Suara berisik seolah mecah gendang telingaku. Musik rock yang menggema di Hall kampus kali ini berhasil membuat manusia yang ada disini melompat bebas. Mereka menikmati dengan menggerakkan badan sesuai dengan irama musik keras ini. Band yang sedang bermain adalah Dfiveband, grup band kampus favorit semuanya termasuk aku. Mereka sering membawakan lagu-lagu jaman dulu dari luar negeri seperti Linkin park, Muse, Avenged Sevenfold, dan lain sebagainya. Dan sangat terkenal di kampus serta media sosial juga. Walaupun band kampus tapi tidak kalah hebatnya dengan band populer lainnya.
Dan aku disini memang menyukainya, tapi tidak untuk melompat lepas seperti orang-orang yang rela berdesakan di kerumunan. Semua campur aduk, laki-laki dan perempuan tak kalah hebohnya. Hari ini adalah pesta ulang tahun kampus kami. Setelah tadi ada beberapa acara resmi, sekarang saatnya para mahasiswa yang bertalenta tampil. Beberapa mahasiswa unjuk bakat tadi termasuk band-band musik kampus ini.
"Habis ini, kita mau ngumpul sama anak-anak Dfiveband,lo mau ikut nggak kali ini?" Tanya Lala temanku yang satu kos dan satu daerah asal dengan ku. Dia ngomong gitu dengan berteriak karena memang sangat berisik.
Aku hanya menggeleng.
"Ayolah Al... " Dia memelas mengayunkan tangan kananku. Sudah seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan permen.
Aku mengabaikan rengekannya itu.
"Udahan ayo, gue capek. " Capek telinga sebenarnya. Lagian Dfiveband favorit ku sudah selesai tampil.
Lala menyetujuinya walaupun dengan menekuk mukanya dan mengerucutkan bibirnya tanda dia terpaksa setuju. Padahal dia itu sudah mandi keringat hasil kehebohannya. Lagian cuma acara kampus tapi udah kaya habis nonton konser band populer aja.
"Kok udahan sih." Lala protes ketika kami sudah ada di luar gedung tersebut. Yah dia sebenarnya belum puas.
Kubiarkan saja lagian setelah ini sudah selesai acaranya, karena Dfiveband memang seringkali dimainkan akhir.
"Gue udah capek banget, plus lapar. Ayo ke kota cari makan, oke? " kataku sambil menarik tangan Lala ke kantin.
"Nggak ngajak cowok lo aja" pertanyaan Lala menyebalkan sebenarnya, masa cuma mau makan harus ngajak pacar.
"Mana bisa, lo tau sendiri kalau ada acara kek gini dia sibuk banget,terus habis ini juga ada private party antar anak EM gitu. Jadi sampai besok malah gue nggak bisa ketemu sama dia. " Jelas ku malah semi curhat. Pacar ku itu adalah presiden badan eksekutif mahasiswa keren kan? hehe.
"Kenapa nggak ikut aja lo? tadi Nora juga ikutan tuh. Di sana pasti banyak makanan. Ahhh seharusnya gue ikut Sela di backstage bisa ketemu personil Dfiveband. " dia makin lama cengar-cengir nggak jelas mengingat gebetannya adalah gitaris band tersebut.
"Nora kan emang sekarang jadi anak Em, dia udah gabung sejak bulan lalu. " Nora ini salah satu temanku juga.
"Kurang kerjaan, tugas kuliah aja selalu keteteran sok ikut gituan segala. " Cibir Lala. Aku setuju sih apa kata perempuan berambut ikal ini.
Ketika tiba di kantin, kami memesan makanan dan minuman. Lalu kami duduk di bangku paling pojok setelah mendapatkan pesanan kami. Kantin ini memang sistemnya pesan, bayar lalu ngambil sendiri,nggak ada pelayannya.
Lala langsung sibuk dengan handphone nya begitu duduk,mungkin mengirim pesan pada seseorang.
