NovelToon NovelToon

Menjadi Ibu Tiri

Hua Niang marah

Udara malam terasa dingin, pedesaan kini berada di tengah kesunyian. Gadis remaja berusia 18 tahun terbaring tak berdaya di dekat ladang. Keranjang rotan yang di bawanya penuh tanaman pakis liar tergeletak begitu saja.

Wajahnya terlihat pucat, bulir-bulir keringat dingin membasahi dahi dan tengkuknya, kepalanya terasa pusing saat ribuan ingatan seseorang memuat dalam otaknya. Dia bangun dan duduk, meremas rambutnya erat saat kepala nya begitu sakit.

Memory kehidupan seseorang memenuhi benaknya, menatap bumantara dengan tatapan kosong.

"Apa ini nyata?"

"Aku tidak sedang bermimpi kan."ucapnya panik.

Plak ...

Telapak tangannya menepuk pipi dengan keras, saat rasa perih dan nyeri merambat terasa begitu jelas. Matanya melebar, bibirnya terbuka kecil. Merasakan rasa sakit dan perih menandakan bahwa itu bukan mimpi. Tubuhnya gemetar, dia tidak menyangka akan merasuki tubuh gadis yang sudah menikah dengan duda beranak 4.

Huang Ji lelaki berusia 20 tahun, pernah menikah dengan wanita seusia nya. Wanita itu menghembuskan nafas terakhir setelah kelahiran anak ke empatnya. Lelaki itu tidak pandai mengurus rumah dan anaknya, setelah bertahun-tahun berlalu. Huang Ji menikah dengan gadis berusia 18 tahun, yang di jual oleh keluarganya sendiri.

"Ini buruk, lelaki itu seseorang yang amat bod*h, berani membuat hutang bertebaran dimana-mana. Meninggalkan anak-anak selama berhari-hari, mereka bahkan kelaparan. Setelah menikahi pemilik tubuh, melimpahkan tanggung jawabnya pada pemilik tubuh. Sementara dia berkata sibuk, padahal aslinya bersenang-senang diluar."

Gadis itu memijit pelipis nya, kepalanya semakin terasa pusing. Dia bangkit berdiri meraih keranjang rotan penuh pakis, tanaman pakis memiliki rasa seperti tauge. Sangat enak ketika di tumis dan dihidangkan dengan nasi hangat.

"Hal buruk apa yang telah ku lakukan, hingga mendapatkan kesempatan hidup kedua yang buruk,"lirih nya.

Kaki telanjang tanpa alas itu berjalan pelan diatas tanah sedikit basah. Bebatuan kecil sesekali membuat nya merasa tertusuk, dia mengingat jalan pulang berdasarkan ingatan pemilik tubuh. Pemilik tubuh jatuh terpeleset oleh tanah basah, kepalanya terbentur sesuatu. Nasibnya sangat buruk hingga pemilik tubuh merenggang nyawa.

"Itu takdirnya, kepala ku saja tidak bocor, memang sudah waktunya."

Li Hua menatap rumah-rumah yang sepi, jalanan gelap hampir membuat nya berlari kencang. Gadis itu menenangkan pikirannya dan terus berjalan melewati beberapa rumah sederhana.

Tiga kepala tauge kecil muncul dari gerbang halaman rumah bobrok, menatap kedatangan Li Hua penuh keraguan. Ayah mereka menikah dengan gadis itu beberapa hari yang lalu. Setelah membawa gadis itu kerumah Huang Ji langsung pergi begitu saja.

Meninggalkan koin tembaga ataupun perak saja tidak, mereka kelaparan. Tidak berani berkata apapun dengan Li Hua, gadis itu sangat pendiam dan terlihat seperti tidak suka dengan anak-anak Huang Ji.

"Hua Niang..."panggil anak perempuan berusia 6 tahun.

Li Hua mencari jejak ingatan dan mengangguk mereka adalah anak-anak tiri Li Hua, anak perempuan itu biasa di panggil Siniang, dia bersama Sanlang,dan ErLang.

