"Kamu yakin mau nikahin dia? "
Alona menunduk berusaha untuk tau diri saat kalimat sadis itu keluar dari bibir Anita, Perempuan yang melahirkan seorang laki-laki brengsek yang memperkosanya di Kelab malam tempatnya bekerja sebagai bartender.
"Lebih baik menikah dengan dia. daripada menikah dengan perempuan pilihan mama yang hanya memikirkan kecantikan dan perhiasannya,"
Anita menggeram seraya melirik sinis pada Alona.
Alona Sastia, Gadis berusia dua puluh tahun yang baru dua bulan belakangan bekerja di sebuah tempat hiburan malam untuk membiayai adiknya yang menderita Kanker darah. Alona menjadi salah satu karyawan yang di PHK dari perusahan produk obat tradisional yang sudah cukup lama membantu keuangannya.
"Kerja apa?"
Anita mengangkat dagunya angkuh menuntut jawaban Alona. yang langsung disanggah oleh Levin, Anaknya.
"Yang jelas dia bukan anak pemilik saham seperti anak-anak teman mama. jadi kerjanya pun tidak sebagus mereka,"
Alona merasa hatinya berdenyut. Ia tidak perlu dinikahi bila akhirnya akan seperti ini. Ia tidak butuh pertanggung jawaban Levin. Karena ia belum tentu hamil. kalaupun dia hamil, Alona akan berusaha untuk merawatnya seorang diri. walaupun ia tau bahwa itu semua pasti akan terasa berat mengingat kondisi ekonominya yang sangat jauh dari kata memadai.
"Alasan kamu menikahi dia apa?Mama lihat, tidak ada yang menarik dari dia,"
Levin terdiam. Sikap brengsek dan keegoisannya langsung timbul di hatinya. tidak mungkin ia berkata jujur bahwa telah memperkosa perempuan disebelanya ini. Levin pastikan kalau papanya akan menendangnya dari perusahaan keluarga yang telah melambungkan nama Levin.
"Aku tidak punya alasan apapun,"
******
"Aku lapar,"
Alona diam tidak tau harus menjawab apa. jika maksud perkataan Levin adalah agar ia membelikan Levin makanan tentu saja tidak mungkin. uang makan untuk ia dan keluarganya saja masih belum cukup untuk hari ini. uang gaji yang di terima dua mi nggu lalu sudah hampir habis, Alona harus segera mencari sumber penghasilan lain secepatnya. Agar semua kebutuhan keluarganya terpenuhi.
"Turun!"
Alona terkejut saat mendengar suara tegas disebelahnya. Ia mengedarkan pandangan disekitarnya. Kini mobil mewah Levin sudah terparkir rapih di depan sebuah restaurant Yang cukup ramai itu.
Alona turun saat Levin menatapnya tajam.
Levin memilih meja yang dekat dengan jendela. Ia langsung duduk lalu mulai membuka buku menu. sementara Alona masih bingung.
"Perlu aku lempar pakai kursi dulu baru kamu mau duduk?" Ujar Levin dengan wajah masih fokus pada menu yang dipegangnya.
Alona duduk di hadapan Levin. Lalu menatap suasana disekitarnya.
"Pasta Carbonara dan Orange Juice Dua,"
Alona mengalihkan matanya pada Levin yang kini telah berkutat dengan ponsel canggihnya.
"Porsi kamu sebanyak itu?" Gumam Alona pelan. yang cukup di dengar jelas oleh Levin.
Levin melihat Alona yang mengetuk jarinya pelan diatas meja dan memperhatikan Aquarium besar yang berada di sekitar mereka.
Levin dan Alona sama-sama terdiam dalam waktu yang cukup membuat Alona kebosanan. Ia mulai menggerakan kakinya pelan. hingga membuat Levin yang peka menjadi geram.
Perempuan Aneh, batin Levin.
Belum sempat mulut pedasnya berkata kepada Alona, makanan yang ditunggu sudah datang. Tanpa mengucapkan apapun Levin langsung membiarkan pelayan itu pergi lalu mendorong satu piring Carbonara dan satu gelas orange juice yang ada didepannya untuk mendekati Alona.
"Makan!" Perintahnya dengan suara pelan namun tak terbantahkan. Alona melihat raut wajah Levin. menilai apakah lelaki ini benar-benar memberinya makanan yang dinilainya sangat enak ini.
"Tapi aku enggak bisa ganti uang kamu, Lho," Ucap Alona untuk mempertegas bahwa ia tidak mempunyai uang untuk membayar makanan ini.
Alona menunduk lalu memperhatikan wajah Levin yang sedang menikmati makanannya dalam diam.
Levin meletakkan Garpu diatas piringnya lalu menatap mata Alona dengan tajam. Ia risih saat Alona memperhatikannya yang sedang makan dan ia juga gemas saat Gadis dihadapannya tak juga menyantap miliknya padahal Levin sudah memberinya secara gratis tetapi mulutnya terlalu cerewet.
