Pagi hari di sekolah.
"T-Touji, maafkan kami." (siswa) Beberapa siswa sedang berhadapan dengan seorang siswa lainnya.
"Ha!! Apa yang kau katakan, setelah kau melakukan semua ini padaku sekarang kau dengan mudahnya meminta maaf padaku." Namaku Touji Ari. Aku adalah seorang berandalan di sekolahku, selalu dipanggil ke ruang kepala sekolah dan sudah sering pindah sekolah karena kelakuaknku ini. Tapi aku tidak pernah sekalipun menyesali apa yang aku lakukan sekarang. Ini semua akibat mereka.
"T-Touji, kami mohon. Maafkan kami, kami janji tidak akan mengulanginya."
"Baiklah, tapi setelah beberapa pukulan ini."
Bug bug bug bug.
--- Beberapa menit kemudian ---
"Ahhh, aku puas." Setelah puas menghajar mereka hingga babak belur, aku meninggalkan mereka. "Andai saja mereka lebih memerhatikanku, aku pasti tidak akan jadi seperti ini." Orang tuaku, bukan. Mereka terlihat seperti bukan orang tuaku karena setiap ada sesuatu, yang mereka lakukan adalah melimpahkan semuanya padaku. Padahal aku tidak tau apa-apa, dan karena itu pula aku menjadi sosok yang sekarang. "Sangat menyebalkan."
Meskipun begini, aku memiliki prestasi yang sangat bagus diantara siswa yang lain, dan aku adalah orang yang sangat cerdas serta juga cukup jenius. Aku bisa membuat sebuah rencana, atau hal lain yang aku inginkan berjalan sesuai rencanaku. Tapi karena kelakuanku itu, aku juga sering mendapatkan ancaman baik dari guru ataupun dari orang tua murid. Dan itulah yang menghambat kemampuanku itu untuk berkembang.
"Ha, sangat merepotkan." Tepat seperti yang terjadi sekarang.
"Touji-kun, apa kau mendengar apa yang aku katakan." (Kepsek)
"Iya, aku dengar." Aku menjawabnya dengan nada lesu. Entah berapa lama lagi aku akan mendengar cerama dari orang tua ini, ini sangat membosankan.
"Kenapa kau menghajar temanmu."
"Teman, sekelompok orang yang beraninya menghajar seseorang yang sendirian anda bilang teman. Aku tidak menganggap mereka sebagai temanku, lagipula aku ini tidak punya teman."
"Touji-kun, andai saja kau merubah sikapmu jadi lebih baik. Kau pasti akan mendapatkan banyak teman."
"Aku tidak butuh teman, apa hanya itu yang ingin anda katakan. Jika cuma itu, saya permisi."
"Touji..."
Gubrak.
Aku keluar dari kantor kepsek. "Ah, ini sangat menyebalkan." Aku berjalan kembali menuju ke kelas. "Merubah sikap, ya." Kata-kata kepsek barusan terngiang di kepalaku. "Jika keadaan keluargaku tidak seburuk saat ini, mungkin aku bisa melakukanya."
--------
Sore hari, di rumah.
Plakk.
"Kenapa, kenapa kau selalu membawa masalah. Sekolahmu tadi menelpon, mereka bilang kau menghajar murid lain lagi. Apa, apa yang sebenarnya kau inginkan."
Aku mengalihkan pandanganku. Orang yang aku hadapi saat ini adalah ibuku, Touji Mika. Meskipun begitu, aku tak tau harus menganggapnya ibuku atau hanya orang yang membesarkanku hanya untuk menjadi tempat melampiaskan emosinya.
"Ari, apa kau dengar!"
Aku segera berbalik keluar dari rumah. "Ari, mau kemana kau!"
Gubrak.
Tamparannya membekas di pipiku. "Cih, sial." Aku sudah terbiasa menerima perlakuan ini, bahkan aku pernah terluka parah akibat menjadi bahan pelampiasan emosi mereka berdua.
Seseorang mendekat ke rumah. "A-Aya..."
"Minggir kau." Ayah mendorongku ke samping, dan itu membuatku terjatuh cukup keras. "Jangan ganggu aku." Ia kemudian masuk ke dalam rumah.
"Sial, mereka berdua sama saja." Aku pergi untuk mencari ketenangan.
Taman.
"Ha..." Duduk dan menikmati matahari sore, hanya ini yang bisa membuatku sedikit lebih tenang.
