NovelToon NovelToon

A B I D

— Abid Hafizh Althaf

"Anjirr! Gue telat lagi," keluh seorang pria bernama Abid. Sadar kalau sudah kesiangan, ia langsung bergegas mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.

"Abidddd!! Bang abiddd, woi kebo bangun!!" teriak salah satu adek kembar Abid, Davina.

"Bang abiddd, buruannn!! Devina udah telatttt!!" teriak adik Davina, Devina.

"Kemana abang kalian?" tanya Abiyyu, abang angkat Abid, Davina, dan Devina.

"Gak tau tuh, bang. Lama amatt diaa," jawab Davina dan Devina bersamaan.

"Gak usah gosip depan kamar guee! Sarapan duluan sana!!" balas Abid ketus dari dalam kamarnya.

"Ishh Devi udah telat, bangg. Buruannn!"

"Kan ada Abiyyu, sama mas Abiyyu ajaa!! Abang juga udah telat," balas Abid lagi dengan suara datarnya. Dia masih memakai celana berwarna abu-abu miliknya.

"Dasar kebo!" Devi dan yang lain pun kembali turun, mereka menunggu Abid di meja makan.

Dua belas menit berlalu, Abid pun keluar dengan tampilan yang sangat memprihatinkan. Bajunya keluar, dasi dipasang asal-asalan, dan rambut yang tidak karuan.

Tapi, gayanya yang seperti itulah dia bisa dikagumi di sekolahnya. Entah kenapa bisa begitu.

"Lama sekali kamu, Bid. Selaluuu saja terlambat," dumel ayahnya, Abay Althaf. "Bang Abid begadang terus tu yahh, dia main game online sampe pagi."

"Gak usah sebarin hoaks, Avi," kata Abid datar sembari menatap sinis Avi. "Huh, abang es batu!" ledek Davina. Abay dan Desty hanya bisa menggelengkan kepala melihat mereka berdua.

"Abid pergi dulu, yah, bun." Abid mengambil sandwich lalu bersaliman. "Loh? Ini Devina sama siapaa, bang???!" tanya Devina kesal.

"Ckk. Dari awal juga kan udah abang bilang, berangkat sama mas Abiy ajaa. Abang udah telatt banget ini jadi gak bisa nganter. Dah ya, byee!" Abid pun pergi dari rumahnya tanpa perduli omelan sang adik.

...----------------...

Abid POV.

Hai, self introduction dulu kan?

Kenalin! Gue, Abid Hafizh Althaf. Siswa kelas XII SMA. Gue salah satu siswa populer di SMA. Bukan karena gue berandal, atau karena gue pinter. Eh gue emang pinter sii. Akan tetapi, salah satu hal yang paling menonjol dari gue adalah kegantengan gue, dan keramahan gue.

Boong banget ramah, senyum aja susah.

Kalau masalah ganteng itu gue serius. Gue cowok terganteng di SMA, dan geng gue termasuk geng yang isinya penuh ketampanan. Makanya banyak yang syirik.

Gue tipe anak yang bodo amatan dengan segala hal. Gue males ngurusin urusan yang bukan urusan gue. Beda sama temen temen gue, yang apapun bakal diurusin. Gue kadang phobia sama cewek, kecuali nyokap sama kedua adek gue. Kenapa? Because... mereka agak nyusahin.

Gue punya banyak rahasia yang selalu gue pendem, gak banyak orang yang tau tentang itu. Ya namanya juga dipendem kan? Otomatis gak banyak yang tau kecuali gue sama Tuhan.

Btw, gue juga bukan orang yang baik, seperti yang kalian perkirakan. I have many enemies.

Gue empat bersaudara.

Punya adek kembar dan satu abang.

Abang angkat.

Abang angkat gue Abiyyu Farel Althaf. Dia diadopsi bokap sama nyokap gue karena ketemu di depan rumah. Waktu itu gue belum ada tapi mas Abiyyu sekitar 8 bulanan mungkin(?)

Gue juga gak tau. Bokap nyokap gue ambil mas Abiyyu dengan alasan teman main gue ntar kalau gue lahir. It's okay, bokap sama nyokap gak pernah pilih kasih dalam segala hal.

Gue juga punya dua adek laknat. Davina Adara Althaf, dan Devina Edira Althaf. Mereka itu masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka berdua punya sikap yang berbeda. Davina, dia tomboynya luar biasa, sedangkan Devina dia feminim. Gue deket kok sama mereka berdua. Deket banget malah, sampe mereka selalu manja ke gue.

Oh iya, gue juga anak yang kurang kerjaan. Kenapa? Karena gue kerja ojek online, padahal bokap pengusaha yang sukses. Temen-temen gue yang lain juga kerja begituan. Siswa-siswi SMA juga tau kami kang ojol. Bahkan kebanyakan siswi sering pesen ojol meskipun cuma ke warung depan.