"Aku bilang Makan!"
******
Silakan dinikmati guyssss karya baru aku yg msh amatiran ini. smg syuka💙 dan jgn lupa Comment, Favorit, dan follow aku yawww. makasii semuaaa
"Bisa cepat sedikit? Kamu terlalu lamban!"
Alona terkuejut saat dibentak sekeras itu oleh Levin. Ia langsung berusaha mengikuti langkah Levin yang berjalan dengan sangat cepat di depannya.
"Aku harus bertemu investor setelah ini,"
Alona tidak berani menoleh pada Levin yang menggeram pelan.
"Mana Gaun yang harus dia coba?"
Levin masuk ke salah satu butik milik teman mamanya. suaranya yang tegas membuat para karyawan yang ada disana langsung menoleh padanya.
Sampai akhirnya sang pemilik butik pun keluar dari ruang kerjanya dan menghampiri Levin dengan kening berkerut.
"Kenapa marah-marah begitu?"
Levin memutar bola matanya saat melihat senyum menggoda ibu beranak dua ini. Lalu dia melihat jam ada yang ada di tangannya.
"Aku tidak punya banyak waktu. Cepatlah!"
Tita tertawa saat mendapati wajah kesal Levin lalu matanya menatap Alona yang sedari tadi hanya diam.
"Siapa?"
Ia kembali menatap Levin meminta jawaban.
"Siapa? Tentu saja calon istriku,"
"Oh benarkah ini calon pengantinmu? Terlihat berbeda dari wanitamu yang lainnya,"
"Aku tidak butuh pendapatmu. Sekarang cepat lakukan saja apa yang aku perintahkan!"
*****
Sekretaris Levin berhasil membuat Reschedule Untuk peretmuan Levin dengan partner bisnis yang harusnya bertemu dengan Devan sesuai jadwal sebelumnya. Tapi Levin yakin kalau ini semua tidak akan berakhir cepat. oleh karena itu ia meminta Sekretarisnya untuk mengurangi sedikit jadwalnya hari ini.
"Kamu terlalu kurus, Alona." Alona menunduk untuk memperhatikan tubuhnya yang sudah dibalut gaun cantik nan mewah yang tak pernah menjadi impiannya.
"Aku sudah membuat Ini sangat kecil. Tapi masih belum pas juga ditubuhmu,"
Dina mengalihkan matanya pada Levin yang sedang sibuk berkutat dengan Tablet ditangannya.
"Levin, bagaimana menurutmu? Aku harus mengecilkannya lagi bukan?"
Alona pun ikut menatap.
Levin mengangkat wajahnya lalu memperhatikan Alona dari atas hingga bawah dengan pandangan menilai. Hal itu membuat Alona takut. Takut jika ia kembali membuat Levin malu karena tubuhnya yang terlalu kurus hingga membuat perancang gaun sekaligus pemilik butik ini kerepotan.
"Menurutmu?" Levin bertanya pada Alona dengan dagu terangkat. Alona yang tak menyangka dimintai pendapat pun tergagap. hal yang lucu dimata Dina.
"Aku tidak mengerti," Ucapan polos itu membuat Dina tertawa. Levin berdecak lalu dia mengangkat bahunya.
"Apalagi aku. Kamu pikir aku mengerti masalah seperti ini? Kamu yang memiliki tubuh kenapa harus tidak tahu?" Dengan geramannya Levin menjawab. Alona menunduk. Dia salah lagi di mata Levin.
"Tidak perlu ribut seperti itu. Aku hanya membuat perhatianmu teralih pada calon istrimu, Levin. Tentu aku tahu apa yang harus aku lakukan tanpa meminta pendapatmu," Dina mendengus dan berjalan ke belakang tubuh Alona untuk membantu Alona melepaskan gaun itu dari tubuhnya.
Levin tidak lagi mendengar Ucapan Dina. Ia kembali fokus pada pekerjaannya yang berada didepan mata.
Tangannya lagi sibuk berselancar tiba-tiba Dina menghampirinya dan mendorong pelan wajahnya. Hal yang membuat Levin geram.
Ia mendongak dan menatap Dina dengan sinis.
"Tidak sopan,"
"Hey! Kamu yang tidak sopan padaku. Aku ini lebih tua darimu. Akan aku laporkan kelakuanmu yang semakin menjadi ini pada Anita, Ya. Aku hanya memintamu pergi ke ruang ganti sekarang untuk mencoba Jas milikmu,"
Levin tersenyum miring.
"Aku bukan anak kecil yang akan berlari terbirit-birit saat ada ancaman seperti itu,"
Alona ingin tertawa saat melihat interaksi keduanya. Sedari tadi Levin dan Dina sibuk bertengkar karena hal-hal kecil. Mulai dari model Gaun yang menurut Devan terlalu terbuka hingga Sepatu pilihan Devan yang menurut Dina terlalu pendek untuk digunakan Alona saat pesta pernikahan nanti. Dina yang seolah sengaja membuat Lelaki itu marah begitupun Levin yang tidak ingin mengalah.
