NovelToon NovelToon

Met My First Love

Bab 1

Di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan, di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, Hania merapikan meja belajarnya. Cahaya matahari sore samar menembus tirai tipis, menyorot debu yang berterbangan di udara. Hania dengan rambut hitam panjangnya terikat rapi, dengan kacamata tebal menghiasi hidungnya, membereskan beberapa buku dan kertas yang berserakan. Suara dari luar jendela mengisi ruang hampa ruangan apartemen, suara klakson mobil, teriakan pedagang kaki lima, dan keributan orang-orang dari jalan tertangkap oleh telinganya.

Hania baru saja selesai dengan tugas kuliahnya. Dia mengerjakan di ruang tamu apartemennya yang sempit. Hanya ada sebuah meja belajar lengkap dengan kursinya, lalu sebuah sofa mini dengan dua tempat duduk, lalu ada sebuah rak buku yang penuh dengan buku-buku kuliah dan novel lama.

Dia duduk di kursi, menghela nafas panjang dengan matanya yang menerawang jauh ke arah luar jendela. Hania tahu bahwa tugasnya tidak hanya belajar tapi dia harus memikirkan cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Sejak pindah ke kota besar ini, setelah orang tuanya meninggal, hidupnya serba sulit. Beruntungnya Sang Bibi mau merawat Hania. Bu Rini, wanita paruh baya dengan wajah yang ramah dan sabar, beliau adalah adik dari Ibu Hania sudah lama tidak sendiri setelah anak dan suaminya meninggal karena kecelakaan.

Bu Rini memiliki usaha catering rumahan, dia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan juga Hania. Karena itulah Hania merasa tidak ingin merepotkan lebih jauh, sehingga dia berusaha keras untuk mandiri.

“Han, sudah selesai tugasnya?” suara lembut dari pintu dapur menarik perhatian Hania. Bibinya, Bu Rini berdiri di ambang pintu dengan apron yang penuh noda.

“Sudah Bi, Bibi lagi masak makan malam ya?” tanya Hania sambil menoleh ke arah bibinya. Wajah Bu Rini menunjukkan senyum hangat yang selalu bisa membuat Hania merasa lebih baik.

“Iya Han. Ayo bantu Bibi menyiapkan makanan,” kata Bu Rini sambil mengajak Hania masuk ke dapur. Hania segera bangkit dan mengikuti bibinya, merasa bersyukur atas dukungan dan kasih sayang yang diberikan wanita itu.

Dapur mereka kecil, hanya diisi dengan meja makan yang cukup untuk dua orang saja. dapur ini juga digunakan sebagai ruang serba guna, kadang untuk Hania belajar, dan terkadang untuk menyiapkan pesanan catering dari usaha Bu Rini. Mereka sedang sibuk dengan tugas masing-masing, Bu Rini memotong sayuran, sementara Hania mengambil panci dari lemari.

“Aku penasaran deh, kok bisa Bibi buat makanan enak di dapur sekecil ini,” Kata Hania, melihat bibinya yang sedang memotong sayuran dengan penuh rasa kagum.

“Kamu tahu Han, setiap makanan yang kita buat dengan sepenuh hati yang Ikhlas, rasanya pasti enak. Meskipun dengan banyak keterbatasan, kita harus tetap bersyukur dengan apa yang kita punya,” jawab Bu Rini, tersenyum lembut.

Hania merasa hangat mendengar nasehat dari bibinya. Setelah masakan matang, mereka berdua duduk di meja makan, menikmati makanan sederhana yang mereka buat bersama. Hania menceritakan tentang kuliahnya dan beberapa rencananya untuk masa depan. Bu Rini mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali wanita paruh baya itu memberikan saran dan semangat untuk Hania.

Setelah makan malam, Hania kembali melanjutkan kegiatannya di meja belajar untuk memeriksa jadwal kuliah dan tugas-tugas yang harus diselesaikannya. Belajar adalah satu-satunya cara yang dia tahu sebagai gerbang awal menuju kesuksesannya. Dia tak ingin mengecewakan bibinya yang sudah bekerja keras membiayai kuliahnya. Hania bertekad untuk menyelesaikan kuliahnya lebih cepat dan juga mendapat pekerjaan.

Tak lama kemudian, suara ponselnya berdering, Hania mengambil ponsel dan melihat pesan dari sahabatnya, Satria.