Aku melihat jam yang ada di pergelangan tanganku, menunjukan pukul tiga sore. Pantas saja perutku sudah sangat lapar, karena memang sudah sangat terlambat untuk makan siang.
"Mau jam berapa ke markas Dfiveband nya? " Aku segera makan, terserah Lala kalau mau makan HP aja.
"Habis ini Sela kesini sama Dimas. " Bukannya menjawab pertanyaan ku malah memberitahu informasi yang nggak begitu penting. Sela juga teman satu kos ku yang pacaran dengan cowok yang namanya Dimas. Pokoknya aku berteman dekat dengan penghuni kosan yang kebetulan satu jurusan sama aku.
Beberapa saat kemudian kantin sedikit heboh dengan kedatangan dua personil Dfiveband yang bersama Sela. Mereka berdua mendapatkan perhatian dari beberapa pengunjung kantin.
Mereka memang bisa dikatakan artisnya kampus ini. Selain bandnya bagus, paras personilnya diatas rata-rata semuanya. Jadi sangat menarik bagi kaum hawa yang melihatnya.
"Hai guys! " Sapa Sela sebelum duduk disamping ku. Kami berdua menyambutnya dengan tersenyum riang. Sela dan Dimas sama-sama berasal dari Kediri yang tidak jauh dari sini. Mungkin karena itu mereka nyambung dan pacaran deh.
Kedua laki-laki itu juga ikut duduk, Dimas di samping Sela dan temanya disamping Lala.
Mereka lalu melakukan tos memperlihatkan keakraban mereka.
Yah karena Lala dan Sela sering nongkrong bareng Dfiveband. Diawali dengan Sela yang pacaran dengan drummer band tersebut.
"Weihhhh ada cewek cantik nih." Ucap laki-laki itu berkomentar tentangku. Aku mendongak, menghentikan kegiatan makan ku. Aku tahu dia itu vokalis Dfiveband, Raiden. Tapi kami memang tidak saling kenal, karena belum pernah bertemu secara langsung. Aku hanya melihatnya kalau mereka sedang manggung.
"Ini nih yang namanya Alana,satu kos sama kami anak Jakarta juga tapi nggak pernah mau ikutan nongkrong sih..." Sela memperkenalkan aku pada Raiden.
"Hai Alanang... " Dia terkekeh, meledek ku dengan memplesetkan namaku.
"Namanya Alana c*kkkk, lo jangan nambahin dong. " Lala memukul lengan Raiden.
"Alana? Waooo sesuai dengan wajahnya, cantik. Tapi kok sepertinya bisu. " Dia sepertinya ngajakin perang. Kami tuh nggak kenal, tapi dia sudah dua kali mengejekku. Apa dia mau cari perhatian, kurang kerjaan apa kurang ajar ini namanya.
Aku diam karena memang lagi sibuk makan, dan lagian nggak penting juga menanggapi ocehan ni orang. Aku hanya menyunggingkan senyum sinis saja, malas menanggapi laki-laki dengan mata yang merah seperti akibat ngobat itu. Yahh, dari penampilannya memang dia sebenarnya tampan tapi dia merusaknya. Terdapat ring di alis dan tepi bibir serta kedua telinganya. Lalu ada beberapa gambar di tubuhnya,padahal kulitnya sebenarnya bersih. Pokoknya penampilannya itu seperti anak p*nk.
Dia terus melihatku, entah apa yang dia pikirkan tentang ku.
Dimas memukul pelan kepalanya, seolah menghentikan tindakannya itu.
"Jangan Al, Rai... Dia udah punya pacar. " Kata Sela, entah kenapa dia mesti memberitahu kepada Rai, panggilan Raiden.
Aku meliriknya, benar saja tatapannya tajam seolah menusukku. Tapi bagiku itu tatapan mesum yang aku benci dari kaum mereka. Apalagi dia sesekali mengulum ring bibirnya. Mengerikan!
