Hari ini setelah sekian lama Fatur tinggal di Australia akhirnya bisa kembali lagi ke tanah air, hatinya sangat senang karena sekarang sudah berada di Indonesia. Hampir semalaman lelaki berkulit kuning langsat itu tidak bisa tidur karena ingin cepat-cepat berada di tempat yang sudah memberikan banyak kenangan untuknya.
Kenangan yang masih tersimpan rapih di file-file memorinya, kenangan yang begitu melekat sampai sejauh apapun ia pergi tidak bisa dilupakannya, kenangan yang membuat dirinya menjadi lebih dewasa dan pendiam. Kenangan yang membuat dirinya menjadi seorang pengecut sampai saat ini.
Ya, dia sangat rindu akan negaranya yang sudah diabaikan selama 5 tahun, rindu bertemu dengan mamanya yang tidak ditemui, rindu akan kakaknya Mili, dan rindu akan seseorang yang belum bisa dilupakan. Seseorang yang sudah membuat luka di hatinya, seseorang yang pernah mengubah hidupnya menjadi lebih baik, seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Seseorang yang membuatnya jauh dari keluarganya.
Sejak kejadian itu Fatur tidak boleh lagi kembali ke Batam oleh papanya agar fokus belajar dan menyelesaikan kuliah di luar negri. Selama lima tahun juga Fatur tidak boleh pulang ke daerahnya. Sampai akhirnya Fatur memutuskan untuk menemui sahabatnya Erik karena sekarang sahabatnya tinggal di Bandung. Erik adalah sahabat lama Fatur sejak mereka kuliah di Universitas yang sama di kota Batam. Sahabatnya akan menikah bulan ini dan Fatur berjanji akan datang untuk menghadiri pernikahannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan papanya. Jika papanya tahun jika Fatur kembali ke Indonesia maka itu seperti menggali kuburan sendiri bagi Fatur. Setelah satu jam dari bandara Fatur sampai menuju alamat Erik sesuai yang diberikan oleh sahabatnya. Sungguh kota Bandung membuat Fatur terhipnotis, selain udaranya yang sejuk di sini begitu sangat indah. Kota yang sangat indah kedua ia injak selain Jakarta. Namun bagi Fatur kota ini lebih indah dan terkesan romantis.
"Net...Net...Net..." suara bel berbunyi menggema di rumah yang tidak begitu besar.
Tidak lama pintu rumah Erik terbuka lebar dan melihat sesosok lelaki perawakan tinggi 170 cm dengan berat 65 kg berisi kulit kuning langsat berada di depan pintu masuk rumahnya. Erik begitu kaget dan bahagia ketika tahu itu adalah sahabat lamanya yang sangat dirindukan, mimik wajah Erik begitu sangat bahagia ketika melihat kehadirannya di sana begitu juga sebaliknya.
"Fatur!" teriak lelaki dengan tinggi 165 itu memanggil nama sahabatnya dengan nada sedikit berteriak dan bahagia.
Fatur menyambut Erik dengan senyuman bahagia seraya mereka berdua berpelukan, terlihat rasa bahagia di hati keduanya. Ya, setelah hampir 5 tahun tidak bertemu rasa rindu menyelimuti mereka berdua.
"Apa kabar lo?" tanya Erik sambil memperhatikan Fatur dari atas rambut sampai ujung kaki yang terlihat sangat berbeda.
Saat ini Fatur terlihat begitu sangat maskulin dan semakin tampan sehingga membuat Erik begitu pangling melihatnya. Wajah Fatur yang dulu baby face sekarang terlihat dewasa dengan bulu-bulu tipis memenuhi ruangan tepat di bawah hidungnya. Begitu juga dengan Erik yang terlihat sangat dewasa dan berwibawa saat ini, namun masih saja dengan model rambut yang sama seperti dulu. Sepertinya Erik enggan untuk mengganti model rambut favoritnya itu.
"Baik. Lo sendiri bagaimana?" Fatur balik tanya sambil senyum terus terpancar di wajahnya.
"Baik. Gila udah lama nggak ketemu semakin beda. Sampai gue nggak bisa mengenali lo," puji Erik keheranan melihat perubahan Fatur.
"Bisa aja lo."
