..."Pemirsa artis papan atas Melvin Danu Bramana hari ini menyumbangkan 50% dari hasil film terbaru yang beliau keluarkan. Donasi disumbangkan kepada warga desa suku camat yang baru saja dilanda musibah banjir. Pria berusia 25 tahun itu tidak pernah lupa untuk membagikan hasil kerja kerasnya kepada orang-orang yang membutuhkan dan mungkin itu yang membuat film dari Melvin semakin laris dan juga semakin memberikan banyak prestasi,"...
Suara televisi yang pagi-pagi terdengar dengan pemberitahuan tentang dunia selebritis yang menjadi pembicaraan hangat. Pemberitaan yang terdengar di dalam rumah yang terlihat sepi itu.
"Nenek buku gambar Rain di mana?" teriak suara anak kecil yang tampak nyaring yang mengalahkan suara televisi itu.
Suasana hening di rumah itu langsung hilang ketika suara larian yang di barengi dengan teriaki memenuhi ruangan.
"Ada dekat televisi," teriak wanita yang melakukan sejak tadi aktivitas di dapur.
"Rain tidak lihat nenek! Tidak ada apa-apa di sini," teriak Rain yang memakai seragam sekolah dan melihat-lihat di sekitar televisi.
Ceklek.
Pintu kamar yang terbuka, keluar seorang wanita yang tampak elegan dengan menggunakan dress hitam, sepanjang mata kaki dengan lengan panjang. Wanita yang menyandang tas di bahunya itu tampak anggun dan elegan dengan rambut yang di urai.
"Rain jangan teriak-teriak pagi-pagi seperti ini tetangga bisa ngamuk, kita bukan hanya tinggal sendiri di komplek ini," ucap wanita itu dengan nada sedikit tegas.
"Mama, Rain tidak melihat buku gambar Rain," keluh bocah laki-laki yang tampak kesal itu.
Wanita itu menghela nafas dan menghampiri televisi yang mengambil buku gambar yang ada di sana.
"Ini apa?" wanita itu tampak tegas dengan mengangkat buku gambar itu dengan satu alis terangkat.
"Oh iya. Maaf! Rain tidak lihat," sahut Rain.
"Makanya lain kali mencari hati-hati dan jangan mencari dengan teriak-teriak," ucap wanita itu. Rain mengangguk-angguk yang menyadari kesalahannya terlalu bar-bar.
"Apa sudah di temukan Rain?" tanya wanita paruh baya yang tampak sangat sibuk dengan menggunakan celemek yang sedikit kotor.
"Sudah Nenek," sahut Rain.
"Ya sudah, Aruna, Rain, sekarang ayo sarapan. Kamu harus berangkat ke sekolah nanti telat. Kamu juga Aruna," ucap wanita itu yang bernama Mila.
Rain dan Aruna mengangguk yang langsung menghampiri meja makan. Di sana sudah ada siapkan nasi goreng. Aruna yang mengambil nasi goreng itu kedalam piring putranya.
"Makan yang banyak agar belajarnya tidak ngantuk!" ucap Aruna.
"Mama juga makan yang banyak agar buat bekerjanya semangat," sahut Rain yang menimpali kata-kata Aruna.
"Pasti sayang!" Aruna mengusap-usap pucuk kepala Rain.
Mata Aruna melihat kearah meja yang di dekat kompor. Melihat Mila masih sibuk dengan banyak jenis kue di atas meja.
"Mama dapat pesanan?" tanya Aruna.
"Iya, pesanan dari ibu-ibu arisan sosialita," jawab Mila sembari melanjutkan pekerjaannya.
"Mama harus jaga kesehatan dan jangan terlalu menerima pesanan terlalu banyak," ucap Aruna tampak khawatir.
"Aruna. Mama tahu kamu bisa membiayai keluarga ini. Tetapi menjual kue dari dulu sudah menjadi kebiasaan Mama. Bukan karena rupiahnya. Tetapi karena itu kesenangan Mama," sahut Mila.