"Apa kamu baik-baik saja? Ini sudah malam, kami khawatir Hua Niang tersesat di jalan."Siniang berjalan mendekati Li Hua.

Keranjang rotan penuh pakis menarik perhatian nya, perut gadis kecil itu berbunyi keras. Dia sangat malu karena Hua Niang mendengar suara perut.

"Kalian lapar, aku keluar mencari sesuatu untuk dimakan."

"Seharusnya Bibi tidak perlu bekerja keras."Erlang meraih keranjang rotan yang di bawa oleh Li Hua.

Anak itu berusia 8 tahun, dia enggan memanggil Li Hua dengan panggilan Niang ataupun Aniang. Tidak bisa ada orang yang menggantikan Ibu kandungnya sama sekali.

"Aku mengerti cepat masuk, disini dingin."

Sanlang mengikuti kedua saudara dan saudari nya, menatap Li Hua ragu-ragu. Mereka memang kelaparan hari ini, tapi Lao Lao membawakan mereka sedikit makanan. Jadi mereka tidak benar-benar kelaparan, berbeda dengan Li Hua dia belum makan apapun sepanjang hari ini.

Da Lang anak pertama membuka pintu rumah, menatap ketiga saudara nya dan Ibu tiri. Dia enggan untuk berbicara, jadi segera masuk kedalam rumah.

Rumah ini hanya memiliki dua kamar, satu milik Huang Ji, satu lagi milik semua anak-anak, Li Hua merasa Siniang tidak boleh tidur bersama saudara laki-laki nya. Malam ini gadis itu akan tidur bersama dengannya.

"Bibi, di dapur tidak ada kentang mau pun beras merah."Sanlang menatap Li Hua ragu.

"Makan pakis juga sudah bisa bikin kenyang."Li Hua mencuci pakis dengan air bersih.

Gerakannya terhenti saat melihat isi dapur benar-benar kosong, tanpa bumbu apapun. Bahkan minyak, beras merah, ubi maupun kentang benar-benar tidak ada.

Prank...

Kendi kecil jatuh berkeping-keping, Siniang merapatkan tubuh pada Sanlang. Dia takut saat Ibu tirinya menghancurkan kendi kecil wadah untuk garam. Erlang dan Da Lang ingin memarahi Li Hua yang memecahkan benda berharga itu.

"Ck...sungguh aku benar-benar ingin memukul nya, bagaimana bisa dia meninggalkan rumah tanpa memberikan satu sen pun untuk anak-anak makan?"

Dia menjerit keras, Siniang semakin ketakutan. Da Lang yang sigap membawanya kedalam kamar. Erlang menghampiri Li Hua dengan hati-hati, dia menghindari pecahan tajam kendi kecil dilantai.

"Bibi, kamu jangan marah-marah dan menghancurkan barang-barang kami. Bagaimana pun kamu tidak bisa menggantikan nya dengan yang baru."

Erlang melihat wajah Li Hua semakin memburuk, dia menelan ludahnya begitu tatapan tajam menghujaninya.

"Pergi ke kamar dan tidur, biarkan Siniang tidur dikamar ku."

"Ya, seperti yang Bibi inginkan."Erlang berlari menuju kamar.

Siniang menggeleng menolak saat diajak pergi ke kamar Li Hua, Ibu tirinya terlihat menakutkan saat marah. Li Hua merebus pakis, dan memakannya. Sangat tidak enak saat lidah tidak menemukan rasa asin, gurih dan pedas. Dia memakan semuanya tanpa menyisakan satupun, pergi menuju kamar. Menatap Siniang yang menangis karena di paksa Erlang.

"Mengapa kamu begitu cengeng? Mari tidur bersama ku, kita bisa menghitung domba sampai kamu tertidur."

"Tidak mau, Hua Niang marah. Siniang tidak berani,"tolak Siniang.