Han, besok ada acara reuni SMA kita di Aula Kampus. Kamu datang ya, aku sudah janji sama teman-teman untuk mengajakmu datang.

Hania membaca pesan itu dengan hati-hati. Acara reuni pasti akan seru karena bisa bertemu dengan teman lama, namun Hania juga merasa cemas karena di sana dia pasti akan bertemu dengan seseorang. Selain itu dia juga merasa minder harus bertemu dengan mereka yang pastinya akan lebih sukses dan mencapai banyak hal dalam hidup mereka.

Berbeda dengan Hania yang pastinya tertinggal jauh dari mereka. Hania harus berhenti berkuliah selama 3 tahun karena bekerja dan memulai kembali 1 tahun terakhir. Pastinya teman-teman SMA nya sudah banyak yang menikah atau sukses dengan pekerjaan mereka.

Tapi, dia tak mungkin menolak ajakan Satria. Sahabatnya itu selalu ada untuknya, dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menjadi alasan Hania tetap semangat menjalani hidup setelah kepergian orang tuanya. Satria adalah laki-laki yang selalu percaya padanya dan memberinya semangat. Meski Hania tahu bahwa Satria memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat, tapi dia tak pernah merasa nyaman untuk membahasnya secara langsung.

Setelah berpikir sejenak, Hania membalas pesan Satria,

Iya Sat, aku akan coba datang. Tapi, kamu jangan terlalu berharap ya, karena aku juga ada beberapa pekerjaan.

Pukul sepuluh malam, Hania sudah selesai dengan pekerjaannya dan mulai beranjak tidur. Namun, pikirannya masih berkisar dengan undangan reuni dari Satria. Dia merasa cemas dan bingung bagaimana harus menghadapinya besok. Dan, kemungkinan besar dia akan bertemu dengan seseorang yang menjadi kecemasan terbesarnya jika ada acara reuni. Hania merasa lelah, meski pikirannya tetap terjaga.

Keesokan paginya, Hania bangun dengan penuh optimis dan semangat membara. Dia sudah memutuskan untuk datang ke acara reuni SMA. Hania berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kecemasannya, dengan memakai gaun sederhana miliknya, Hania pergi ke aula kampus yang dimaksud Satria.

Suasana acara reuni terasa meriah dan penuh energi, Ruang pertemuan kampus berubah dengan dekorasi khas. Teman-teman lama dari SMA Hania terlihat berkumpul di ruangan tersebut. Musik, tawa, dan suara percakapan mereka bercampur memenuhi ruangan. Hania sedikit cemas saat melihat ke sekeliling, dia melihat teman-temannya tampak sukses dan bahagia.

Hania mencoba mengajak mengobrol teman yang dia kenal. Beberapa diantaranya sudah menikah, sementara yang lain terlihat bahagia dengan kesuksesan karir mereka. Setelah mengobrol sebentar, Hania melihat Satria di sudut ruangan, mungkin sedang menunggu dirinya. Satria tersenyum lebar dan melambaikan tangan kepada Hania.

“Hania, aku menunggumu dari tadi. Hampir saja aku mau meneleponmu,” kata Satria, “Tapi, aku senang kamu datang,” ucapnya lagi dengan semangat.

“Hai, Satria, maaf ya aku tidak ngabarin kamu dulu,” jawab Hania, tersenyum kecil.

“Gapapa. Kamu dateng aja aku udah seneng kok. Ayo, kita kumpul sama temen-temen yang lain,” ucap Satria, sambil mengajaknya berkeliling.

Hania mengikuti Satria dan bertemu dengan teman-teman semasa mereka SMA. Mereka mengobrol tentang masa lalu dan masa sekarang, meski awalnya Hania merasa terasing. Tapi, karena Satria, dia mulai nyaman dan membaur.

Namun, perasaan nyaman itu tak bertahan lama ketika mata Hania menangkap seseorang yang berdiri dikelilingi beberapa orang. Dia adalah Agas, salah satu pria yang paling populer di SMA dan juga cinta pertama Hania.

Jantung Hania berdebar kencang saat matanya berserobok dengan Agas. Agas tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.

“Itu ada Agas, Han. Ayo kita kesana!” Satria tampak antusias menanggapi lambaian tangan Agas.