"Iya-iya," sahut Aruna yang hanya mengiyakan saja yang memang sudah paham jika Mila pasti akan menjawab seperti itu. Aruna dan Rain melanjutkan untuk sarapan.
**
Perusahaan Rumah Produksi Picture.
Mobil merah yang berhenti di depan Perusahaan itu. Aruna yang terlihat buru-buru melangkah memasuki Perusahaan itu.
"Aruna!" langka Aruna terhenti.
"Ada apa Giselle?" tanya Aruna.
"Kamu di panggil sama, Bu Monica!" ucap Giselle rekan kerja Aruna.
"Pagi-pagi sekali sudah di panggil," sahut Aruna dengan dahi mengkerut.
"Entahlah aku juga tidak tahu," sahut Giselle dengan mengangkat kedua bahunya.
"Baiklah!" sahut Aruna dengan menganggukkan kepala dan langsung pergi.
"Untu apa pagi-pagi sudah di panggil, membuat jantungku berdebar saja, semoga aku tidak melakukan kesalahan," gerutu Aruna yang sudah sampai di depan pintu ruangan Monica yang merupakan atasan Aruna.
Tok-tok-tok-tok.
"Masuk!" suara sahutan yang terdengar dari dalam membuat Aruna menghela nafas dan membuka pintu.
"Permisi Bu!" sapa Aruna yang menghampiri wanita yang duduk di kursi kerjanya. Wanita dengan berambut pendek itu yang tampak memijat kepalanya seperti ada masalah yang dia hadapi.
"Ada apa Ibu memanggil saya?" tanya Aruna.
"Bocah keparat itu membatalkan kontrak syuting film kita!" ucap Monica dengan nada kesal.
"Bo- bocah, siapa maksudnya?" tangan Aruna bingung.
"Siapa lagi kalau bukan aktor baru yang Star syndrome itu," sahut Monica yang tampak kesal.
Aruna sepertinya tidak mengerti siapa yang disebutkan Monica yang membuat wajahnya tampak berpikir.
Mata Monica melihat ke arah Aruna yang tetap bengong, "kau tidak tahu juga!" sentak Monica yang membuat Aruna tersentak kaget.
Dengan wajahnya yang masih bingung membuat wanita berusaha 24 tahun menggelengkan kepala.
"Siapa lagi kalau bukan Andreas," teriak Monica yang semakin emosi membuat gendang telinga Aruna sakit mendengar suara teriakan yang sangat nyaring itu.
"Sekarang saya tidak mau tahu, kamu harus menyelesaikan masalah ini dan buat bocah sialan itu menandatangani kontrak ini tanpa harus mengubah naskah!" tegas Monica.
"Saya yang harus bergerak?" tanya Aruna menunjuk diri sendiri.
"Suruh Tobi!" teriak Monica yang semakin kepanasan.
Tobi OB di perusahaan itu yang memang tidak mungkin dia yang melaksanakan perintah itu.
"Maaf Bu Monica. Tetapi kenapa harus saya. Saya sedang mengurus mini series yang belum selesai," protes Aruna.
"Saya tidak meminta protes kamu. Sekarang cepat laksanakan apa yang saya katakan!" teriak Monica dengan suara yang semakin menggelegar. Aruna yang tidak ingin semakin mendapatkan masalah dan gendang telinganya bisa rusak akhirnya keluar buru-buru dari ruang tersebut.
"Apa harus aku lagi yang mengerjakan semua itu," batin Aruna dengan kesal.
Aruna gadis 24 tahun yang bekerja di bagian departemen produksi film. Aruna yang memiliki profesi sebagai asisten sutradara dan juga penulis skenario. Aruna sudah 5 tahun bekerja di rumah produksi tersebut dengan karir yang cukup meningkatkan, dari kru biasa sampai menjadi asisten sutradara dan sekarang ada berita bahwa coba tanya akan naik menjadi sutradara.