"Ah sudahlah aku lelah bertengkar denganmu,"
" Ya, Ingat usiamu,"
*******
Jgn lupa apa guysss??? yup! jgn lupa coment, Follow, dan dukungan Lainnya untk aku yaaww. thankyou All
Levin berjalan di koridor Rumah sakit dengan wajah datarnya dan langkah kaki yang terbilang sangat cepat hingga membuat Boy, Sekretaris Levin cukup susah mengikutinya dari belakang.
Levin membuka Ruang perawatan Alona. Levin yang baru usai menghadiri Rapat dewan direksi mendapat kabar dari Wiliam kalau Alona jatuh dari motornya karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab.
Wiliam adalah salah satu orang kepercayaan Levin. Oleh karena itu ia di utus untuk menjaga calon istri Levin. dan kabar yang baru saja Levin terima benar-benar membuatnya terkejut dan juga geram.
"Bagaimana bisa ini semua terjadi?"
Alona yang tadi menatap jendela pun langsung mengalihkan tatapannya pada Levin yang masih mengenakan pakaian kerjanya. Alona tidak sadar kalau ada yang masuk ke dalam ruangannya.
"Mana aku tahu,"
Rahang Levin mengeras. Perempuan ini brnar-benar menguji kesabaran Levin. ditanya baik-baik tetapi jawabannya terkesan cuek seperti itu. Padahal Levin sedang dilanda rasa yang Dia sendiri pun tidak mengerti.
Boy yang berada di belakang Levin angkat bicara saat melihat calon nonanya terbaring di bangsal rumah sakit dengan salah satu kakinya yang di perban.
"Harus lebih berhati-hati, Nona untuk lain kali."
Boy kini memperhatikan Levin yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
"Kenapa di perban, Nona?Apakah separah itu cederanya?"
Boy cukup paham apa yang ingin disampaikan Levin, Atasannya yang arogan dan mempunyai gengsi setinggi langit. Levin terlihat ingin bertanya mengenai keadaan Alona tapi terlihat sekali kalau dia sedang berusaha untuk menahan bibirnya agar tidak berbicara yang nantinya akan membuat Alona terlalu percaya diri.
"Tidak, Ini hanya lecet biasa," Jawab Alona dengan senyum manisnya saat Boy kini sudah berdiri disamping Levin.
Entahlah, Levin tidak suka saat melihat Alona tersenyum seperti itu pada Boy. Walaupun Boy adalah pria berisitri tetap saja Levin merasa risih saat melihat Alona yang begitu hangat jika pada Boy. sedangkan saat bersamanya, Alona terkesan terus menjauhinya dan bersikap cuek. Hal itu juga yang membuat Levin terus membuat benteng pertahanan. Ego lelakinya tidak terima saat diperlakukan secuek itu oleh Alona.
"Dimana orang tuamu? Mengapa tidak ada yang menjagamu?" Ujar Levin setelah berhasil menetralkan gemuruh di dadanya. Matanya menelusuri ruangan ini untuk mencari kedua orang tua Alona.
"Ibu menjaga Desta di Rumah sakit. Desta drop lagi. Dan Ayah bekerja seperti biasa."
Levin tidak mengatakan apapun lagi. Dia memang mengetahui apa yang dialami oleh Adik Alona, Desta. Levin mengerti keadaan. Desta juga penting bagi orang tuanya. Jadi Levin tidak begitu mempermasalahkannya. Ia cukup merasa tenang saat mendapati Alona yang tidak mengalami luka berat.
Levin mengalihkan matanya pada Boy dan menunjuk dagunya ke arah pintu.
Levin dan Boy keluar dari ruang perawatan Alona. Levin menutup pintunya dengan pelan.
"Cari orang yang telah menabrak Alona sampai dapat dan beri dia pelajaran," Perintah Levin dengan tegas.
Dengan patuh Boy mengangguk.
"Baik, Tuan,"
Setelah Boy pergi, Levin kembali memasuki Ruangan Alona. ternyata perempuan itu masih setia dalam lamunannya.
Levin duduk di sofa yang tak jauh dari bangsal Alona. Ia hanya diam memperhatikan Alona dari atas hingga bawah. berusaha memastikan keadaan Alona sekali lagi.
" Kamu Nggak balik ke kantor?" Tanya Alona sembari mengalihkan mata indahnya pada Levin di sofa.
Levin menggeleng. Lalu melepaskan Jas nya dan meletakkannya di atas meja yang ada di depannya. Saat jas nya sudah terlepas Levin merasa tubuhnya tidak lagi kaku dan penat. Entahlah, jas itu seperti menjadi beban pekerjaannya. Setelah itu Levin melipat lengan kemejanya.
"Kenapa? Kamu tidak senang aku berada di sini?" Jawab Levin akhirnya tanpa menatap Alona.
*********
Like, Comment, follow, Dan Masukin di rak Favorit nya kaliaan yawww.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!