Berbeda dengan Hania yang semakin gugup, tapi dia berusaha tenang di depan Satria. Dengan penuh keberanian, dia dan Satria mendekati Agas.

“Hai,” sapa Agas pada mereka. Satria menjabat tangan Agas, “Apa kabar, bro,” ucapnya.

“Hai Agas,” sapa Hania, berusaha tidak terlihat gugup di hadapan Agas.

Agas tersenyum lembut, “Aku baik, Sat. Kamu apa kabar?” pertanyaan ini sebenarnya untuk Satria, akan tetapi mata Agas tertuju ke arah Hania, membuat Perempuan itu gugup.

“Tentu aku baik Bro,” Satria masih belum menyadari tatapan Agas yang mengarah ke Hania, perhatian Satria terbuyar karena teman lamanya memanggilnya, diapun izin pada Hania dan Agas untuk menghampiri teman mereka yang baru datang.

“Hania, kamu apa kabar?” tanya Agas pada Hania.

“Aku baik, hanya sedikit sibuk dengan tugas kuliah dan beberapa pekerjaan,” jawab Hania.

“Pasti sibuk sekali ya. Tapi, baguslah kamu mau datang ke acara ini dengan kesibukanmu yang pastinya banyak sekali. Kami sangat merindukanmu kalau kamu tidak datang,” ucap Agas yang terlihat tulus.

Hania merasa hatinya berdebar-debar. Percakapan dengan Agas membuatnya nyaman, laki-laki itu tak pernah berubah, tetap ramah. Mereka berbincang cukup lama.

Malam semakin larut dan reuni berakhir. Hania merasa lelah namun bahagia karena bertemu dengan kawan lama. Sayangnya, dia juga harus bertemu seseorang yang tak terduga di acara reuni tersebut.

Seseorang yang ternyata adalah kekasih Agas. Kenyataan yang membuat Hania sedikit terluka. Danisa hadir di acara reuni bukan sebagai pacar Satria tapi sebagai kekasih Agas, membuat Hania terkejut sekaligus sakit melihat cinta pertamanya sudah memiliki kekasih hati.

Kenyataan yang mendorong Hania untuk bisa melupakan perasaannya pada Agas. Kenyataan yang memaksanya untuk tetap fokus pada tujuan dan mimpinya.

Setibanya di rumah, Hania langsung menuju kamar, mencoba menenangkan pikirannya sebelum tidur. Dia berbaring di tempat tidur, memikirkan bagaimana hidupnya akan berakhir. Mungkinkah akan bernasib seperti kisah cintanya yang menyedihkan. Tapi, meski begitu Hania tak boleh menyerah.

“Mereka memang serasi, apalagi mereka juga berasal dari keluarga kaya. Aku tak boleh bermimpi lagi. Ayo bangun Hania, Agas memang bukan untukmu,” ucap Hania sebelum memejamkan matanya.

Bab 2

Ramainya kota metropolitan tak mempengaruhi fokus Agas yang sedang duduk di ruang kantornya yang luas. Berada di sebuah Gedung pencakar langit yang megah, ruangan tersebut dipenuhi dengan perabotan modern dengan jendela besar di dindingnya menampilkan pemandangan luar biasa kota di bawah. Agas dengan setelan jas hitam yang rapi dan rambut yang ditata sempurna, memandang ke luar jendela sambil memegang secangkir kopi.

Sejak lulus dari perguruan tinggi, Agas melanjutkan bisnis keluarganya. Perusahaan tempatnya bekerja saat ini berkembang pesat berkat kecerdasannya mengelola. Itulah yang membuatnya menjadi salah satu pemimpin muda yang sukses. Namun, meski hidupnya tampak luar biasa, nyatanya Agas menyimpan banyak kegelisahan dalam dirinya.

Dia selalu saja merasa tertekan dengan harapan besar keluarganya dan ditambah rutinitas yang membosankan membuatnya merasa muak.

Hari itu, Agas sedang mempersiapkan rapat penting dengan para investor. Dia harus memastikan proyeknya berhasil, karena itu dia sudah menyiapkan presentasi selama beberapa hari agar perusahaannya dapat investasi yang besar demi kesuksesan proyek yang dipegangnya. Agas cukup gugup meski terlihat tenang.

