Jam telah menunjukkan pukul 23.55, lima menit menuju pukul 00.00. Malam itu cukup dingin, membuat semua orang memilih untuk menghangatkan diri di dalam rumah. Penjaga-penjaga rumah para Bangsawanpun sampai harus merokok dan menenggak bir, whiskey, dan minuman berakohol lainnya untuk membuat tubuh mereka tetap hangat.
Begitupun di kediaman Inti Keluarga Manstein, Sekompi penjaga yang berada di pos jaga utara juga mengalami hal serupa.
"Hufh... Dingin sekali." Kata seorang penjaga sambil bersendekap dan melompat lompat demi menghilangkan dingin dan kantuk yang menyergap.
"Hahaha, kau tidak merokok?" Tanya prajurit lainnya yang tertawa karena tingkahnya.
"Tidak."
"Kemarilah minum ini, hangatkan badanmu!"
"Maaf aku tidak biasa minum saat berjaga, Sersan."
"Hey kalian dengar!?, Schonburn tidak minum!" Ejek Sang Sersan bercanda, dan candaan garing itu mengundang gelak tawa pasukan yang sedang berjaga disana.
Dan tampaknya candaan itu cukup untuk sekedar mencairkan suasana yang sedikit agak sepi.
"Ey!! Kameraden!! (Ey! Kawan!)" Salah seorang yang lain yang ada di belakang senapan mesin memanggil. "Aku punya kopi panas di termosku!"
Nampaknya prajurit muda bernama Schonburn itu lebih tertarik pada secangkir kopi panas dari pada minuman keras, dengan wajah cukup gembira dia berlari menuju rekannya yang berada di belakang senapan mesin.
"Ini minumlah." Katanya setelah menuangkan kopi panasnya ke dalam gelas yang terbuat dari plat besi miliknya.
"Fuuh, danke (terimakasih)" Baru saja ia minum seseruput, suara bom serempak disusul senapan, gencar terdengar dari beberapa titik di seluruh kota, suaranya sangat keras dan kuat karena saat itu waktu menunjukkan pukul 00.00, dan suasananya sangat sepi.
"Suara apa itu?" Tanya serorang Letnan yang baru saja keluar dari dalam pos Jaga.
Tiba-tiba seseorang dari atas menara intai berteriak. "KOMANADAN!!! KAU HARUS MELIHAT INI!"
Letnan itu naik dan segera melihat melalui teropongnya.
Nampak kobaran api dari arah sebuah kediaman di barat laut, yang jaraknya sekitar 3KM dari sana, dan terlihat juga kilatan-kilatan cahaya yang nampaknya itu kilatan cahaya dari senapan-senapan pasukan yang sedang baku tembak.
"Itu, itu kediaman Lord Paulus."
"Letnan! Kontak radio dari kediaman Lord Boshinkov, mereka diserang oleh pasukan Letnan Kolonel Yudintsev, mereka memanggil bala bantuan!" Teriak seorang pasukan.
"Haah?" Sang Letnan malah menjadi lebih bingung saat tahu jika yang menyerang mereka berasal dari kesatuan mereka sendiri, terlebih lagi Letnan Kolonel Yudintsev, yang dikenal begitu setia pada Bangsawan Frederick Von Manstein, yang bahkan adalah Adik angkat Nona Ocha Von Manstein -putri pertama dari keluarga inti Manstein-
"Letnan Gawat!" Teriak radiomen tadi. "Markas Pusat Komando Bersenjata di duduki pemberontak yang dipimpin Kolonel Eugen Wegener, Markas Pusat Komando Strategis menyatakan mendukung pemberontakan Lady Ocha Von Manstein, dan mengirimkan Divisi-divisi dibawah komando Markas Besar Komando Strategis untuk membantu pemberontakan."
Terperanjat semua yang ada disana, mendadak wajah Sang Letnan berubah pucat pasih mendengar nama Lady Ocha Von Manstein, terlebih lagi mendengar Markas Besar Komando Strategis mendunkung Kudeta tersebut. Mendadak hilanglah kabut kebingungan yang meliputi mereka sekarang. Ini adalah sebuah kudeta besar dan terencana.
"Ini Kudeta!" Teriak Sersan yang tadi
"Jika begitu! Gawat! Tinggalkan pos! Amankan Tuan-"
Kabooommm....
Belum selesai Letnan itu bicara, sebuah bom meledak di dekat mereka, kemudian disusul suara tembakan serempak dari segala sisi, yang dengan cepat serangan itu menghabisi nyawa sebagian besar prajurit yang ada disana. Masalahnya ini terlalu cepat dan tidak adil, mereka bahkan belum bersiap dan masih terkaget-kaget, dan bahkan sebagian pasukan masih berusaha mencerna apa yang terjadi, bendera putih dikibarkan dengan cepat menghentikan serangan yang memang tidak akan bisa mereka tahan.