"Ayo masuk," ajak Erik kepada Fatur.
Langkah kaki Fatur memasuki rumah Erik yang terlihat begitu sangat sederhana namun minimalis. Erik sekarang menjadi seorang arsitek pemukiman dan perumahan di sini dan sudah menetap lama di Bandung. Pekerjaannya kali ini menjadikan dirinya semakin mapan dan mandiri pasca ditinggalkan kedua orang tuanya meninggal dunia saat lulus kuliah, dan akhir bulan ini ia akan menikah.
"Terimakasih lo mau datang di acara pernikahan gue nanti," kata Erik ketika mereka bicara di ruang makan sambil di temani secangkir kopi kesukaan Fatur.
Sahabatnya itu masih saja mengingat kopi kesukaannya, kopi cappucino yang sangat digemari semasa kuliah dulu.
"Gue janji sama lo dan kebetulan gue sengaja mengambil cuti. Gue juga kangen sama nyokap," balas Fatur sambil menyeruput kopi itu.
"Lo sampai kapan di sini?"
"Mungkin dua atau tiga bulan."
"Lo langsung datang ke Bandung?"
Tatapan matanya yang sedari tadi menjelajah foto-foto yang terpampang di dinding kini terhenti sesaat disebuah objek saat mendengar pertanyaan Erik. Fatur terdiam sejenak tidak menjawab pertanyaan sahabatnya, memang dirinya sengaja terbang dari Australia ke Bandung untuk menghadiri pernikahan Erik dan tidak mungkin jika dirinya pulang ke Batam hanya untuk menemui mamanya karena papanya pasti akan langsung mengirimkan dirinya kembali ke Australia.
"Iya, mungkin setelah ini gue akan pulang ke Batam."
Hanya senyum ringan yang dilukiskan oleh Erik ketika mendengar ucapan Fatur. Sejak kasus pemukulan itu, Fatur tidak boleh lagi menunjukan batang hidungnya di Batam apalagi di depan papanya. Masih terekam jelas di memori Erik bagaimana kejadian itu terjadi, kejadian yang sangat tragis bagi Fatur di dalam hidupnya.
"Bagaimana kabar Anggita?" tanya Erik mengganti topik pembicaraan soal masa lalu yang sudah ingin Fatur lupakan namun tidak pernah bisa.
Baru saja Fatur bisa menjawab pertanyaan Erik, kini sahabatnya kembali memberikan pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa sulit menelan ludah, hatinya mendadak sesak dan sakit dan raut wajahnya yang menunjukkan kebahagiaan kini menjadi raut kesedihan mengapa Erik bertanya soal Anggita? Perempuan yang sudah lama dilupakan oleh Fatur. Hati Fatur kembali sedih ketika mengingatnya, matanya mulai berkaca-kaca saat mengingat nama Anggita. Rasa sakit hati dan kecewanya kini muncul kembali setelah sekian lama mencoba untuk melupakannya, namun sayang ia tidak pernah bisa.
"Apa lo tahu bagaimana kabar dia selama ini?" lanjut Erik lagi bertanya sambil menatap Fatur saat sahabatnya itu masih terdiam.
Namun lelaki bermata bulat itu tidak menjawab akan pertanyaan Erik, dan dia hanya terdiam lalu pikirannya mulai terbang jauh mengulang memori bersama Anggita. Rasanya jika Fatur mengingat kejadian itu selalu ingin menangis dan menjerit sekuat-kuatnya karena hanya Anggita perempuan yang sangat ia cintai sampai saat ini.
"Nggak tahu," jawab Fatur singkat sambil membuang muka sedikit cuek menyembunyikan perasannya.
Dari raut wajahnya Erik tahu jika Fatur sedang tidak ingin membahas soal Anggita, karena jika membahas soal itu hatinya akan sakit. Tapi Erik begitu penasaran kepada sahabatnya apa Fatur masih menyukai Anggita! Karena sampai sekarang lelaki itu masih belum mempunyai kekasih.
"Terus lo udah punya pacar? Gue perhatiin lo belum pernah dekat sama perempuan," sindir Erik lagi terus menghujani Fatur dengan pertanyaan-pertanyaan masa lalunya itu.