"La mange ayas lapo,aku loh nggak lapo-lapo c*k.!" ucapnya menggunakan bahasa daerah sini, yang artinya emang aku kenapa, aku nggak ngapa-ngapain kok. Diakhiri dengan umpatan. Kemungkinan dia asli orang sini kali.
"Heh, lo nggak berteman dengan cewek cantik anj*ng. " Lala kalau ngomong sama Raiden bawaannya kok mengumpat juga ya.
"Berteman kok, berteman tapi saling mengenakan." Dia tertawa nggak jelas. Sedangkan aku merasa jijik dengan kalimatnya. Karena dia hanya merendahkan martabat perempuan.
*
Lalu kami makan bersama, aku mengabaikan ketidak nyamanan ku karena ada orang aneh ini.
Tak lama ada Nora masuk ke kantin, dia tentu menyapa kami semuanya. Dengan senyum manis yang ia punya. Dia berasal dari Solo yang memang terkenal ramah pada semuanya.
"Lohh kalian masih disini? " Nora bertanya dengan mata berbinar melihat kami.
"Iyo Ra, reneo. " Ucap Sela yang artinya menyuruh Nora untuk mendekatinya sambil menunjuk kursi dekat Raiden. Kalau mereka berdua sedang bicara seringnya pakai bahasa Jawa. Sebenarnya aku tahu dan paham, cuma nggak bisa ngucapinnya.
Nora tersenyum senang melihat Raiden yang sedang mengaduk minumannya.
"Hai, Rai... Keren banget kamu hari ini. " Nora langsung melingkarkan tangannya pada punggung Rai.
"Thanks, lo juga seksi. " Balas Raiden, tapi wajahnya tidak menunjukkan kalau dia senang bertemu dengan Nora.
Tidak heran kalau mereka saling kenal, karena Nora juga pernah nongkrong bareng mereka.
"Kamu pesan aja, nanti Rai yang bayar. " Kata Dimas ditengah makan menyuapi Sela.
Raiden yang disebut namanya untuk membayar, melotot ke arah Dimas yang memang asal ngomong saja.
"Suwun,aku ke sini cuma beli es aja, itu Devan kepanasan. Kalian aja yang makan. " Mendengar nama pacar ku disebut aku mendongak pada Nora.
Yah, nama pacarku itu Devan, kakak tingkat ku setahun gitu.
Nora memang temenan sama Devan, bahkan sebelum jadi pacarku mereka sudah temenan. Aku kenal laki-laki itu juga karena Nora.
"Mau ikut aku Al? Ke pestanya anak em bersama Devan. Pasti dia seneng banget ada kamu di sana. " Ajak Nora setelah mengambil beberapa cup es lemon tea dari salah satu stan minuman di kantin.
Aku melihat Lala, untuk meminta izinnya tanpa ngomong. Soalnya kan sedari tadi aku sama dia,masa aku tinggal. Walaupun ada Sela juga sih, tapi kan nggak enak.
"Ikut aja Al, sepertinya asik tuh pesta sama anak-anak em. " Lala langsung tahu maksud ku. Dia emang temanku yang paling bisa mengerti sejauh ini.
"Mending ikut party kita, kek nya mereka nggak asik. " Dimas memberikan pilihan yang tidak perlu aku tanggapi karena jelas aku tidak mau.
Sebenarnya aku ingin sekali ikut ngumpul dengan teman-teman Devan, tapi tidak pernah diajak. Dia tidak pernah memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Mungkin aku bisa ikut Nora kali ini dan mencoba berbaur dengan mereka.
*
Aku dan Nora tiba disebuah rumah yang tidak jauh dari kampus kami,kita hanya berjalan kaki lewat pintu belakang. Dan ini menjadi tempat pesta mereka? aku agak heran karena tidak seperti pesta pada umumnya hanya pada ngumpul gitu.