Semua prajurit yang tersisah hanya bisa di hitung dengan jari termasuk Sang Letnan yang beruntung karena berdiri tepat di belakang seorang pasukan penjaga di atas menara pandang.
Saat mereka di kumpulkan dia melihat bawahannya yang terbunuh, Sersan rekannya tewas dengan beberapa peluru yang bersarang di tubuhnya, dilihatnya juga mayat prajurit Schonburn yang menggelepar-gelepar bak ikan kehabisan air setelah sebutir peluru menerjang lehernya tadi.
"Nona, apa yang akan kita lakukan pada mereka?" Tanya seorang pasukan pemberontak.
"Kita tak punya banyak waktu!"
Letnan itu mengenali suaranya, itu suara atasannya sendiri -Adik angkat Nona Manstein- Kolonel Norah Uriel ternyata atasannya juga terlibat dalam kudeta ini.
"Letnan John?" Tegur sang Kolonel. "Oh ya Tuhan, aku berhadapan dengan bawahanku langsung!" Katanya dengan nada tak berdosa
"Kolonel!"
Dor! Sebuah tembakan segera melubangi kepala letnan John, disusul dengan yang lainnya.
Berita pembantaian itu dengan cepat tersebar ke seluruh Kekaisarsan, dan Bangsawan-bangsawan dari 8 Kediaman segera berkumpul menghadap Kaisar malam itu membahas tentang pembantaian ini.
Sungguh dibuat terkejut mereka bahwa yang melakukan pembantaian ini adalah Putri dari keluarga Manstein, dan yang lebih mengejutkan lagi tahu bahwa seluruh anggota Kesatria Ilahi, beserta Komando Strategisnya turut serta dalam pembantaian ini.
"Menurut berita, Lord Paulus, Lord Boshinkev, Sir Lothor, Sir Hamud, Sir Abner, Jendral Besar Kalenko, Jendral Sohkam, Letnan Jendral Micharel, Marsekal Lou, Laksamana Shibuya beserta keluarga semuanya tewas dalam pembantaian." Ujar Lord Lohengram dengan nada agak panik.
Kaisar hanya terdiam seolah tenggelam dalam fikirannya sendiri.
"Bagaimana dengan keluarga inti Manstein??" Tanya Sang Kaisar tiba-tiba.
"Belum ada kepastian. Mungkin pembantaian mereka belum sampai memasuki kediamam inti!"
"Ku perintahkan sebuah detasemen tempur berkekuatan Regu (13 orang) dibawah komando Kolonel Muda Wilhelm Eldia, dan pimpinan Kapten Wilda Eldia untuk menyelamatkan keluarga inti Manstein jika memungkinkan!"
Dan dengan sigapnya, seorang Ajudan langsung keluar untuk memberi kabar pada perwira terpilih.
"Tidak disangka Lady Ocha dan seluruh anggota Kesatria Ilahi mampu melakukan Kudeta besar besaran seperti ini." Sahut seorang Lord dari kediaman Oliver. "Bahkan usia mereka baru menginjak 20 tahunan"
"Lady Ocha adalah seorang dengan pemikirannya sendiri." Jawab Lord Eldia, ayah dari Wilhelm dan Wilda. "Dan anggota Kesatria Ilahi, mempunyai kemampuan di atas rata-rata Prajurit, bahkan perwira menengah ke atas pun akan kewalahan menghadapi mereka, tidak heran kudeta sebesar ini berjalan lancar tanpa hambatan."
Seluruh ruangan menjadi penuh dengan keluh kesah semua orang.
"Dan yang menarik perhatian ku adalah, nama-nama ini." Lord Eldia kembali berbicara "Mereka adalah orang-orang yang beberapa waktu lalu mendukung Pangeran Canyon untuk menjadi Putra Mahkota."
Lord Ingram angkat bicara. "Jika begitu, mungkin Kudeta dan pembantaian ini bertujuan untuk membawa suara bulat untuk Pangeran Jyona."
****
Sementara itu di Unit yang dipandu Kolonel Wilhelm yang bertugas menyelamatkan Keluarga Inti Manstein sudah bergerak menggunakan helikopter intai Cyclops dilindungi oleh sebuah helikopter serbu Dragonfly. Secara singkat Kapten Wilda menjelaskan tujuan misi itu pada anak buahnya, sementara Kolonel Wilhelm memandu pergerakan mereka dari markas pusat.
