NovelToon NovelToon

Teman Tapi Menikah

Pulang Sekolah Bersama

Yura mengerjakan ujiannya dengan tenang, hari itu ujian semester satu, dia duduk di kelas XII SMA sepuluh. Seperti biasa, Zayn duduk di sebelahnya.

Dari kelas IX sampai sekarang, mereka duduk sebangku, baik waktu mata pelajaran biasa maupun ketika ujian, bahkan ketika praktikum pun, mereka duduk satu kelompok, karena nama mereka berdua berdekatan, Yura Zivanna dan Zayn Dannish El Amin.

"Ra, nomor sepuluh udah?" tanya Zayn dengan berbisik.

"Apaan sih, jawab sendiri," bisik Yura jutek.

"Pliss Ra, ntar gua traktir jajan deh," bisik Zayn.

"Yura...Zayn!!!" ucap pak Budi yang melihat dan mendengar mereka berisik.

Mereka berdua segera diam menutup mulut. Dan Zayn hanya bisa pasrah dengan hasil ujiannya nanti.

Dan ketika bel berbunyi, semuanya mengumpulkan lembar jawaban dan soal ke meja guru.

Kalau yang lainnya membahas soal yang baru mereka kerjakan, maka Yura dan Zayn memilih untuk meninggalkan sekolah, karena ujian sudah selesai.

"Naik apa Ra?" tanya Zayn.

"Angkot lah apa lagi," jawab Yura.

"Masih jam segini, temenin gue ke warnet yuk, pengen lihat-lihat kampus," pinta Zayn.

Yura melihat jam di pergelangan tangannya, masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Yura berpikir sebentar, palingan di rumah juga sepi karena sang bunda masih bekerja.

"Okelah, tapi gue ga bawa duit Zayn, cuma tinggal buat ongkos pulang," ucap Yura.

"Udah, tenang aja, gue bayarin, sama es jeruk juga dah buat elu," sahut Zayn.

Keduanya berjalan ke warnet yang tak jauh dari sekolah mereka. Yura duduk di salah satu bilik dengan komputer layar cekung dan menyalakan cpu.

"Bentar gua pesen minuman dulu," ucap Zayn yang meletakkan tas di sofa dekat Yura dan tak lupa mengambil ponselnya.

Zayn mengirim pesan kepada seseorang, mengabarkan bahwa ia akan pulang nanti bersama temannya.

"Ini Ra, makan dan minum dulu," ucap Zayn yang meletakkan nampan berisi dua gelas es jeruk, sepiring kentang goreng, dan dua tusuk sosis bakar jumbo.

"Banyak banget Zayn, tau aja gua laper," ucap Yura yang berbinar matanya melihat makanan dan minuman di depannya.

"Makan Ra," ucap Zayn yang duduk di samping Yura, karena itu sofa agak besar, yang muat untuk dua orang, namun mereka jadi sangat berdekatan duduknya.

Zayn segera membuka situs web kampus-kampus yang ingin ia lihat. Dan sekarang ia melihat salah satu kampus terkenal di Inggris.

"Kayanya bagus banget kampus ini Ra, kamu mau kuliah di sini?" tanya Zayn.

Yura yang masih sibuk makan, melihat ke arah monitor.

"Bagus banget Zayn, tapi gak mungkin lah, Bunda pasti berat banget biayain, mau ke kampus negeri di indo aja lah, nyari beasiswa juga," sahut Yura, Yura sangat tahu sang Bunda berjuang sendirian membesarkan dan menyekolahkannya, karena sang ayah telah meninggal sewaktu Yura masih bayi.

"Kalau ada yang bayarin mau kuliah di kampus ini?" tanya Zayn.

"Ya maulah, tapi, siapa juga yang mau bayarin gua?" sahut Yura dan melanjutkan makannya.

"Kalau kuliah di luar negeri gitu, boleh ga sih pakai jilbab?" tanya Yura.

"Boleh, emang elu mau pakai jilbab?" tanya Zayn balik.

"Gua sudah pengen dari sekarang," sahut Yura.

"Lalu kenapa sekarang ga pakai?" tanya Zayn.

Yura merapikan kuncir rambutnya, dan membuang nafas berat.

"Udah mau lulus Zayn, kasihan bunda kalau aku minta ganti seragam sekarang, dipakainya juga sebentar lagi," sahut Yura.