Da Lang menatap Li Hua jengkel,"biarkan Siniang disini, kamu tidak perlu membawanya tidur dengan mu."

Li Hua terdiam, Da Lang terlihat sangat tidak menyukainya. Dia memilih tidak mengatakan apapun, pergi ke kamar nya merebahkan diri diatas kasur jerami.

"Aku tidak mengerti cara merawat seorang anak, aku juga tidak tau cara membujuk anak kecil. Mengapa aku harus berada di dunia asing disaat aku hampir mendapatkan nilai terbaik didepan Dosen?"

Kain tipis menyelimuti tubuhnya, pikiran nya terus berkecamuk. Dia tidak menerima fakta bahwa dirinya telah berada di dunia berbeda. Usaha untuk lulus dari masalah skripsi, malah menjadi seperti ini.

Tubuhnya bergerak memindahkan posisi, bau menyengat tercium dari sudut ruangan. Mata Li Hua membulat saat melihat tumpukan pakaian kotor menggunung. Merasa jijik, bagaimana bisa pemilik tubuh tidak mencuci pakaiannya? Besok dia harus membersihkan semua ruangan, takutnya rumah ini memang tidak terawat.

Cuci dan cuci semuanya!

Matahari muncul diatas cakrawala, semua petani di desa bersiap-siap pergi ke ladang untuk merawat padi. Sementara di rumah keluarga Huang masih sepi, Da Lang, San Lang dan Siniang masih tertidur lelap. Setiap hari mereka akan terbangun saat siang, karena memang tidak ada pekerjaan apapun.

Hanya Erlang yang terbangun dari tidurnya, dia membuka pintu kamar. Menemukan Ibu tirinya membawa sekeranjang baju kotor.

"Apa Bibi akan pergi mencuci?"

Alih-alih menjawabnya, Li Hua hanya melirik sinis. Membuat Erlang bingung, kesalahan apa yang dia buat pagi ini hingga Ibu tirinya merasa tidak suka dengan kehadiran nya.

"Ya, apa kamar mu penuh tumpukan pakaian kotor?"

Erlang mengangguk, saudara dan saudari nya sangat pemalas. Pakaian kotor menumpuk disudut ruangan, pertanyaan Li Hua membuat Erlang mengira dia akan mencuci baju mereka.

"Ada banyak, aku akan mengambilnya."

Dalam hitungan menit Erlang membawa satu keranjang besar pakaian kotor, menaruhnya dihadapan Li Hua.

"Ini Bibi,"

"Ini?"ulang Li Hua.

Anak laki-laki itu menjadi semakin bingung saat nada suara Li Hua meninggi.

"Bawa itu, kamu harus mencucinya sendiri. Itu bukan tanggung jawab ku."

"Bukankah laki-laki tidak memiliki kewajiban membersihkan pakaian dan urusan rumah?"tanya Erlang tak terima.

"Kalau begitu kalian tidak usah mencuci baju seumur hidup kalian, pakailah pakaian kotor itu. Aku benar-benar tidak ingin mencuci pakaian yang bukan milik ku."desis Li Hua.

Gadis itu tidak suka melihat kemanjaan anak-anak, bahkan tidak tahu cara mengerjakan hal-hal untuk diri mereka sendiri.

"Aku ikut! Aku tidak suka mengenakan pakaian kotor."Erlang berlari mengejar Li Hua yang berjalan keluar dari rumah.

"Cepat pimpin jalan, aku belum mengetahui semua hal di desa ini."

"Tentu."angguk Erlang berjalan didepan Li Hua.

Desa mereka dekat dengan sungai di lembah, sungai itu kerap menjadi sumber mata air semua orang. Kebutuhan mencuci pakaian, atau mandi pasti akan mengambil nya dari sungai. Tapi jaraknya sedikit jauh dari desa, karena itu warga desa membuat sumur umum. Setiap keluarga mendapatkan 4 ember besar jatah perhari.