Mereka kek gitu biar ketemu sama cogan-cogan kayak gue sama temen-temen gue. Biasalah, fans :^

Prcikk..

*Suara percikan air.

Ah ****! Gue salah pilih jalan, malah masuk lubang dan nyipratin orang. Harus gue tolongin? Cewek pula yang kena.

Eh seragamnya sama kayak gue. Adek kelas kali ya? Gue bantu atau nggak? Bodo amat ah. Gue juga udah disumpahin tuh pasti. Tapi kasian juga sih. Oke, Abid rasa tanggung jawab lo lebih besar sekarang dari pada rasa bodo amat lo.

Gue muter balikkan motor dan menghampiri gadis itu tanpa melepas helm. "Lo gak apa-apa?"

"Gak apa-apa kok, cuma roknya agak kotor aja," jawabnya lemah lembut. Asli, ni cewe lembut banget suaranya. "Lo sekolah di SMA Axen?" Gue lihat dia cuma ngangguk, masih sambil nunduk bersihin roknya.

Kalau gue tolongin, gue bakal telat. Kalau gue biarin, kasihan dia dong.

Eh, tunggu-tunggu. Sejak kapan seorang Abid punya rasa kasihan? Abid yang biasanya bodo amatan woi!! Gak mungkin gue demen sama nih cewek yang baru gue kenal dua belas menit yang lalu.

Dahlah, Bid. Tiap hari juga lu telat kan, jadi mending tolongin ni anak dah. Itung-itung nambah pahala. "Naik sekarang."

"Hah? A-apa?"

Bolot yak?

"Naik," suruh gue lagi masih dengan suara santai. Dia masih terpaku. Hello! Gue baik lo ini. "Lo ragu? Coba liat seragam gue, gue sekolah di SMA Axen juga. Jadi mending lo naik, gue anterin sampe sekolah."

"Enggak usah deh, kak. Aku jalan aja," jawabnya gugup.

Wajar sih dia gugup, penampilan gue gak jelas banget macem preman. Keknya kucing pun takut lihat gue.

"Gak usah takut, gue bukan orang jahat. Lo cuma punya dua pilihan sekarang, naik atau telat."

"A-aku.. a-aku ikut kakak."

Bid, lo beneran serem ya? Kok ini anak gugup mulu sii?

Gue lepas helm lalu pergi ke kaca, ngerapiin rambut, ngerapiin pakaian, juga pake dasi. Ahh ****! Gue lupa cara pake dasi.

Gue cobain terus, eh gak bisa mulu.

Gimana si anjirrr makenyaa?

"S-sini Balqis bantuin, kak."

"Gak usah, ayok berangkat." Dasi yang tadinya mau gue pake, gue masukin ke saku celana.

"Nanti kakak dimarahin pak Bejo, kalau nggak lengkap. Sini Balqis pakein," katanya. Ribet ya memang punya cewek, untung gue single. Single Forever.

"Udah deh. Naik aja sekarang," dia pun naik ke motor gue perlahan. Sebelumnya udah gue kasih helm biar kepalanya aman.

"Dengerin gue, gue naik kereta laju karena sekolah masih jauh. Jadi, lo pegangan. Gue gak mau terjadi hal yang tidak gue inginkan, paham!"

"P-paham, kak."

Gue mulai menghidupkan mesin motor gue, dan mulai perjalan dengan kecepatan sedikit laju. Bismillah gak terbang.

...----------------...

Author POV.

Mereka tiba disekolah dengan keterlambatan tujuh menit tiga puluh lima detik. Upacara sudah dimulai sejak tadi. Cewek bernama Balqis itu sudah ketakutan akan hukumannya, sedangkan Abid santai tanpa memikirkan beban apapun.

Langganan BK mah santai.

"Kak, kita telat nih, gimana dong??"

Abid tidak menjawab.

"Kak?"

Abid hanya menatapnya sekilas lalu pergi menuju lapangan dibarisan siswa terlambat. Ada sekitar empat orang saat itu, dan itu teman se-geng Abid.

"Betingkah banget si Abid. Telat mulu kerjaanya," ujar teman Abid, Eldi.

"Lo kan juga telat egee!" Bukan Abid yang menjawab, tapi Rangga, teman Abid yang lain. "Oh iye, hehehe."

"Eh ehh, itu cewek ngendap-ngendap mau masuk ke barisan coy," kata Jefri mengalihkan topik. "Gue tebak, bentar lagi dia bakal ketauan sama bu Rosa."

"Mari kita itung mundur..."

"Tiga.."

"Dua.."

"Satu!"

"Lhohh? Kok enggak ketauan sihh?" tanya Rangga kesal. "Penonton kecewaa. Tapi anggep aja dia lagi beruntung," kata Jefri, mereka ketawa bersama tanpa suara.

"Berisik!" protes Abid.