"Oh..." Zayn mengangguk-angguk.

"Eggh..." Yura kenyang hingga bersendawa. Sedekat itu pertemanan mereka, hingga mereka bisa saling menjadi diri sendiri tanpa harus berpura-pura atau sungkan.

"Beuh anak perawan sendawanya kenceng banget," celetuk Zayn.

"Alhamdulillah, kenyang, makasih Zayn, pindah sini Zayn, ganti kamu yang makan," dan mereka bertukar posisi.

Zayn masih melihat-lihat website kampus itu sambil sesekali mengambil kentang goreng di sebelah kanannya, dan tak terasa makanan sudah habis, es jeruk juga sudah tandas.

Namun Zayn baru sadar kalau Yura dari tadi tidak bersuara, iya, Yura tidur di sebelahnya.

"Ni bocah habis makan molor," ucap Zayn.

Diam-diam Zayn memandangi Yura yang masih terpejam matanya. Bulu mata yang panjang dan lentik, wajah ayu Yura.

'Cantik banget kamu Ra..' batin Zayn.

Zayn sengaja membiarkan Yura tidur, karena Zayn tahu Yura sangat lelah, semalam waktu mereka bertukar pesan, Yura bilang ia sedang membantu bundanya mempersiapkan bahan untuk pesanan katering.

Tak terasa sudah pukul satu siang, Zayn membangunkan Yura karena mereka belum sholat dhuhur.

"Ra, bangun Ra, sholat yuk, belum sholat nih," ucap Zayn sambil menggoyang pelan lengan Yura.

Yura pun mengeriyipkan matanya, mengambil botol minum dari tas nya dan meneguk isinya.

"Jam berapa Zayn?" tanya Yura yang masih sangat mengantuk.

"Jam satu, ke masjid yuk, habis itu kita pulang, mau nonton bulu tangkis di tivi," ucap Zayn.

"Yuk ah," dan mereka meninggalkan warnet itu dan menuju masjid yang letaknya tak jauh dari situ.

Mereka berdua sholat, dan Yura selesai lebih dulu, ia memakai sepatunya dan menggendong tasnya kemudian duduk di tangga masjid yang paling bawah menunggu Zayn.

Tak berselang lama kemudian, Zayn keluar dari masjid, Yura melihat wajah Zayn lebih cerah setelah terkena air wudhu.

'Gila, lu ganteng juga Zayn, pantesan banyak yang naksir elu, terus pada labrak gue karena nyangka kita pacaran,' batin Yura.

"Ra, ngelamun apa sih, awas kesambet lho," ucap Zayn membuyarkan lamunan Yura.

"Hah?" Yura beberapa kali mengerjapkan matanya.

"Kenapa? Liat orang ganteng biasa aja dong," ucap Zayn menggoda Yura.

"Dasar narsis lu, ayo buruan pulang," Yura berjalan meninggalkan Zayn.

"Ra tungguin dong, masa ditinggal sih," Zayn berlari mengejar Yura setelah berhasil memakai sepatunya.

Sampai di halte mereka mendengar kabar bahwa angkot yang biasa mereka tumpangi lagi ga jalan karena supirnya pada demo.

"Kenapa sih demonya sekarang, kenapa ga pas libur sekolah aja, kan jadi susah pulangnya," gerutu Yura.

"Sabar Yura, kita naik...." belum selesai Zayn bicara Yura menggandeng tangan Zayn untuk naik bus kota yang akan lewat halte berikutnya.

"Emang bisa pakai bus ini?" tanya Zayn.

"Ini ke halte dekat SMP satu sana, nanti oper angkot lagi," sahut Yura. Zayn terkejut mendengar jawaban Yura, namun mereka telah naik bus itu dan berdiri karena bus itu sangat penuh.

Tiba di pertigaan kantor pos besar, Yura melihat dari arah belakang ada bus besar yang berjalan sangat cepat.

"Zayn itu bus di belakang, kenapa jalannya cepet banget, aku takut," bisik Yura pada Zain yang berdiri di sebelahnya.

Dan...

"Bruuaakkk!!!!" bus besar itu menabrak bagian belakang bus yang ditumpangi Zayn dan Yura.

Zayn memeluk erat Yura dan mereka bersama penumpang lain jatuh terpental.