"Aku berharap keadaan ini cepat berakhir." Aku tak mau keadaan ini terus berlanjut. Aku hanya ingin hidup sebagai seorang anak yang biasa di keluarga yang biasa. Bisa menikmati hari yang bahagia. Hanya itu keinginanku. "Dan hal semudah itu, tidak bisa aku dapatkan. Aku ini memang tidak beruntung."
Swuuut.
Sebuah bola dengan cepat menuju ke arahku, dan aku menangkapnya. "Wah, hebat. (kagum)" (Bocah) Tanpa disadari seorang bocah melihatku. "Nee Onii-chan, bagaimana caramu melakukannya? Bisa ajari aku caranya?"
"Huh? Maksudmu menakap bola seperti barusan?"
"Iya, itu sangat keren."
"B-Begitu, ya." Sebenarnya itu adalah gerak reflekku, aku juga memiliki kemampuan gerak reflek yang lebih dari orang pada umumnya. "Suatu saat nanti, kau juga pasti akan bisa melakukannya." Aku mengelus kepalanya.
"Benarkah?"
"Iya." Sebenarnya aku tak tau cara melatih reflek ini. Ini adalah bakat, bukan hasil dari latihan atau apapun. Aku cukup senang ada yang memuji bakatku ini, meskipun orang tuaku sendiri tidak peduli dengan semua bakat yang aku punya ini.
"Terima kasih, onii-chan."
"Ya."
"Suu, sudah sore waktunya pulang." Seseorang memanggil.
"Baik ma. Onii-chan, sampai ketemu lagi besok."
"Ya." Aku memberikan bolanya padanya.
"Terima kasih, besok datang lagi kesini, ya. Onii-chan..."
"Ya." Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang berkata seperti itu padaku dan entah kenapa aku senang sekali mendengarnya.
Saat melihat matahari. "Ha, sudah hampir jam makan malam, ya." Aku tidak mengganti baju sekolahku karena hal tadi. "Makan diluar saja." Kembali kerumah saat ini adalah pilihan buruk, aku memutuskan untuk membeli makanan dengan sisa uang yang aku dapatkan dari bekerja paruh waktu.
Karena aku tidak diberikan uang, jadi aku bekerja paruh waktu. Biaya sekolah, atau apapun yang menyangkut diriku, entah kenapa beban itu diberikan padaku seorang. "Ha, sudahlah, tidak ada gunanya memikirkan hal itu." Aku hanya bekerja pada akhir pekan, jadi selain akhir pekan aku memiliki banyak waktu kosong dan itu aku gunakan untuk mencoba hal baru yang bisa membuatku senang.
"Ha, sisa segini, ya." Uang yang aku punya tersisa sedikit, tapi sepertinya akan cukup sampai akhir pekan jika aku berhemat.
Di lampu merah.
"Jika keadaanku tidak seperti sekarang, aku mungkin bisa hidup bahagia. Bukan tersiksa seperti saat ini." Sambil menunggu lampu lalu lintas berubah warna, aku memikirkan hal itu.
"Pencuri!!" Seseorang berlari ke arahku. "Tangkap pencuri itu."
"Aku tidak peduli." Aku mengabaikannya, pencurian sudah biasa terjadi disini. Jadi aku menghiraukannya.
Dug.
Pencuri itu menabrakku dengan cukup keras hingga membuatku terpental ke tengah jalan. "S-Sialan kau.." Untung saja jalanan sepi, jika tidak aku pasti sudah mati tertabrak truk atau mobil. "Agh. A-Ada apa ini?" Bagian perutku terasa begitu sakit dan saat aku melihatnya. "Darah." Perutku tertusuk oleh pisau yang dibawa oleh pencuri. "Sial.." Pada akhirnya tetap seperti ini. Aku akan mati.
"Tangkap pencuri itu!! Jangan biarkan dia kabur!!"
"Hey, cepat tolong anak itu!!"
'Apa aku akan mati? Padahal masih banyak hal yang harus aku lakukan. Ha, sudahlah, mati tidak buruk juga. Dengan begini, aku tidak akan menderita lagi.' Tapi ada 1 hal yang cukup aku sesalkan. 'Jika saja, aku hidup di keluarga yang bahagia. Aku pasti tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi sudahlah, hidupku adalah hidupku. Akhinya aku bisa tenang. Selamat tinggal kehidupan yang menyakitkan. Dan selamat di datang tempat baru yang nyaman dan tenang.' Dan jika diingat lagi, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-17, sangat menyedihkan memang jika hari ulang tahunku besamaan dengan hari kematianku.