"Hiiihhh.. galak!"

Semua langsung terdiam melihat Abid diam membisu. Itu terjadi sampai upacara selesai. Mereka benar-benar tenang, tanpa suara.

"Lo pada mau dihukum? Gue sih enggak. Nah, karena gue gak mau dihukum, gue cabut dulu. Bye!!" Eldi kabur duluan dan nyelip dibarisan anak kelas lain.

Teman-teman nanti juga menyusul.

Terkecuali Abid yang jalan santai.

"Heboh lari-lari, dihukum juga kagakk," gumam Abid.

"Lihat lah Abid. Dirinya berjalan santai dengan aura ketampanan yang cetar membahana," goda Tio saat melihat Abid berjalan. Ia dan yang lain sudah duduk di kursi kantin.

"ALAY BANGET ANJIR!"

Tio cengengesan mendengarnya.

"Jujur gus heran sama lo, Bid. Kapan ketampanan lo ilang gitu?" tanya Jefri.

"Gak bakal ilang, Jep, sampe kapan pun gak bakal ilang. Yakin gue mahh," sahut Tio.

"Nah bener tu. Abid mah gantengnya gak bakal berkurang ye gak. Ya iyalah, hahaha!" kata Abid membanggakan diri.

"Sumpah, jadi pengen pengen nabok Abid," ujar Eldi. Abid pun tertawa.

"Gue bingung sih, kenapa bisa temenan sama si narsis satu ini."

"Takdir lo ketemu gue."

"HOEK! Najiss!!" Abid tertawa lagi. "Tadi dia ngatain gue alay, eh sekarang gantian dia yang alayy." Percakapan mereka auto terhenti karena seorang wanita datang menghampiri.

"A- Assalamualaikum, kak. M-mau tanya, yang namanya Abid Hafizh Althaf dimana ya?"

"Bid," panggil Rangga sambil menyenggol Abid yang sedang tunduk bermain ponsel. "Gue Abid, kenapa?" tanya Abid santai.

"Ini ganti uang beli rok tadi, kak," katanya sambil memberikan uang. "Gak usah, buat lo aja duitnya." Abid langsung beranjak pergi.

"Nolak mah bolehh, tapi gak usah langsung pergi juga kalik ahh! Gak sopan looo!" teriak Jefri kesal. "Udah-udah! Jangan buat ribut. Maafin Abid, dia emang gitu anaknya," ujar Tio menengahi.

Wanita itu mengangguk.

"Iya kak, gapapa kok.."

"Nama lo siapa? Kelas berapa? Kok gak pernah nampak?" tanya Eldi beruntutan. "A-aku murid baru, kak. Namaku Balqis Chaira Al-Husna. Kelas XI IPA 2."

"Oooo, murid baru. Terus lo kenal Abid darimana?" tanya Rangga.

"Tadi kak Abid gak sengaja cipratin air kotor ke rok aku, kak. Dia tolongin aku, beliin aku rok juga. Terus ini aku mau ganti uangnya," jawab Balqis.

"Manusia ajaib punya hati juga, ya?"

*Pletak!

"Sakit tayoo!" dumel Eldi.

"Lah lo gilaa. Lo kira Abid robot yang kagak punya hati?!!" Eldi cengengesan.

"Ck, berisik banget lo berdua. Abaikan mereka ya, Balqis. Sikap Abid emang gitu, jangan dimasukkan hati," kata Rangga yang gantian menengahi.

"Iya, kak."

"Gue sama yang lain pergi dulu," Rangga menepuk pundak Balqis kemudian pergi dan disusul yang lain.

Balqis menghela nafas panjang setelah melihat mereka pergi. "Hufftt.. pasti susah ya deketin kak Abid."

^^^— Revisi,^^^

^^^Desember 2021.^^^

— Balqis Chaira Al-Husna

Balqis POV.

Huftt...

Haloo guys! Aku Balqis Chaira Al-Husna. Anak dari bapak Erwin Al-Fajri dan ibu Elsa Azalia.

Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Aku punya kakak, tapi dia udah nikah dan tinggal di London bersama dengan suaminya.

Kakakku itu namanya Anita Salia. Kalau adekku namanya Ulfa Misella. For you information, Ulfa baru aja selesai operasi karena tabrakan. Dia anak indigo dan suka menyendiri.

Papa ku cowok sendiri di rumah karena semua anaknya perempuan.

One fact about me.. aku gak suka kekerasan. Keluarga ku selalu baik dan tidak pernah menggunakan kekerasan. Sebisa mungkin aku menjauh dari kekerasan, karena ketika aku melihatnya, aku akan gemetaran, panik, cemas, gelisah, dan penuh ketakutan.

Aku trauma, trauma saat melihat papa yang hampir dibunuh sama penjahat. Aku tidak ingin menceritakannya pada kalian. Karena itu tidak baik untuk diceritakan.

