Gelap.
Di tengah kegelapan tanpa secercah pun cahaya, seorang gadis tampak berlari tanpa arah. Iris nya yang hitam pekat menunjukkan ketakutan pada sesuatu, rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai tampak berantakan.
" Sampai kapan kau akan terus lari ? " Tanya sebuah suara. Gadis itu menatap sekitarnya dengan takut, dia tak dapat menemukan siapapun di sana, tapi dapat ia rasakan dengan jelas aura mencekam yang ada di dekatnya.
" Percuma saja. Kau tak akan bisa lari " suara itu kembali terdengar bergema di seluruh penjuru, terasa sangat menyeramkan.
" Siapa... Siapa kau ? Perlihatkan dirimu ! " Gadis itu akhirnya memberanikan diri bersuara, walaupun dengan suara bergetar.
Splash!
Dimensi tak berujung itu seketika berubah menjadi putih.
" Aku ? " Sosok makhluk misterius muncul di hadapannya, pengambang 1 cm di atas permukaan. Gombalan awan hitam pekat, tanpa tangan dan kaki.Bahkan wajahnya pun tak berbentuk, hanya matanya yang terlihat merah menyala. Gadis itu refleks mundur dua langkah saat sosok itu mendekat,
" Aku adalah sosok yang tidak pernah diinginkan, penuh dengan kegelapan namun memiliki pesona yang menjerat " mata merah sosok hitam itu menatap lekat si gadis, membuatnya gemetar ketakutan. Melihat respon tak menyenangkan darinya, sosok itu menghilang. Gadis itu segera mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan sosok misterius itu, takut jikalau sewaktu waktu dirinya dalam bahaya.
" Seorang gadis lemah dan kesepian sepertimu hanya ingin sebuah kekuatan bukan ? " Gini suara itu hanya bergema tanpa memperlihatkan sosok pemilik suara itu. Potongan potongan ingatan gadis itu berputar di kepalanya, ingatan ketika dirinya yang lemah menjadi bulan bulanan teman temannya. Luka luka di tubuh dan hatinya yang tak terhitung jumlahnya, bahkan ayahnya sendiri ikut menorehkan luka pada fisiknya yang lemah.
" Kau tidak perlu ketakutan lagi setelah ini, justru mereka lah yang harusnya ketakutan " bisik sosok itu seolah tahu apa yang ada di pikiran gadis manis itu.
" Apa yang kau inginkan dariku ? " Tanya gadis itu takut takut saat menyadari sosok misterius itu ada di belakangnya.
" Buatlah perjanjian denganku " sebagian gumpalan hitam dari sosok itu terpisah dari tubuhnya lantas membentuk sebuah kursi dan meja yang tak jauh dari tempat gadis itu berdiri. Si gadis melangkah mendekati meja dan duduk di kursi,
" Apa yang kau inginkan sebagai taruhannya ? " Gadis itu bertanya, ketakutan di wajahnya perlahan menghilang.
" Bagaimana kalau dirimu sebagai taruhannya ? " Sebagian gumpalan awan hitam dari sosok misterius itu merambat menyentuh pipi putih si gadis.
" Kau ingin nyawaku ? " Tanyanya pelan,dia terlihat takut dengan jawaban sosok didepannya.
" Aku ingin dirimu "
" Apa maksud mu ? Kau ingin mengambil alih diriku ? "
" Aku akan menjadikan dirimu sebagai pion ku "
Gadis itu terdiam,dia menimbang nimbang sejenak.
" Bagaimana ? " Desak sosok itu tak sabar, suaranya bergema menyeramkan.
" Apa yang kau berikan sebagai gantinya ? "
" Kau ingin kekuatan bukan ? Aku akan memberikannya untukmu "
" Itu yang kuinginkan,tapi bagaimana dengan yang ku butuhkan ? " Tanya gadis itu.Sosok itu menggeram, membuat meja dan kursi bergetar hebat.
" Apa yang kau inginkan heh ?! " Ulang sosok itu semakin kesal dengan tingkah pemilik manik hitam di depannya.Gadis itu berusaha tenang,
" Jika kau menginginkan diriku sebagai pion mu,maka yang kuinginkan adalah dirimu dibawah kendali ku dan kekuatanmu menjadi milikku " ujar gadis itu tanpa ragu.
