Mengapa kalian pergi secepat ini? mengapa kalian tega meninggalkanku sendirian? Mengapa yah? Mengapa bu? Dimana janji kalian yg akan selalu menjagaku, menemaniku? Hiks.. Hiks..
Kematian memang sudah menjadi rahasia Tuhan, siapapun akan mengalami hal itu, tak peduli kapan, dimana, dan dengan cara apa, hanya sang maha kuasa yg mengetahuinya.
Aku tak pernah berpikir akan mengalami kepedihan itu secepat ini, dua orang yg paling aku sayangi, bagian dari hidupku, jiwaku, tiba tiba saja pergi tanpa ada kata perpisahan.
Kecelakaan maut yg menewaskan lebih dari 20 pekerja itu telah merenggut nyawa kedua orang tuaku. Jelas jelas tadi pagi masih bisa ku lihat senyum hangat mereka, masih ku rasakan dekap sayang mereka, namun sekarang, mereka kembali dengan kondisi mengenaskan, terbaring tanpa jiwa di peti mati kayu ini.
Mengapa Tuhan melakukan ini padaku? Seumur hidup ini aku belum bisa memberikan kebahagiaan untuk mereka, belum sempat membalas semua jasa jasa mereka. Harusnya aku saja yg pergi, mestinya aku yg tidur didalam sana, bukan mereka, bukan ayah dan ibuku.
"Kamu yg sabar ya sayang, ikhlaskan mereka, jika kamu terus seperti ini mereka pun akan sedih." Hibur Zayn. Kekasih yg sudah bersamaku lebih dari 1 tahun ini.
Dialah yg membawa pulang jasad kedua orang tuaku, membantu proses administrasi rumah sakit, juga pemakaman mereka.
"Kamu masih punya aku Nad, tunggu aku menyelesaikan kuliahku, setelah itu aku pasti akan menikahimu." Tuturnya lagi.
Kata katanya yg hangat dan lembut itu tak lantas membuatku berhenti menangis. Rasanya ingin ku kuras saja air mataku. Agar nanti tak ada lagi air mata saat ku mengenang pedih dan sakitnya hari ini.
Namun belum sempat niatku itu terlaksana, aku merasakan pusing yg teramat sangat, pandanganku menjadi buram, hingga akhirnya tubuhku tak mampu berdiri lagi, dan kesadaranku pun perlahan menghilang di tengah proses pemakaman.
*****
Kring...Kring..Kring...
Dering alam membangunkan tidurku yg lelap, lagi lagi aku masih memimpikan hari itu. Kejadian menyakitkan yg terus saja berputar meski waktu sudah berjalan lebih dari 2 tahun.
Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi, segera membersihkan diri lalu bersiap, dan bergegas pergi ke restoran tempatku bekerja. Aku adalah mahasiswi tingkat akhir jurusan desain, setelah orang tuaku wafat, semua biaya kuliah dan hidupku aku sendiri yg menanggungnya. Aku menjadi sebatang kara setelah itu. Selain membayar uang kuliah dan kebutuhan hidup sehari hari, aku juga harus melunasi hutang ayahku yg lebih dari 50 juta.
Lelah, letih, ingin menyerah, pasti pernah ku rasakan. Namun karena dia, semangatku kembali begitu saja, ia selalu bisa memotivasi dan membuatku bangkit lagi dan lagi. Siapa lagi kalau bukan pria itu, Zayn Alvarendra. Cinta pertama sekaligus kekasihku sejak tiga tahun yg lalu.
Ku langkahkan kakiku perlahan sembari menikmati semilir angin pagi, jarak antara rumah dan tempatku bekerja terbilang cukup dekat. Hanya membutuhkan waktu 15 menit berjalan kaki. Dengan begitu aku bisa sedikit berhemat, tidak memerlukan biaya tambahan untuk naik ojek ataupun angkutan umum.
"Pagi Li, pagi Ren." Ku sapa dua teman kerjaku yg sudah sampai terlebih dulu
"Pagi juga Nadine sayang." Jawab Lia dengan senyum hangatnya
"Pagi Nad." Sahut Reno tak kalah ramah.