Terdapat beberapa mahasiswa yang kebanyakan kakak tingkat yang memang merupakan aktivis kampus ini.
Tak lupa aku memeriksa penampilan,masih rapi dengan kemeja dan celana jeans ku. Bibir ini mengukir senyum terbaikku, agar terlihat cantik, kalau aku diperkenalkan oleh Devan tidak akan malu-maluin.
Nora meletakkan beberapa cup minuman dingin itu di meja, beberapa orang akan mengambilnya sendiri nanti.
Devan melihat ku, dia tersenyum senang.
"Hai, surprise " Aku memeluknya sambil memberikan senyuman.
"Beneran terkejut aku baby,ada kamu disini. " ucapnya setelah melepas pelukan kami. Dia menyambut ku senang ternyata.
"Kok kamu bisa ikut kesini? " tanyanya lagi dengan menyelipkan anak rambut ku ke telinga.
"Tadi nggak sengaja ketemu Nora di Kantin terus diajak, nggak masalah kan? " jelas ku.
"Ya enggak lah baby,aku malah seneng." syukurlah.
Belum lama kami bicara, Devan lalu dipanggil temannya. Dia lalu bergabung dengan mereka meninggalkan aku.
Aku mengikutinya, karena ternyata mereka memulai acara dengan memotong kue tart. Oke, jadi ini beneran pesta ya soalnya ada kue nya juga.
Devan terlihat sangat senang dengan teman-temannya, tanpa memperdulikan aku ada disini.
Seperti dicubit, tapi itu sesaat karena Devan lalu menghampiri ku memberikan piring berisikan kue.
"Aku barusan habis makan, tidak terimakasih." Aku menolaknya.
Wajah Devan terlihat kecewa, tapikan emang aku barusan makan. Dan perutku juga sudah tidak bisa menampung lagi kue itu.
"Ayolah sayang, nggak usah diet hari ini. Aku suka yang berisi kok. " Bisiknya untuk memaksaku. Padahal aku nggak pernah diet selama ini, cuma jaga pola makan.
"Siapa ini Devan? " Salah satu dari mereka bertanya, penasaran dengan keberadaan ku.
"Emm, ini Alana pacarku. " Devan dengan bangga memperkenalkan aku pada mereka.
Aku jadi malu setelah hampir semua orang melihat ku ketika mendengar ucapan Devan yang keras. Sebenarnya aku cukup senang, dia tidak malu memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Aku pikir dia malu, karena aku tidak pernah diajakin ngumpul sama mereka.
Beberapa saat kemudian, aku mulai bosan dengan obrolan yang mereka bicarakan. Mereka membicarakan para pejabat, isu politik hingga para dosen di kampus kami. Bahkan presiden,anggota dewan dan beberapa mentri juga dibahas.
Selama ini aku tidak pernah mau tahu dan tidak tertarik dengan hal itu.
Jadi, aku sekarang bersyukur karena tidak pernah diajak ngumpul sama Devan. Ternyata memang kita tidak satu pemikiran. Mungkin Devan tahu aku tidak menyukainya makanya tidak mengajakku.
Sepertinya lebih baik aku pulang saja, sekarang juga sudah malam. Aku sudah capek mendengar mereka yang menurut ku sok paling tahu tentang sistem pemerintahan.
"Devan,aku balik aja ya. "
"Oke, nanti malam aku telpon. " Devan langsung setuju. Tanpa bertanya bagaimana aku pulang nya.
Dia mungkin ingin lebih leluasa berbaur dengan teman-temannya. Hingga tidak mengantarkan aku keluar rumah itu.
Aku keluar sendiri, setelah dua jam berada didalam sana. Aku memilih berjalan saja, karena rumah ini tidak jauh dari kostan ku. Nanti tinggal nyebrang jalan terus melewati satu perumahan saja udah nyampe.