Keluarga Huang kecil tidak pernah mengangkut air lebih dari 2 ember, Da Lang sebagai anak pertama sangat malas untuk melakukan nya.

"Wah siapa ini? Apa kau Istri kecil Huang Ji?"wanita berusia 25 tahun menatap Li Hua penasaran.

Sungai terlihat lebih ramai karena beberapa wanita muda mencuci pakaian di tepi. Melihat kedatangan Li Hua membuat mereka penasaran, Istri kecil Huang Ji.

"Benar."angguk Li Hua.

Dia menaruh keranjangnya, Erlang ikut menaruh dan duduk tempat biasa warga desa mencuci. Aroma tak sedap dari pakaian kotor membuat kening nya berkerut. Menatap Li Hua yang sedang mengobrol bersama wanita-wanita muda yang baru menikah.

"Omong-omong, apa kau tidak keberatan dengan anak-anak?"

"Mengapa harus keberatan? Sudah takdir ku merawat mereka."

"Itu benar, tapi sangat disayangkan gadis sebaik kamu menikah dengan Huang Ji."

"Shh... Jangan keras-keras, ada kamu tidak lihat ada dia?"

Erlang tidak memedulikan sama sekali, semua orang tau ayahnya memang brengs*k. Menelantarkan anak-anak nya sendiri, mereka hampir mati kelaparan ketika di tinggalkan berhari-hari. Beruntung nya Lao Lao dan Lao Ye mengetahui itu. Mereka masih bisa makan meskipun hanya dua kali sehari.

"Ah, lagi pula Li Hua tidak keberatan sama sekali."

"Tidak masalah, faktanya memang begitu aku paham."Li Hua mengibaskan tangannya.

Mendengar itu Erlang tersenyum getir, dia tidak bisa memarahi mereka. Tidak sopan, memutuskan memukul baju dengan tongkat kayu, air keluar dari pakaian basah terlihat sangat kotor.

Li Hua asyik berbincang, matanya tidak sengaja menangkap sesuatu hitam bergerak didekat bebatuan.

"Tunggu sebentar."

"Ada apa?"

Gadis itu tidak menjawab, bergerak turun ke sungai secara langsung. Membungkuk, tangannya masuk kedalam air. Secara perlahan meraba-raba di celah bawah bebatuan besar.

"Bibi... Apa yang kamu lakukan disana?"tanya Erlang setengah berteriak.

Li Hua tidak menjawab membuat nya resah, dia bangkit berdiri hendak menyusul Li Hua. Saat itu juga Li Hua mengangkat kedua tangannya dan berdiri dengan senyuman lebar.

Cipratan air bergerak diudara mengenai dua orang wanita muda yang mengajak nya bicara. Seekor ikan berukuran telapak tangannya membuat mereka tercengang, bagaimana bisa Li Hua menangkap ikan sebesar itu menggunakan kedua tangan kosong?

"Erlang, lihat ini dan simpan. Seperti nya ada banyak ikan disini. Kita bisa makan dengan itu."

Erlang membatu, saat Li Hua memberikan ikan besar itu pada nya.

"Ya ampun, kamu sangat jeli! Bagaimana bisa ikan itu tertangkap dengan tangan mu?"

"Hanya beruntung saja."

Li Hua kembali menatap permukaan air, menajamkan matanya. Dengan gerakan cepat lagi, ikan dengan lebar 4 jarinya telah di tangkap. Itu membuat Erlang tercengang. Dia juga ingin menangkap ikan-ikan itu.

"Li Hua ajarkan kami menangkap nya juga,"

"Akan enak untuk makan malam, harga ikan sangat mahal sekarang."

"Benar-benar, hei mengapa kamu tidak menjualnya pada kami?"

Dua acungan jempol dari Li Hua, membuat keduanya tersenyum senang. Li Hua kembali menelusuri sungai, menangkap beberapa ikan meskipun memang sangat sulit. Tapi keberuntungan berpihak pada nya, empat ekor ikan telah didapatkan. Langsung berubah dengan 4 sen dari kedua wanita itu.