"Acis pergi dulu yaa," pamitku pada keluarga. Hari ini hari pertamaku di sekolah baru. Kami pindah rumah karena penghuni rumah lama selalu ganggu Ulfa sampai-sampai Ulfa kecelakaan.

"Hati hati, kak Aciss!"

"Okayy. Kamu yang semangat ya belajarnya," balasku pada Ulfa. Ulfa menganggukkan kepalanya. Oiya, Ulfa itu sudah kelas 4 sekolah dasar.

Setelah mengelus lembut kepala Ulfa, aku salim sama papa dan mama lalu pergi menuju sekolah. Awalnya papa suruh pakai mobil sendiri, tapi aku pengennya pakai angkutan umum.

Di jalan, aku lari-lari biar gak ketinggalan. Tapi kesialan menimpaku pagi ini. Ada pengendara motor yang mencipratkan air comberan ke aku. "Yah... rok ku kotorrr. Gimana ini?" keluhku sambil membersihkan rok.

"Lo gak apa-apa?" tanya seseorang.

Aku mendongak. Dia pria berbadan atletis. Aku kagum liatnya, dia tampan meskipun masih menggunakan helm.

"Gak apa-apa kok, cuma roknya kotor aja," jawab ku kembali membersihkan rok.

"Lo sekolah di SMA Axen?" Aku hanya mengangguk masih sambil membersihkan rok. "Naik sekarang."

Wah, dia ini bagaimana sih? Niatnya memang ingin membantu tapi kenapa terlihat gak ikhlas begitu.

"Hah? A-apa?" tanyaku pura-pura bingung.

"Naik," suruhnya lagi masih santai. Entah mengapa aku takut diculik olehnya.

"Lo ragu? Coba liat seragam gue, gue sekolah di SMA Axen juga. Jadi mending lo naik, gue anterin sampe sekolah."

"Enggak usah deh, kak. Aku jalan aja," bukan bermaksud su'udzon. Tapi aku beneran takut diculik saat ini.

"Gak usah takut, gue bukan orang jahat. Lo cuma punya dua pilihan sekarang, naik atau telat."

Lebih baik aku ikut dia saja kan, daripada terlambat? Masa iya hari pertamaku sudah buruk karena terlambat.

Tapi aku ragu...

"A-aku.. a-aku ikut kakak." Aku memutuskan untuk ikut karena aku yakin angkutan umumnya pasti sudah pergi.

Aku lihat dia lagi merapikan rambut, dia juga sudah membuka helm. Sekarang lagi pakai dasi, ku lihat dia salah-salah muluu. Tanganku jadi gatel mau pasangin ke dia.

"S-sini Balqis bantuin, kak."

"Gak usah, ayok berangkat."

"Nanti kakak dimarahin pak Bejo, kalau nggak lengkap. Sini Balqis pakein," darimana aku tau pak Bejo? Dari Vane, teman lamaku yang juga sekolah disitu.

"Udah deh. Naik aja sekarang," Aku naik ke kereta dia, setelah pakai helm. Aku pasang helmnya sendiri, tidak seperti di novel-novel lain yang dipasangkan oleh pacarnya, atau teman barunya. Ah Balqis, jangan berharap.

Pria ini baru saja datang ke kehidupan mu. Bisa saja dia hanya numpang lewat? Jadi jangan berharap lebih atau berfikir yang tidak-tidak.

"Dengerin gue, gue naik kereta laju karena sekolah masih jauh. Jadi, lo pegangan. Gue gak mau terjadi hal yang tidak gue inginkan, paham!"

"P-paham, kak." Dia mulai menghidupkan motornya lalu berangkat dengan kecepatan cukup tinggi.

Demi apapun aku takut.

Setelah lama di perjalanan, motornya berhenti disuatu toko. Dia mau apa di toko baju??

"Ayok turun dulu," Aku ikutin aja dia. Secara diam-diam, aku baca nama yang ada di atas saku bajunya. 'Abid Hafizh' itulah nama yang tertera disana.

"Pilih yang sesuai sama ukuran rok lo. Gue tunggu lima belas menit diluar. Telat gue tinggal," kata kak Abid langsung pergi. Ya Allah, gak sabar bener sih jadi jantan. Untung ganteng!

Aku pilih dengan cepat dan langsung memakainya, dalam waktu tiga belas menit aku kembali keluar, kak Abid langsung menyodorkan helm, aku memakainya. Dia pun melajukan motornya lagi.

Bismillah, tetap hidup bahagia aman damai sejahtera....

...----------------...

Aaaahhh!! Percuma kak Abid ngebut, karena kami tetap telat. Tapi untungnya pak satpam masih izinin masuk.

"Kak, kita telat nih, gimana dong?"

Tidak ada respon?

"Kak?" tanyaku sekali lagi pada kak Abid. Kak Abid tetap diam tidak bicara sepatah katapun.