Kami bertiga pun memulai rutinitas kami, membersihkan dan menyiapkan beberapa keperluan terlebih dahulu sebelum restoran siap dibuka.
Aku menyiapkan segala keperluan di kasir, seperti uang receh, mengecek kembali mesin kasir, juga beberapa keperluan lain.
Sedangkan Lia, dia bertugas dalam hal kebersihan. Dan untuk Reno, tugasnya ada di dapur, menyiapkan segala hal yg akan diperlukannya untuk menu masakan yg ada di buku menu hari ini.
Karena restoran ini tak begitu besar, untuk persiftnya hanya akan dijaga oleh tiga orang. Meski gaji tak seberapa namun aku bersyukur karena masih bisa menyambung hidup, juga dipertemukan dengan teman teman yg bersedia berbagi keluh kesahnya denganku, saling membantu, dan solid dalam pekerjaan kami.
**TBC.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya man teman.
See you**.
Pengunjung hari ini cukup ramai, banyak muda mudi berpasangan yg datang untuk menghabiskan malam minggu mereka, karena meskipun kecil, restoran kami juga cukup terkenal dikalangan remaja, selain menyedikan menu menu yg tidak menguras kantong, kami juga menyediakan wifi gratis bagi setiap pengunjungnya.
"Nad, tolong antarkan ini ke meja 8 ya, perutku tiba tiba sakit, aku ke toilet dulu sebentar." Ujar Lia yg menyerahkan senampan makanan padaku.
"Emm ya pergilah." Kataku.
Aku pun bergegas mencari meja no 8, mengedarkan padanganku secermat mungkin karena nomor meja yg hampir tak terlihat tertutup banyaknya pelanggan yg datang.
Nah itu dia, akhirnya aku menemukannya.
"Permisi tuan nyonya, silahkan ini pesanan anda. Selamat menikmati." Ucapku menyerahkan pesanan sambil tersenyum seramah mungkin pada mereka.
Baru saja ingin melenggang pergi, langkahku terhenti karena ku dengar ada seseorang yg sepertinya memanggil namaku.
"Kau yg bernama Nadine?". Tanya orang itu begitu aku menoleh.
"Iya nyonya, ada yg bisa saya bantu?". Jawabku sopan.
"Jauhi putraku, seorang pelayan miskin sepertimu sama sekali tidak pantas bersanding dengannya. Zayn akan ku nikahkan dengan perempuan pilihanku, jadi mulai dari sekarang jangan pernah mencoba mendekatinya lagi, atau kau akan kehilangan semua yg kau miliki termasuk harga dirimu." Tutur orang itu mengancamku. Caranya menatapku pun begitu merendahkan, jadi inilah alasan mengapa Zayn tidak pernah membawaku menemui orang tuanya, dia selalu bilang bahwa mereka sibuk dan sedang di luar negeri.
Ya Tuhan betapa bodohnya aku, seharusnya aku cukup sadar diri, wanita miskin sepertiku sama sekali tidak akan pernah pantas untuk bersanding dengan sosok sempurna seperti dia. Dia tampan, pintar, juga terlahir dari keluarga pejabat. Sedangkan aku, tak ada yg bisa dibanggakan dariku hidupku yg pas pasan ini.
"Apa kau tuli, aku sedang berbicara denganmu." Umpat nyonya itu kemudian.
Karena suaranya yg sedikit keras, kami berdua jadi pusat perhatian disana, banyak pasang mata yg menatap ke arah kami dengan pandangan bingung sekaligus penasaran.
"Ta tapi nyonya sa saya sangat mencintai Zayn, selain dia saya sudah tidak punya siapapun lagi di dunia ini." Kataku mengiba sambil menahan air mataku.
"Cinta? Jangan bicara omong kosong!! Aku tau kau pasti ingin memanfaatkan anakku dan mengambil uangnya. Dan aku yakin kaulah yg menggoda Zayn terus menerus sehingga ia masih tetap bersamamu. Wanita jalaang sepertimu tidak akan pernah ku ijinkan masuk ke dalam keluargaku."