"Terimakasih adik ipar, kami pulang terlebih dahulu karena sudah menyelesaikan cuciannya."

Mengapa mereka tiba-tiba memanggil nya adik ipar? Li Hua menjadi bingung, apa zaman sekarang ini semua orang bisa sedikit-sedikit mengangkat seseorang jadi saudara mereka. Dia benar-benar tidak tau cara pola pikir orang di zaman ini.

"Bibi, mengapa kamu terus terdiam, bagaimana dengan pakaian mu?"tegur Erlang, dia memasukkan semua pakaian yang sudah di cuci kedalam keranjang.

Membuat Li Hua meringis, melupakan pakaian kotornya. Segera mencuci semua pakaian itu, Erlang turun ke sungai. Dia mencoba menangkap ikan, kenyataan sangat sulit. Mereka bergerak lincah dan sesekali membuat nya jatuh terjerembab.

"Apa kamu mencoba menangkap nya juga?"

"Benar, hanya dua ikan tidak akan membuat kenyang perut kita berlima."angguk Erlang.

"Tangkap juga udang sungai, mereka ada dimana-mana bahkan di bawah kaki mu dan celah-celah batu kecil."

Pemuda itu menggaruk kepala nya yang tak gatal, mengapa dia tidak kepikiran itu. Kalau saja kepikiran mungkin dia tidak akan memakan sayur sayuran liar yang di gali dari gunung. Ataupun lembah, ladang yang tak terurus. Dia tidak memikirkan menangkap udang ataupun ikan.

"Wow, lihat ini sangat banyak."Erlang kembali bersemangat.

Sepertinya warga desa tidak memikirkan untuk menangkap udang sungai, apa lagi saat musim panen akan tiba. Semuanya sibuk di ladang, dan tidak akan terpikirkan untuk melakukan hal lain.

"Tangkap sebanyak yang kau bisa, perut kita akan kenyang dengan udang dan ikan."ucap Li Hua sedikit meninggikan suara.

Dia membilas pakaian dan memerasnya, setelah itu memasukkan semua pakaian kedalam keranjang. Erlang mendekati nya dengan pakaian atas terlepas, bajunya di pakai untuk menjadi tempat udang hasil tangkapan nya.

"Mari pulang, Siniang akan senang dengan ini."

"Iya, lalu suruh saudara mu yang lain menjemur pakaian kalian. Itu akan adil karena kamu mencuci pakaian kalian."

"Aku mengerti."Erlang terlihat bersemangat.

Udang, mereka akan sarapan dengan udang dan ikan. Membayangkannya saja membuat air liurnya menetes, rasa manis dari udang segar membuat nya semakin membayangkan banyak hal.

"Hari ini kita akan membersihkan rumah, suruh Da Lang mengambil banyak air. Lantai kayu di rumah harus di cuci dan di bersihkan. Semuanya harus di cuci!"tegas Li Hua.

Erlang terkejut mendengarnya,"mengapa kami harus membersihkan rumah yang sudah bersih?"

Li Hua menatapnya jengkel, bersih dari mananya. Dia berjalan-jalan saat menyapu saja seluruh telapak kakinya menghitam. Sepertinya Erlang sudah memiliki penglihatan yang buruk. Dia khawatir anak-anak lainnya juga memiliki pemikiran yang sama.

Apa kita bisa memakan ini lagi?

Saat membuka pintu, anak laki-laki berusia 8 tahun datang tergopoh-gopoh. Membawa keranjang besar pakaian basah. Dan satu pakaian di buntal dengan ikatan erat. Da Lang kebingungan melihat Erlang membawa cucian bersih, biasanya pemuda itu akan mandi di sungai dan duduk berjemur di teras menunggu Lao Lao datang.

"Jemur dan ambil air, hari ini kita akan membersihkan rumah!"teriak Erlang dengan nafas tak teratur.

