pot bunga, sampai membuat lantai di ruangan itu jadi sangat berantakan.

Sikap Erlan sangat berbeda dengan Ibrahim. Kalau saja yang melakukan itu Arumi, Ibrahim pasti akan sangat marah besar dan mungkin akan memaki Arumi habis-habisan.

"Hmmmm... Seandainya aku punya suami kaya dia." ucap Arumi lirih.

"Apa-apaan sih pikiranku ini. Bisa-bisanya aku punya pemikiran kaya gitu." Arumi menepuk-nepuk kepalanya yang di bilang Ibrahim sama sekali tak ada isinya.

**********

**********

Bab 3

Saat tengah malam Arumi terus mondar-mandir di dalam rumah sambil menunggu kepulangan Ibrahim yang tak kunjung datang.

"Kemana Mas Ibrahim jam segini belum pulang? Dia lagi ngapain ya?" gumam Arum dengan raut wajah cemas.

"Atau jangan-jangan suamiku ternyata piara tuyul. Terus malam ini dia ketangkap sama warga, lalu di arak keliling kamu sama mereka." pikiran Arumi kini mulai ngelantur kemana-kemana.

Arumi mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, lalu ia meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja.

Ia mencari nomor ponsel Ibrahim dan mencoba menghubunginya. Namun, panggilannya tak mendapat jawaban sama sekali.

Arumi terus menguap sampai beberapa kali. Matanya sudah mulai terasa berat. Namun, Arumi tak mungkin bisa tidur nyenyak sebelum Ibrahim pulang ke rumah.

Jadi, Arumi memutuskan untuk tetap terus menunggunya sambil rebahan diatas sofa ruang tamu.

Brakkkk!! Brakkkk!! Brakkkk!!

Arumi yang mendengar suara gedoran pintu seketika terbangun dari tidurnya.

Rupanya Arumi sampai ketiduran saat rebahan di atas sofa tadi.

"Sepertinya itu Mas Ibrahim." Gumam Arumi seraya menoleh ke arah jam di dinding yang ternyata sudah pukul 02:15.

Brakkk!! Brakkk!! Brakkkk!!

Arumi kembali mendengar suara gedoran pintu. Tapi, sekarang diiringi dengan suara teriakan Ibrahim.

"Arumi, cepetan bukain pintu!" teriak Ibrahim dari luar.

Arumi bergegas bangkit dari duduknya dan dengan cepat melangkah menuju pintu.

"Mas Ibrahim." ucap Arumi setelah membuka pintu.

Kini ia disunguhkan dengan penampilan Ibrahim yang berantakan. Seperti biasanya, pria itu pulang dalam keadaan oleng.

"Ayo masuk, Mas!" Ucap Arumi seraya membopong tubuh Ibrahim untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Mas Ibrahim minum banyak kom*x lagi, ya?" tanya Arumi polos.

"Enak aja kamu! Hari ini aku minum yang mahal, tau. Aku minum minuman cap orang ompong." jawab Ibrahim dengan suara sengau khas orang mabuk.

"Cuma minum Amer aja udah songong banget. Sekali-kali beli minuman itu sekelas Wine atau Vodka dong, Mas, yang agak mahalan dikit." jawab Arumi ketus.

"Kenapa, sih, Mas Ibrahim akhir-akhir ini sering mabuk-mabukan gini? Nggak bagus tau, Mas, buat kesehatan!" lanjut Arumi.

Namun seketika Ibrahim menarik lenganya dari rangkulan Arumi.

"Itu semua buka urusan kamu!" ucap Ibrahim dengan tatapan sengit.

"Aku ini istri kamu, jadi aku punya hak buat...."

Plakkk!!

Tiba-tiba saja sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi Arumi yang sedikit berjerawat.

Pria itu terkadang sampai tega berbuat kasar saat emosinya terpengaruh oleh minuman beralkohol.

"Kamu apa-apaan sih, Mas?" ucap Arumi seraya melirik tajam ke arah Ibrahim. Ia terus mengusap pipinya yang kini mulai memerah.

"Itu balasan karena kamu udah berani sok-sokan ngatur hidup aku!"

"Aku bukan mau ngatur hidup kamu, Mas. Tapi aku cuma ... "

"Berhenti!" teriak Ibrahim.