"Kali ini kita akan turun di hutan dekat wilayah dalam Manstein di LZ -Landing Zone/Zona Pendaratan- Alpha." Jelas Sang Kapten melalui Jam Hologram yang memunculkan peta tugas mereka. "Kita akan masuk sedikit jauh ke dalam wilayah hingga dekat kediaman inti, tugas kita adalah melakukan infiltrasi sedekat mungkin, dan menerobos masuk ke dalam rumah untuk menyelamatkan anggota Keluarga Inti Manstein, dan membawanya ke LZ Bravo." katanya dengan menunjuk nunjuk titik-titik tujuan.
"Kemungkinan kontak senjata?" Tanya Letnan Oliver.
"Sangat memungkinkan."
"Faktor penunda penjemputan?" Tanya Letnan Maura dengan melihat pada peta.
"LZ Bravo ditemukan, dan dikuasai lawan. Ada lagi?" Tanya Sang Kapten.
Semua diam.
"Baiklah kalau tidak ada, periksa level amunisi kalian, bawa extra granat dan extra magz kita akan mendarat di LZ Alpha dalam 0300 menit!"
Tiga menit berselang sampailah mereka di LZ Alpha, dan Helikopter menurunkan empat utas tali untuk menurunkan para personil militer yang bertugas. Satu persatu Komando Pasukan Elit Kekaisaran turun melalui tali itu. Setelah turun, mereka langsung menodongkan senapan mereka ke empat penjuru sembari berjongkok, menjaga teman-teman mereka yang turun dari segala kemungkinan penyergapan.
"Ruby six kau dengar?" Ujar Wilda melapor pada markas pusat setelah helikopter meninggalkan mereka.
"Roger Alpha One, conection clear (koneksi baik)!" Jawab Wilhelm memberi konfirmasi.
"Tim ku sudah memasuki LZ Alpha, kami siap bergerak."
"Ijin diberikan, God Speed! (Tuhan menjaga)"
Mereka dengan cepat memasuki hutan di belakang kediaman Inti Keluarga Manstein. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai disana.
"Wil!" Panggil Wilhelm pada adiknya melalui radio panggil. "Pemberontak kelihatannya sudah memasuki ruangan! aku melihat banyak warna orange di dalam ruangan (wilhelm menggunakan kamera thermal satelit)."
"Unit ku akan segera masuk kedalam."
"Berhati-hatilah! Lakukan se-senyap mungkin, dan segeralah pergi ke lantai atas! Aku melihat seseorang sedang menodongkan pistol pada yang lain, kalihatannya itu adalah Lord Frederic Manstein, dan Lady Ocha."
Tanpa komando lebih banyak, Sang Kapten memberi kode melalui gerakan tangan, dan segeralah mereka berpencar secara cepat setelah memasang suspensor (peredam suara) pada senapan masing-masing, dan sebagian memilih memakai pistol karena senapan mereka tidak dapat diberi suspensor.
Ada yang melalui pintu belakang, ada yang melalui pintu depan, ada yang melalui jendela. Mereka bergerak perlahan tapi pasti, Menghindari segala jebakan yang ada sekaligus menghindari segala kemungkinan yang membuat gagalnya misi mereka.
Tegang! Mungkin kata itulah yang dapat menggambarkan suasana saat itu, keringat dingin mengucur dari leher dan dahi para pasukan itu, tidak pernah mereka merasa setegang itu di misi-misi sebelumnya.
"Wil! Seorang menuju padamu! Dari pintu disebelahmu!" Kata Wilhelm mengomando Wilda yang masuk dari pintu depan.
Wilda tak menjawab, namun tak perlu sebuah jawaban bagi Wilhelm untuk konfirmasi. Ia tahu adiknya sudah memahami ucapannya.
Dan benar saja, dengan mudah dia melihat adiknya itu membereskan satu orang pemberontak lewat monitor.
Dibantu para staf-stafnya, Wilhelm bekerja keras mengurus strategi dan informasi bagi unit itu.
"Kolonel!, satu sandera dibebaskan" Itu suara Letnan Maura yang telah menyelesaikan tugas. "Lady Lilya telah di tangan kami."
"Bagus!"
"Tanggo down (lawan ditumbangkan) terdengar lagi suara dari radio, kali ini suara itu milik Letnan Oliver yang baru saja menumbangkan tiga penjaga. "Coming in (kami masuk)." Tentu saja mereka berbicara dengan pelan, bahkan terkesan berbisik supaya tak seorang pemberontak pun mendengar mereka.
Di dalam markas pusat pun tak kalah tegang, justru markas pusat adalah tempat paling menegangkan saat operasi militer berlangsung, Apalagi mengingat lawan mereka adalah anggota-anggota Kesatria Ilahi.
"Target Secure (target aman)" Suara Letnan Oliver. "Konfirmasi! Sir Andrew, Sir Yohan, Sir Alexis."
"Copy that."
"Kolonel, Konfirmasi!" Itu suara Wilda. "Lady Anya, Sir Heland"
"Baiklah!"