Walau memiliki bos yang setiap hari kerjanya teriak-teriak, ternyata tidak membuat Aruna berhenti bekerja dan sama seperti sekarang ini dia baru saja mendapatkan masalah dan harus turun langsung menemui aktor yang memang dalam 1 tahun ini karirnya sedang di puncak. Kalau kata bosnya Star syndrome
***
Kafe Calista.
Aruna yang terlihat duduk di salah satu bangku dengan seorang pria yang berhadapan dengannya yang sejak tadi bermain ponsel. Mata Aruna yang sejak tadi memperhatikan wajah laki-laki yang terlihat acuh itu yang seperti tidak menganggap ada orang di depannya.
"Maaf tuan Andreas, bagaimana? Apa Anda akan setuju dengan menandatangani kontak film dengan Perusahaan kami?" tanya Aruna dengan mengeluarkan senyum terpaksa.
"Maaf Nona, saya menolak film itu. Karena adegan yang ditunjukkan di dalam skenario terlalu ekstrim dan saya tidak mau mengambil resiko yang akan membuat tubuh saya sampai kenapa-napa, lecet atau yang lain. Karena sebagai seorang aktris harus memiliki fisik yang sempurna dan tidak boleh sampai ada yang cacat sedikitpun," jawab pria itu jangan sampai dan mata tetap fokus pada ponselnya.
"Apa katanya!" batin Aruna kesal mendengar kata-kata puitis itu.
Bersambung.
"Jadi tolong jangan paksa saya untuk melakukan hal yang tidak ingin saya lakukan!" tegas Andres
"Tuan Andres bintang papan atas yang sangat terkenal. Dalam film ini, setiap adegan fisik akan memakai peran pengganti. Jadi Anda jangan mengkhawatirkan tubuh Anda akan lecet,"
Aruna mencoba mengeluarkan semua cara untuk membujuk laki-laki di depannya yang tetap mengacuhkan dia.
"Tapi, saya tetap menolak keras untuk film ini dan saya juga tidak yakin dengan hasilnya," sahut Andres dengan nada meremehkan.
"Apa maksud Anda!" Maura tampak tersinggung dengan meninggikan suaranya.
"Anda meremehkan rumah produksi kami hah! Anda seharusnya berterima kasih ditawarkan dalam film ini dan bukan malah pilih-pilih seperti ini. Ternyata benar Anda aktris yang mengalami star syndrome ," kesal Aruna dengan emosi sejak tadi sudah menahan diri.
"Kau mengatakan apa?" Andres juga tampak tersinggung.
"Eh artis yang baru naik daun. Ingat karir Anda akan menurun jika memiliki attitude seperti ini!" tegas Aruna yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Andres setelah mengutuk Andres.
"Wau apa yang dia katakan. Attitude, Huhhhh dasar. Jika orang artis terkenal seperti ku tidak ingin bermain film action di tempat kalian, maka jangan memaksaku dengan menyumpahi ku, memang kalian pikir kalian siapa haha!" kesal Andreas dengan mengoceh dengan suara berteriak-teriak yang membuat orang-orang yang ada di Restaurant itu melihat ke arahnya.
Andres yang menyadari hal itu langsung mengubah image wajahnya dengan tersenyum yang seolah tidak terjadi apa-apa. Dia ingin tetap dikenal sebagai aktris yang ramah dan sopan.
****
Ruang rapat.
Meja rapat yang di isi beberapa orang penting dalam rumah Produksi itu. Termasuk ada Aruna di sana dan juga Giselle serta karyawan lainnya dengan posisi masing-masing.
"Aruna saya menyuruh kamu untuk membujuk Andreas dan bukan malah menyumpahi dia!"
Ucapan Monica yang kembali terdengar marah-marah yang berdiri di samping Aruna yang sejak tadi tertunduk.