"Aku males denger ocehan istri gak berguna kaya kamu. Asal kamu tau aja, aku jadi seperti ini juga gara-gara kamu."

"Apa maksud kamu, Mas?" Arumi terlihat tak mengerti dengan ucapan Ibrahim.

"Aku ini pusing karena mikirin kamu. Pusing karena kamu yang masih belum mampu ngasih aku anak. Aku lelah terus di tanya sama orang lain, kapan kita punya anak! Aku udah bosen di remehin sama mereka! Karena kenyataannya, kamu yang nggak guna jadi seorang istri. Kamu itu gak subur Arumi!"

"Kamu bilang apa, Mas??" tanya Arumi dengan mata sudah mulai berkaca-kaca.

Perkataan itu sebenarnya sudah sering di ucapkan oleh Ibrahim. Dan ucapan itu selalu berhasil mengorek luka di hati Arumi yang sudah mulai kering.

"Kata siapa aku gak subur, Mas? Mungkin emang Tuhan belum percaya aja sama kita buat jaga anak-anak. Kita cuma bisa sabar, Mas. Aku gak mau Mas Ibrahim nyerah kaya gini." ucap Arumi lirih.

"Sabar kamu bilang!!" jawab Ibrahim yang masih diselimuti emosi.

"Aku harus sabar kapan, Arumi! Aku sebenarnya udah cape sama kekurangan kamu. Aku udah cape sama keadaan kamu yang gak bisa punya anak!"

"Udah, Mas!!" Arumi yang mulai tersulut emosi tanpa sengaja membentak Ibrahim.

"Mas Ibrahim jangan pernah lagi bilang kaya gitu sama aku! Aku wanita normal, Mas! Dokter gak pernah bilang kalau aku gak bisa punya keturunan kaya yang Mas Ibrahim tuduhkan sama aku."

"Persetan sama semua bantahan kamu! Karena kenyataannya sampai sekarang kamu masih belum bisa hamil. Karena kamu gak bisa ngasih aku anak!"

"Bisa aja kan kalau ternyata Mas Ibrahim yang gak subur!" Jawab Arumi enteng.

Entah mendapat keberanian dari mana ia sampai berani berkata seperti itu dihadapan Ibrahim.

"Kamu bilang apa, hahh!" Jelas Ibrahim langsung naik pitam setelah mendengar ucapan Arumi.

Plakkk!!

Tamparan yang lebih keras kembali mendarat di pipi Arumi. Sebuah Tamparan yang membuat tubuh Arumi seketika limbung dan akhirnya terduduk di lantai.

Prang!!

Sebuah vas bunga yang berada di meja tanpa sengaja terjatuh saat tubuh Arumi limbung tadi.

"Aaawww!" Arumi meringis kesakitan saat kakinya tanpa sengaja terkena pecahan vas bunga itu.

Namun, Ibrahim sama sekali tak peduli akan hal itu. Amarahnya masih tetap saja bertahan.

"Sekarang kamu udah mulai berani, ya, ngatain aku kaya gitu!" Ibrahim kembali mencecar Arumi seraya mengayunkan kakinya ke arah tubuh Arumi.

Duukkkkk!!!

Terdengar suara kaki yang membentur keras. Tapi, anehnya Arumi sama sekali tak merasakan apa pun.

"Kenapa, nggak berasa, ya?" batin Arumi dalam hati.

"Apa sebenarnya, diam-diam aku punya ilmu kebal" lagi Arumi membatin.

"Aaawwwwcchhhh!" Ibrahim berteriak seraya memegangi kakinya.

"Kamu kenapa, Mas?" tanya Arumi panik.

"Berengsek! Bisa-bisa aku malah nendang kaki meja." umpat Ibrahim.

Hampir saja Arumi tertawa terbahak setelah mendengar jawaban Ibrahim. Tapi, sekuat tenaga ia berusaha menahan tawannya agar tak meledak.

Namun, sialnya Ibrahim berhasil mengetahui raut wajah Arumi yang tengah menahan tawa. Dan tentu saja hal itu membuat Ibrahim semakin naik pitam.

Membuatnya kembali melayangkan kakinya ke arah tubuh Arumi. Tapi yang kali ini tepat mengenai sasaran. Ia terus melakukan itu sampai berulang kali tanpa belas kasihan sedikit pun.