Umpatan, cacian, hinaan, terus saja keluar dari mulut wanita baya yg mengaku sebagai ibu Zayn. Aku tak menyangka akan seburuk itu penilaiannya kepadaku. Memang aku miskin, hidup pas pasan, bahkan sebatang kara. Tapi aku masih memiliki harga diri, dan siapapun pasti akan marah kala wanita lain mencemoohnya sebagai wanita jaalang yg suka menggoda pria seperti yg nyonya itu katakan.
Sebisa mungkin aku berusaha menahan air mataku, aku tak ingin dianggap lemah olehnya. Jika memang dengan menjauhi Zayn bisa membuat pria itu dan keluarganya bahagia, maka dengan ikhlas aku akan melakukannya.
"Baiklah nyonya, jika itu bisa membuat Zayn bahagia, saya akan pergi, saya akan menjauh darinya." Jawabku mengiyakan.
"Dan anda harus tau, saya tidak seburuk itu. Selama ini saya tulus mencintai putra anda, tidak pernah memanfaatkan bahkan mengambil sepeserpun uangnya. Meskipun saya miskin, saya masih memiliki harga diri. Jadi tolong jangan menjudge saya seperti itu." Sambungku.
"Berapa hargamu? Segini? Segini? Atau segini?". Sahutnya lagi sambil melemparkan puluhan mata uang tepat diwajahku. Cobaan apa ini Tuhan? Salahkah gadis miskin sepertiku ini jatuh cinta pada lelaki sesempurna Zayn? Apa aku berdosa jika mencintainya, berharap memilikinya?.
Kini banyak pasang mata memandang ke arah kami, dan dengan teganya nyonya besar itu melemparkan uangnya padaku, cukup, aku tak ingin diinjak lagi.
"Stop nyonya, saya sama sekali tak butuh uang anda. Seperti yg anda mau, saya akan pergi dari hidup Zayn. Kalau begitu saya permisi dulu, masih banyak pekerjaan." Ujarku lalu bergegas kembali ke meja kasirku.
Berlama lama disana hanya akan membuatku semakin sakit, tak pernah terpikirkan bahwa Zayn yg sangat baik dan lembut itu akan memiliki ibu sepertinya. Sangatlah jauh berbeda.
Jika pergi adalah jalan yg terbaik untuk kita, dengan berat hati aku akan melakukannya. Apapun itu, asal kamu bahagia.
TBC.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya man teman.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, itu artinya sudah saatnya pergantian sift, ketiga temanku yg lain pun sudah nampak bersiap menggantikan kami. Setelah ku rasa sudah menyelesaikan seluruh pekerjaanku dan merapikannya. Aku, Lia juga Reno berpamitan pulang.
Aku merasa lelah dan nyeri disekujur tubuhku, banyak sekali hal tak terduga yg terjadi hari ini. Pikiranku kembali berputar mengingat kecaman ibu Zayn. Aku tak tau apa yg harus ku lakukan, di satu sisi aku sangat mencintai Zayn, ingin selalu bersamanya. Namun disisi lain meskipun kami saling mencintai, keluarganya tidak akan pernah merestui hubungan kami, bahkan dengan terang terangan ibunya datang dan melabrakku, menginjak harga diriku di depan banyak orang.
Sepanjang perjalanan pulang aku hanya melamun, menatap kosong jalanan yg begitu ramai dengan lalu lalang kendaraan. Hingga tanpa sadar ada motor yg melaju kencang dari arah depan yg hampir saja menabrakku.
"Nadine!! Perhatikan jalanmu." Tegur seseorang lalu menarikku dalam pelukannya.
Aku sangat terkejut, jika saja tangan itu tak sigap menarikku, mungkin saat ini aku sudah masuk rumah sakit. Sedetik kemudian ku dongakkan kepalaku, penasaran dengan tangan familiar yg tengah memelukku ini.
"Zayn." Gumamku begitu mata kami bertemu.
"Ada apa sayang? Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?." Tanyanya khawatir lalu mengendurkan pelukannya.