"Aku akan ke lantai dua, bagaimana keadaannya?" Tanya Wilda lewat radio dengan sedikit berbisik.
"Lima penjaga, dan dua orang di dalam di kamar nomor tiga dari tangga."
"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Wilda sambil berjalan perlahan menaiki tangga yang lebar tersebut, bersama dua pasukannya.
Wilhelm mengamati. "Mereka berdua sedang mengobrol, tapi yang satu sedang menodongkan pistol, ah! Yang satu bergerak ke balkon mungkin dia di desak, cepatlah!"
"Baik!" Jawab Wilda. "Tim kumpulkan yang selamat dan lindungi mereka!" memberi perintah pada timnya lewat radio.
Sementara itu di dalam ruangan seorang gadis sedang menodongkan pistol pada seseorang yang sedang menghadap ke balkon. Sarung tangannya menunjukkan kalau dia adalah seorang bangsawan, sedangkan pakaiannya adalah pakaian seorang Perwira Kelas Atas rambutnya panjang tergerai.
"Rupanya sudah datang ya?" Katanya dan tiba-tiba.
BRAKKKKK!!!
Pintu di dobrak paksa, dan tiga orang masuk menodongkan tiga pucuk senapan padanya.
Dan saat ketegangan berada di puncak, tiba-tiba Wilhelm menghubunginya. "Will ada yang tudak beres. Bunuh dia sekarang juga, dan bawa yang selamat!"
Wilda sebenarnya juga merasa aneh, ini terlalu mudah. Bagaimana mungkin sebuah pemberontakan dan kudeta ini begitu dahsyat di siarkan jika mereka mampu menembus rumah ini dengan mudah kecuali-
"Will!! ini Jeb-"
Ngiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnngggg
Sebuah bom gelombang telah meledak dari dalam rumah itu menyebabkan kebisingan dari dalam radio panggil di telinga seluruh unit Wilda dan memutus komunikasi Wilhelm dengan anak buahnya yang di lapangan.
"Aaaaaaakkhh!"
"Ouch!"
"Ouwwwhhh!" Teriak ketiga orang itu bersamaan gara-gara kebisingan Yang terjadi di telinga mereka. Terpaksa mereka lepas Headset di telinga mereka supaya mereka tidak tuli karena dengingan bom gelombang itu.
Belum selesai dengan keterkejutan itu, sekali lagi wilda dikejutkan dengan sepucuk senapan menodong kepalanya dari belakang, dan lagi dia melihat temannya yang di depan kirinya mulutnya dibungkam dan digorok dengan belati, sementara rekannya yang di depan kanannya ditusuk pinggangnya dengan belati dari bawah Kevlar -baju anti peluru- yang dipakainya.
"Tak kusangka Psukan Elit Kekaisaran sangat ceroboh seperti ini" Celetuk sorang yang berdiri di balkon itu.
Dan Wilda baru menyadari jika dia bukanlah Lord Frederick
Setelah ia menoleh. Barulah dia lihat sesosok mata yang tajam sedang memandangnya
Itu adalah Lady Ocha.
"Terimakasih Mayor Sophia, jebakanmu berjalan dengan lancar"
Mayor sophia menurunkan pistolnya dan berbalik.
Betapa kagetnya Wilda, jika yang ia hadapi adalah sahabat dan rekan seperjuangannya sendiri.
"A, ah... Jangan berteriak sayang! atau teman-mu di luar semua akan dibantai, hihihi" katanya tersenyum dengan manisnya dan lesung pipit yang nampak di kedua pipinya
*****"
Lord Eldia mendesis sambil menggeleng. "Aku tidak yakin"
"Apa?"
"Masalahnya disini sebagian korban juga pendukung pangeran Jyona, apa mereka mau memisahkan diri?"
Sang Kaisar kaget bukan kepalang sekaligus agak tersinggung mendengar penjelasan Tetua yang satu itu. "Lord Eldia! Manstein adalah Saudara Tua dari keluarga kerajaan yang sah!, dan sebenarnya keluarga mereka lah yang pantas menduduki Tahta, Leluhur mereka rela menjadi Bangsawan karena tidak ingin terlibat dalam perebutan Tahta!!" Sahut Sang Kaisar dengan nada tersinggung.
Seluruh orang yang hadir terdiam dan menundukkan kepala.
"Jika mereka menginginkan pemisahan untuk menjadi penguasa, untuk apa keponakanku melakukan ini?, dia hanya perlu meminta padaku turun tahta! Maka aku akan berikan padanya."
Belum sempat kemarahan Kaisar mereda, datang seorang prajurit dengan berlari-lari.
"Yang Mulia! Yang Mulia!"
Semua mata para Lord mengarah padanya.