" Kau tidak bisa melakukan itu ! " Sosok itu berteriak marah.
" Kenapa tidak ? Kau ingin perjanjian bukan ? Mari buat perjanjian, penuhi keinginanku " gadis itu berkata mantap.Sosok itu menggeram, pasalnya dia juga ingin kekuatan kembali pulih dengan mengikat perjanjian dengan gadis di depannya.
" Baiklah.Akan kupenuhi " gumpalan awan hitam dari sosok misterius itu dengan cepat menyebar, mengubah segalanya menjadi hitam pekat sepekat kegelapan malam tanpa cahaya.Bahkan gumpalan itu juga merambat pada tubuh gadis itu hingga akhirnya tubuh mungil gadis bersurai hitam itu tertutup kegelapan.
Kringg... kringg...
Bunyi alarm jam weker membangunkan ku dari mimpi panjang yang menurutku cukup menyeramkan itu. Tangan ku segera terulur meraih jam weker di atas nakas, lantas mematikannya. Kutatap langit langit kamarku dengan kesal saat bayangan makhluk hitam itu kembali terlintas,
" sialan, mimpi itu lagi " gerutuku sedikit kesal.
" mimpi buruk lagi ? "
Aku menoleh ke arah sumber suara, saya akan kucing hitam lompat naik ke atas ranjang dan duduk di sampingku. Dia adalah Sebastian, seekor kucing yang entah bagaimana dapat berbicara. Dia sudah begitu saat ku temukan beberapa tahun lalu.
" umm.. begitu lah " aku beranjak duduk, mengelus bulu lembut Sebastian di sampingku. Kucing itu mengeluarkan dengkurannya halus, dia suka saat aku mengelus bulunya.
" nona ? "
" hm ? "
" bukan kah kau harus ke Tokyo hari ini ? apa tidak sebaiknya kau bergegas ? " ujar Sebastian mengingat kan.
" sesekali datang terlambat tidak masalah kan ? " aku mengambil ponsel di atas nakas, memutar lagu sebelum beranjak dari kasur. Sebastian sedikit memiringkan kepalanya menatap ku,
" tidak biasanya kau ingin datang terlambat, ada apa ? " tanya nya menyelidik. Gerakan tangan ku membuka gorden terhenti, aku diam sejenak, menciptakan keheningan sesaat sebelum kucing hitam itu mendesak ku.
" nona ? "
" entahlah, kurasa aku ingin berhenti " ujar ku pelan yang lebih mirip seperti gumaman, memperlihatkan sebuah keraguan.
" tapi kenapa ? " Sebastian lompat turun dari kasur, kembali mendesak ku.
" itu.. aku tidak tahu " tangan ku kembali bergerak membuka gorden, membiarkan cahaya senja menerobos masuk.
Baru dua jam lalu aku mendarat di London, setelah semalaman menghadiri pertemuan dadakan dengan ketua klan di Singapura. Sembilan jam sebelum nya, saat aku sedang berada di ketinggian empat puluh ribu kaki menuju Tokyo. Telepon itu masuk, pertemuan diadakan di Singapura. Pesawat jet ku segera mengubah arah tujuan, bahkan Key masih mengenakan jaket kulit dan pakaian hitam hitam dengan bau alkohol yang masih menempel di tubuh nya saat tiba di Singapura. Seperti nya dia sedang berada di klub saat mendapat perintah menghadiri pertemuan, lantas buru buru meluncur ke Singapura.
" kau tidak mabuk kan ? " aku berbisik padanya.
" tidak kok, aku hanya minum tiga gelas tadi " Key balas berbisik.
" kau tidak mandi dulu ? minimal ganti baju mu " aku menyikut lengannya yang di balas gelengan kepala oleh Key.
" setidaknya hilangkan bau alkohol nya. Apa kata ketua nanti ? " aku menyodorkan sebotol parfum beraroma mint. Key tertawa menerima nya,
" kita hidup di dunia hitam Maxi kecil. Alkohol adalah minuman sehari hari, ketua tidak akan mempermasalahkan nya " Key mengangkat bahu, mengembalikan botol parfum padaku. Aku tersenyum sekilas,
" hanya untuk formalitas Key. Ini undangan khusus ketua klan, sopan lah sedikit " aku berlalu lebih dulu, meninggalkan Key yang justru menyulut sebatang rokok. Setiba ku di aula pertemuan, ketua sudah menunggu bersama beberapa anggota petinggi lain. Hanya tersisa 2-3 kursi yang belum terisi.