"Udah cukup, Mas!" Arumi meringis kesakitan sambil terus memohon.

Namun, na'as pengaruh minuman beralkohol itu membuat Ibrahim seolah kehilangan akal sehatnya.

Pria itu terus saja menghantam tubuh Arumi tanpa ampun, ia sama sekali tak perduli kalau itu sudah melukai tubuh Arumi.

Tapi, hantaman itu seseketika terhenti saar mereka mendengar suara benturan keras dari arah halaman rumah.

"Suara apa itu??" ucap Ibrahim seraya menghentikan aktivitas kejamnya. Kaki yang sebelumnya menghantam tubuh Arumi kini melangkah arah pintu.

Ibrahim bergegas membuka pintu dan melihat apa terjadi di luar sana.

Arumi yang awalnya memeluk lututnya di lantai, menggeliat pelan dan seketika merasakan tubuhnya yang remuk redam akibat ulah Ibrahim tadi.

Arumi yang juga merasa penasaran dengan apa yang terjadi diluar berusaha sekuat mungkin untuk bangun dari duduknya.

Sedikit merapihkan daster lusuhnya yang cukup berantakan lalu Arumi berjalan dengan sedikit tertatih ke arah pintu.

Ceklekkk!!

Arumi membuka pintu, ia dengan perlahan melangkah ke halaman rumah lalu ikut mematung di samping Ibrahim saat melihat sebuah mobil mewah menabrak pagar rumah dan membuatnya rusak parah.

Sepertinya suara tadi berasal dari mobil itu yang menabrak pagar rumah mereka.

Arumi dan Ibrahim sontak membelalak sempurna saat melihat siapa orang yang turun dari mobil yang ternyata orang yang tak asing bagi mereka.

Yups!! Pria itu ternyata adalah Erlan, tetangga baru mereka.

"Maaf ya, Mas! Aku nggak sengaja nabrak pagar rumah kalian." ucap Erlan seraya melangkah ke arah Arumi dan Ibrahim.

"Kamu lagi ngelindur, ya?" jawab Ibrahim ketus.

Sepertinya pria itu merasa sedikit kesal, namun ia masih berusaha menyembunyikan emosinya.

"Hehehe Iya, Mas. Aku ngantuk banget tadi di mobil." jawab Erlan tanpa rasa bersalah seraya menyeringai.

"Tapi, Mas gak usah khawatir, aku pasti tanggung jawab kok. Nanti pagi-pagi aku panggilin tukang ya buat benerin pagar rumah kalian." lanjut Ibrahim.

"Ya udah kalau gitu." jawab Ibrahim seraya melengos ke dalam rumah tanpa menghiraukan Erlan sama sekali.

Saat Arumi hendak menyusul langkah Ibrahim, namun ia tiba-tiba saja ia merasakan cekalan di lengannya.

"Mbak Arumi baik-baik aja kan?" ucap Erlan dengan raut wajah khawatir.

"Maksud Mas apa ya?" tanya Arumi seraya kembali memutar tubuhnya menghadap Erlan.

"Mas Ibrahim tadi lagi nyakitin Mbak Arumi, kan? Aku tadi sempat denger perdebatan kalian." jawaban Erlan berhasil membuat Arumi tersentak kaget.

Sontak Arumi menelan ludahnya dengan susah payah.

"Jadi, Mas Erlan emang sengaja nabrak pagar rumah saya buat menghentikan perbuatan Mas Ibrahim?" tanya Arumi ragu, tapi Erlan justru malah menganggukan kepalanya.

"Sebaiknya Mas Erlan gak usah ikut campur sama urusan keluarga saya." ucap Arumi ketus.

Ucapan yang tak seharusnya keluar dari mulut Arumi untuk membalas kebaikan Erlan. Karena sebenarnya Arumi sangat berterima kasih atas perbuatannya yang terbilang cukup konyol itu.

"Mas harus tau kalau sebenarnya tadi Mas Ibrahim gak lagi nyakitin aku. Kami cuma lagi berdebat biasa." dusta Arumi untuk menutupi aib suaminya.

Arumi hendak kembali melangkah memasuki rumah, namun ia kembali menghentikan langkahnya saat kembali mendengar suara Erlan.

"Sebentar, Mbak!" ucap Erlan seraya melangkah ke arah Arumi.