Tiba-tiba pintu kantor terbuka, Danisa, pacarnya masuk dengan senyuman cerah di wajah. Danisa mengenakan gaun merah elegan dan tampak segar, kontras dengan suasana kantor Agas yang kaku dengan dominasi warna abu dan hitam.

“Sayang, kamu sudah siap untuk rapat?” tanya Danisa dengan nada lembutnya. “Aku membawa makan siang untukmu. Kamu pasti tidak sempat makan.”

Agas berbalik, tersenyum saat melihat Danisa.

“Makasih ya sayang. Aku memang belum sempat makan,” katanya sambil menerima bungkusan makanan yang dibawa Danisa.

Danisa duduk di sofa yang ada di ruangan itu, menunggu Agas membuka makanan yang diberikannya. “Kamu sibuk banget, ya?” ucap Danisa iba melihat kekasihnya itu. “Tapi, kamu bisa, kan makan malam denganku malam ini. Kita jarang ada waktu bersama lho.”

Agas mengangguk sambil membuka bungkusan makanan. “Iya. Aku usahakan untuk makan malam sama kamu. By the way, gimana hari-hari kamu, lancar?” tanya Agas.

Danisa mulai bercerita tentang kegiatannya, mulai dari acara sosial, kumpul bareng teman-teman sosialitanya. Danisa adalah seorang pelukis terkenal, darah seninya berasal dari sang ayah yang seniman. Tak heran jika Danisa juga memiliki kesibukan yang membuat waktu berkencan dengan Agas berkurang.

Agas juga merasakan hal yang sama. Meski mereka berusaha untuk bertemu dan tetap bersama, hanya saja Agas merasa hambar dengan hubungan mereka yang berjalan mulus begitu saja. Agas tidak merasakan cinta yang menggebu pada Danisa, begitupun Danisa. Hanya saja mereka sedang berakting hubungan mereka baik-baik saja.

“Jadi, bagaimana persiapan untuk rapat?” tanya Danisa, mengamati ekspresi wajah Agas yang berubah serius.

“Semua oke, bahan presentasi sudah selesai, dan aku rasa akan berjalan lancar, semoga para investor mau memberikan dana mereka,” jawab Agas, mencoba terdengar optimis.

Danisa mengulurkan tangan untuk memegang tangan Agas. “Aku yakin kamu pasti berhasil. Kamu selalu hebat dalam segala hal yang kamu lakukan.”

Agas tersenyum, merasakan sedikit optimisme dari Danisa.

Ada sedikit perasaan yang tak nyaman dalam benak Agas. Bukan karena presentasinya, Agas yakin itu akan berjalan lancar. Tapi, dia merasa muak dengan rutinitasnya kali ini, entahlah, Agas sedang tidak ingin melakukan hal yang sama lagi. Semakin hari dia kehilangan makna hidupnya.

Setelah selesai makan siang, Agas kembali ke meja kerjanya dan mulai mempersiapkan diri untuk rapat. Dia mengatur materi presenasi dan memastikan bahwa data yang dibutuhkan sudah lengkap. Beberapa jam kemudian, rapat dimulai. Agas menghadapi para investor dengan percaya diri seperti biasanya.

Dia mempresentasikan rencana bisnis dan strategi perusahaan untuk proyek barunya. Rapat berlangsung cukup intensif, menurut Agas merasa bahwa presentasinya berjalan dengan baik.

Rapat selesai, Agas merasa lega dan cukup lelah. Dia kembali ke ruangannya dan menemukan Danisa masih setia menunggunya dengan sabar.

“Gimana rapatnya? Sukses?” tanyanya menghampiri Agas.

“Cukup positif. Aku rasa para investor akan mendanai proyek ini. Everything is ok.” Kata Agas mencoba menyembunyikan betapa stress dirinya.

“Baguslah. Aku yakin kamu pasti melakukan yang terbaik. Sekarang waktunya kamu bersenang-senang denganku. Aku sudah reservasi restoran buat makan malam kita.”

Malam itu Agas dan Danisa pergi ke restoran mewah tengah kota. Suasana di restoran sangat romantis, dengan pencahayaan lembut dan musik latar yang menenangkan. Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh lilin, dan pelayan datang membawa menu.

Agas memesan makanan favoritnya, sedangkan Danis masih sibuk untuk memilih makanan, perempuan itu suka sekali mencoba hal baru. Karenanya dia memilih beberapa hidangan yang berlum pernah ia coba sebelumnya.

Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka berbincang banyak hal. Ada saja yang membuat Danisa berbicara, Agas lebih memilih mendengarkan kekasihnya dengan sesekali meneguk minuman. Perbincangan mereka terhenti sejenak ketika makanan datang.

Saat mereka makan, Danisa tiba-tiba berbicara tentang acara reuni SMA yang akan datang. “Agas, kamu tahu tidak kalau SMA kita sedang mengadakan reuni weekend ini. Aku berpikir mungkin kita bisa pergi,” kata Danisa sambil mengiris daging steak di depannya, “Seru kali ya, ketemu teman-teman lama. Bagaimana menurutmu?” Danisa melihat Agas yang masih sibuk dengan makanannya.

Meski sebenarnya, Agas terkejut dengan berita reuni itu, dia masih mencoba tenang. “Reuni SMA? Menarik juga. Aku pertimbangkan dulu, ya?” Agas masih menunduk memperhatikan hidangannya.

“Sayang, kamu kenapa? Kamu seperti sedang memikirkan sesuatu.” Tanya Danisa ketika melihat perubahan ekspresi Agas yang tidak bersemangat.

Agas menghela napas panjang dan melihat ke arah Danisa, “Aku hanya tidak nyaman ketemu teman lama. Apa kamu tidak apa-apa? Disana nanti pasti ada Satria kan.” Agas mengutarakan isi hatinya meski tidak seluruhnya. Bukan hanya tentang Satria, tapi ini tentang Perempuan yang menjadi cinta pertama Agas. Sayangnya, perasaan itu belum pernah terungkap sampai sekarang.

Mendengar nama Satria, Danisa sedikit terkejut masa lalunya disebut oleh Agas. Akan tetapi, Perempuan itu berusaha mengendalikan perasaannya agar tak terlihat oleh Agas. “Itu masa lalu buatku, sekarang aku hanya fokus dengan kamu, masa depanku,” ucap Danisa sambil tersenyum, tanganya mencoba meraih tangan Agas.

Mereka melanjutkan makan malam dengan ceria kembali. “Jadi, kita pergi dong ke reuni nanti?” Danisa kembali membuka topik. Agas menjawab dengan anggukan.

Setelah makan malam, mereka berjalan-jalan di sekitar taman kota, menikmati udara malam yang segar. Danisa tampak senang dan terhibur, tetapi Agas masih terjebak dengan pikirannya. Setelah dia merasa kehidupannya monoton, kali ini dia harus kembali ditantang dengan masa lalunya. Apa kabar dengan Hania? Tiba-tiba nama itu terlintas di pikiran Agas.

Mereka tiba di apartemen Danisa, Agas mencium lembut kening Danisa dan mengucapkan selamat malam untuk kekasihnya, dibalas dengan pelukan hangat dari Danisa. “I love you,” ucap Danisa.

“I love you too,” jawab Agas.

Danisa masuk ke apartemennya dan Agas kembali ke mobil, memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Pikirannya kembali melayang ke beberapa tahun belakang, bertemu kembali dengan cinta pertamanya yaitu Hania membuat Agas antusias sekaligus cemas.

Disisi lain dia masih menyimpan rasa Istimewa dengan Hania, tapi saat ini dia sudah memiliki Danisa.

“Bagaimana kabarnya sekarang?” gumam Agas lirih dibalik kemudinya.

Bab 3

Hania mematung memperhatikan dirinya di depan cermin dengan gaun biru muda sederhana yang dimilikinya. Hari ini dia berencana untuk menghadiri reuni SMA atas undangan Satria. Dia menyisir rambut dan merapikan dandanannya agar terlihat lebih rapi.

Meskipun tidak mewah, pakaian Hania cukup membuatnya percaya diri. Dia bertekad untuk pergi ke reuni dengan menyingkirkan banyak keraguan dan kecemasan soal pertemuan dengan Agas, cinta pertamanya.

Hania berdoa semoga laki-laki itu tak berpapasan dengannya. Gugup, cemas, namun rindu bercampur jadi satu.

Setelah sarapan singkat bersama bibinya, Hania pamit untuk berangkat ke kampus. Acara reuni SMA-nya akan diadakan di aula pertama kampus ini. Membuat keuntungan lain untuk Hania yang bisa menjalani kelas terlebih dahulu sebelum menghadiri acara reuni.