Bisa gila aku kalau gini, aku panik sedangkan dia santai. Dia cuma lihat aku sekilas lalu pergi. Maksudnya apaaa???

Aku lihat dia gabung ke barisan siswa terlambat. Aku tau itu karena mereka berbeda barisan.

Aku gak mau dihukum, aku pergi mengendap-ngendap menuju barisan. Aku tau aku dikelas berapa, dan aku tau dibaris yang mana. Wali kelas ku sudah bilang tadi malam.

Oke Perfect! Aku gak ketahuan, hari ini keberuntungan ku!!!

"Terimakasih, Ya Allah."

Setengah jam berlalu, upacara pun sudah berakhir. Aku berjalan ke kelas sendirian.

"Hello ukhti."

Oh ternyata gak jadi sendiri.

Aku bersama Vane, teman lamaku.

"Morning," sapaku santai.

"Too. Btw, lo ngendap-ngendap masuk barisan kan tadiii? Ngaku lo? Ish ish ishh, tak patut. Siap-siap aja lo dapat hukuman," Vane menakutiku.

Jujur aku juga takut sih. Bagaimana jika aku terkena hukuman beneran? Ya kali hari pertama ku sekolah disini menjadi hari terburuk sepanjang masa?

"Jangan gitu dong, Van. Kamu bukannya nenangin aku malah nakutinn," Vane malah tertawa. "Santai aja. Gak bakal dihukum kok," kata Vane.

"Lo kenapa telat?"

"Tadi aku kecipratan air, terus dia tanggung jawab beliin aku rok. Nama kakaknya tu kak Abid," jawab ku.

"A-apa? Kak Abid? Abid Hafizh Althaf?" tanya Vane kaget.

"Iya itu. Kenapa, Van?"

"Kak Abid si handsome boy itukaann? Astagaaa! Lucky banget looo!"

"B ajaa. Lebay amatt kamu!" Vane cengengesan. "Jadi, lo naik di motornya yang super duper keren itu?" Aku mengangguk.

"Lo beruntung banget, Balqisss!!! Aaaaaa gue juga mauuuu diboncengi kak Abid," kata Vane heboh.

"Memang kak Abid itu kenapa sih?" tanyaku penasaran.

"Kak Abid tu, pinter, ganteng, keren, tegas, jago berantem, udah gitu ramah lagi. Ahhh idaman gue pokoknya. Tapi sayang, kak Abid orangnya bodo amatan gitu. Eh, temen-temennya juga ganteng tau. Tapi yang paling top emang kak Abid," jelas Vane.

"Dia gak punya pacar?" tanyaku.

"Ada apa nihhh? Kenapa tanyain pacar? Mau di embat ya?Eaaakk!!"

"Apaan coba? Aku cuma tanya, Vanee."

"Hahaha iya-iya. Setau gue sih dia gak pernah pacaran, tapi fansnya banyak," jawab Vane sambil memotong kukunya. Kami sudah berada dikelas sejak lima menit yang lalu.

"Oh iya, ntar lo kenalan sama temen-temen kita yang lain. Jangan sama gue aja biar lo punya banyak temen," aku mengangguk lagi.

"Kantin yuk!"

"Sekarang?"

Vane berdehem.

"Yaudah ayok. Aku sekalian ngembaliin uangnya kak Abid. Btw, kak Abid di kelas berapa?"

"Dia dikelas XII IPA 3. Gue yakin sekarang dia gak di kelas tapi di kantin. Karena kebiasaannya Kak Abid and geng tu ya begituu. Kak Abid tu punya temen empat orang, jadi kalau misalnya ada empat orang ganteng di satu meja kantin, pasti itu rombongannya kak Abid."

"Ohhh, jadi ke kantin aja nih?"

"Iyeee."

Aku tidak menjawab perkataan Vane. Kami berdua lanjut berjalan menuju kantin sekolah. Sesekali Vane menunjukkan tempat-tempat penting di sekolah ini.

"Aku ngantuk bangettt.."

"Kamu ngapain aja sampe kurang tidur?" tanyaku keheranan.

"Chatan sama doi, mas Robert."

"Astaga!!" Vane langsung menepuk pelan bibirnya setelah sadar apa yang ia katakan. Aku tertawa melihat komuk Vane. "Kamu pacaran yaa? Wahhh, aku mau makan-makan. Ayo traktir aku!"

"Eum... eh itu kak Abid. Aku mo ke kelas dulu ya, bye!!"

"Vaneeeee!!" Vane lanjut perjalanan tanpa perduliin aku panggil namanya. Aku melihat ke arah kantin dan menemukan empat pria berkumpul.

Eh, lima deng.

Itu kali ya rombongannya kak Abid? Tapi kok kak Abid nya gak keliatan? Aku samperin aja dehh. Semoga aja gak malu-maluin.