*
Saat berjalan menyelusuri jalan perumahan aku bertemu dengan Lala dengan seorang perempuan yang menggunakan pakaian seksi. Roknya pendek setengah paha dan baju crop tanpa lengan. Apa dia nggak kedinginan? Karena kota ini udaranya dingin, jarang yang menggunakan pakaian mini seperti itu kalau malam.
"Alana? " Teriak Lala memanggil ku.
"Kok di sini La? " Tanyaku.
"Habis dari minimarket, ini beli jajanan " Lala memperlihatkan kresek berisi aneka snack ditangannya.
Aku melihat ke perempuan asing itu.
"Umm, ini Katy anak kesenian. Dan Katy, ini Alana teman satu kosan gue. " Lala memperkenalkan aku dengan Katy.
"Hai Alana,lo cantik banget." Ucapnya senang dengan memuji diriku walaupun logatnya medok tapi nggak apa-apa deh. Dan ia memiliki tindik di lidahnya ternyata.
"Mau ikut dengan kami? keknya pesta si Devan membosankan,lo udah balik jam segini." Lala menunjuk dengan dagunya ke sebuah bangunan.
Sebuah rumah besar, tapi dari depan nampak sebuah garansi saja. Tapi kan katanya dia mau ngumpul di markas Dfiveband.
Apa mungkin ini tempatnya? Aku memang tidak pernah tahu soalnya. Padahal sering lewat juga daerah sini.
Daripada penasaran aku mengikuti Lala saja, lagian aku juga nggak tahu mau ngapain di akhir pekan ku ini.
Kami masuk ke dalam, ada beberapa motor dan satu mobil Jeep Rubicon warna hitam didalamnya. Lalu ada tangga di tepi menuju lantai dua. Lala melingkarkan tangannya ke tanganku mengajak untuk segera melangkah lagi.
Langkah kami menuju pintu yang langsung terdapat sebuah tangga turun.Unik juga rumah ini, ada ruang bawah tanahnya.
Begitu tiba, langsung ada musik bergema. Musik berisik yang seperti ada di club malam.
Jadi ini baru yang namanya pesta, oke sepertinya menyenangkan.
Aku melihat ada Sela yang sedang dipangku oleh Dimas diatas sofa, dia melambaikan tangan tersenyum senang ke arah ku.
Suasana di sini jauh berbeda dengan pestanya Devan tadi. Mereka sepertinya minum alkohol dan entahlah apa saja.
Lala menyuruhku duduk di sofa kosong,
"Duduk aja di kursi kosong,gue ambilkan minum dulu."
Mata ini mencari kursi kosong,lalu melihat Katy sedang meng*ngkangi seorang laki-laki di sofa panjang yang rebahan dengan menopang kepalanya pake tangan. Dan didekat sana ada sofa kosong, aku menuju kesana saja. Begitu tiba,aku bisa melihat wajah laki-laki itu ternyata Raiden. Jadi sepertinya Katy ini pacar Raiden ternyata.
Katy berusaha menciumi Raiden dengan agresif, dan laki-laki itu terlihat pasrah.
Tapi setelah tahu aku duduk didekatnya, dia seperti terkejut. Langsung duduk, membuat Katy hampir terjatuh.
"Dihh biasa aja dong, lihat Alana yang bening langsung melompat. " Rengek Katy protes, sambil membenarkan duduknya disamping Raiden.
Raiden hanya terkekeh, "Ada orang baru ternyata."
"Kebetulan tadi lewat depan, dan gue ajak deh. " Lala yang menjawab, memberikan aku satu botol air mineral.
Kemudian ada personil dfiveband lain, yang aku ketahui Raka, Marvin dan Hagi. Mereka semua ramah menyambut ku dengan asik. Walaupun mereka berpenampilan sama seperti Raiden, tapi terlihat beda sikapnya.
Aku diberi sebuh minuman oleh Raka, tapi terlihat asing bagiku.