" selamat malam anakku " sambut Edward, sang ketua klan. Di usia nya yang terhitung tua, garis wajahnya masih tegas dan suaranya masih amat berwibawa.
" selamat malam ayah " aku sedikit membungkuk kan badan memberi hormat.
" maaf mengganggu mu malam malam begini, kau pasti lelah dengan semua kesibukan mu " Edward menatap ku lembut. Aku tersenyum, menggeleng sopan.
" tidak ayah, aku tidak sibuk kok. Aku justru senang ayah menyuruh ku kesini sebelum aku benar benar berjamur karena bosan " ujar ku mencoba bergurau. Kalau ku perhatikan, suasana di aula sejak tadi diselimuti ketegangan entah karena apa, jadi aku ingin mencoba mencairkan suasana. Edward terkekeh,
" kau memang selalu punya selera humor, Maxi. Duduklah putri ku "
Aku tersenyum sekilas, beranjak duduk di salah satu kursi kosong. Key menyusul masuk beberapa menit kemudian,
" apa kau bersama Melrose, Key? " tanya Edward yang dijawab gelengan kepala Key. Biasanya gadis centil itu selalu menempel pada Key kemana pun pemuda itu pergi, tapi kali ini dia tak terlihat.
" aku tidak melihatnya, kurasa dia tidak akan hadir kali ini " jawab Key. Edward mengangguk takzim,
" kalau begitu kita mulai saja pertemuan malam ini " Edward diam sejenak, menciptakan keheningan yang mencekam di aula. Aku menebak nebak apa yang akan Edward bahas kali ini, pertemuan ini sangat mendadak jadi itu pasti sangat mendesak dan serius.
" aku sudah memutuskan.. " Edward menggantung kalimat nya, dia seolah sengaja membuat kami menunggu dan menebak nebak apa kalimat selanjutnya yang akan dia katakan.
Apa ? apa yang akan sang ketua putuskan ?
" aku sudah memutuskan.. " Edward menggantung kalimat nya.
" penerus klan kita adalah.. "
ah rupanya soal penerus klan.. kupikir hal penting apa yang akan dikatakan sang ketua.
" Maxi " tepat saat nama itu keluar dari mulut Edward, semua orang di aula menatap ku. Aku mengedipkan mata beberapa kali, masih sedikit mencerna kalimat Edward, berharap kalau aku salah dengar. Tapi Key akhir nya menyikut lenganku,
" hei, ketua menunggu respon mu tuh " bisik nya menyadarkan ku.
" ehh ? a- aku ? apa ketua tidak salah pilih ? bukankah banyak yang lebih pantas dari pada aku ? Key misalnya ? atau Leonard mungkin ? " aku yang baru sadar kalau aku memang tak salah dengar gelagapan menjawab. Edward terkekeh,
" lihat, karena terkejut dengan keputusan ku dia sampai gelagapan begitu. Padahal pengendalian dirinya sangat baik " ujar Edward yang disambut tawa oleh anggota petinggi lain. Wajahku refleks memerah menyadari sikap ku yang tak bisa ku kendalikan karena terkejut, tapi Edward segera angkat bicara saat melihat ku yang menunduk.
" tidak perlu buru buru memutuskan putriku. Aku tidak asal memilih mu, tentu saja aku membuat keputusan itu setelah berunding panjang dengan anggota pendiri lain. Tapi semuanya tergantung padamu, kami akan menunggu keputusan dari mu " ujar Edward bijak.
pertemuan yang kupikir akan berjalan lancar dan cepat justru berjalan sebaliknya, kacau dan amat lambat. Aku berkali kali bilang tidak, tapi berkali kali itu pula Edward memberikan jawaban sama, " aku tidak perlu buru buru memutuskan " .