"Pakai ini, Mbak. Kaki Mbak Arumi luka." ucap Erlan seraya menunduk, menatap ke arah bawah lutut Arumi tanpa Arumi sadari mengeluarkan darah cukup banyak.

Sepertinya luka itu akibat tendangan Erlan tadi yang masih menggunakan sepatu kantor.

Arumi tersentak saat Erlan tiba-tiba meraih tangannya, ia meletakan sebuah sapu tangan ke dalam genggam tangan Arumi.

Ternyata luka di kaki Arumi yang berhasil meyakinkan Erlan kalau memang benar tadi Ibrahim tengah menyakiti Arumi.

"Aku permisi, ya, Mbak." ucap Erlan seraya melangkah pergi setelah melakukan hal yang membuat jantung Arumi berdebar tak menentu.

"Tunggu, Mas!" Kali ini giliran Arumi yang menghentikan langkah Erlan.

Pria itu dengan cepat menoleh ke arah Arumi. "Kenapa, Mbak?"

"Emmhhh Terima kasih banyak, ya, Mas." ucap Arumi pelan seraya menundukan pandangannya lalu berlari kecil kearah rumah.

**********

**********

Bab 4

Arumi membuka mata saat mencium bau kopi yang menggoda indra penciumannya.

Ia melihat Ibrahim tengah duduk di tepi ranjang. Bibir pria itu mengukir senyum saat melihat Arumi sudah membuka mata.

"Selamat pagi, Sayang?" ucap Ibrahim seraya mengecup dahi Arumi.

Pria itu seolah lupa dengan apa yang ia perbuat semalam.

"Pagi, Mas." Jawab Arumi lalu segera bangkit dan ikut duduk disamping Ibrahim.

"Mas udah bikinin kopi buat kamu." Ibrahim meraih secangkir kopi di atas nakas lalu menyodorkannya pada Arumi.

Arumi meraih secangkir kopi yang disodorkan suaminya lalu meminumnya sedikit.

Sementara Ibrahim meminum kopi yang ada ditangannya.

"Enak gak kopi buatan aku?" tanya Ibrahim seraya menatap lekat Arumi seolah menunggu jawaban.

"Enak, Mas." Arumi tersenyum kecil.

Setelah kopi dalam cangkirnya tandas, Ibrahim beranjak bangkit dan meletakkan cangkirnya diatas nakas lalu melangkah menuju lemari kecil yang berada di pojokan kamar.

Ternyata Ibrahim mengambil sebuah kotak obat lalu kembali duduk disamping Arumi.

"Sini angkat kakimu, Sayang." ucap Ibrahim seraya meraih kaki Arumi lalu meletakkannya diatas pangkuannya.

Arumi hanya bisa menurut saat mendapatkan perlakuan manis dari suaminya.

"Ini pasti sakit banget, ya?" Ibrahim meniup luka di kaki arumi sambil mengoleskan obat.

"Sakit, Mas." Arumi mendesis pelan saat obat itu mengenai lukanya.

"Maafin, Mas ya udah bikin kamu terluka. Mas nyesel udah bikin kamu terluka, maafin Mas. ya." Ucap Ibrahim sambil menundukkan pandangannya.

"Aku udah maafin kamu kok, Mas." jawaban Arumi seketika membuat Ibrahim mendongak.

Arumi seolah terbiasa dengan sikap Ibrahim yang kadang-kadang, kadang kejam bak orang kesetanan, kadang baik bak malaikat.

Dan sekarang, Ibrahim sedang dalam mode malaikat, dalam mode ini Ibrahim benar-benar menjadi suami idaman.

Ia berubah menjadi lemah lembut dan penyayang, kini pria itu bersikap seolah-olah benar-benar menyayangi Arumi.

Dan dengan bodohnya Arumi selalu saja luluh dengan mode malaikat Ibrahim, walaupun ia tahu tak lama lagi mode Iblisnya akan kembali lagi.

"Kamu beneran udah maafin aku, Sayang?" ucap Ibrahim dengan wajah berbinar.

"Iya, Mas." jawab Arumi dengan senyum samarnya.

Arumi kini seolah terjebak dalam lingkaran waktu yang terus saja terulang.

Tapi, ia tak bisa berbuat apapun karena rasa cintanya pada Ibrahim seolah membuatnya hilang akal.