"A- Assalamualaikum, kak. M-mau tanya yang namanya Abid Hafizh Althaf dimana ya?"

"Bid."

"Gue Abid, kenapa?" Oh gak nampak, kak Abidnya lagi nunduk ternyata.

"Ini ganti uang beli rok tadi, kak," kataku sambil memberikan uang. "Gak usah, buat lo aja duitnya." Kak Abid langsung beranjak pergi.

Agak nyesekk... tapi yaudah lah gak apa-apa.

"Nolak mah bolehh, tapi gak usah langsung pergi juga kalik ahh! Gak sopan looo!" teriak temen kak Abid. "Udah-udah! Jangan buat ribut. Maafin Abid, dia emang gitu anaknya."

Aku mengangguk.

"Iya kak, gapapa kok.."

"Nama lo siapa? Kelas berapa? Kok gak pernah nampak?"

"A-aku murid baru, kak. Namaku Balqis Chaira Al-Husna. Kelas XI IPA 2."

"Oooo, murid baru. Terus lo kenal Abid darimana?"

"Tadi kak Abid gak sengaja cipratin air kotor ke rok aku, kak. Dia tolongin aku, beliin aku rok juga. Terus ini aku mau ganti uangnya," jawabku.

"Manusia ajaib punya hati juga, ya?"

*Pletak!

"Sakit tayoo!"

"Lah lo gilaa. Lo kira Abid robot yang kagak punya hati?!!" Kakak itu cengengesan. Lucu hehe.

"Ck, berisik banget lo berdua. Abaikan mereka ya, Balqis. Sikap Abid emang gitu, jangan dimasukkan hati."

"Iya, kak."

"Gue sama yang lain pergi dulu," temennya kak Abid yang nama dibajunya Rangga menepuk pundakku kemudian pergi dan disusul yang lain.

Aku seneng ngelihat temen-temennya kak Abid baik. Kirain tadi mereka bakal bully aku. Aku menghela nafas panjang setelah melihat mereka pergi. "Hufftt.. pasti susah ya deketin kak Abid."

^^^— Revisi, ^^^

^^^Desember 2021.^^^

— Davina diculik

Author POV.

"Bid, lo kok goblokk? Dikasih duit malah gak diterima."

"Kan holkay, udah banyak duitnya jadi ya gak mauu," sahut Rangga.

"Bukan gituu!" protes Abid.

"Kalau gue jadi Abid si juga gak bakal gue terima, karena kan Abid yang salah nyipratin tu air comberan ke Balqis," kata Tio membela. "Nah tu tau. Gue yang salah disini, makanya gue ganti rugi."

"Gak nyangka sihh, anak ajaib kayak lo punya hati juga."

"Punya hati apaan? Mana ada orang punya hati nolak kek begitu," cibir Jefri kesal. "Jep, kalau gue gak pergi tu anak pasti maksa banget buat terima uangnyaa."

"Ya kalau dipaksa langsung terima aja, gak usah tolak."

Pletak!!!

Eldi menampol Tio.

"Sakit geblek!" cela Tio.

"Kalian berdua bener-bener dah, tadi Tio nampol Eldi, sekarang malah dibalik." Tio dan Eldi tertawa.

"Kalau dipikir-pikir yaa, kok tumben-tumbenan banget lo peduli sama orang, Bid? Lo demen ya sama tu bocah?" tanya Eldi.

"Demen darimana? Gak usah ngaco!" jawab Abid ketus. Dia menyandarkan kakinya di atas meja sambil memejamkan mata. Siswa-siswi lain yang ada di kelas sudah terbiasa dengan kelakuan mereka berlima.

"Halaahhh! Lo pasti cinta.. cinta... cinta apa ya namanya? Anu.. cinta.."

"Cinta pada pandangan pertama," sahut Rangga.

"Nah etaaa. Pasti ituu!" Mereka auto tertawa meledek melihat perubahan ekspresi Abid. "Udah! Jangan ribut!"

"Btw, nanti ke basecamp," perintah Abid.

"Ngap— anjirrr gue lupaa!!"

"Hah? Ohh iyaa woi, astaghfirullah lupaaa," sahut Jefri ikutan tersambung.

"Persiapin diri aja malam ini. Jadi nanti pulang ngojol sore, kalian santai dirumah atau nge-gym," kata Abid memberi saran. "Oke aman!" jawab mereka berempat bersamaan.

Abid berjalan keluar kelasnya dan berdiri di atas balkon, ia menikmati pemandangan sekolahnya. Kelas XII berada dilantai 2 sedangkan yang lain tetap di bawah. SMA Axen emang SMA bertingkat yang kece badaiii~

Dari atas, Abid melihat banyak manusia. Kebanyakan siswi pada melambaikan tangannya ke arah Abid. Abid jarang menotice hal itu, tapi kali ini dia coba membalas lambaian tangan mereka. Siswi pun bersorak kegirangan saat lambaiannya dibalas.