Da Lang tak menyahut, dia mengambil keranjangnya dan menjemur pakaian di samping rumah. Bagaimana pun Saudara nya telah mencuci semua pakaian mereka berempat, Li Hua lebih dulu memenuhi satu jemuran. Ada untungnya rumah Huang Kecil memiliki dua jemuran.

"Bibi, udang dan ikannya sudah ku bersihkan di sungai. Apa perlu di bilas kembali?"tanya Erlang mendekati Li Hua.

"Ya bilas terlebih dahulu dengan air bersih, ikan dan udang akan di kukus."angguk Li Hua.

Erlang segera pergi, sementara Da Lang menghempaskan pakaian dan menjemurnya.

"Apa yang sedang kamu rencanakan?"suara Da Lang terdengar sinis.

Dia tidak percaya Li Hua akan berbaik hati membeli ikan dan udang, tanpa karbohidrat tidak akan membuat mereka kenyang sama sekali.

"Membersihkan rumah,"jawab Li Hua."setelah jemur, ambil air empat ember. Kita akan bersama-sama membersihkan lantai kamar dan ruang berkumpul, apa kalian tidak merasa ini sangat kotor?"

Anak itu terdiam, ini pertama kalinya ada orang yang mengajak mereka bersih-bersih. Biasanya Ibu mereka yang membersihkan rumah. Setelah kepergian Ibu, tidak ada yang benar-benar merawat rumah. Ayah yang selalu berpergian, tidak pernah memikirkan mereka sama sekali. Bahkan kelaparan pun bisa terjadi berhari-hari.

"Akan diambil nanti, biar aku bersama Sanlang mengelap lantai. Siniang masih kecil tidak perlu bekerja."

Mengetahui Da Lang menyetujui nya, Li Hua tersenyum puas. Pergi ke mendapati Erlang tengah menyalakan api di tungku kompor sederhana. Panci besar berisi ikan dan udang, sebenarnya akan lezat kalau di tumis ataupun di rebus dengan kuah kuning.

"Erlang, aku..."ucapan Li Hua terhenti saat mendengar suara gadis kecil di depan.

"Lao Lao datang!"

"Tentu, ini sudah waktunya kalian sarapan. Dimana Ibu kalian?"

"Dia ada dibelakang,mungkin sedang mengukus udang,"jawab Da Lang.

Wanita tua itu mengerut kening, udang dari mana menantu dapatkan.

"Erlang menangkap udang di sungai bersama nya setelah mencuci."

Penjelasan itu membuat Cheng Wenwen mengerti, sepertinya menantu baru nya terdengar kompeten. Mereka hanya bertemu sekali, beberapa hari yang lalu. Hanya menyapa sebentar dan pergi, dia khawatir karena tidak pernah bertemu lagi. Seakan Li Hua menghindari nya setiap dia datang kerumah kecil.

"Lao Lao membawakan singkong rebus, harus segera pergi menyusul Lao Ye di ladang."

"Terimakasih Lao Lao, berhati-hatilah di jalan."Siniang melambaikan tangan.

Menatap kepergian Cheng Wenwen sebelum berlari masuk. Kepala nya muncul diambang pintu dapur, menatap Li Hua dan Erlang dengan mata berbinar.

"Hua Niang, Lao Lao membawakan singkong rebus untuk sarapan."

Li Hua menoleh dan tersenyum lembut,"kemari dan duduk di sudut sana, aku sedang mengukus ikan dan udang."

"Benarkah? Kami tidak pernah makan itu sama sekali."Siniang menatap panci penuh antusias.

Saat tutup panci dibuka, ikan dan udang berada dalam mangkuk besar tembikar. Membuat nya sangat tergoda untuk segera memakannya. Menjilat ujung bibirnya saat merasa air liur hendak menetes keluar.

"Katanya kami akan mengelap lantai, apa itu benar Bibi?"San Lang muncul dengan membawa kain bekas ditangannya.