Sungguh saat ini tidak ingin membahas soal itu karena hatinya akan sakit, sejauh apapun dirinya pergi dan dalam berapa lama Fatur menghindar tetap saja hanya Anggita yang ada di dalam hatinya selama ini.
"Gue datang mau liburan sambil menghadiri pesta pernikahan. Buka mau diinterogasi sama lo!" seru Fatur dengan nada sedikit kesal.
Erik hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya ketika mendengar ucapan Fatur ternyata masih belum berubah, sama seperti dirinya yang dulu begitu mudah marah dan tempramental.
"Gue hanya penasaran apa lo masih normal atau nggak," kata Erik meledek Fatur.
"Sialan lo!" semprot Fatur kesal dan Erik hanya menyambutnya dengan tersenyum.
Dan tiba-tiba Erik teringat akan sesuatu, sebuah proyek yang ditawarkan oleh calon istrinya untuk membuat sebuah rumah di kota Bandung. Kania istri Erik mempunyai seorang teman kerja dan bernama Reza, dan sedang mencari seorang arsitek untuk membangun sebuah rumah teman kuliahnya dulu. Reza meminta agar Erik mengambil alih proyek itu tetapi karena dirinya akan menikah dan sedang menjalankan proyek lain jadi tidak bisa membantunya. Reza meminta kepada Erik jika mempunyai teman yang bisa membantunya untuk menyelesaikan pembangunan rumah temannya itu.
"Oh, iya. Gue mau minta tolong sama lo," kata Erik dengan mimik wajah mulai serius menatap Fatur.
"Apa?" tanya Fatur penasaran menatap Erik yang ada di hadapannya itu.
"Temannya Kania minta tolong gue membangun sebuah rumah punya teman masa kuliahnya, tapi gue nggak bisa membantu karena masih banyak proyek yang sedang gue kerjakan apalagi sebentar lagi gue menikah. Jadi jadwal sibuk sekali," kata Erik mulai bercerita.
"Terus hubungannya sama gue apa?" Fatur balik tanya.
"Gue mau meminta lo mengambil alih proyek itu," ucap Erik singkat.
Deg, mata Fatur menatap lekat ke arah Erik dan Fatur kaget bukan main saat mendengar ucapan sahabatnya, apa ia tidak salah mendengar apa yang baru saja Erik ucapkan tadi.
"Apa lo bilang! Lo menyuruh gue mengambil proyek yang seharusnya buat lo?" tanya Fatur kaget menatap tajam ke arah Erik.
"Iya. Lo mau, kan?" tanya Erik berharap dan Fatur tertawa kecil menatap sahabatnya itu.
"Gila, lo! Gue pulang ke Indonesia itu buat liburan dan menghadiri pernikahan lo. Sengaja gue pulang karena pengen istirahat dari kerjaan. Terus sekarang lo malah menawarkan gue pekerjaan! Waras lo!" ucap Fatur sedikit kesal menatap Erik dan sahabatnya itu tertawa ringan menatap Fatur.
Belum selesai apa yang Erik jelaskan rasanya ia sudah tahu pasti Fatur akan menolak mentah-mentah soal ini, dan jika Fatur tidak mau terpaksa Erik harus menjalankannya sebelum dirinya menikah.
"Selagi liburan di Indonesia apa salahnya lo bantu gue. Hanya satu rumah dan gue yakin lo bisa menyelesaikan dalam waktu dua bulan."
"Satu rumah yang sebesar apa maksud lo? Kalau sebesar rumah sakit mana bisa."
"Nggak sebesar itu juga. Hanya 300M dengan lantai dua dan gue yakin pasti lo bisa dalam waktu sebentar, sambil lo cuti di sini," bujuk Erik lagi terus berharap.
"Gila lo. Gue mau liburan lo masih merepotkan gue!" Fatur semakin kesal.
"Bukan gue mau merepotkan lo, tapi karena gue merasa nggak enak sama temannya Kania. Dia sering membantu gue dan Kania, dan gue yakin lo bisa dalam waktu dua bulan," kata Erik terus merayu sahabatnya itu dan Fatur masih terdiam.
"Mau bantuin gue, ya. Selagi lo ada di Indonesia," pinta Erik lagi terus memelas.
Sementara itu Fatur terus berpikir apa dia akan menerima tawaran sahabatnya itu atau tidak.