Baru saja Aruna mendapatkan laporan dari Manager aktris yang akan mereka rekrut tentang ketidaknyamanan atas apa yang di lakukan Aruna. Aruna pasti kesal yang di salahkan lagi dan hanya bisa mengoceh di dalam hati.
"Gara-gara kamu, masalah bukan selesai malah bertambah dan lebih parahnya lagi, mereka melaporkan Perusahaan kita atas tuduhan pencemaran nama baik dan perusak fikis dari aktris mereka," tegas Monica.
"What!" Aruna mengangkat kepala yang benar-benar kaget dengan tuduhan itu.
"Bagaimana mungkin mereka melaporkan hanya karena hal itu. Aku sama sekali tidak melakukan apapun dan mereka sangat berlebihan!" tegas Aruna membela diri.
"Aktris mereka mengalami gejala gangguan mental, karena perkataan kamu yang membuat manajemen mereka mengalami kerugian dan akan menuntut Perusahaan kita!" tegas Monica
"Astaga ini sangat berlebihan. Kalau aktris mereka mengalami gangguan mental dan itu memang harus terjadi karena dia memang rada-rada," tegas Aruna semakin emosi.
"Sudah-sudah, Saya tidak mau mendengar apapun pembelaan kamu. Sekarang kamu datang ke kantor manajemen dia dan minta maaf pada mereka!" tegas Monica memberi saran.
"Mi- minta maaf," sahut Aruna terbata.
"Lalu apa lagi jika bukan itu!"
"Aku tidak bersalah!" Aruna bersikeras membela diri dan tidak akan mau meminta maaf.
"Kamu ingin membuat masalah semakin banyak," sahut Monica mengingatkan.
Huhhhhhhh,
Aruna yang sepertinya tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya menghela nafas perlahan ke depan. Dia benar-benar ikut frustasi karena artis yang sedang naik daun itu.
"Lalu bagaimana sekarang. Kita tidak bisa menunda film ini untuk di jalankan," sahut salah satu pria yang mengikuti rapat.
"Bagaimana kalau kita ganti pemain saja. Kita jangan memaksa orang yang tidak niat untuk bermain," sahut Gisella memberikan pendapat.
"Aku setuju!" Aruna dengan cepat menjawab.
Aruna sudah menaruh dendam pada aktris yang menyebalkan itu, karena gara-gara dia waktu Aruna tersita banyak dan sekarang harus disuruh untuk meminta maaf.
"Bocah itu yang naik daun sekarang dan dia juga bergabung dengan management artis besar. Jadi hanya dia yang cocok," sahut Monica yang harus memikirkan secara detail Kenapa tetap ingin mempertahankan Andres.
"Tapi untuk apa merekrut artis yang naik daun, jika tidak memiliki kemampuan. Jelas alasan dia karena tidak ingin ada adegan action dalam film ini dan sementara nyawa dalam film ini adalah adegan actionnya. Jadi percuma saja mengkerut orang seperti itu," sahut Aruna berpendapat.
"Lalu apa kita masih punya waktu untuk mencari aktris yang cocok dengan film ini?" tanya Monica. Semua diam dan terlihat berpikir.
Aruna menoleh ke arah ponsel yang menyala di sampingnya yang melihat pesan masuk yang ternyata dari sang mama yang menuliskan nota bahan-bahan kue yang harus di belanjaan Aruna saat pulang bekerja nanti.
"Bagaimana jika kita rekrut Melvin Danu Bramana!" sahut Giselle.
Aruna mengangkat kepala perlahan. Entah mengapa jantungnya berdebar dengan kencang saat nama itu di sebutkan.
"Bukankah Melvin masih terlibat syuting," sahut Dion.
"Dia aktris profesional dan senior dan dia juga sangat cocok dengan film action dan apa salahnya kita coba. Jika terlibat syuting dia pasti bisa mengurus hal itu," sahut Giselle berpendapat.