Pertemuan itu berakhir menyebalkan, aku kalah suara. Hampir rata rata anggota senior mendukung Edward yang memilih ku sebagai penerus nya. Aku tak mengerti, kenapa mereka justru memilih ku ?
Baru pukul empat dini hari pertemuan itu selesai, dengan keputusan aku harus berpikir matang sebelum memberi jawaban. Aku langsung terbang ke London sebelum pergi ke Tokyo malam hari nya. Jadwal terbang ku ke Tokyo memang sudah diatur jauh jauh hari, jadi tak bisa seenaknya di undur atau bahkan di batalkan. Lelaki bawel itu pasti akan mengomel panjang lebar jika aku tak datang menemui nya.
" nona ? "
" huh ? " aku menoleh, baru tersadar dari semua kecamuk pikiran ku tentang pertemuan semalam.
" kau mengabaikan ku lagi ? " tanya Sebastian sedikit kesal.
" uh ? maaf Bastian " aku berjongkok hendak mengelus bulu lembut Sebastian, tapi kucing itu lebih dulu berlalu sambil mengibaskan ekornya.
" lupakan saja, cepat bersiap dan berangkat lah ke Tokyo " ujar Sebastian ketus, kurasa dia kesal karena tak diacuhkan. Aku tersenyum tipis, lantas dalam sedetik menyambar dan membawa kucing hitam itu ke dalam gendongan ku.
" kalau begitu, kau juga ikut denganku "
" ha ? kenapa aku harus ikut dengan mu ? tidak mau ! " tolak nya, dia berusaha berontak dari dekapan ku.
" ayolah, Bastian. Ya ? " aku memelas, kucing itu berhasil lompat dan menjauh dari tanganku yang hampir menangkap nya lagi.
" tidak mau ! " tolak nya mentah mentah.
" apa kau tidak bosan di rumah sendirian ? setidaknya kau bisa menemui ku sambil melihat pemandangan di pesawat " bujuk ku berusaha mengajak kucing itu ikut pergi bersamaku.
" tidak, lebih baik aku bermain di rumah daripada harus duduk manis dan terjebak di pesawat " Sebastian lompat naik ke atas rumah rumahan nya, meringkuk disana agar tak bisa ku jangkau. Aku mendengus sebal, aku akan bosan berada di atas pesawat selama beberapa jam nanti. Tapi baiklah, aku bergegas mandi dan segera bersiap terbang menuju Tokyo untuk menemuinya.
\*\*\*
Siapa yang aku temui di Tokyo ?
Dia adalah Haruno Sano, ketua klan Yakuza yang di takuti. Lelaki yang saat ini tepat berada di depan ku sambil tertawa lebar. Jika orang lain melihat Haruno sebagai ketua klan yang dingin dan kejam, aku sebaliknya, Haruno yang ku kenal adalah seorang lelaki ramah dan menyenangkan.
" Haru ? " panggilku sambil menahan senyum.
" hmm ? " Haruno yang sedang melahap es krim nya mendongak. Pipi nya terlihat sedikit kotor oleh noda coklat, membuat ku harus menahan tawa. Haruno memang mood booster sekaligus teman terbaikku, melihat tingkah nya yang imut saja sudah bisa membuat ku melupakan benang kusut di pikiranku sesaat. Aku mengambil sehelai tisu dari kotak tisu lantas tangan ku terulur mengelap pipi Haruno yang belepotan coklat,
" dasar, kau itu bukan anak kecil tahu "
Haruno hanya nyengir menanggapi celetukanku.
" oh ya, ngomong ngomong kenapa kau tiba tiba ingin bertemu denganku ? kau tahu kan jadwal ku padat bulan ini " aku melempar gulungan tisu bekas ke tong sampah. Haruno meletakkan sendok es krim nya,
" memangnya tidak boleh kalau aku ingin bertemu denganmu ? " Haruno balik bertanya.
" eh ? y- yah tidak apa apa sih " aku menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal. Haruno tertawa kecil melihat ku yang gelagapan,
" kau tahu, aku juga sangat sibuk sejak menjadi ketua klan. Tugasku menumpuk, deadline ku padat. Aku lelah, dan aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama mu untuk mengurangi rasa lelah ku. apa itu salah ? " Haruno tersenyum menatap ku. Aku terdiam, dalam benakku kembali terbayang hasil pertemuan di Singapura. Aku ragu ragu ingin bertanya pada Haruno, apakah lelaki di depan ku ini mungkin punya jawaban nya ?