"Kepten Wilda, tertangkap! Saat berusaha menyelamatkan keluarga Manstein, detasemennya tak mampu berbuat apa apa setelah dikepung Batalyon Mayor Sophia."
Deg! Seolah dihantam palu godam dada Lord Eldia mendengar Putrinya menjadi tawanan. Agaknya mereka masuk kedalam jebakan, Jelas Lady Ocha pasti sudah memperkirakan hal ini akan terjadi, pikirnya. Apalagi lawan mereka adalah Mayor Sophia -salah seorang anggota Kesatria Ilahi- yang sangat ahli dalam membuat perangkap.
"Aku akan membawa mereka kembali."
Celetuk seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah pangeran Jyona.
Sang Kaisar Tua menghela napasnya dengan berat. "berangkatlah nak! Tuhan besertamu." Katanya.
"Aku akan ikut bersama Pangeran" Sahut Bangsawan Ingram menyusul Pangeran Jyona
******
"Nona, Semua sudah dikumpulkan" Tegur Kolonel Norah Uriel kepada Putri Tertua Keluarga Manstein yang sedang berada di ruang tamu menghadap tungku api penghangat ruangan itu.
Ocha tak berpaling dari tungku, dan untuk sejenak keadaan menjadi canggung.
Norah tetap berdiri di belakangnya agak jauh, tangan kirinya menggenggam pedang salib yang tersarung di pinggangnya. Dia diam membisu menunggu perintah kakak angkatnya, sekaligus Nonanya tersebut. Norah paham apa yang dipikirkan Ocha, jelas dia butuh waktu untuk melakukannya, yah.... Membunuh keluarganya sendiri. Hanya Iblis yang mampu melakukan hal itu, dan ya! Itulah yang akan menjadi capnya yang akan dia tanggung seumur hidupnya. Mereka diam seribu bahasa.
"Seret mereka Keluar rumah! Kumpulkan di halaman!" Jawab Ocha tanpa expresi sedikitpun, nampak sekali dari matanya yang hampa, bahwa seluruh keraguannya sudah dia hilangkan demi misinya.
"Baik!" Kolonel Norah segera berbalik.
"Norah!"
"Ya?"
Ocha berjalan mendekat
Norah hanya berdiri dengan wajah datar
Ocha memegang bahunya "Tetaplah jadi saudaraku!, bersama Yudintsev dan kak Eugen."
Kata katanya sederhana, tapi bila dipikirkan, terkandung sebuah perasaan yang dalam. Rasa takut, rasa sedih, rasa marah, bingung, khawatir, dan lain sebagainya. Walaupun suaranya terdengar wajar dan datar, raut wajahnya nampak tak berekspresi sama sekali, namun tatapan matanya mengatakan semuanya.
Norah tersenyum sambil memegang tangan Lady Ocha di pundaknya. Tangannya dingin sedingin es, keringat dingin juga membasahi tangannya, seandainya Norah mampu berpindah tubuh, mungkin dia juga merasakan dada Lady Ocha yang sesak seperti dihantam palu godam.
"Sekalipun pohon ara tak berbunga, pohon anggur tak berbuah, pohon zaitun mengecewakan, ladang ladang tak menghasilkan, kambing domba terhalau, lembu sapi tidak ada, kami akan tetap menjadi saudaramu" Katanya.
Ocha mengangguk, tatapannya berubah penuh keyakinan, dengan sedikit senyum yang ia sunggingkan di bibirnya menandakan bahwa dia sudah siap.
Tak lama berselang setelah Kolonel Norah keluar, Lady Ocha pun keluar, dia melihat ke sisi kirinya, tim Kapten Wilda berlutut dan meletakkan tangannya di kepala karena ditodong oleh sekitar limabelas orang
Sementara dia menoleh ke sisi kanan, ada Ibu dan Adik-adiknya beserta Ayahnya. Goyahlah hatinya, namun ia bendung semua perasaan itu. Tapi sangat tidak sanggup ia. Baik ia, Kolonel Norah Uriel, dan Mayor Sophia sebenarnya tak kuasa menahan air mata mereka.
Sophia sudah seperti Anak sendiri, Uriel malah di anggap Anak angkat. Walau Letnan Kolonel Yudintsev dan Kolonel Eugen tidak di tempat itu, dapat dipastikan mereka banjir air mata mendengar misi Lady Ocha berhasil. Apalagi Eugen di angkat sebagai anak tertua, dan Yudintsev sendiri diangkat sebagai Anak ke 4 walau bukan yang paling muda.
Tapi mereka berusaha tutupi itu semua, perasaan mereka di depan anak buah dan pendukungnya. Tak dibiarkan orang lain mengeksekusi keluarga mereka itu. Mereka bertiga mengokang senjata, dan mengarahkannya pada seluruh anggota Keluarga Inti Manstein.
