NovelToon NovelToon

Kamu Tidak Sendiri

Awal semuanya bermula

Hari ini masih sangat pagi. Semua anak pasti sedang menutupi tubuhnya dengan selimut dan jaket tebal. Ayam pun belum berkokok.

Ya, memang seharusnya begitu. Namun ada yang berbeda dengan gadis berumur 16 tahun yang satu ini.

Dia tidak sedang berada di tempat tidur, dia sedang tidak menutup tubuhnya dengan selimut.

Suara langkah kaki yang pelan mendekat ke arah dapur. Seorang wanita setengah baya mengatakan.

"Kamu kenapa kemari Senja? lebih baik kamu tidur lagi, hari masih terlalu pagi nak, nanti ibu akan membangun kan mu untuk sekolah."

Namun anak itu tetap melanjutkan langkahnya dan mengambil tempat duduk di samping ibunya.

"Tidak apa bu, lagian aku sama sekali tidak ngantuk bu."

Anak itu berkata sambil membungkus nasi yang ada di depannya.

Ia menjejerkan nasi bungkus di barisan yang sama dengan rapi.

"Ibu...."

Kata itu terdengar sangat lembut di telinga ibu Marinah.

"Iya ada apa?"

"Apa ibu tidak lelah bu bangun sangat pagi pagi sekali untuk membuat dagangan ini?"

Seketika ibunya langsung menjawab dengan cepat.

"Apa yang harus ibu lelahkan memangnya? ibu baik-baik saja Senja. Lagian kan di siang hari ibu beristirahat nak, jadi di pagi hari sekali pun ibu sama sekali tidak terasa lelah."

Wanita bernama Marinah itu kemudian tersenyum kecil di depan putrinya. Seolah dia sedang menunjukan bahwa dirinya baik-baik saja.

Senja masih duduk di depan ibunya sambil menghitung dan memasukan nasi bugkus ke dalam keranjang dagangannya.

Setelah memastikan sudah tidak ada nasi bungkus yang harus ia masukkan ke keranjang, ia bergegas menuju kamar dan mengambil seragam sekolah.

"Kakak."

"Apa kakak sudah bangun dari tadi sekali? kenapa kakak tidak membangunkan ku untuk membantu ibu juga? kenapa kakak melakukannya sendiri?"

Cerocos Karis dengan sangat cepat.

"Apakah kau pikir jika aku membangunkan mu kamu akan bangun juga?" dengan nada mengejek Senja meledek adiknya.

"Hehe tidak juga kak."

"Ah sudah sudah. Lebih baik kau bangunkan Putra dan siap-siap untuk mandi, jangan sampai kau telat sekolah."

Karis hanya diam mengangguk mengerti.

********************

"Bu kami akan berangkat sekolah, doakan kami semoga berhasil hari ini."

Karis dan adik laki-lakinya mencium tangan wanita paruh baya tersebut.

Setelah tidak terlihat anak-anaknya di jalan sempit itu ia kemudian menatap langit dan mengatakan "semoga hari ini aku lebih baik dari hari kemarin"

********************

Hari semakin siang. Matahari mulai menunjukan cahayanya dengan membuat siang itu sangat panas.

Seorang wanita berjalan membawa dua kranjang di tangan kanan dan kirinya, sementara di punggungnya terdapat satu kranjang berukuran sedang.

Wanita itu berjalan menuju kerumunan ibu-ibu di pojok jalan.

"Permisi ibu-ibu ada yang mau jajanan pasar dan nasi bungkus?"

Ia memperlihatkan isi kedua kranjang yang di tentengnya sembari menjawab harga yang ditanya kan pembelinya.

Ia melepas kain yang mengikat kranjang di punggungnya.

"Ini jajanan pasarnya ibu-ibu."

Wanita itu memperlihatkan keceriaan di wajahnya. Seolah- olah dia sedang berharap sesuatu.

"Wah yang ini bolunya lucu-lucu sekali bu, anak saya pasti menyukainya. Memang ini satu bungkusnya berapa bu?"

Ibu Marinah melihat bolu berbentuk bunga di tangan pembelinya.

"Ohhh itu 1 bungkus 4.000."

"Kalau begitu saya ambil 3 bungkus bu."

Dengan tersenyum wanita itu mengambil kantong kresek dan memasukkan bolu pilihan pembelinya.

"Saya ambil nasi bungkusnya 4."

Setelah selesai ia kemudian kembali menenteng kedua kranjang dikedua tangannya.

Wajahnya terlihat sangat jelas menunjukkan kebahagiaan. Langkahnya sangat pasti tidak tergesa gesa, senyumnya menunjukkan keramah tamahan.