_____________________
Aku perlahan membuka mataku. "Aku, dimana? Oh ya, aku sudah mati. Apa sekarang aku sudah berada disurga?" Tapi meskipun begitu, aku tak merasakan sesuatu yang aneh.
Aku perlahan mulai bangun dan melihat sekeliling. Sebuah langit-langit yang tak pernah aku lihat sebelumnya, dan 1 hal lagi yang membuatku sangat terkejut. "A-APA-APAAN INI!!"
See you on the next chapter...
"A-APA-APAAN INI!!" Dari pantulan cermin yang ada di kamar ini, aku melihat seorang gadis. "Eh. Suaraku?" Suaraku mengecil. "Apa maksudnya ini?" Aku kembali melihat, seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi disini. "Aku ada dimana, dan kenapa aku, berubah menjadi gadis."
--------------------
"Nona Iona, anda sudah bangun." (Pelayan)
"Iona, apa itu nama gadis ini?"
"Nona Iona, yang mulia Raja dan ratu sedang menunggu dibawah untuk sarapan bersama."
"Raja dan Ratu? Apa maksudnya ayah dan ibu dari gadis ini?" Aku mencoba untuk perlahan-lahan mencerna apa yang sedang terjadi padaku. "Apa aku direingkarnasi kembali." Melihat keadaan saat ini, aku yakin kalau aku sudah di reingkarnasikan. "Hey dewa, apa kau masih belum puas untuk memberiku kehidupan yang keras." Jika aku mengalami kehidupan yang keras lagi, aku tidak yakin bisa bertahan dengan tubuh ini. Jika tubuh laki-laki mungkin saja, tapi tidak untuk tubuh seorang gadis.
"Cih, kau memberiku tantangan yang sulit. menghidupkanku kembali, aku tidak suka dengan hal ini. Aku lebih suka dikirim ke tempat yang tenang dimana aku tidak akan merasakan siksaan. Tapi, kau malah melakukan hal ini padaku. Ini adalah tantanganmu, kalau begitu aku akan menghadapinya. Dan jika aku tidak bisa, aku harap kau membantuku untuk menyelesaikannya, karena ini adalah salahmu yang mengirimku ke sini."
"Nona Iona, ada apa?"
"T-Tidak ada apa-apa, aku akan segera menyusul mereka."
"Kalau begitu, saya akan membantu anda."
"M-Membantu?"
"Ini pakaian yang cocok untuk anda."
Pelayan itu mengambilkan pakaian dengan bentuk yang sangat norak dengan banyak hiasan di hampir seluruh bajunya. "B-Biar aku saja yang memilihnya. Kau keluar saja."
"Tapi nona Iona." Aku mendorongnya keluar dari kamar dan segera menutup pintu.
"Ha, ha, ha. Hanya seperti ini, aku sudah kelelahan. Jadi seperti ini rasanya menjadi gadis. Ha, sangat menyebalkan." Dengan begini, aku sudah yakin jika saja kehidupanku sama seperti sebelumnya. Aku tidak akan bisa bertahan, aku sangat yakin dengan hal itu.
-------------
"Iona, kenapa kau memakai baju itu? Bukannya baju itu terlalu besar untukmu."
"Terlalu besar?" Saat aku melihatnya lagi. "B-Benar juga, pantas saja aku merasa sangat berat waktu berjalan tadi."
"Pelayan, kenapa kau tidak memilihkan baju yang tepat untuk Iona."
"M-Maaf nyonya, saya sudah memilihkannya. Hanya saja nona Iona memaksa ingin memilih bajunya sendiri, nona juga mengusir saya saat nona ingin memilih baju."
"Hahaha, Sylvia, biarkan saja. Apa kau tidak bangga pada anakmu yang sudah susah payah memilih baju untuk ia gunakan saat ini."
"Ya sudah. Iona, ayo kesini. Nanti makananmu dingin."
"B-Baik."
Ayah dan ibu. Ayah bernama Alferd L. Thorwn, dan ibu bernama Sylvia L. Thorwn. Dan aku saat ini aku adalah anak tunggal dari mereka berdua, Iona L. Thorwn. Keluarga kerajaan yang sangat makmur, dan juga... "T-Tunggu sebentar. Bagaimana informasi ini bisa ada di kepalaku." Tiba-tiba saja ingatan anak ini masuk kedalam kepalaku dan itu yang membuat aku ingat semuanya. Seorang gadis yang pemalu dan tidak pandai (cerdas), itulah Iona. "Hoo. Begitu, tapi jika aku. Ceritanya akan berbeda."