Rumah Zayn?

"Lo ga pa pa kan Ra?" tanya Zayn setelah keduanya keluar dari bus itu. Beruntung para penumpang hanya mengalami luka ringan saja. Dan ternyata bus yang menabrak mereka karena mengalami rem blong.

"Ga pa pa, makasih ya Zayn udah nangkap gue tadi, lo ga pa pa kan?" tanya Yura balik.

"Ga pa pa, terus gimana sekarang?" tanya Zayn.

"Kita jalan aja yuk, halte SMP satu udah kelihatan tuh," tunjuk Yura.

"Kita ga naik taksi aja Ra?" tanya Zayn. Yura tetap bergeming, naik taksi jelas jauh lebih mahal dari pada angkot.

"Langit dah mulai gelap nih Ra, bentar lagi pasti hujan," ucap Zayn. Langit memang mulai mendung dan terdengar suara petir di kejauhan, Yura sebenarnya juga takut hujan dan gelap di luar rumah, tapi apa boleh buat, dia hanya bisa menunggu angkot lewat.

"Zayn, gua takut, ini gelap banget mendungnya, mana ponsel aku mati lagi, bunda pasti khawatir," cicit Yura sesampainya mereka di halte.

Hujan mulai turun, Yura mengeluarkan payung dari dalam tasnya. Lalu menghalau air hujan yang terkena dirinya juga Zayn.

"Drrrt...drrrt.." ponsel Zayn bergetar, rupanya sang Mama yang menelpon.

"Halo Ma," sapa Zayn.

"Kamu dimana Zayn, kok belum pulang, pak Min bilang kamu lagi sama teman," ucap sang mama di seberang.

"Iya, aku di halte SMP satu mah, lagi nunggu angkot lewat, ini aku sama Yura," sahut Zayn.

"......"

"Ehm, baik Ma," ucap Zayn mengakhiri panggilan telpon itu.

"Ra, gue mau ngomong sesuatu, tapi lo janji jangan marah ya, aku pasti nanti bakal jelasin semuanya ke elo," ucap Zayn setengah berteriak karena hujan sangat deras disertai angin kencang.

"Apa? Bilang aja Zayn," ucap Yura.

Ketika sudah agak reda, Zayn mulai bicara.

"Sebenarnya rumah gue dekat sini Ra, tadi mama telpon, suruh ngajak lo pulang ke rumah gue, sambil nunggu hujan reda, terus nanti gue anterin loe pulang, sekalian nge cas hp kamu," tutur Zayn.

"Rumah elo yang mana?" tanya Yura.

"Itu Ra," Zayn menunjuk ke arah rumah megah berhalaman luas yang terletak di jalan utama dekat SMP satu itu.

"Elo kalau bercanda jangan kebangetan dong Zayn, gak lucu tau," ucap Yura ga percaya kalau rumah Zayn memang di situ.

"Gue serius Ra, itu rumah ortu gue," sahut Zayn.

Dan akhirnya Yura setuju dengan ajakan Zayn, mereka berdua satu payung, tentu saja tubuh mereka tetap basah kuyup karena hujan masih lumayan deras.

Dalam perjalanan, Yura terdiam dia berpikir, mengapa selama ini Zayn selalu pulang naik angkot bersamanya, padahal Zayn bisa turun di sini, dan mengapa Zayn selalu turun setelah Yura turun.

Mereka tiba di rumah yang tadi ditunjukkan Zayn. Satpam rumah yang berjaga di pos satpam depan segera menghampiri Zayn dan Yura yang tengah berjalan.

"Den Zayn, ini payungnya, sepertinya yang itu kekecilan kalau untuk berdua," ucap pak Satpam.

Zayn segera menukar payung Yura dengan payung yang dibawakan satpam itu.

"Makasih Pak Din, tolong payung yang itu disimpan dulu, itu punya teman saya," ucap Zayn.

Yura yang sebelumnya ragu-ragu bahwa ini adalah rumahnya Zayn, menjadi yakin setelah mendengar percakapan Zayn dengan satpam itu, pak satpam itu juga terlihat sangat menyegani Zayn.

Dan mereka tiba di teras rumah Zayn. Zayn menaruh payung, dan menggandeng tangan Yura.