' Aku akan berjuang untuk anak-anakku. ' (Ibu Marinah)

Di Sekolah.

Suasana siang itu benar-benar sangat panas.

Anak-anak berbaju SMA berlarian kesana kemari dengan sangat ceria, seolah tak ada beban sedikit pun dalam diri mereka.

Seorang gadis cantik membawa dua minuman berkemasan gelas di tangannya. Kemudian mengambil tempat duduk di samping Senja.

"Ini untuk kamu." Remaja bernama Melati itu memberikan minuman rasa jeruk ke Senja.

"Makasih ya Mel"

"Sama-sama Sen"

"Btw gimana tu hubungan kamu sama Alex? kok sekarang dia nggak pernah kesini Mel?"

Senja menyeruput es jeruknya sembari meletakkan bolfen di tanganya.

"Aku sudah nggak sama dia lagi Sen, selain bentar lagi kita ulangan kenaikan kelas XI SMA, dia juga orangnya caper banget sama cewek cantik."

Senja tersenyum nyengir, seolah menunjukan wajah yang ceria di depan sahabatnya.

"Lohhhhh kok lo malah gitu sih Sen? bukanya kasih suport malah ketawa. Nggak jelas banget deh."

Melati cemberut memanyunkan bibirnya dan memperlihatkan wajah sedihnya.

"Bukan gitu juga Melati, kan waktu itu gue udah ngasih tau lo soal sifatnya dia, tapi lo kan masih aja kekeh nggak mau di bilangin. Sekarang baru aja percaya."

"Ya maaf Sen, gue kan waktu itu nggak liat sendiri. Dia juga kalau lagi sama aku kan sikapnya manis banget."

Tiba-tiba saja ketika Senja akan merespon bel berbunyi menunjukkan bahwa jam pelajaran berikutnya segera dimulai.

"Daaaaa....., gue ke kelas dulu. Nanti aku tunggu ya" tanpa menjawab, Senja hanya menunjukkan jempol tanganya.

Tidak lama kemudian guru mulai datang dan memasuki ruang kelas Senja. Berjalan menuju meja di pojok tembok itu. Pembelajaran pun tak terasa sudah di mulai dari tadi.

Senja memperhatikan dengan seksama apa yang sedang di terangkan oleh guru bahasa indonesia tersebut.

"O iya anak-anak besok lusa ada lomba membuat puisi tingkat kota. Adakah dari kalian yang ingin mewakili? nanti setelah kalian mengajukan diri masih akan di seleksi masing-masing terlebih dahulu. Dan yang paling baik dalam berpuisi dia yang akan mewakili sekolah kita. Siapa yang akan mewakili kelas kalian?"

Guru bahasa indonesia itu menjelaskan dengan amat panjang dan lebar. Namun tak ada satu pun yang mengangkat tanganya.

"Ayo siapa yang akan mewakili kelas kalian?"

Masih diam dan tak ada jawaban.

Dan akhirnya guru bernama Luna itu menunjuk jarinya ke arah Senja.

"Saya bu?" Senja menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu Senja. Saya harap kamu bersedia."

"Insyaallah bu." Senja menganggukkan kepalanya.

"Kringgg......kring.......pembelajaran hari ini telah selesai......kringggggg kringggg."

Begitu bunyi bel pulang berdering semua siswa akan segera berkemas-kemas tanpa di suruh.

**********************

Senja dan Melati berjalan kearah kantin. Mengambil kranjang titipan dagangan Senja.

"Semuanya habis Sen."

Ibu kantin itu menyodorkan uang ke Senja.

"Terimakasih bu, saya permisi."

Senja berjalan ke arah dimana Melati sedang duduk menunggu.

Tanpa memperhatikan jalan dalam melangkah, Senja malah sibuk menghitung uang hasil dangangannya.

alhasilll......

"Aaaaaa...."

Seorang laki-laki menopang tubuh Senja yang

sebentar lagi pasti akan jatuh.

Uang Senja berhamburan di lantai. Buru-buru ia melepaskan tubuhnya dari laki-laki yang tengah menatapnya

"Maaf aku tidak sengaja."

"Ah tidak apa."

Ujar laki laki berperawakan tinggi itu.

"Sen lo gimana sih, hati-hati dong kalau jalan."

Melati berjalan mendekat ke arah Senja dan

membantu mengambil uang receh

yang berhamburan di lantai.

"Buruan yo Sen, kata mama ku tadi dia suruh aku nemenin beli kebaya buat acara minggu depan."