" hey Haru ? apa kau suka menjadi ketua klan ? apa kau tidak lelah ? apa menjadi ketua klan itu sulit ? " tanyaku bertubi tubi tanpa menatap Haruno. Lelaki itu diam sejenak, sebelum akhirnya tertawa kecil.
" hey ? bicaralah pelan pelan, satu satu dong " Haruno menyentil dahi ku pelan, membuat ku sedikit mengaduh karena kaget. Aku manyun, pura pura kesal dengan sikap Haruno.
" ada apa ? tidak biasanya kau bertanya begitu " lanjutanya.
" mungkin aku juga akan jadi ketua klan ? "
kali ini Haruno benar benar terdiam, wajahnya berubah serius.
" menjadi ketua klan itu sulit, Max. bahkan sangat sulit. kau punya tanggung jawab besar pada seluruh klan, bukan hanya pada satu dua orang, tapi ratusan bahkan ribuan orang. jujur saja, Aku tidak terlalu suka menjadi ketua klan. tapi bagaimana lagi ? " Haruno mengangkat bahu, dia mulai terlihat kembali santai.
" tapi kalau kau benar menjadi ketua klan, aku akan selalu ada di belakangmu. kau tahu itu kan ? " Haruno mengacak rambut pendekku, membuat rambutku yang sudah berantakan tambah kusut. aku berdetak sebal, Kenapa justru Haruno ikut mendukung aku menjadi ketua klan ? Aku tidak mau !
banyak hal, banyak janji yang belum ku penuhi. aku harus menyelesaikan semuanya jika aku benar benar akan menjadi penerus, sebelum kesibukan menjadi ketua klan menghalangiku menyelesaikan urusan urusan rumitku di masa lalu.
Beberapa jam ke depan, ketika Haruno masih mengajakku berkeliling di pusat perbelanjaan, pikiranku perlahan mulai menyusun strategi strategi. Lelaki itu kini benar benar tak terlihat seperti ketua klan Yakuza, dia berbaur dengan puluhan orang yang menjalani hari hari mereka tanpa satu pun dari mereka tahu, bawa ketua clan Yakuza sedang ada di antara mereka. Walaupun langit sudah mulai gelap, tapi jalanan Tokyo masih tetap ramai. Kota itu seolah tidak pernah mati. Haruno tau diri, dia tahu aku sibuk dan lelah. Juga banyak tugas yang sudah menunggunya untuk diurus. Lelaki bersurai pirang itu mengantarku ke bandara sebelum langit benar benar gelap, dia tidak ingin dirinya menjadi penghalang untukku dan juga dia tidak ingin aku kelelahan karenanya.
" terima kasih sudah mau menemaniku hari ini, Maxi. maaf sudah merepotkanmu di tengah jadwal mu yang sudah pasti padat " Haruno mengulas senyum di wajahnya. Dihadapan ku dia selalu berusaha terlihat riang dan selalu tersenyum. Tapi aku tahu,dia sangat lelah dengan semua pekerjaan dan beban yang harus ditanggungnya, Karena itulah aku tak pernah bisa menolak jika dia memintaku untuk menemaninya, jadi aku selalu berusaha memenuhi permintaannya walau itu hanya jalan jalan seharian. Karena aku tahu, yang ia punya hanya aku.
" hey, jangan terlalu memaksakan diri oke ? " aku balas tersenyum,
" kalau kau lelah istirahat saja dulu " aku menepuk nepuk bahu nya. Haruno ketawa kecil sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,
" kelihatan ya ? "
" kau mungkin ketua klan Yakuza, tapi kau bukan pembohong yang baik " aku tersenyum tipis.
" yah sebenarnya cara berbohong ku tidak buruk kok, tapi kau saja yang bisa mendeteksi kebohonganku " Haruno balas tersenyum. Aku tertawa kecil,
" oh ya ? bagus kan ? jadi kau tidak bisa berbohong padaku "
Haruno tersenyum tipis,
" sampai jumpa Maxi "
" sampai jumpa Haruno " aku melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam pesawat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!