"Astaghfirullah. Kenapa gue bisa punya banyak fans kayak gini" tanya Abid dengan suara pelan. "Bukan cuma lo, kita berempat juga!" sahut Jefri bangga. Mereka pun tersenyum.

Untuk pertama kalinya seorang Abid senyum, dan itu terlihat sangat-sangat manis. Namun sangat disayangkan, senyumnya yang tulus berlangsung hanya lima detik. Biasanya dia senyum biasa aja, senyum antara niat gak niat.

"Senyum lima detik, histerisnya berjam-jam."

Di tengah asik bersantai, tiba-tiba datang seorang cewek yang langsung menggandeng tangan Abid. 'Ahh ini lagii,' batin Abid kesal.

"Sayang, kamu kok genit sih?" tanya siswi itu manja.

"Apa sih? Pergi lo!" suruh Abid tegas.

Siswi itu tetap diam ditempatnya.

"Silvia, mending lo pergi dehh. Jangan merusak moodnya Abid. Kalau Abid ngamuk mampusss lo," kata Tio bantu mengusir.

"Diem aja deh lo, gak usah ikut campur!"

Tio dan yang lain tidak ingin membalas. Biar Abid sajalah yang mengurus, begitu pikir mereka. Abid yang semakin badmood menghela nafasnya panjang.

"Gue hitung mundur ya. Kalau lo gak pergi, gue bakal jatohin lo dari atas sini," ancam Abid sinis. Silvia langsung melepaskan gandengan tangannya dengan Abid.

"Oke fine! Aku bakal datang lagi nanti, besok, besok, besok dan seterusnya!" balas Silvia lalu pergi sambil berlari.

"Cewek sinting!"

Abid mengabaikannya lalu mencoba untuk kembali santai. Ketika matanya melihat ke bawah, Abid langsung menemukan anak kecil yang sedang berlari.

Tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut Abid, Abid melompati balkon. Semua orang terkejut melihatnya yang mendarat dengan sempurna di bawah.

"Abid gila!"

Keempat teman Abid menyusul melalui tangga. Abid sendiri berlari, para siswi mengira mereka dikejar tapi ternyata bukan, Abid melewati mereka.

Melihat anak kecil itu panik, Abid menghentikannya dan menatap matanya. Anak kecil itu Davina, adek tomboy Abid.

"Abangg..."

"Kamu kenapa disini? Ngapain disini?!" tanya Abid panik.

"Devii, bang, hosh.. hosh.."

Davina ngos-ngosan sambil sedikit menangis.

"Kenapaa?! Devina kenapa?!" tanya Abid.

"Sabar bang, Avi capek."

"Nih minumm duluu," tawar seorang gadis yang tak lain adalah Balqis. "Makasih, kakak cantik." Abid memilih diam dan membiarkan adiknya minum.

"Lo gila bener ya, Bid, loncat dari atas kek gak takut matii," kata Eldi yang tiba di bawah.

"Cari mati nih anak mah."

"Diem."

Tidak ada lagi yang berani menjawab.

Abid kembali memperhatikan adiknya. Belum selesai adiknya itu minum, Abid malah mengambil botol minum yang diminum Davina dan mengembalikan ke pemiliknya.

Abid Mengelap keringat dan mengelap tumpahan minum Davina menggunakan baju putihnya yang sudah dia lepas. Abis pakai baju double warna putih juga jadi badannya belum terekspos.

Semua kelakuan Abid sekarang dilihat banyak orang.

"Udah, kan? Sekarang jawab abang, Devina kenapa?!" tanya Abid mengulang pertanyaan.

"Devina diculik, bang."

"APA?! Kenapa lama banget kamu bilangnya?!" bentak Abid, Davina langsung menunduk ketakutan. "Abid! Jangan bentak adek lo begoo, kasian!"

Abid mengiraukannya. Ia sibuk mengatur nafas sembari berfikir dengan keras, "gak mungkin dia serang sekarang kan?" lirih Abid.

"Devina diculik kemana? Maksud abang ke arah mana?" tanya Abid. Davina menunjuk arah kanan.

"Kamu takut sama abang? Maafin abang tadi bentak kamu, abang lagi emosii," kata Abid menenangkan adiknya.

"Sekarang, kamu ikut abang. Kita cari Devina sama-sama," ajak Abid. Davina mengangguk. Abid pun langsung menggendongnya.

"Izinin gue dulu, abistu kalian nyusul."

Abid pun menuju motor dan pergi bersama Davina.

"Gue gak mah izin. Rang, lu aja ya yang izin."

"Kok jadi gue, asuu?!"

...----------------...

"Kanan atau kiri?" tanya Abid ketika di jalan.

"Kanan, bang," jawab Davina.

"Kamu pegangan."