"Alana nggak minum, jangan kasih minuman ke dia, c*k! " Lala mengambilnya dariku.
"Ohhh anak baik-baik nyasar ternyata. " Cibir Katy seolah itu adalah aib.
Raiden tertawa mendengarnya, tapi tawanya sepertinya mengejek. Aku tidak cocok ternyata ada disini dengan mereka.
Atau mungkin aku memang tidak cocok berada di pesta manapun. Lebih baik aku berdiam diri maraton drakor di kamar kosan aku sambil makan mie instan pakai cabe dan telur. Hemm jadi lapar kan, padahal habis makan.
Aku berdiri berniat untuk pulang saja.
"Arepe nangendi?" Tanya Hagi menarik tanganku sambil minum, dia sepertinya sudah mabok. (Mau kemana?)
Aku tidak suka dengan orang mabok, makanya aku ingin pergi saja. Ditambah lagi Lala sudah sibuk menari dengan Marvin meninggalkan aku. Kalau Sela, jangan ditanya dia cuma bermesraan dengan pacarnya tidak memperdulikan aku.
"Alana,koen kudu nyoba iki, sitik ae nggak popo iki sing paling rendah. Tenang ae..." Raka memberikan aku sebuah gelas lagi sambil ngomong bahasa Jawa yang intinya alkoholnya rendah gitu. Warna minuman kali ini berwarna seperti teh. Entah apa itu... (Alana, kamu harus nyoba ini, sedikit saja nggak papa ini yang paling rendah. Tenang saja...)
Aku duduk lagi menerima gelas itu. Aku menciumnya, ternyata ini bir.
Rasanya seperti terbakar tenggorokan ku, entahlah itu sulit didefinisikan,tidak enak pokoknya. Aku tidak mau lagi minum walaupun dipaksa oleh Raka. Cukup satu teguk saja, tidak mau lagi.
Aku tidak melihat Raiden setelah itu, dia menghilang setelah aku menerima gelas dan minum dengan Raka.
"Gue pulang dulu ya. " Ucapku menghampiri Lala yang sedang berjoget dengan orang-orang entahlah aku nggak kenal.
"Nanti aja bareng sama gue, ini udah malam berbahaya jalan sendirian. " Sahut Lala berteriak agar aku dengar. Karena musik nya memang keras sekali.
Padahal tadi dari luar tidak terdengar apapun, mungkin ada peredam suaranya.
Kepala ku gelengkan kiri kanan, supaya Lala mengerti tanpa berteriak.
"Gue bisa pulang sendiri,nggak masalah kok. " Aku tidak mau menunggu Lala, aku sudah tidak sanggup lagi terjebak disini. Kepalaku sangat pusing hingga seperti mau meledak.
*
Ketika aku sudah naik dan keluar dari ruangan bawah tanah ini aku merasakan udara segar. Setelah tadi menghirup aroma minuman alkohol,rokok dan entahlah sesuatu yang membuat pusing kepalaku.
"Alana! dah mau balik? " Suara Raiden terdengar, dia sedang berjalan menuruni tangga. Entahlah ketika dia memanggil namaku terdengar menyebalkan.
Sepertinya lantai di atas itu adalah yang sebenarnya rumah mereka. Tak lama ada perempuan keluar dari pintu itu. Bukan Katy, tapi perempuan lain salah satu dari yang ada didalam tadi.
Aku tidak bisa membayangkan mereka habis ngapain. Apalagi Raiden sedang membenarkan kancing celananya, dan si cewek membenarkan rambutnya.
"Heh Alana, ditanya bukannya dijawab! " Teriaknya sambil terkekeh hingga di depanku. Ada bekas lipstik di tepi bibirnya yang bengkak.
"IYA! "
Aku lalu membanting pintu besi besar itu setelah berhasil keluar.