Setelah dibujuk oleh Kania dan Erik, akhirnya Fatur mau untuk mengambil proyek itu, apa salahnya membantu Erik saat ini dan mereka juga jarang bertemu. Setidaknya ada satu kenang-kenangan bahwa Fatur pernah membuat sebuah rumah indah di Indonesia, walaupun sebenarnya selama ini dirinya tidak pernah membuat gedung-gedung bertingkat selama lulus kuliah jurusan arsitektur.
Fatur adalah seorang barista di sebuah coffee shop di Australia, dulunya dia seorang mahasiswa jurusan arsitektur di salah satu Universitas kota Batam. Tapi karena suatu masalah besar yang Fatur perbuat akhirnya lelaki berambut comma itu dipindahkan ke Australia untuk menyelesaikan kuliahnya. Selama lulus kuliah, Fatur memilih bekerja menjadi barista di salah satu coffee shop. Papanya seorang pejabat polisi, namun karir sang papa tidak mengalir dalam dirinya. Fatur tidak ingin menjadi polisi dan lelaki itu memilih untuk kuliah mengambil jurusan arsitek walaupun akhirnya jurusan yang diambilnya itu tidak pernah dipergunakan. Gelar yang dipakainya selama ini hanya sebagai formalitas saja jika dirinya adalah seorang arsitek. Bagi ayahnya gelar itu sudah cukup untuk membuatnya bangga.
"Lo mau membantu kita kan, Tur?" tanya Kania dengan nada memohon setelah perempuan itu berbincang lama dengan Fatur sedari tadi.
Seperti yang diketahui bahwa Kania adalah calon istri Erik sahabatnya, mereka akan menikah akhir bulan ini dan saat yang bersamaan Erik mendapatkan suatu pekerjaan yang tidak bisa diselesaikannya. Kania begitu berharap jika Fatur mau membantunya, tatapan Kania penuh harapan menatap lelaki dengan tinggi 170 cm dengan lekat saat pagi itu Kania mampir sebentar ke rumah Erik.
Jujur, Fatur tidak bisa menolak permintaan Kania karena kania calon istri sahabatnya. Sebenarnya Fatur sangat malas sekali untuk mengiyakan permintaan kedua pasangan itu, namun karena mereka berdua akan mempersiapkan resepsi pernikahan mau tak mau Fatur harus membantunya. Lagipula Fatur cukup lama akan berada di Indonesia setelah hampir lima tahun dirinya pergi ke Australia.
"Paling nggak bisa nolak kalau yang meminta itu seorang perempuan," gumam Fatur sambil menatap Erik dan sahabatnya hanya tertawa ringan melihat reaksi Fatur yang pasrah karena dibujuk oleh Kania habis-habisan.
Memang Erik sangat cerdik menyuruh Kania untuk membujuk sahabatnya agar mau menerima proyek yang sudah diterimanya beberapa minggu lalu. Itu bukan sembarang proyek karena Kania mendapatkan dari teman dekat satu kantornya yang begitu membutuhkan dirinya. Kania sosok perempuan yang paling tidak bisa menolak permintaan orang lain, kadang Erik sering kesal dengan sikap Kania yang seperti itu. Sementara itu Fatur yang masih kesal melihat Erik yang tertawa sedari tadi karena dirinya mengiyakan permintaan Kania. Ingin rasanya lelaki berkulit kuning langsat itu menjambak rambut sahabatnya untuk melampiaskan rasa kesalnya.
"Paling bisa lo mengetahui kelemahan gue," gerutu Fatur mencibir sambil menatap Erik seraya tertawa ringan.
"Jadi bagaimana? Lo bisa bantu kita, kan?" tanya Erik memastikan.
Bagai di ujung tanduk Fatur tidak mempunyai pilihan lagi selain membantu sahabatnya itu, bagaimanapun juga Erik sering membantu dirinya selama ini. Selama mereka berdua masih menjadi mahasiswa, Erik yang selalu ada saat hatinya terluka dan hidupnya hancur berantakan karena Anggita. Erik yang selalu setia menyemangatinya dan menemani dirinya saat masa-masa transisinya, karena Erik adalah sahabat sejatinya selama ini. Dan sudah saatnya Fatur membalas itu semua, apalagi Erik akan begitu sibuk mempersiapkan resepsi pernikahannya itu.