"Ohhh gitu, kamu duluan aja Mel, aku baru keinget ada barang yang tertinggal di laci. Kamu duluan aja nanti aku gampang." ucap Senja sembari menatap wajah sahabatnya.

"Jangan gitu dong."

"Kalau gitu biar saya yang akan antarkan temanmu." Kata laki-laki dengan suaranya yang terdengar jantan. Ia berharap Senja menganggukkan kepala dan berkata 'oke'

"Aku rasa tidak perlu, aku bisa pulang sendiri."

Melati kemudian mengambil ponsel yang berdering di saku bajunya.

"BURUAN PULANG!!!!" Melati langsung paham dengan maksut pesan tersebut.

"Kalau gitu aku nitip Senja ke kamu." Melati melangkah cepat meninggalkan kantin tersebut. Ia segera meninggalkan temannya di pojok kursi.

"MELATII!!!!"

"Good luck deh Senja cantik." Senja hanya diam tak bersuara.

"Yok pulang." laki laki itu mendahului langkah Senja. Hingga akhirnya laki-laki itu lebih dulu sampai di parkiran.

"Lama banget sih, ini helmnya di pakai Senja. Biar aman."

Wajah Senja memerah menahan malu. Laki-laki di depannya kini tengah memasangkan helm di kepala Senja.

Laki laki itu tersenyum kecil ketika melihat Senja menunduk ke bawah sambil menahan malu.

Senja Home.

Senja dan laki-laki itu berhenti di sebuah Kontrakan di sudut kampung.

"Makasih udah nganterin aku pulang."

"Sama- sama." Laki-laki itu tersenyum melihat Senja.

Senyuman itu membuat Senja semakin tak nyaman.

"Mau mampir dulu apa langsung pulang?" Senja tersenyum kecil menatap laki-laki di depannya.

Ia berusaha semaksimal mungkin agar senyumannya tak terlihat sedang di buat-buat

"Mampir dulu nggak papa kan?"

"Iya silahkan, ayo masuk."

Senja meletakkan sepatunya di rak sepatu. Ia berjalan masuk ke arah dapur dan mengambil cemilan seadanya di atas meja dapur, kemudian membawanya keluar.

"Kamu mau minum apa? teh atau.....," belum selesai Senja berkata laki-laki itu langsung menyahut.

"Kamu duduk saja dulu, tidak perlu repot-repot Senja."

"Ah tidak masalah."

Baru saja beranjak dari kursi kayu, Senja mendengar suara gemuruh dari luar. Tiba-tiba saja langit mulai gelap. Tak lama kemudian hujan mulai datang.

"Kalau begitu aku buatkan kopi dulu." Ujar Senja.

Kini Senja sedang mengganti pakaian dan bergegas menuju dapur untuk membuat kopi. Ia melirik jam dinding di dekat rak piring

' Dimana adik-adiku dan ibu? semoga mereka baik-baik saja. '(Senja)

Senja berjalan keluar membawa kopi. Baru saja dia akan menuju keruang tamu. Terdengar suara yang familiar di telinganya.

"Kakak kami pulang."

Senja buru-buru keluar dan menaruh kopi di meja.

"Kalian tidak kehujanan kan? sekarang ganti baju dan istirahat."

Senja mengambil payung di genggaman Karis dan melipatnya.

"Oke kak." Karis dan Putra yang hanya terpaut dua tahun kini duduk bersebelahan melepas sepatu mereka.

"Kak kok ada laki-laki?" tanya Putra dengan heran.

Senja tidak menyahut. Ia masih sibuk melipat payung. Laki-laki itu kini menatap dua anak di samping kanan rak sepatu. Dengan cepat Karis menginjak kaki adiknya.

"Aduh sakit." Gerutu Putra.

"Kak kami berdua adiknya kak Senja. Nama saya Karis dan dia Putra." Karis menunjuk ke arah adiknya.

"Oh.....begitu, kalian kelas berapa?" tanya laki-laki itu sok akrab.

"Saya kelas 2 SMP, dia Kelas 1 SMP kak." laki-laki itu mengangguk mengerti.

"Ohh Begitu, silahkan duduk."

Senja masuk dan melihat adiknya diatas kursi menggunakan sragam.

"Karis, Putra ganti baju dulu." Perintah Senja kepada dua adiknya.

Karis dan Putra menurut, mereka meninggalkan ruang tamu itu.

Kini tinggal ada Senja dan laki-laki itu di ruang tamu.

"Perkenal kan nama ku Arjun, aku dua tingkat lebih tinggi darimu, aku kelas XII IPS."

"Ohhh begitu." Tidak ada reaksi sama sekali dari Senja terhadap uluran tangan Arjun.