"Wah. Iona, hari ini makanmu banyak. Apa kau sedang lapar?"
"Sylvia, berhentilah menenyakan hal sepele seperti itu padanya. Apa kau tidak senang melihat putri kita memakan dengan lahap makananya. Mungkin saja dia ingin tubuh besar, dan segera mengantikanku. Hahaha..."
"Huh. Ingatan ini." Tepat saat Iona tumbuh dewasa, dia akan dijodohkan dengan tujuan politik. "Hoo. Jadi seperti itu, ya." Aku tak tau bagaimana ingatan gadis ini bisa masuk ke dalam pikiranku, tapi itu tidak masalah ini bahkan lebih baik.
Untuk saat ini, aku tidak memiliki tujuan. Lagipula umur gadis ini masih 6 tahun dan saat ini aku sedang ingin mengawasi lebih jauh tentang dunia ini. Tentang semuanya, aku ingin mengetahuinya, dengan begitu aku yakin perjodohan politik itu tidak akan pernah terjadi. Saat aku punya banyak pengetahuan tentang dunia ini, aku yakin bisa merubah dunia ini sesukaku.
"Iona, apa yang terjadi denganmu? Apa kau baik-baik saja?"
"'Ups'. A-Aku baik-baik saja." Tanpa sadar saat aku memikirkan hal itu entah kenapa aku tersenyum. Dan sudah wajar jika mereka berdua menanyakan hal itu.
---------------
7 Tahun kemudian. Perpustakaan kerajaan.
"Nona Iona, apa yang anda lakukan disini?"
"Sedang membaca buku." Butuh waktu sekitar 2 tahun untukku mengetahui seluruh tulisan yang ada di dunia ini, dan itu dimulai sejak pertama kali aku bertekat untuk mengubah dunia ini menjadi seperti yang aku inginkan. Dan 5 tahun waktu untukku mengetahui hampir sebagian besar tentang dunia ini, tapi karena itupula masih ada cukup banyak hal masih belum aku ketahui.
"Buku apa yang sedang anda baca itu?"
"Ini." Aku menunjukkan buku yang aku baca padanya.
"N-Nona Iona, bukannya buku itu masih terlalu sulit untuk anda." Buku tentang peraturan dan juga tentang diplomasi kerajaan. Itulah yang sedang aku baca. "Lagipula, apa anda paham dengan apa yang dijelaskan di dalam buku itu?"
"Tidak." Aku berbohong, tentu saja aku paham semuanya, bahkan ini berada di bawah rata-rata apa yang bisa aku pahami (terlalu mudah).
Pelayan itu mengambil buku yang aku pengang. "Kalau begitu, untuk apa nona membaca buku itu. Lebih baik nona membaca buku ini."
"I-Ini..." Salah satu buku yang paling aku benci, dan kenapa buku ini juga ada didunia ini. 'Buku tentang berias'. "A-Aku tidak mau!!" Dulu untuk pertama kalinya saat umurku 10 tahun aku pernah dirias saat pesta dansa ulang tahunku yang ke 10, dan bagiku rasanya seperti di kekang. Aku tidak diperbolehkan untuk bergerak sedikitpun, dengan alasan itu bisa merusak riasannya, dan saat pesta dansa dimulai. Memang benar, seluruh orang kagum dengan penampilanku, tetapi aku.. Merasa tersiksa. "Kenapa aku harus menggunakan seluruh perhiasan yang berat itu. Jika disuruh untuk menggunakannya, aku akan menolak."
"Ah. Iona, sedang apa kau. Apa kau baru saja dari perpustakaan?"
"Ah, Risa-oneesama." (memberihormat dengan mengangkat rok sedikit dan menunduk) Risa, ia adalah anak dari kakak ayahku. Umurnya 15 tahun dan sudah jelas kalau dia lebih tua dariku.
"Seperti biasa, jangan terlalu formal saat bertemu denganku."
"Tapi, Risa-Oneesama."
"Sudah aku bilang, dan bisa berhenti memanggilku dengan kata Onee-sama. Lagipula, apa itu onee-sama, aku sama sekali tidak tau."
"Tapi, Risa-Oneesama."
"Kau itu, coba panggil aku seperti biasa."
"Baik, Risa-Oneesama."
"Ha, sudahlah. Oh ya, apa yang kau lakukan di perpustakaan?"
"Membaca buku."