"Kita basah kuyup, lewat garasi aja ga pa pa ya Ra," ucap Zayn. Yura hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Zayn.

Yura terperangah dengan apa yang dilihatnya di dalam garasi itu, satu unit mobil sport warna hitam, satu unit land Rover warna hitam juga, dan satu unit mobil CRV berwarna putih, dua motor matic dan satu motor sport.

"Zayn..." ucap Yura yang menghentikan langkahnya.

Zayn berbalik melihat ke arah Yura yang ada di belakangnya, Zayn tahu seribu tanya yang ingin Yura katakan.

"Nanti gua jelasin, kita masuk dulu, jangan sampai masuk angin," ucap Zayn.

Yura kembali berjalan mengikuti Zayn, dia ingin segera mengisi daya ponselnya agar bisa segera memberikan kabar pada sang bunda.

"Assalamualaikum," ucap Zayn ketika membuka pintu yang terhubung dengan ruang tengah rumah itu.

"Waalaikumussalam, akhirnya datang juga Zayn," sahut mama Davina yang sudah menunggu mereka sejak tadi.

Zayn menerima handuk dari sang mama dan membaginya dengan Yura. Mereka segera memakai handuk itu di atas kepala layaknya kerudung, karena rambut mereka basah.

Zayn mencium punggung tangan mama Davina.

"Ini Yura Ma," ucap Zayn mengenalkan Yura pada mama Davina.

Yura segera mencium punggung tangan mama Davina dan memperkenalkan dirinya.

"Yura," ucapnya.

"Ma syaa Allaah cantiknya Yura, kalian pasti lapar, sana ajak Yura ganti baju Zayn, biar bajunya dikeringin Bu Asri, kalian basah semua, jangan sampai masuk angin, mama siapin makan ya," ucap mama Davina.

"Yura ga pakai baju mama aja?" tanya Zayn.

"Pinjamkan kaos kamu Zayn, kalau pakai baju mama, yang ada nanti dia kaya ibu-ibu, kan sayang cantiknya, udah sana bawa ke kamar kamu," ucap mama Davina.

Zayn hanya menuruti perintah sang Mama, dan membawa Yura menuju bangunan di sebelah rumah induk, Zayn membuka pintu dan tidak menutupnya lagi karena sedang bersama Yura.

"Ini kamar loe?" tanya Yura. Kamar itu mirip paviliun dari rumah induk.

"Iya maaf ya, agak berantakan, eh ponsel elo, dicas di situ Ra," ucap Zayn. Dan dia segera menuju walk in closet dan mencari baju yang cocok untuk tubuh mungil Yura.

"Lo ganti di kamar mandi Ra," ucap Zayn seraya menyerahkan kaos dan celana buat Yura.

"Bentar gue kabarin bunda dulu," Yura mengirim pesan pada bundanya.

Lalu Yura memeriksa baju yang dibawakan Zayn tadi.

"Kaos oke, terus celana...ha..Zayn ini celana renang," Yura menjembreng celana renang selutut punya Zayn.

"Iya, emang celana renang Ra, habisnya kalau elo pakai celana gue yang ada melorot, tubuh elo mungil banget Ra," ucap Zayn. Jelas saja ukuran mereka jauh berbeda, Zayn dengan tinggi 183cm dan Yura hanya 160cm, tentu Yura terlihat mungil jika dekat Zayn.

Yura telah berganti baju dengan pakaian Zayn. Terlihat Yura seperti dimakan baju. Zayn tersenyum melihatnya.

"Bener Zayn, baju Lo gede banget," ucap Yura.

"Sini gue keringin rambut Lo," pinta Zayn yang tengah mengeringkan rambutnya dengan hair dryer.

Yura duduk di depan meja rias dan Zayn berdiri mengeringkan rambut Yura.

"Zayn, Lo masih berhutang penjelasan sama gue," ucap Yura.

"Iya, ntar setelah makan bakal gue jelasin," sahut Zayn yang masih sibuk dengan hair dryer dan sisir di tangannya.

"Zayn, skincare lo banyak banget, pantesan muka Lo bening, lha gue aja yang cewek, cuma pakai sunscreen, itu pun kalau inget," Yura melihat produk perawatan kulit tertata rapi di atas meja rias itu.

"Mama yang beliin Ra, kalau hari libur Lo ke sini, kita maskeran bareng," ucap Zayn.