' Dingin banget jadi cewek. ' (Arjun)

"Hujan semakin deras sekali di luar. Apakah Kamu sudah memberi kabar sama orang tua mu?" tanya Senja.

"Tidak!" dengan cepat Arjuna menjawab, hal itu membuat Senja mengernyit.

Tiba-tiba dua adiknya datang.

"Kalian tunggu disini, kakak akan memasak." Senja bergegas menuju dapur.

Tapi tidak ada apa-apa di sana. Ia berjalan menuju lemari makan. Dan Senja mendapati ikan bawal siap untuk di masak.

Tangannya mulai meracik bumbu-bumbu kemudian merendam bawal yang dalam kemasan itu.

Suara "srengg...." Terdengar hingga ke ruang tamu. Karis dan Putra kini duduk bersebelahan dan memakan cemilan pedas didalam stoples.

Arjun hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Kakak ini siapanya kak Senja?" dengan polosnya Putra bertanya sambil melamuti jari jempolnya.

Seketika Karis menatap Putra dengan tatapan membunuh.

"Kakak pacaran sama kak Senja ya? kak Senja kami cantik kan kak? kakak harus menjaganya kalau kakak menyukainya."

Dengan polosnya kalimat itu terlontar dari mulut Putra yang sok tau soal cinta. Sementara Arjun terkekeh kemudian ia tertawa.

"Baiklah aku akan laksanakan semuanya pak bos." Mereka bertiga kemudian tertawa mendengar Arjuna mengatakan pak bos dan membentuk tangan hormat di atas alisnya.

Tiba-tiba Karis menyudahi candaan itu.

"Putra habis kau kalau kak Senja mendengar mu."

Tiba-tiba saja Senja memanggil Karis dan Putra.

"Aaaa......., matilah kau Putra".

Putra dan Karis menghampiri kakaknya di dapur.

"Maafkan aku kak, aku hanya sekedar bercanda, maaf kan Putra."

Dengan tingkah polos putra menyatukan kedua telapak tangannya dan memohon maaf berkali-kali.

"Kamu ini kenapa? kakak hanya menyuruh kalian mencuci tangan. Memangnya ada apa?" tanya Senja curiga.

"Ah tidak apa kak, kami segera cuci tangan." Karis menarik tangan Putra dengan cepat.

Sementara Senja mulai menaruh semua di atas meja ruang tamu.

Dengan seksama Arjuna memperhatikan Senja. Dengan hati-hari ia memperlihatkan cara Senja melakukan pekerjaannya.

Tidak lama adiknya datang dan menyerbu makanan itu. Namun, dengan cepat Senja menepisnya.

"Kalian sudah mencuci tangan?"

"Tentu saja sudah kak, lihatlah ini tangan ku sudah bersih" ucap Putra.

"Ya aku tau. Kau kan kebiasaan melamuti tanganmu itu"

Putra tersenyum kecil memandang kakaknya.

' Kau kakak yang perhatiaan rupanya ya. ' (Arjun)

"Ayo mas di makan."

Senja mulai mengambil piring dan sendok, kemudian memberikannya ke Arjun, namun Arjun tak juga mengambil makanan itu.

"Kenapa cuma di pandang?" tanya Senja.

"Kakak, kak Senja itu tidak peka sekali ya. Dia ingin kak Senja yang mengambilkannya, begitu saja tidak mengerti."

Dengan polosnya lagi Putra melontarkan kalimat tersebut. Tatapan Senja kini tertuju pada adik laki-lakinya.

' Aduh kenapa aku ini bodoh sekali. ' (Putra)

Kemudian Senja tersenyum kecil kepada Arjun.

"Biar saya ambilkan mas."

' Setelah ini kau pasti akan memarahi adik-adik mu kan kakak galak. ' (Arjun)

"Masakan kak Senja memang lezattttt sekali tidak ada duanya deh" ujar Karis sambil menunjukkan jempolnya.

' Lezat sekali masakan ini. ' (Arjun)

"Kau sendiri yang masak semua ini?" ujar Arjun.

"Ya memang kenapa? tidak enak?" Senja masih asik dengan bawal miliknya sendiri.

"Enak sekali malahan, aku belum pernah memakan makanan seperti ini." Arjuna kembali mengambil sambel kemangi di mangkuk kecil.

Kemudian dia kembali menatap Senja, membuat Senja menahan malu.

Kini Arjun dan Senja saling bertatap-tatapan.

"Aduhh, kak Karis aku tersedak. Tolong ambilkan air putih itu. Ehem, ehem." Putra terawa kecil.

Akhirnya tingkah Putra membuyarkan tatapan Arjun dan Senja saat itu juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!