Sebenarnya, yang salah itu sepertinya aku. Dia cuma bertanya, tapi entah kenapa aku nggak mau jawab pertanyaan dari mulutnya. Setelah melihat kelakuan buruknya.
Tadi aku pikir, dia pacarnya Katy ternyata malah bersama perempuan lain kan b*engsek.
*
Besoknya aku membuat sarapan untuk diriku, Devan dan kedua temanku yang tadi malam mabok. Kalau Nora tidak pulang ke kosan,katanya dia nginep disalah satu teman jurusannya.
"Al,gue lapar banget, udah gue muntahin semuanya. " Lala terus memegangi perut nya menghampiri ku sambil meringis.
Dari tadi malam dia terus muntah, tidur sebentar muntah lagi. Entahlah dia keracunan apa, aku juga nggak tahu.
"Makanya jangan minum! "
"Ohhh tidak bisa, itu enak Al...Lo kan sudah mencicipinya tadi malam, gimana enak kan rasanya? " Lala membicarakan minuman yang tadi malam.
"Nggak enak, gue nggak mau lagi. " aku memang tidak suka dengan yang namanya alkohol.
Lala duduk di kursi makan, dia siap untuk menyantap sop sayur yang aku buat. Tapi aku belum melihat Sela keluar kamarnya.
"Sela mana? "
"Dia kan nggak pulang,biasa..." Ohh aku pikir masih tidur.
Mereka benar-benar merupakan penganut budaya barat yang pergaulannya bebas. Beda dengan aku dan Nora, kami berdua masih gadis baik-baik. Walaupun Nora pernah ikut nongkrong mereka, tapi dia selalu pulang dalam keadaan sadar tidak pernah minum. Padahal aku menghindari kota ku karena ingin menikmati kota dingin yang nyaman ternyata sama saja. Tidak sesuai ekspetasi ku di awal.
Setelah makan, aku mengemas sarapan untuk Devan. Aku akan mengantarkannya ke apartemennya yang berada di daerah Tlogomas. Dia itu juga berasal dari Jakarta, lalu disini ia tinggal di Apartemen.
"Terus bagaimana hubungan lo sama Marvin?"tanya ku iseng,mengingat kemarin mereka bertemu dan terlihat inten. Lala memang sedang dekat dengan salah satu personil Dfiveband itu.
"Ngambang kek t*i seperti biasanya, entahlah." Dia mengangkat bahunya sambil makan.
"Kejar terus aja, jangan menyerah. " Aku menepuk bahu memberikan semangat,lalu berjalan keluar rumah.
Aku mengendarai motor matic ku ke apartemen Devan dengan kecepatan sedang, menikmati pagi ini. Jarak tempuhnya tidak terlalu jauh hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh menitan sudah sampai kalau tidak macet. Tapi jalan daerah sini terkenal macet parah. Jadinya ya jelas pasti lebih dari itu deh.
Setelah memarkirkan motorku, aku berjalan ke area dalam. Tapi mataku melihat seseorang yang tidak asing keluar dari sebuah mobil Jeep. Itu Raiden, tapi dengan penampilan yang sederhana. Dia menggunakan kemeja hitam dan celana pendek saja,tidak seperti biasanya. Atau aku kan emang lihat dia kalau manggung aja, mungkin keseharian juga biasa gini. Dan apa mungkin dia juga tinggal disini.
Dia hanya duduk di cap mobil, sambil bermain handphone.
Aku sebenarnya tidak ingin tahu apa yang ia lakukan, tapi entah kenapa hati ku penasaran.
Lebih baik melangkah saja meninggalkan rasa penasaran ku. Hingga aku berpapasan dengan wanita yang berumur sekitar tiga puluhan dengan gaya nyentrik, memanggil nama Raiden sambil melambaikan tangannya.
Aku memutar badanku, memastikan yang ia panggil memang Raiden yang tadi.