Dan dari tepi pintu ada yang mengamati percakapan mereka.

Pernyataan Zayn

"Den Zayn, Mba Yura, dipanggil nyonya buat makan," ucap Bu Asri di depan pintu kamar Zayn yang terbuka lebar.

"Iya Bu, eh iya tolong keringin baju Yura ya, yang digantung itu, pakai hair dryer ini ga pa pa Bu," pinta Zayn. Dan Bu Asri mengangguk paham.

Yura membiarkan rambutnya yang setengah kering terurai, dan ia berjalan mengikuti Zayn ke ruang makan. Dan Yura sangat terkejut, rupanya papanya Zayn juga ada di sana.

"Pa, Ma," sapa Zayn.

"Duduklah, makan," ucap papa Reza.

"Pah kenalin ini Yura, teman sekolah aku," ucap Zayn sebelum duduk.

"Hai Om," sapa Yura.

"Hai Yura, duduklah, makan, Om sama Tante tadi sudah makan, kami ingin sedikit berbincang dengan kalian," ucap papa Reza.

Yura sangat mengenal papa Reza, siapa penduduk kota itu yang tak kenal Reza El Amin, pengusaha yang punya mall kota, hotel, pabrik kosmetik, supermarket, bahkan rumah bersalin tempat bunda bekerja. Dan terkejut nya Yura karena Reza El Amin adalah papanya Zayn Dannish El Amin. Kenapa ga kepikiran kalau nama belakang mereka sama.

'Awas aja kamu Zayn, kenapa aku kaya orang yang bego banget di depan kamu, karena ga tau siapa kamu,' gerutu Yura di dalam hati.

"Yura rumahnya mana?" tanya mama Davina.

"Jalan Anggrek Tante," sahut Yura.

"Oh, di sana, lumayan jauh ya dari sini, tapi tiap pulang sekolah Zayn juga bareng pulang sama kamu ya," tutur mama Davina.

"Tapi sebenarnya saya ga pernah minta Zayn pulang bareng naik angkot sama saya Tante, Om," cicit Yura.

"Eh, bukan itu maksud saya, kamu jangan marah sama Zayn ya, dia tulus berteman sama kamu, dan ga bermaksud menipu kamu atau apa, Zayn itu semenjak masuk SMA bilang pengen rahasiakan tentang keluarganya, orang tuanya, rumahnya, soalnya dulu itu, tiap punya teman taunya cuma mintain duit Zayn terus, kalau ga dikasih ga mau temenan, makanya pas SMA itu, dia pengen cari teman yang tulus sama dia, dan dia cerita kalau sekarang dia lebih gampang berteman dengan siapa aja, terutama kamu Yura, dari kelas X kalian sudah berteman baik kan," tutur mama Davina mencoba menjelaskan keadaan Zayn.

"Iya Tante," sahut Yura.

"Orang tua kamu kesibukannya apa Yura?" tanya papa Reza.

"Papa sudah lama meninggal, kalau Mama, ahli gizi di rumah bersalin Melinda, dan buka katering makanan sehat," jawab Yura.

"Lho, sudah lama kerja di Melinda?" tanya papa Reza.

"Sejak sebelum menikah sih Om," sahut Yura.

"Wah, berarti itu pas kita baru buka rumah bersalin," ucap papa Reza.

"Katering makanan sehat, Tante juga langganan, apa namanya katering bunda kamu? Tante pengen nyoba juga,"

"Katering Rose, nama bunda saya Rosalina, sekarang lagi ngembangin ke Snack sehat juga," sahut Yura.

"Oh iya bener, itu langganan tante, itu tadi Tante baru makan, masakannya enak, kapan-kapan Tante pengen main ke rumah kamu ya, pengen lihat masakannya,"

Zayn merasa lega karena Yura dan orang tuanya terlihat nyaman berbincang.

Setelah makan, Zayn dan Yura kembali ke kamar Zayn. Mereka ngobrol di sofa sambil makan kacang.

"Udah jelas kan semuanya," ucap Zayn.

"Iya sih, gue dulu sebenarnya tahu kalau lo anak orang kaya, tapi gue pikir ga sekaya ini, Lo bisa kan ke sekolah naik motor atau mobil, kenapa juga mau panas-panas berdesakan di angkot coba, pakai ga mau turun sebelum gue turun, ngapain coba?"