Orang-orang yang mengikuti rapat itu mengeluarkan pendapat masing-masing antara setuju dan tidak dengan merekrut aktris yang baru saja mereka pikirkan. Tetapi Aruna malah terdiam dengan ponsel yang masih dipegangnya. Mulutnya sama sekali tidak memberikan pendapat apa-apa.
"Baiklah kita coba saja! Giselle kamu berbicara dengan managernya dan jika Melvin setuju kita akan rekrut dia dan gantikan bocah stars syndrome itu," sahut Monica setuju.
"Baiklah saya akan menyusun semuanya," sahut Gisele setuju.
Aruna masih diam membisu yang tidak mengatakan apa-apa.
*********
Kantor Management Aktris.
Mobil Aruna berhenti di depan Perusahaan yang memiliki aktris yang besar-besar itu. Aruna menoleh ke bangku sebelahnya dan melihat bunga.
"Aisss sungguh menyebalkan. Aku sekarang harus menemui laki-laki tengil itu dan meminta maaf. Dia pikir siapa dirinya aktris baru saja, sudah banyak tingkah," oceh Aruna.
Aruna yang memang tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang diperintahkan oleh Monica untuk meminta maaf langsung kepada saat aktris yang merasa tersinggung atau akibat kata-katanya sebelumnya.
Maura keluar dari mobil dan tidak lupa mengambil boucket bunga dan langsung memasuki Perusahaan itu.
Maura menaiki anak tangga yang cukup lebar yang bisa terlihat 3 orang lebih berselisih di tangga itu.
"Semoga saja aku tidak sial hari ini," ucapnya dengan penuh harap yang buru-buru menaiki anak tangga.
Brukkkk.
Karena terlalu buru-buru membuat Aruna menabrak dada bidang seorang pria dan hampir saja membuat dia jatuh berbalik. Untung tangan pria itu menahan pinggang Aruna yang membuat Aruna tidak jadi jatuh dan hanya bunga yang dia pegang yang jatuh.
Dengan nafas naik turun perlahan Aruna mengangkat kepala melihat pria yang yang menahan tubuhnya itu. Mata Aruna mendelik kaget saat melihat melihat pria bertubuh tinggi 180 cm dengan kulit putih mulus dengan aura wajah dingin dan tegas,
Dag-dig-dug!
Debaran jantung Aruna yang tidak terkendali saat melihat pria di hadapannya itu. Aruna juga kesulitan menelan saliva yang merasa tubuhnya tertempel magnet yang tidak bisa bergerak.
Bersambung
"Kau tidak apa-apa?" tanya pria itu dengan suara berat.
"Oh... Ti--tidak!" Aruna yang langsung menegakkan posisi berdirinya menjauhkan tubuhnya dari pria itu.
"Maaf!" Aruna yang terlihat tampak gugup menundukkan kepala dan melanjutkan langkahnya.
"Tunggu!"
Deg!
Jantung Aruna semakin berdebar kencang dengan deru nafas naik turun dan wajah yang tampak gugup, entah apa yang terjadi, kepanikan tiba-tiba muncul di wajahnya.
"Ada apa?" tanya Aruna tanpa membalikan tubuh.
Pria itu mengambil boucket bunga yang terjatuh itu dan menghampiri Aruna dan berdiri di depan Aruna.
"Bunga kamu ketinggalan!" ucapnya.
Aruna dengan cepat mengambil bunga itu, "makasih!" ucapnya langsung pergi dengan buru-buru.
Pria itu melihat kepergian Aruna yang tampak tergesa-gesa.
"Apa aku pernah melihatnya?" guma pria itu yang merasa tidak asing pada Aruna.
"Tuan Melvin!" tegur seorang pria dari lantai bawah membuat Melvin menoleh.
"Mobilnya sudah siap!" ucap pria itu.
Melvin Danu Bramana aktris papan atas berusia 27 tahun menganggukkan kepala dan menuruni anak tangga.
***
Aruna yang sudah berada di salah satu ruangan dengan Andreas dan seorang pria berkacamata yang ada di sana. Lihatlah bagaimana Andreas yang tampak angkuh dan sangat cuek. Yang duduk bersandar pada sofa dengan satu kaki di letakkan di pahanya.