"Membaca buku apa?"
"Cerita." Aku sengaja berbohong, karena dia pernah memergokiku sedang membaca buku tentang perang, dan ia bilang kalau aku tidak boleh membacanya. 'Ini masih terlalu cepat untukmu' Itulah yang ia katakan padaku. Oleh karena itu aku berbohong padanya.
"Cerita, ya."
"Oh ya. Apa nanti kau mau ikut denganku ke kota."
"Ke kota."
"Iya, kita akan berbelanja."
"Y-Ya. Aku ikut. Ke kota, ya. Kita-kira, kota itu seperti apa, ya."
"Eh? Iona, apa kau pernah ke kota sebelumnya?"
"Tidak, aku belum pernah ke kota dan mungkin ini pertama kalinya aku akan pergi ke kota."
"B-Begitu, ya. Sepertinya orang tuanmu sangat tegas padamu."
"Hm?" Aku ikut bukan karena ingin berbelanja, karena ini pertama kalinya aku akan keluar dari istana ini. Dan tentu saja aku sangat bahagia mendengarnya. Mungkin saja aku bisa mendapatkan sesuatu yang menarik.
See you on the next Chapter....
"Wah... Jadi ini yang mananya kota, ya."
"Iya, bagaimana menurutmu."
Jujur saja, ini diluar ekspektasiku selama ini. Aku kira kota diluar kerajaan itu luar biasa. Ternyata sama seperti yang ada di manga ataupun anime, tapi ditambahkan sedikit arsitektur modren yang membuat bagunan disini cukup bagus. "Ini sangat indah." Meskipun begitu, karena ini pertama kalinya aku melihat yang asli aku sangat kagum. Aku tak meyangkan mereka bisa melakukan hal ini.
Kami menarik banyak perhatian, itu wajar karena kami menaiki kereta kuda dan menurut buku yang aku baca kereta kuda dengan hiasan yang mewah biasanya digunakan oleh bangsawan atau orang besar lainnya untuk berjalan atau hanya berkeliling kota.
Saat aku melihat ke luar jendela. "Ibu, apa dia putri Iona?" Seorang anak melihatku, dan dia melambaikan tangannya padaku. Akupun melambaikan tanganku padanya.
"Iona... Aku rasa mereka terpana melihatmu."
"Eh... Kenapa?"
"Itu karena, kau baru pertama kali keluar dari istana. Dan wajar saja saat melihatmu reaksi mereka seperti itu."
"B-Begitu, ya." Itu memang wajar, karena aku ini seorang tuan putri yang begitu lemah. "Haa... Ini sangat menyebalkan." Disini aku hanya duduk dan memandangi orang-orang yang melihat kearahku. "Risa-Oneesama. Dimana tempat yang akan kita tuju."
"Sebentar lagi, kita akan segera sampai bersabarlah."
------------
"Jadi ini, ya. Tidak buruk juga." Tempatnya cukup besar dibandingkan dengan bangunan yang aku lihat mulai tadi. Tapi disini, ada sesuatu yang menarik perhatianku. "Risa-Oneesama, apa aku boleh pergi kesana."
"Kesana? Toko buku? Untuk apa, bukannya diistana sudah ada perpustakaan."
"Tidak, masih ada buku yang belum aku baca. Dan disana mungkin ada buku yang tidak ada di perpustakaan kerajaan.."
"Ya sudah, tapi hati-hati, ya."
"Baik." Aku pergi ke toko buku itu.
---------
"Nona, buku apa yang sedang kau cari?" Aku menghiraukannya dan meneruskan mencari buku yang aku cari.
--- Beberapa menit kemudian. ---
"Itu dia..." Aku menemukannya berada di pojok ruangan ini. Tapi...
"Permisi, aku ingin membeli buku ini." (anak laki-laki)
"T-Tidak mungkin." Buku yang selama ini aku cari. 'Buku tentang dunia ini' Karena diperpustakaan hanya berisi buku tentang legenda, perselisihan antar kerajaan, dan masih banyak hal lainnya. Tapi di perpustakaan istana tidak ada buku tentang dunia ini. Dan aku sangat bersemangat saat salah satu pelayan bilang kalau ada buku yang aku cari di toko buku yang ada di kota. Tapi saat ini... "S-Sial... Buku yang menjelaskan tentang dunia ini, dan juga mungkin saja aku bisa mengetahui tentang sesuatu yang lebih banyak dari buku itu. Tapi sekarang, buku itu sudah dibeli oleh orang lain."