Tentu bagi Wilda dan timnya itu adalah tindakan yang kejam, sadis, tidak tahu berterimakasih, dan tidak bermoral. Dan Wilda bersama pasukannya tidak melihat air mata yang menetes di pipi mereka bertiga karena mereka membelakangi Willda dan timnya.
Terasa berat saat Lady Ocha, Uriel, dan Sophia menarik kokang senjata di tangan mereka, dan Sophia malah terasa ragu-ragu.
"Apa yang kau ragukan anak ku?" Tanya Lady Anya -ibu Lady Ocha- pada Sophia dengan sebuah senyuman, seolah berkata lakukan! Dan lindungi Lady Ocha untuk Ibu.
Air mata Sophia meleleh semakin deras, dengan menutup mata ia memulai tembakan yang disusul Ocha dan Uriel.
Rentetan tembakan itu memberondong semua keluarga besar manstein
Sebelum tumbang Lord Frederick Manstein tersenyum dan menggerakkan bibirnya berbicara tanpa suara Ocha menangkap pesan yang di sampaikan Ayah kandungnya itu.
Pangeran Jyona yang berangkat menuju Kediaman Manstein bersama Lord Ingram, dan Kolonel Wilhem dikawal oleh sepeleton Pasukan Elit Kekaisaran (60 orang). Sebagian menggunakan truck, dan sebagian lagi menggunakan Halftruck, nampaknya yang mereka bawa adalah Satuan Elit Panzer Granadier.
Menjelang pagi rombongan Pangeran muda itu sampai diperbatasan, tapi perjalanan masuk tidak terlalu mudah, rombongan itu dihentikan oleh sekompi (225 orang) pasukan reguler dari Kediaman Manstein yang dipimpin oleh Kapten Shinn.
Tangan Kapten Shinn melambai lambai menghentikan rombongan.
Saat rombongan berhenti, Kapten itu menghampiri mobil ATV di rombongan tengah, ia mengetuk jendela kaca yg dilapisi lapisan anti peluru dari luar dan dalam itu.
Ngguuuk jendela diturunkan.
Kapten Shinn terbelalak melihat Lord Ingram, dan Kolonel Wilhelm berada di kursi depan dan belakang, dengan sigap dia memberi hormat.
Kolonel Wilhelm yang berada didepan membalas hormatnya. Meskipun 90 persen Wilhelm mengira jika dia adalah unit pemberontak milik Lady Ocha, namun daerah ini juga wilayah Kekaisaran, jadi tidak heran jika prajurit pemberontak pun akan memberi hormat padanya.
"Kami membawa Pangeran Jyona, ini adalah kunjungan diplomasi."
Sedikit tidak percaya kapten itu, dahinya dikerutkan dalam hatinya berkecamuk, antara mematuhi perintah langsung dari Lordnya, atau meloloskan mereka karena perintah Kolonel Wilhelm.
"Ah iya, aku lupa." kata Sang Kolonel merogoh sakunya.
Kapten Shinn auto waspada, jangan jangan yang dia pegang adalah pistol, pikirnya. Agak maju dia, berjaga seandainya itu pistol maka dengan jarak ini dia bisa menangkap tangan Kolonel Wilhelm tepat waktu, untuk mencegah sesuatu hal yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Di sisi lain Kolonel Wilhelm tahu, nyawanya dan pasukannya terutama Pangeran Jyona yang dia anggap sebagai adik -hubungan mereka sangat dekat karena Jyona menyukai Wilda- akan terancam, apalagi saat dia melirik brivet di dada kiri pasukan itu, dia memiliki lambang salib dengan mahkota duri, dan syal ungu, kemudian dibawahnya bersandar sebuah perisai dan sebilah pedang. Wilhelm seolah berkata dalam hatinya, kami akan kesulitan jika terjadi keributan di sini. Sungguh tak menguntungkan bertemu dengan seorang dari Kesatria Ilahi di awal misi.
Sebuah Surat keluar dari sakunya.
Setelah membaca surat dari Wilhelm, dia melirik seorang pembawa radio yang tadi sudah disuruhnya menelpon Kolonel Eugen, dan yang dia lihat, prajurit itu menggeleng dengan memegang telinga. Nampaknya Kolonel Eugen belum bisa di hubungi.
"Ehm, maaf sebelumnya Kolonel, kami masih belum mendapat konfirmasi." Jelas Kapten Shin "Maka, kami terpaksa menahan rombongan anda disini sementara."
"OMONG KOSONG!!!" Bentak Lord Ingram terpancing emosi "APA KAU TIDAK LIHAT DISANA ADA STEMPEL RAJA!!!???"
Wilhelm mengerutkan dahi pada Lord Ingram memberi kode kepadanya karena dia memancing bahaya.