"Ternyata dia tidak mengenalku. Iya itu jauh lebih baik," batin Aruna yang sejak tadi mengkhayal.
"Nona. Apa kau datang kemari hanya diam saja?" tanya pria berkacamata yang sudah berusia 40 tahun.
"Oh, maaf," sahut Aruna yang membuang nafas perlahan kedepan yang kembali fokus.
"Baiklah langsung saja kedatangan saya ke kemarin atas kejadian kemarin dan saya meminta untuk hal itu dan saya berharap masalah ini tidak dilanjutkan dan apa lagi sampai dalam tahap rana hukum," jelas Aruna tanpa basa-basi.
"Baiklah! Kita tidak akan memperpanjang masalah ini dan ini juga merupakan peringatan untuk kamu, agar lain kali bisa hati-hati dalam berkata-kata, jaga lisan dengan baik!" tegas pria itu.
"Iya!" sahut Aruna tersenyum terpaksa.
Moodnya sepertinya sedang tidak baik dan seperti ingin buru-buru pergi dari tempat itu. Jadi hanya mengiyakan saja agar cepat selesai.
"Kalau begitu saya permisi, sekali lagi saya minta maaf!" ucap Aruna berdiri dari tempat duduknya.
"Hanya itu saja!" sahut Andreas.
"Lalu apa lagi?" tanya Aruna menimpali.
"Anda sama sekali tidak punya niat untuk meminta maaf dengan tulus," Andreas ternyata kembali menimbulkan masalah yang suka bertele-tele.
Aruna mengeluarkan senyum lebar pada pria tengil itu.
"Saya meminta maaf tuan Andreas!" ucap Aruna sekali lagi. Walau raut wajah itu tampak terpaksa mengeluarkan senyum lebar.
"Hmmm, lalu bagaimana dengan peran dalam film yang akan kalian buat. Apa...."
"Kami akan mengganti pemain yang baru," sahut Aruna yang memotong pembicara itu.
"Pe-pemain! Siapa?" tanya Andreas penasaran.
"Entahlah semoga saja dia sukses dalam film yang anda tolak," sahut Aruna engan menyunggingkan senyumnya.
"Oh, baguslah. Jadi saya tidak perlu berhadapan dengan orang-orang seperti kalian dan saya tidak perlu mendengar bujukan dan tawaran kalian kepada saya," sahut Andreas yang terlihat santai. Namun juga sangat gelisah.
"Baiklah kalau begitu saya permisi!" ucap Aruna yang langsung langsung pergi.
"Oh bagus. Jadi aku memang tidak perlu harus membintangi film yang hanya merugikan diriku. Bisa-bisa tubuhku akan lecet-lecet karena melakukan adegan-adegan yang sangat ekstrim," ucap Andreas yang berusaha baik-baik saja.
Dia seperti mengharapkan Aruna kembali membujuk dia. Pria berkacamata itu melihat kearah Andreas.
"Aku benar-benar bukan?" sahut Andres.
"Benar sekali!" pria itu mengangguk tersenyum yang setuju saja.
**
Ceklek.
Pintu rumah di buka dan Aruna yang memasuki rumah dengan dua tangannya yang dipenuhi kantung plastik besar.
"Aku pulang!" ucap Aruna.
"Mama!" sahut Rain yang langsung menghampiri Aruna.
"Mama pasti capek bukan! sini Rain bawa," anak pintar itu yang langsung mengangkat belanjaan Aruna yang terlihat sangat berat.
"Pelan-pelan Rain!" ucap Aruna.
"Tenang Mama, Rain kuat kok," sahut Rain yang membuat Aruna hanya tersenyum.
"Aruna sekarang kamu bersih-bersih dan kita langsung makan malam," sahut Mila.
"Iya Mah," sahut Aruna dengan menganggukkan kepalanya yang langsung memasuki kamar.