Akupun perlahan keluar dari toko buku itu. "Jika saja tubuh ini bukan tubuh seorang gadis, aku pasti sudah membanting bocah itu. Tapi karena tubuh ini, aku tidak bisa melakukannya."
----------
Menjulurkan sebuah buku. "Ini, kau menginginkan ini bukan."
"Ini... Buku yang aku inginkan." Aku melihat ke arah orang yang menjulurkan buku itu, dia bocah yang mendahuluiku mengambil buku itu. "I-Ini."
"Kau boleh memilikinya."
"B-Benarkah?"
"Tentu saja, lagipula aku tidak begitu tertarik membacanya."
Bocah ini aneh. "Kalau seperti itu, kenapa kau membelinya."
"Aku mengumpulkannya, lalu memberikannya pada panti asuhan..."
"Panti asuhan, ya. Aku tak menyangka tempat seperti itu ada di dunia ini."
"Jika kau menginginkannya, kau bisa mengambilnya."
"B-Benarkah."
"Ya, tentu saja." Ia tersenyum padaku, dan entah kenapa aku merasakan sesuatu.
"Sadar, tetap sadar. Saat ini kau adalah Touji Ari, seorang laki-laki. Tidak mungkin aku-.." Dan tepat saat aku kembali melihatnya. "S-Sial, ada apa ini?" Wajahku memanas. Ini bukan reflek dariku tapi, reflek dari Iona yang asli. "I-Ini memalukan."
Aku mengambil buku itu. "T-Terima kasih." Dan langsung pergi. "Kenapa disaat seperti ini."
Meskipun ini bukan pertama kalinya, entah kenapa aku masih tidak terbiasa dengan hal ini. Tidak, lebih tepatnya tidak ingin terbiasa. Seluruh reflek Iona bisa aku rasakan, mulai dari rasa malu, ketakutan hingga yang lainnya. Saat aku mencoba untuk mengatasi hal itu sebagai sosok Touji Ari, aku malah ikut merasakan hal itu. "Ini sama sekali tidak lucu." Wajahku masih terasa panas. "Sial."
-------------
Kamar mandi perempuan.
"Ha... Sepertinya aku sudah baik-baik saja." Wajahku sudah tidak memanas lagi. "Iona, apa yang terjadi padamu?" Sejak beberapa tahun terakhir, aku baru menyadari kalau Iona yang asli masih ada didalam tubuh ini. Tapi yang membuatku penasaran adalah, kenapa ia memberikan tubuhnya ini padaku. Aku memang tak bisa berbicara secara langsung dengannya, tapi saat Iona merasakan sesuatu itu juga berimbas padaku, dan itu sangat tidak lucu.
"Apa kau ingin kembali ke tubuhmu, kalau begitu... Aghh." Kepalaku sakit, ini menandakan kalau ia menolak. "Lalu, kenapa kau jadi seperti ini?" Dengan kondisi seperti ini, aku tak tau apa yang sebenarnya Iona inginkan. "Sudahlah. Aku harus segera kembali, nanti Risa khawatir."
Gadis ini, setiap aku berkata ingin mengembalikan tubuhnya ia selalu saja menolak. Padahal jika ia mau, aku bisa saja memberikan tubuhnya ini kembali. Dan jika seperti itu, aku bisa kembali ketempatku seharusnya, dunia yang bisa membuatku damai.
-----------
"Iona, kau sudah selesai."
"Iya."
"Eh... Iona, mukamu memerah. Apa kau sedang sakit?"
"B-Benarkah?" Aku tidak menyadarinya. "A-Aku baik-baik saja. Mungkin karena aku tidak terbiasa dengan suasana baru ini. Jadinya seperti ini."
"Begitu. Ayo, kembali."
"Ya."
----
"Iona, buku apa yang kau beli itu?"
"Ah... Ini, ini buku yang aku cari."
"Buku yang kau cari?"
"Iya, buku yang menceritakan tentang dunia ini."
"Eh... Memangnya ada buku seperti itu?"
"Ini, aku sudah mendapatkannya."
"Kapan-kapan aku boleh pinjam, ya."
"Baiklah."
Mungkin dengan adanya buku ini, misteri tentang aku yang terjebak didalam tubuh putri ini akan terpecahkan. Meskipun tidak, tidak ada salahnya mencoba. Karena mencoba itu pertaruhan bagiku, Touji Ari.
Perjalananku yang sebenarnya, baru akan dimulai.
See you on the next Chpater....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!