Kapten Shin berusaha tetap tenang, dia hanya melempar senyum kikuk dengan menggaruk-garuk kepala belakangnya.
Dia memberi kode, pikir Wilhelm.
"Hehehe, maaf Lord Ingram, masalahnya kami akan mendapat masalah jika begini."
Wilhelm melihat pergerakan pasukan lawan sementara Kapten Shinn dan Lord Ingram berdebat. Ah dia sungguhan memberi kode pada anak buahnya. Tidak terlihat jelas pergerakan mereka, karena pasukannya bergerak dengan wajar dan tidak mencurigakan, bahkan ada yang mulai bercengkerama dengan sopir halftruck di depan.
Dan beberapa pasukan naik ke atas halftruck dengan alasan membawa botol bir, dan seorang lain lagi sudah membagi rokok pada pasukann Wilhelm dari atas halftruck. Tapi Wilhelm tahu bahwa pasukan itu sudah mengokang senapannya terlebih dahulu secara perlahan saat dia di bawah tadi.
Tak perlu menengok kebelakang untuk mengetahui hal yang sama terjadi pada pasukannya yang ada di belakang. Seolah tidak terjadi apa-apa, namun sebenarnya nyawa mereka di ujung tanduk jika perdebatan ini berlanjut.
"Maaf Lord Ingram, kami tetap tidak dapat membawa anda masuk, karena kami lebih peduli pada nyawa Pangeran dan anda sekalian daripada nyawa kami."
Deg!!! Wilhelm harus menghentikan mereka sekarang.
"Kau-!"
"Lord Ingram!!" Wilhelm, dan Pangeran Jyona membentak bersamaan membuat Lord Ingram, pria paruh baya itu terdiam.
Tampaknya Pangeran Jyona menangkap sinyal-sinyal kegelisahan Wilhelm.
Sementara Wilhelm sendiri juga terkejut saat Sang Pangeran membentak Lord Ingram.
"Kau diamlah!" Tegur Pangeran Jyona pelan.
"perdebatanmu akan membunuh kita semua!" katanya lagi mengingatkan " Lawanmu itu bukan orang sembarangan, paham!?" Tenang nada bicaranya, tapi cukup untuk menyadarkan Lord Ingram bahwa mereka di posisi yang tidak menguntungkan.
Pangeran Canyon keluar dari ATV itu, dia turun, dan melihat Kapten itu lebih muda darinya. Jika dia 25 tahun, mungkin kapten itu baru 18 tahunan.
Kapten Shinn, memberi Hormat mengetahui identitas Sang Pangeran.
"Yo!!" Sapa Pangeran Jyona. "Maaf atas perdebatan tadi."
Kapten Shinn memurunkan tangannya.
Pangeran Jyona tersenyum. "Tidak usah waspada begitu, santailah sedikit. Bukannya kau sudah memastikan kami akan aman bersamamu?"
Kata-katanya semu, tapi Shinn paham betul apa yang dia maksud bukan itu, tapi lebih mengarah kepada. "Lepaskan pasukan ku, dan aku akan menjamin tidak akan terjadi apapun."
Shinn tertawa "Yang Mulia, tidak usah dipikirkan, aku tidak mengambil hati tentang perdebatan itu" katanya kemudian bersiul.
Mendengar siulan itu, prajurit-prajurit Kapten Shinn segera mundur, dan tak jarang pasukan Wilhelm yang berterimakasih atas rokok, atau bir, atau rangsum hangat yang diberikan oleh unit Kapten Shinn dengan senyuman tanpa curiga bahwa seandainya perdebatan antara Kapten Shinn dan Lord Ingram berlangsung.
Maka tanpa segan-segan orang yang memberikan mereka sesuatu tadi, dapat dengan mudah menghabisi nyawa mereka dengan memberondongkan senapan yang sudah siap tembak itu.
Pangeran Jyona tertawa lega. "Perwira Kesatria Ilahi memang mengagumkan."
Kapten Shinn tersenyum "Ah, latihan kami hanya sedikit lebih keras dari Perwira Tentara Reguler."
"Pinjamkan telponmu, aku akan mencoba menghubungi adik sepupu ku Lady Ocha"
"Baiklah" Sekali lagi cuitan terdengar dari mulut Sang Kapten kali ini seorang radiomen datang padanya dan menurunkan radionya.
"Apa sudah tersambung?"
"Sudah." Jawab si radiomen.
Lantas Pangeran itu berjongkok dengan menelepon, dia berbincang-bincang dengan Lady Ocha dan bertanya kabarnya juga keadaan mereka berempat seperti telepon biasa, Pangeran Jyona tidak buru-buru meminta ijin untuk masuk ke wilayah, dia hanya mengobrol berputar-putar dengan berjongkok sambil menggambar sesuatu di tanah.