"Nenek! Rain susun belanjaannya ya," suara Rain yang yang begitu keras masih kedengaran ke kamar Aruna.
Rain memang anak yang sangat rapi, rajin, pintar dan pembersih dan suka membantu. Lihatlah Aruna pulang dia langsung bergegas tanpa di suruh. Kelemahan Rain hanya mencari barang yang susa di temukan. Karena memiliki kebiasaan mencari dengan buru-buru.
**
Aruna yang berada di jalan mobil menyetir dengan fokus dengan Rain yang berada di sampingnya. Sesekali karena melihat ke arah putranya yang terlihat menggambar. Hal itu membuat Aruna tersenyum dan kembali menatap lurus ke depan.
Dratt Dratttt Dratttt Dratttt Dratttt.
Suara ponsel Aruna yang berdering membuat Aruna yang langsung mengangkatnya.
"Iya Giselle ada apa?" tanya Aruna.
"Aruna kami beserta kru sudah sampai di lokasi sekolah untuk syuting series hari ini. Kamu langsung saja ke lokasi dan tidak perlu ke kantor lagi," ucap Giselle.
"Tapi aku harus menyerahkan beberapa laporan kepada bu Monica," ucap Aruna.
"Bu Monica juga ada di ini. Jadi tidak perlu," ucap Giselle.
"Baiklah kalau begitu! Aku antar Rain ke ke sekolah dulu, kamu kirim saja alamatnya," ucap Aruna.
"Baiklah kalau begitu," sahut Gisele.
Aruna yang langsung mematikan panggilan telepon tersebut.
"Huhhh! semua harus diburu-buru," keluh Aruna
"Mama nanti akan menjemput Rain pulang sekolah?" tanya Rain.
"Nanti Mama telpon Bu guru Rain," jawab Aruna.
"Baik Mah!" sahut Rain yang kembali melanjutkan gambaran itu.
Sementara di sisi lain Melvin yang sedang berada di dalam mobil Alphard yang bersandar di jok mobil di bagian tengah yang sedang di kemudi oleh managernya Chiko.
"Melvin bagaimana dengan tawaran dari rumah produksi picture tentang film itu?" tanya Chiko yang melihat dari kaca spion.
"Apa ada naskah yang bisa aku lihat?" tanya Melvin.
"Ada," jawab Chiko.
"Kalau begitu aku ingin melihat dulu," sahut Melvin.
"Baiklah!" Chiko yang terlihat membuka laci dan langsung memberikan print naskah kepada Melvin.
The Fire. Melvin yang pertama kali membaca judul naskah film yang kemungkinan akan dia bintangi.
Melvin juga melihat penulis dari film tersebut Aruna Levina Citra, asisten sutradara dari film tersebut juga dengan nama yang sama dan juga penulis skenario film itu.
"Aruna!" Melvin tiba-tiba kepikiran sesuatu.
"Nona Monica sangat berharap kamu bergabung dengan film mereka. Kita bisa bisa membicarakan kontraknya secepatnya jika kamu menyetujuinya," sahut Chiko.
"Aruna! Dia penulis skenario ini?" tanya Marvel.
"Setauku nona Aruna asisten sutradara di Departemen rumah produksi picture. Tetapi aku juga sering mendengar dia juga menulis beberapa skenario dalam mini series drama," jawab Chiko.
"Apa kita tidak pernah bekerja sama dengan produksi house picture?" tanya Melvin.
"Kita pernah bekerja sama, mungkin 2 tahun yang lalu. Kamu lupa?" tanya Chiko.
"Tapi seingat ku sutradara dari film itu bukan seorang wanita?" tahun Melvin yang memang mengingat hal itu.
"Mungkin bukan nona Aruna yang menyutradarai film itu," sahut Chiko m
"Begitu," sahut Melvin yang membuka naskah tersebut. Dia hanya merasa ada sesuatu dengan nama Aruna.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!