Ternyata benar, Raiden tersenyum melambaikan tangannya juga. Lalu matanya malah menangkap keberadaan ku. Aku segera memutar kepalaku, melangkah lagi.
"Alana? " Kenapa dia mesti memanggil ku.
Aku yang sudah berjalan harus menoleh lagi. Cuma memberikan tatapan sinis ku saja lalu pergi. Ngapain juga dia mesti manggil segala.
Dalam perjalanan ke unit Devan, aku malah memikirkan bagaimana Raiden bersama tiga wanita berbeda hanya dalam waktu beberapa jam ini. Semalam dua wanita sekarang berbeda lagi. Tidak mungkin wanita tadi ibunya, karena tidak seperti ibu-ibu pada umumnya. Lebih ke tantenya,hah tante ketemu gede kali ya. Halah persetan dengan Raiden, ngapain juga aku pikirkan.
Tiba di unit Devan, aku langsung masuk karena memang mempunyai kartu kuncinya.
Setelah meletakkan makanan di dapur aku mengetuk kamarnya. Devan keluar, hanya menggunakan boxer,duh godaan iman. Tapi iman ku cukup kuat,cuma yang jadi perhatian ku dia berkeringat, memang habis ngapain?. Bukankah semua ruangannya ber AC.
"Kamu bangun tidur apa maraton? "
Devan tersenyum, dia merengkuh pinggang ku lalu mencium kening ku. Tidak membiarkan aku masuk, kami hanya diambang pintu.
"Tadi sudah bangun terus olahraga, mau mandi ehh kamu masuk. "
"Oh, baiklah kamu mandi saja. Habis itu sarapan. " aku percaya. Melepaskan dia yang terus menggoda imanku.
Aku meninggalkan dia, untuk menyiapkan makanan di meja makan dan dia balik masuk kamar. Tak lama Devan keluar sudah bersih dan segar, di tambah lagi dengan senyum mengembangnya. Semakin tampan saja cowok ini. Apalagi dia selalu terlihat rapi dan wangi kalau berpakaian.
"Semalam kenapa nggak telpon? Aku kirim pesan juga nggak dibales." Kataku ketika dia sudah duduk untuk makan sambil memasang wajah cemberut.
"Sorry baby, habis pesta langsung tidur. Nggak sempet lihat handphone, aku capek banget. " Dia menjelaskan agar aku tidak ngambek. Yah menurut ku cukup masuk akal sih.
Dia makan dengan lahap. Aku senang dia mau makan sayuran. Karena sebenarnya dia itu sama sekali tidak menyukai sayuran. Tapi selalu aku paksa dan akhirnya dia mau juga.
"Habis ini kita ke Matos ya? cuma ke gramedia aja beli buku kok..." Aku mengajak nya dengan embel-embel cuma ke toko buku, padahal aslinya biar bisa seharian sama dia terus. Nggak mungkin kan ke mall cuma beli buku doang.
"Oke baby. " dia setuju tanpa curiga.
*
Kami ke mall dengan motorku.
Sampai di pusat perbelanjaan tersebut, kami langsung menuju toko buku yang aku inginkan.
Sebenarnya aku tidak begitu tahu tentang buku,hanya karena ada tugas jadinya harus beli. Mengajak Devan yang merupakan pecinta buku adalah hal tepat. Dia langsung menemukan buku yang bagus untuk tugas ku.
Aku suka dengannya karena memang pintar dan berwawasan luas.
"Next, ke perpus kota kalau perpus kampus nggak lengkap. Karena lebih baik pinjam daripada beli. " Sarannya yang memang selama ini dia walaupun anak orang kaya lebih suka pinjam buku di perpus daripada beli.
"Ya kan nggak puas bacanya, terus nggak bisa dicoret-coret kalau ada yang penting. " jawabku.
"Mulai deh kalau dibilangin ngejawab. " katanya sengak. Dia memang selalu tegas seperti itu. Atau termasuk galak ya?.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!