"Ah tidak, aku hanya rindu sama ayah ibu." Jawabku asal, aku tidak ingin dia tau bahwa ibunya mendatangiku dan memintaku pergi. Jika ia tau, mungkin saja ia akan melakukan hal nekat, seperti membawaku kawin lari seperti candaan yg biasa ia lakukan.
"Kamu nggak bohong kan? Kalau ada apa apa jangan sungkan memberitahuku, aku kekasihmu Nad, aku mau kamu bisa berbagi suka duka dan keluh kesahmu padaku." Tuturnya lagi sambil membelai lembut kepalaku.
Inilah yg aku suka darinya, selalu bisa membuatku tenang dan merasa nyaman.
Setelah kejadian itu, Zayn mengantarku pulang. Sesibuk apapun dia, ia akan selalu menyempatkan waktunya untuk datang menjemputku. Kami berjalan beriringan menikmati tiap detik kebersamaan kami yg mungkin tak akan terulang lagi.
Rasanya ingin sekali ku hentikan waktu sampai disini, hanya dengan melihatnya, menggenggam tangannya, jalan berdua seperti saat ini, sesederhana itu namun mampu membuatku bahagia. Kabahagiaan yg bisa ku rasakan di tengah pahitnya kehidupan ini.
"Nah udah sampai, maaf ya aku tidak bisa menemanimu lama lama, mama memintaku pulang cepat hari ini." Ucap Zayn begitu tiba di rumahku, ia nampak tidak rela harus meninggalkanku secepat ini, karena biasanya ia akan mampir terlebih dulu, memasak juga makan bersamaku.
"Tidak apa Zayn, sana pulang gih." Jawabku berusaha tersenyum.
"Kamu ngusir aku?". Tuduhnya kemudian.
"Iya, udah sana pergi. Aku mau istirahat." Candaku.
"Jahat banget sih, yauda aku pulang dulu ya sayang. Hati hati dirumah, jangan lupa makan, istirahat yg cukup, kalau ada apa apa cepat kabari aku."
Lagi ia menarikku kedalam pelukannya, hangat, nyaman, membuatku betah berlama lama disana.
Aku tak mau kehilanganmu Zayn, rasanya sakit, sangat sakit.
Tanpa sadar air mataku jatuh begitu saja, semakin lama semakin deras mengalir, membasahi baju Zayn yg nampak bagus dan mahal. Bagaimana bisa aku melepaskan cinta yg sudah ada lebih dari tiga tahun ini, tak bisakah aku sedikit saja egois dan membawanya kabur untukku sendiri?.
"Eh.. Kamu nangis?." Tegur Zayn yg sepertinya sadar akan isakanku. Ia melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipiku agar mataku mau menatapnya.
"Sayang kamu kenapa? Kok nangis? Ada yg sakit?". Ucapnya cemas, lalu memeriksa beberapa bagian tubuhku.
"Zayn.."
"Jika ada yg memintamu untuk meninggalkanku apa yg akan kamu lakukan". Tanyaku berharap mendapatkan jawaban seperti apa yg ku inginkan.
"Kenapa menanyakan itu? Dengarkan aku Nad, apapun yg terjadi, sampai kapanpun itu, aku akan selalu disisimu. Kamu sudah menjadi bagian hidupku, separuh jiwaku, jika perpisahan itu terjadi, besar kemungkinan aku akan menjadi gila. Jadi dalam kehidupan ini hanya aku yg boleh bersamamu, kamu hanya bisa jadi milikku." Tutur Zayn lalu kembali memelukku erat, bisa ku rasakan detak jantungnya yg berpacu lebih cepat, sama seperti yg kurasakan.
"Terima kasih Zayn, terima kasih sudah mencintaiku. Sudah masuk ke dalam hidupku, menemani dan menjagaku. Aku sangat mencintaimu." Jawabku membalas pelukannya sama eratnya.
Tak ku sangka akan mendapatkan jawaban semanis ini dari Zayn, andai saja dia tau jika aku diharuskan pergi darinya, entah apa yg akan terjadi di kemudian hari.
**TBC
Mohon dukungannya ya man teman, jangan lupa like, komen n votenya
See you**.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!