Sepanjang jalan kampus Hania sudah dipenuhi dengan berbagai ornament dan juga spanduk acara reuni. Membuat hati Hania berdebar-debar, tenang Hania acaranya masih nanti sore. Masih ada beberapa jam untuk mengikuti kelas pagi.

Seusai kelas, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Hania sedikit berlari kecil karena reuni akan segera dimulai. Hania sampai di pintu utama aula, langkahnya melambat tak seperti detak jantungnya yang berdebar makin kencang.

Hania sedikit terasing ketika pertama kali memasuki ruangan aula. Keramaian di dalamnya membuatnya gugup, Sahabatnya, Satria belum tampak batang hidungnya. Dimana sebenarnya dia, Hania sempat melihat kesana kemari mencari batang hidungnya. Namun belum juga ketemu.

Akhirnya, dia berbincang dengan kelompok dari kelas lain. Untungnya Hania mengenal salah satu orang di sana. Dia membaur dengan yang lain sambil terus mencari Satria. Tak lama Hania melihat orang yang sejak tadi dicarinya. Satria sedang berdiri di sudut ruangan sambil melihat ke ponselnya. Hania menunggu laki-laki itu melihatnya. Mata mereka akhirnya bertemu setelah sesaat, Satria melambai dan mendekat pada Hania.

“Hampir saja aku menelpon mu, aku senang kamu akhirnya datang,” ucap Satria dengan semangat lalu memasukkan ponsel ke saku celananya. Hania tersenyum kecil, “Maaf ya aku tidak ngabarin kamu dulu, kalau sudah sampai,” ucapnya.

“Gapapa. Ayo kita kumpul sama teman-teman lain,” Satria membawa Hania ke area dimana teman-teman kelas mereka berkumpul. Mereka akhirnya berbincang dengan nyaman dengan kelompok kelas mereka semasa SMA.

Tak lama Hania melihat Agas berdiri di sudut ruangan. Laki-laki itu masih terlihat mempesona dikelilingi banyak teman lama yang sedang mengajaknya berbicara. Sesaat mata Hania dan mata Agas bertemu. Mereka saling memandang untuk beberapa menit, hingga akhirnya Satria berkata di belakang Hania memutus kegiatan saling pandang antara Hania dan Agas.

“Itu Agas?” ucapnya.

Tiba-tiba Agas melambai ke arah Satria dan Hania. Bersamaan dengan itu hati Hania merasa kembali berdebar, perasaannya tidak nyaman kembali.

“Ayo Han, kita kesana, sepertinya Agas memanggil kita.” Satria bersemangat membawa Hania menemui Agas. Entah apa yang dipikirkan Satria saat itu, ingin sekali Hania memukul kepalanya. Apa dia lupa bahwa Hania sangat tidak ingin bertemu dengan Agas.

Meski begitu Hania mengangguk dengan enggan mengikuti Satria yang sudah berjalan ke arah Agas. Hania mencoba menenangkan hatinya, bertemu dengan cinta pertamanya yang belum usai membuatnya gugup bukan main. Tapi, dia harus bersikap tenang.

“Hai” sapa Agas dengan ramah.

“Kamu apa kabar bro? Makin terlihat ganteng dan berkharisma saja.” Satria menyapa Agas.

“Aku baik, kamu apa kabar?” jawab Agas dengan mata yang masih tertuju ke arah Hania. Mata mereka kembali bertemu, membuat Hania makin berdebar.

“Aku selalu baik,” Satria menjawab setelah itu dirinya dipanggil oleh beberapa temannya. Membuat Hania ditinggal sendiri berdua dengan Agas. Sungguh, Satria ini bagaimana.

“Bagaimana kabarmu Hania?” Agas memecah kecanggungan dengan menanyakan kabar terlebih dahulu pada Hania. Perempuan di hadapannya itu masih menghindar untuk menatap wajahnya.

“Aku baik, hanya sedikit sibuk dengan tugas kuliah.” Jawab Hania.

Mereka akhirnya berbicara, Agas sangat baik membuat keadaan yang canggung menjadi lebih nyaman. Keramahan Agas dan juga cara bicaranya selalu membuat Hania terpesona.