Meskipun ia tahu bisa saja rasa cintanya itu membuatnya kehilangan nyawa suatu saat nanti.

Setelah mengobati luka Arumi dan mendapat maaf dari Arumi, Ibrahim kembali merapikan kotak obat lalu menyimpannya diatas nakas.

Arumi sedikit heran karena Ibrahim tak mengembalikan kotak itu ke dalam lemari.

Pria itu justru malah kembali mendekati Arumi, lalu mengusap pelan rambut panjang Arumi.

Hal itu biasa Ibrahim lakukan sebagai kode kalau ia sedang menginginkan Arumi.

"Kamu selalu terlihat cantik kalau pagi-pagi gini." ucap Ibrahim seraya mengusap lembut pipi Arumi, jemarinya kini sudah lolos kebelakang leher Arumi.

Arumi hanya bisa mengukir senyum saat mendengar ucapan suaminya itu.

Namun, senyuman Arumi dianggap Ibrahim kalau Arumi menyetujui ajakannya.

Merasa mendapat lampu hijau, Ibrahim kini semakin mengikis jarak antara mereka berdua.

Dengan lembut Ibrahim mendaratkan bibirnya di bibir Arumi, melumatnya perlahan yang semakin lama semakin panas.

Sampai akhirnya tubuh mereka berdua menyatu diatas ranjang.

***

"Aku berangkat ya, Sayang." ucap Ibrahim seraya mengecup kening Arumi.

Setelah itu ia melangkah ke halaman rumah lalu memasuki sebuah mobil yang terparkir dihalaman.

Namun saat Ibrahim hendak melajukan mobilnya, ponsel miliknya ia simpan disaku kemeja tiba-tiba saja berdering.

Ibrahim ternyata mendapat panggilan dari atasannya dikantor.

"Iya, Pak!" ucap Ibrahim saat panggilan itu sudah terhubung.

"Tentu saja, Pak! Saya gak mungkin melupakan dokumen penting itu."

"Baik Pak, saya berangkat sekarang juga." Ucap Ibrahim sebelum mengakhiri panggilan.

"Arumi, dokumen yang aku simpan diatas nakas udah kamu masukin ke dalam tas aku, kan?" Teriak Ibrahim dari dalam mobil.

"Dokumen yang mana, ya, Mas?" tanya Arumi bingung.

"Dokumen yang semalam aku kasih liat sama kamu." ucap Ibrahim lagi sambil terus mengacak isi tasnya.

Sementara Arumi justru dibuat semakin bingung.

Dokumen yang ia tunjukkan semalam?

Boro-boro menunjukkan dokumen, yang ada dia menghajarnya habis-habisan.

Begitu lah Ibrahim, dia tak pernah bosan melimpahkan kesalahannya pada Arumi.

Brakkk!!!

Ibrahim yang membanting pintu mobil dengan keras dan berhasil membuyarkan lamunan Arumi.

"Dasar istri gak guna." umpat Ibrahim seraya melewati tubuh Arumi yang masih berdiri diambang pintu.

Hingga tak berselang lama Ibrahim kembali dari dalam kamar lalu..

Plakkk!!

Ibrahim memukul kepala Arumi dengan dokumen yang ia bawa dari dalam kamar.

"Ini dokumen yang aku maksud." ucap Ibrahim penuh emosi.

Arumi tak menanggapinya sama sekali, ia hanya menundukkan pandangannya dengan mata yang berkaca-kaca.

Tanpa memperdulikan Arumi lagi, Ibrahim kembali melangkah menuju mobil lalu melajukan mobilnya dengan kencang keluar dari halaman rumah seolah tengah melampiaskan emosinya.

Setelah menatap kepergian Ibrahim, Arumi menghela nafas lelah lalu beranjak menuju dapur.

Ia mulai membereskan dapur yang cukup berantakan bekas Arumi menyiapkan sarapan.

Setelah semuanya rapi kini Arumi melanjutkannya dengan mencuci piring.

Saat tengah asyik mencuci piring, sayup-sayup Arumi mendengar obrolan tetangga sebelah. Tapi, Arumi berusaha untuk tak memperdulikan hal itu.

Arumi menghela napas lelah setelah semua pekerjaan dapurnya selesai.