Erlang segera mengangguk,"Kakak, akan membawa airnya. Kamu bertugas mengelap lantai berdua dengannya."

"Lalu bagaimana dengan mu? Sudahkah kamu mengerjakan pekerjaan lain?"

"Tentu, aku sudah mencuci semua baju kita."Erlang menggosok hidungnya bangga.

Sanlang mengerucutkan bibir, membuat Li Hua ingin tertawa melihat tingkah lucunya. Da Lang membawa empat ember air besar, dia perlu bolak balik untuk mengangkut nya.

Tiga ember di simpan dalam kamar mandi, satu ember untuk mengelap lantai. Pertama Sanlang akan menyapu nya hingga bersih, menyingkirkan beberapa barang tak terpakai. Setelah itu baru mereka mengelap lantai, butuh tenaga ekstra karena kotoran sangat tebal.

Air dalam ember berubah menjadi keruh, di buang ke belakang rumah. Kain bekas mengepel di cuci dan di jemur. Setelah lantai kering, mereka duduk di ruang tamu serta berfungsi sebagai ruang keluarga. Menatap potongan singkong sedikit dingin, semangkuk besar udang dan beberapa potong ikan.

"Hua Niang, aku sangat senang bisa memakan semua ini."Siniang tersenyum lebar pada Li Hua.

Membuat nya terasa canggung, hanya ikan dan udang mengapa terlihat seperti sesuatu yang begitu mewah. Tiga saudara lainnya, menatap Li Hua sebentar, Li Hua yang memahaminya mengangguk.

Mereka hanya malu mengucapkan terimakasih secara langsung, tanpa basa basi mereka berlima segera, memakan hidangan yang telah mereka siapkan. Rasa manis udang dan ikan segar sangat enak, setiap gigitan terasa begitu kenyal daging udang. Dan lembut nya daging ikan.

Nikmat mana lagi yang telah mereka dusta kan, makan sesuatu yang enak hingga kenyang. Siniang bersendawa saat selesai makan, menepuk perut buncitnya pelan dan tertawa lebar.

Da Lang tersenyum melihat tingkah laku adik bungsunya, memang jarang mereka makan makanan enak. Meskipun begitu, mereka bersyukur sehari bisa makan sekali ataupun dua kali.

"Hua Niang, apa kita bisa makan seperti ini lagi?"tanya Siniang penuh harap.

Li Hua menatap Erlang sekilas, anak itu langsung mengangguk cepat."aku akan menangkap banyak udang, berusaha mendapatkan ikan kalau kamu mau."

"Aku...aku ingin ikut menangkapnya."seru Sanlang.

Dia berpikir menangkap udang sambil bermain air sangat menyenangkan, tidak bisa tidak mengajaknya sama sekali. Dia harus ikut, melihat anak-anak begitu bersemangat dan ceria Li Hua merasa hatinya menjadi hangat.

"Aku mengizinkannya, jangan terlalu jauh dari sisi sungai. Dan tidak boleh terlalu lama, berhati-hatilah takutnya ada ular air ataupun biawak."

Erlang dan Sanlang mengangguk cepat, Siniang bangkit berdiri. Dia berencana untuk bermain dengan teman-teman nya.

"Hua Niang aku mau bermain, apa kamu mengizinkan ku pergi?"

"Kembali sebelum makan malam,"

"Aku mengerti."

Gadis kecil itu berlari keluar mengenakan sandal jerami lusuh, Erlang dan Sanlang ikut pergi mereka juga memiliki janji temu bersama teman-teman mereka berdua. Kini tersisa Da Lang dan Li Hua.

"Aku mau menggali sayuran liar."

"Bisakah aku ikut? Sangat tidak menyenangkan disini sendirian."pinta Li Hua.

Da Lang terdiam sejenak, dia mengangguk menyetujui. Memang membosankan duduk dirumah tanpa mengerjakan apapun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!