Abid melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Setelah lama diperjalanan, mereka tiba disuatu tempat terpencil hanya karena Abid mengikuti satu arahan dari Davina, 'kanan'.

"Bang, Avi takut..."

"Maafin abang karena udah bawa kamu kesini. Nanti ada temen abang yang tadi rambutnya dicat warna coklat, dia bakal anterin kamu pulang."

"Tapi Devi bang? Avi mau bantu abang," rengek Davina.

"Gak boleh yaa. Ini bahaya, abang gak mau kamu kenapa-kenapa."

Tiga menit berselang, ke-empat teman Abid datang.

"Tio, anterin adek gue pulang," perintah Abid.

"Siap, kapten! Mari pulang, anak cantikkk!"

Davina malah makin merapatkan diri dengan abangnya. "Avi pulang ya, abang mohon. Kalau kamu kenapa-kenapa, abang bakal dihukum sama ayah. Kamu mau abang dihukum?" tanya Abid, Davina menggeleng.

"Makanya kamu pulang ajaa yaa."

"Yaudah iyaa. Abang hati-hatiii," Abid tersenyum sekilas. Tio pun membawa Davina ke mobil lalu pergi.

"Bisa lembut juga lo?" tanya seseorang dari belakang.

"Johan?" Abid masih menebak suara ini, dirinyabelom berbalik. Sedangkan pria bernama Johan itu tersenyum sinis di belakang Abid.

"Udah gue duga ini pasti ulah lo, Johan sialan!" cibir Rangga kesal. Abid menatap Rangga, menyuruhnya untuk meredakan emosi.

"Mana adek gue?" tanya Abid setelah berbalik.

"Adek lo bukan disini, adek lo ditempat lain. Tempat rahasia," jawab Johan.

"Lo bilang kita mulai berantem nanti malam, kenapa malah sekarang?!" tanya Jefri.

"Kalian terlalu bergantung dengan info palsuu sih, jadinya di bodohin kann. Tapi gue akui, lu semua emang BODOH BANGET!"

"Sialan lo!" umpat Abid. Dirinya salto sambil menendang Johan. Abid paling gak bisa jika keluarga dan temannya dilukai ataupun dicacimaki.

Jika itu terjadi, dia tidak segan-segan mewujudkan semboyannya yaitu, 'Senggol Bacok!'

"Bilang sama gue sekarang! Adek gue dimanaaa bangsattt!" bentak Abid. Johan yang tersungkur masih bisa tersenyum sinis. Ia mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan muka Devina.

"Abang.. hiks.. hikss.. abang... Devina takut, bang... Devi takuuttt," rengek Devina sambil menangis. Abid menghiraukan perkataan Devina, ia memeriksa keadaan adiknya dengan tatapan tajam.

'Damn it! Bibirnya luka,' batin Abid.

Belum selesai Abid menatap sang adik, Johan sudah mematikan ponselnya. "Lepasin adek gue, dia gak salah. Ayo kita selesaikan sekarang tanpa libatkan orang lain," ajak Abid mencoba santai.

"Gak semudah itu, Abid."

"Mau lo apa sih, Jo? Kekanak-kanakan banget lo, mancing kita keluar aja pake culik Devina," cibir Eldi.

"Lo tanya mau gue? Mau gue gak banyak. Gue cuma mau salah satu ginjal kalian."

"Brengsek!!!" bentak Rangga. Dia ingin menghajar Johan, tapi gagal karena ditahan Abid. "Ambil ginjal gue, tapi balikin adek gue sekarang juga," ujar Abid mengalah.

"Abid lo jangan gilaaa!"

Abid memberi aba-aba pada Eldi dari tatapannya.

"Ginjal lo? Ginjal lo gak sehat," kata Johan. Abid menendang dada Johan sampai ia jatuh. Di kesempatan itu, Eldi mengambil ponselnya Johan. Mencari alamat tempat Devina berada.

Abid mengalihkan perhatian Johan sampai dia tidak sadar ponselnya telah dicuri. Eldi yang mudah melakukan pelacakan langsung menemukan dimana keberadaan Devina. Dia mengangguk kecil pada Abid lalu pergi bersama dengan Rangga, dan Jefri.

"One by one, sanggup?" tantang Abid.

"Biarin gue berdiri dulu, itu baru keadilan. Gue tau kapten Darah Hitam super duper adil," jawab Johan. Abid membiarkannya berdiri.

Saat Abid ingin menghajarnya tiba-tiba saja...

"Jangan bergerak!"

Polisi datang.

'Sialan! Gue dijebak,' umpat Abid dalam hati. Dirinya terpaksa mengangkat kedua tangan. Begitu pula dengan Johan. Polisi pun menghampiri mereka lalu memborgol tangan Abid dan Johan.

"Selamat mencoba penjara~~"

^^^—Revisi, ^^^

^^^Desember, 2021.^^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!