"Udah kebiasaan Ra, udah biasa sama elo, terus tiba-tiba kita ga bareng tuh aneh rasanya, ingat ga pas elo sakit, gue belain pulang sekolah naik angkot ke rumah Lo," Zayn mencari alasan.

Entah mengapa hati Yura tergetar mendengar penuturan Zayn.

"Mulai besok gue jemput elo dan anterin loe pulang sekolah ya, ga ada penolakan," ucap Zayn, 'Hah anter jemput, kenapa aku jadi seneng banget rasanya,' batin Yura.

"Eh ada telpon," ucap Zayn, Yura sekilas melihat di layar hp Zayn tertulis nama Vanya.

"Halo Van," sapa Zayn.

"...."

"Oh iya, tapi ga tau besok ya bisa bareng apa gak,"

"...."

"Oke, yuuk," Zayn mengakhiri panggilan telpon itu.

Yura diam gak ingin bertanya tentang apa yang mereka bicarakan.

"Jadi besok pagi gua jemput elo ya, mau naik motor apa mobil?" tanya Zayn.

"Terserah loe," sahut Yura dan wajahnya berubah masam tanpa dia sadari.

"Kenapa manyun sih Ra? Ada yang salah?" tanya Zayn. Yura menggeleng, lalu menunduk.

'Masa iya aku cemburu...' batin Yura.

'Aku sama Zayn cuma temenan, apa hak ku buat cemburu,'

"Udah sore, hujan udah reda, aku anterin kamu pulang ya," ucap Zayn.

"Iya Zayn, elo manggil apa tadi? Kamu?" tanya Yura.

"Ehm, iya aku pengen ganti jadi aku kamu manggilnya, udahlah kapan-kapan kita bicarakan lagi, sekarang kamu ganti baju, atau kamu mau pakai itu aja ga pa pa, aku antar pulang, bunda pasti udah nungguin,"

Kalau tidak ingat bunda di rumah, Yura pasti mengejar Zayn sampai Zayn mau bilang alasan dia mau panggil aku kamu, bukan gue Lo lagi.

Yura melipat baju seragamnya dan memasukkan ke dalam tasnya.

"Nih pakai jaket aku, di luar dingin," ucap Zayn, dan Yura hanya diam menurut saja.

Setelah berpamitan pada orang tua Zayn, mereka menuju garasi.

"Kita naik motor ya Ra, nih pakai," ucap Zayn seraya memakaikan helm cute warna dusty pink pada kepala Yura.

"Helm siapa Zayn? Masih baru juga,"

"Helm kamu, aku udah lama beliin, sebenarnya udah lama banget pengen bonceng kamu naik motor, tapi baru kali ini datang kesempatan nya," ujar Zayn.

Yura terdiam, apa sebenarnya maksud Zayn...

"Naik Ra," ucap Zayn setelah dia naik motor sport itu terlebih dahulu. Yura menurut saja.

"Pegangan ya, aku kenceng bawa motornya,"

Yura melingkarkan tangannya di pinggang Zayn dan Zayn melajukan motor itu. Sepanjang perjalanan, Yura memeluk erat Zayn, entah kenapa dia merasa nyaman dekat dengan Zayn.

Sesampainya di depan rumah Yura, Zayn membuka helmnya.

"Ra, tunggu," ucapnya menghentikan langkah Yura yang akan masuk rumah.

"Kamu dengerin aku dan jangan potong kata-kata aku," ucap Zayn. Yura mengangguk menyanggupi permintaan Zayn untuk mendengarkan.

"Lihat aku, aku suka sama kamu, entah sejak kapan, aku gak tahu, yang jelas aku sayang banget sama kamu dan ga pengen kamu jalan sama cowok lain, kamu gak perlu jawab sekarang, kamu pikirkan aja dulu, pastikan perasaan kamu, hubungi aku jika kamu mau kita jadian, dan kalau pun kamu menolak, aku harap kita bisa tetap berteman seperti sekarang dan kemarin-kemarin," tutur Zayn.

Yura berkaca-kaca matanya, dan mengangguk paham.

"Akan aku pikirkan, kamu hati-hati pulangnya," ucap Yura lalu masuk ke dalam rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!