Acara berlangsung dengan baik dan seru. Pembawa acara memberikan pidato yang cukup menghibur dan beberapa teman yang bercerita banyak kisah lucu membuat semua tertawa.

Kali ini Hania duduk di samping Satria di depannya ada Agas. Sesekali Hania mencuri pandang ke arah Agas, membuat kenangan manis sesekali muncul di benak Hania, tak sadar bibirnya melengkungkan senyuman tipis. Padahal yang dipandang sedang sibuk berbicara dengan teman sebelahnya dan minuman yang ada ditangan sesekali diteguk sedikit demi sedikit.

Namun, suasana berubah ketika Danisa muncul dengan beberapa teman-temannya. Dia tampak menonjol dengan gaun mewahnya dan tas branded yang ada di tangan gadis itu membuat Hania melihat kembali gaunnya. Penampilan mereka sungguh kontras.

Danisa langsung mengambil tempat duduk di samping Agas. Membuat Hania sedikit terkejut, bukankah harusnya Danisa ke kelas sebelah bukannya berkumpul dengan mereka saat itu. Keterkejutan Hania mungkin sama dengan Satria yang sejak tadi memperhatikan Danisa.

Meski semua orang tidak memperhatikan, tapi Danisa sekilas melihat Satria, mantan pacarnya yang juga sedang melihatnya.

Agas yang menyadari kedatangan Danisa lalu menyambutnya. Salah satu teman menanyakan hubungan antara Danisa dan Agas. Benar, mereka adalah sepasang kekasih, itu yang dikatakan Danisa. Semua orang terkejut dengan pengumuman yang mengejutkan itu. Begitu juga dengan Hania dan Satria.

Semua orang memberikan selamat, dan fokus dengan pasangan itu membuat Hania merasa terpinggirkan. Hatinya campur aduk, tak menyangka jika cinta pertamanya sudah dimiliki orang lain.

Satria akhirnya mengajak Hania untuk keluar aula dan mengobrol di taman agar mendapatkan udara segar. Hania menyambut ajakan Satria, mereka akhirnya keluar. Agas sekilas memperhatikan mereka yang keluar bersamaan dengan tatapan yang sulit dibaca.

“Gimana menurutmu acara reuni kali ini?” tanya Satria, duduk di sebelah Hania. Mereka saat ini berada di taman kampus.

“Cukup menyenangkan, aku bisa bertemu dengan teman lama. Meski ada beberapa hal membuatku sedikit canggung,” Hania menjawab jujur.

Satria melihat ke arah Hania dengan penuh perhatian, “Aku paham kok. Tapi, kamu masih punya aku kan, temanmu yang siap mendengar semua curhatan.”

Hania tersenyum kecil dengan perkataan Satria, jujur saja itu sangat menghiburnya. Dia pasti paham dengan perasaanku saat ini, apalagi melihat Agas yang sudah punya Danisa. Tentunya Satria juga kaget, mantan pacarnya menjadi pacar Agas. Jika di masa SMA Satria yang selalu menggandeng Danisa, sekarang mereka harus menjadi teman tanpa ikatan apapun.

Siapa yang tahu takdir seseorang di masa depan. Jika saat ini menjadi milikmu, tidak berarti masa depan akan selalu bersamamu. -Hania-

“Makasih ya Sat, kamu memang sahabatku yang terbaik.” Ucap Hania ketika sampai di depan pintu apartemennya. Dia pulang diantar oleh Satria setelah acara reuni selesai.

“Ingat Han, aku akan selalu ada untuk mendukungku. Jangan lupakan itu ya. Aku pulang dulu.” Jawab Satria yang berjalan menuju ke mobilnya.

Di malam hari, Hania duduk di meja belajarnya sambil menulis jurnal miliknya. Dia mencurahkan semua perasaan dan menceritakan apa yang terjadi di hari ini. Tentang reuni, bahagia bertemu cinta pertamanya sampai Agas dan Danisa yang berpacaran membuat sakit hatinya.

Dengan menuliskan semua itu Hania seperti merasa ringan karena sudah menumpahkan beban yang ada di pikirannya. Besok dia harus membantu bibinya untuk menyiapkan beberapa pesanan. Hari ini cukup melelahkan, namun besok pasti akan lebih lelah. Hania memutuskan untuk menutup bukunya dan beranjak tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!