Kapten Shinn yang melihat hal itu terdiam soeolah memikirkan sesuatu.
"Aku???" kata Pangeran Jyona "aku di perbatasan wilayah Manstein, ya... Perwira mu mengikuti tugasnya dengan baik, ah!? Tidak tidak, dia menjalankan tugas dengan baik, ah!? baiklah terimakasih! Ah! Kapten, Adikku ingin bicara padamu." Jelas Sang Pangeran dengan memberikan teleponnya.
Kapten Shinn menerima telepon "ya nona?, baik! Aku mengerti." Ia menutup telepon. "Anda dipersilahkan masuk dengan pengawalan satu regu kami, sementara peleton yang anda bawa dimohon membantu kami disini untuk menjaga perbatasan. selama anda berada disini, kami menjamin amunisi dan rangsum mereka disini."
Pangeran Jyona tersenyum. "Aku mengerti, terimakasih!"
Mereka berjabat tangan, kemudian Pangeran meminta pasukannya masuk untuk membantu menjaga perbatasan, sementara ia kembali masuk kedalam ATV, kemudian berangkat menuju Kastil Manstein dengan dikawal oleh seregu pasukan Kapten Shinn.
Ditengah perjalanan mereka melewati kediaman Lord Paulus, mereka melihat mayat-mayat yang dijejer di pinggir jalan, yang sedang di urus. mereka juga melihat mayat Lord Paulus dengan banyak luka tembakan di tubuhnya.
Lord Ingram geram bukan kepalang melihat rekan sekerjanya selama puluhan tahun tewas di berondong senapan seperti itu.
"Lord Ingram!" Tegur Pangeran Jyona
"Tenangkan dirimu! Emosimu yang meledak-ledak itu hampir mencelakai kita semua."
Teguran itu serasa pedang yang menancap di dadanya, dan merobek jantungnya. Serasa jengkel dia, tapi di akuinya hal itu, bahwa mereka hampir celaka karena dia terlalu emosi.
******
Di Kastil Kediaman Manstein, Lady Ocha sedang berada di ruang makan. Dia duduk di bangku paling ujung, kemudian di sisi depan kirinya ada Letnan Kolonel Dicky Yudintsev, kemudian di sebelah kanan Dicky, Mayor Sophia, di sebelah kanan depan Lady Ocha ada Kolonel Eugen Wegener, dan Norah Uriel. Di depan mereka tertata rapi berpiring-piring makanan yang sudah dimasak oleh koki-koki andalan Manstein. Dan para pelayan sudah siap berdiri di belakang mereka untuk melayani.
Namun 30 menit sudah mereka berdiam diri tanpa kata sedikitpun, membiarkan makanan itu dingin seolah mereka malah ingin tidak makan hari ini. Sophia, dan Dicky duduk tegak, sementara Eugen duduk bersandar pada sandaran kursi, dan tangannya membolak-balik memainkan pisau di atas meja, sementara Norah hanya duduk dengan tatapan kosong.
Kepala Pelayan Anderson yang berdiri di belakang Lady Ocha selangkah mendekat, namun belum sempat dia berbicara, tangan Lady Ocha terangkat menghentikannya. Tapi kepala pelayan tua itu memaksa bicara.
"Nona!" tegurnya pelan dengan suara serak khas kakek-kakek "Makanannya akan segera dingin, perlukah saya meminta para pelayan untuk memanaskannya?" katanya dengan sangat perlahan, memecah keheningan.
Lady Ocha menghela napas, membenarkan posisi duduknya, kemudian mengangguk 2 kali.
Plok plok.
Kepala Pelayan Anderson menepuk tangannya 2 kali, kemudian dengan sigap seluruh pelayan bergerak, ada yang menuang air putih, ada yang menuang anggur, ada yang membereskan daging, ada yang membereskan roti, mie, sayur dan lain sebagainya.
"Paman Anderson!" panggil Lady Ocha
"Ya, Nona??"
"Sebentar lagi ada tamu, segala olahan daging berikan untuk tamu, untuk kami berikan sesuatu selain daging." Katanya. "Adik-adik mungkin masih trauma dengan sesuatu yang berhubungan dengan darah."
"Yes! Milady (baik nona)" Kepala Pelayan Anerson segera meninggalkan mereka.
Lady Ocha menghela napas. "Kak Jyona akan datang."
Semua mata mendadak menoleh padanya "Kita baru saja memenangkan kudeta ini bukan!?"
"Sigh!" Eugen tertawa simetris. "Kau benar! Hey! Dicky ayolah! Ini baru permulaan untuk kita bukan? Sebentar lagi kau akan jadi Kolonel, aku akan menjadi Mayor Jendral, Norah juga akan memimpin sebuah divisi Panzer. Ini hari bahagia untuk kita" Katanya membangkitkan suasana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!