Kini rasa bosan yang sering kali ia rasakan kembali menghampirinya.

Ingin sekali rasanya Arumi menghabiskan waktu dengan berlibur bersama teman-temannya, atau hanya sekedar melepas penat dengan jalan-jalan.

Namun, ia sama sekali tak bisa melakukan itu, atau lebih tepatnya ia tak di ijinkan melakukan hal-hal itu.

Ibrahim tak mengijinkan Arumi untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Ia benar-benar membatasi pergaulan Arumi.

Karena ia berpikir kodrat seorang wanita adalah berdiam diri di rumah dan mengabadikan diri pada suami.

Arumi mendudukkan tubuhnya dikursi meja makan dan kembali menghela nafas panjang. Ia memijat keningnya yang kini mulai terasa berdenyut.

Perhatiannya kembali teralihkan oleh suara dari arah rumah tetangga yang terdengar tengah asyik berbincang.

Arumi yang tak bisa lagi menahan rasa keponya melongokan kepalanya ke arah pintu dapur.

Arumi melihat Erlan tengah membungkuk dengan sebuah kamera yang ia kalungkan dilehernya. Ada beberapa objek foto yang ia tata dihadapannya.

Sementara Rika, berdiri di samping Erlan sambil sesekali melingkarkan tangannya di pinggang Erlan.

Erlan berusaha melepaskan lingkaran tangan Rika karena sepertinya merasa sedikit terganggu.

Tapi, Rika sepertinya tak menyerah dengan aksinya, kini ia justru memeluk Erlan dari belakang dengan kedua tangannya yang mulai meraba turun kebawah.

Terlihat sesuatu yang mencuat di bawah sana setelah mendapat sentuhan lembut yang diberikan Rika, sesuatu yang terlihat menggiurkan bagi Arumi. Sepertinya wanita itu sedang menggoda suaminya yang berparas tampan itu.

Arumi mengira, sepertinya Erlan mulai tergoda oleh godaan istrinya itu, terlihat saat Erlan memejamkan matanya seolah menikmati setiap sentuhan yang diberikan Rika.

Tapi, sesuatu yang terduga terjadi..

"Berhenti, Rika!" ucap Erlan tegas, membuat Rika seketika menghentikan aksinya.

"Kamu gak lihat kalau aku lagi kerja! Kamu tau kan, kalau aku lagi kerja, aku paling gak suka diganggu! Tolong pergi dari sini, aku lagi gak nafsu buat berhubungan badan."

Rika yang mendengar ucapan Erlan langsung mengerutkan wajahnya tak senang. Ia menghentakan kaki beberapa kali dan berlalu meninggalkan Erlan begitu saja.

Menyisakan Erlan sendiri di tempat itu. Ia terlihat serius dengan beberapa objek foto yang ada di depannya.

Arumi melihat sosok Erlan yang sangat berbeda, tatapan Erlan yang terlihat serius dengan apa yang ia kerjakan.

Membuat Arumi tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya karena melihat Erlan yang ketampanannya meningkat sepuluh kali lipat.

Benar-benar sebuah pemandangan yang memanjakan mata Arumi tanpa harus pergi jauh-jauh berlibur.

Aura positif yang terpancar dari Erlan seolah berpindah pada Arumi.

Tapi, tiba-tiba saja Erlan menoleh ke arah Arumi, membuat Arumi seketika menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu.

"Arumi, kamu apaan sih! Dia sadar gak ya kalau aku lagi ngeliatin dia?" umpat Arumi dalam hati.

Erlan seketika tertawa kecil saat melihat tingkah Arumi. Ia mengusap tengkuknya sambil mengulum senyum.

Tanpa sadar, Arumi sudah berhasil menarik perhatiannya.

Jantung Arumi kini berdebar tak karuan, kini ia merasa menjadi seorang maling yang terciduk oleh pemiliknya.

Sebuah debaran jantung yang bagi terasa sangat tak asing, seolah ia pernah merasakan ini sebelumnya. Tapi, ia lupa kapan merasakan ini.

"Ada apa denganku?Kenapa aku tiba-tiba merasa seperti ini? Arumi, ayo jernihkan pikiranmu. Kamu seperitnya mulai gak waras." batin Arumi berusaha menghilangkan perasaannya yang bergejolak.

***********

***********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!