"Ok. Gue bantu," jawab Fatur mengiyakan setelah beberapa lama terdiam.
Kania dan Erik begitu sangat senang sekali mendengarnya, akhirnya pernikahan mereka tidak akan ada beban lagi karena saat ini ada Fatur yang akan menggantikannya. Walaupun dirinya tidak pernah terjun langsung membuat gedung atau rumah tapi setidaknya ilmunya selama ini bisa membantunya.
"Terimakasih banyak ya, Tur," kata Kania dengan nada bahagia menatap Fatur.
"Sama-sama," balas Fatur sambil tersenyum manis.
"Nanti gue kabarin pertemuan lo dengan Reza. Untuk sementara ini selama di Bandung lo tinggal sama gue," jelas Erik tidak kalah bahagia.
"Ya iyalah. Masa gue harus menyewa hotel," balas Fatur menyindir dengan nada sedikit sinis, Erik dan Kania hanya tertawa ketika mendengar ucapan Fatur.
Mulai saat ini Erik tidak akan merasakan kesepian lagi karena sahabat terbaiknya sudah kembali hadir ke dalam kehidupannya.
Sore itu Fatur memutuskan untuk pergi menelusuri kota Bandung. Ini kali pertamanya lelaki berkumis tipis itu pergi ke Bandung. Rasanya tempat ini sangat menghipnotisnya, Fatur begitu terlihat nyaman berada di Bandung. Sangat berbeda saat dirinya di Australia dan Batam. Kota ini membuat dirinya sangat nyaman dan tenang, tatapan kosong menatap ke sembarang arah sambil pikirannya melayang entah kemana. Apa yang di pikirkan masih sama dengan sebelumnya, bagaimana Anggita? Di mana Anggita? Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah menikah? Itulah yang selalu ada di dalam pikiran Fatur.
Lalu Fatur memutuskan untuk ke tempat di pinggiran kota Bandung daerah Dago. Sekedar mencari udara segar atau hanya duduk melihat pemandangan di sana. Tiba-tiba ingatannya terarah kepada seseorang yang sangat dirindukan selama ini. Siapa lagi jika bukan Anggita.
Rasanya Fatur ingin sekali mencari tahu tentang keberadaan Anggita karena Fatur sangat merindukannya. Tetapi Fatur sudah berjanji kepada papanya untuk tidak berhubungan dan melupakan Anggita sejak kejadian itu. Kejadian yang membuatnya begitu terpukul, kejadian yang membuatnya harus terpisah jauh dari keluarganya. Kejadian yang sudah memporak porandakan kehidupannya, kejadian yang membuat hatinya terluka hebat.
Tetapi di sisi lain Fatur tidak bisa berbohong, jika sampai saat ini dirinya sangat mencintai Anggita. Meskipun perempuan itu sudah membuatnya sangat terluka dan putus asa. Hanya Anggita yang masih ada di hati lelaki bermata sedikit bulat itu, saat ini dan seterusnya.
"Anggita. Aku sangat merindukanmu," kata Fatur dalam hati sambil mata yang mulai berkaca-kaca menatap ke sembarang arah.
"Aku tak bisa melupakanmu sampai saat ini, aku masih sangat mencintaimu, Anggita. Andai saja kamu tahu bagaimana perasaanku selama ini, aku sangat tersiksa. Sejauh aku pergi nyatanya membuatku sangat terluka. Aku tidak bisa melupakanmu dari kehidupanku," gumam Fatur dalam hati dengan perasaan yang sangat sedih.
Air mata jatuh di pelupuk ujung mata Fatur, lalu diambil ponsel miliknya serta jemari Fatur menelusuri galeri ponselnya. Fatur mencari potret dirinya bersama Anggita yang diambil saat mereka masih bersama dulu. Masa-masa indah yang dilewati bersama Anggita, dulu. Fatur selalu memandang foto bersama Anggita setiap waktu, karena itu adalah sebagai obat rindu dirinya.
Bukan hanya foto-foto Anggita yang masih memenuhi galeri ponselnya selama lima tahun ini, nyatanya wallpaper ponsel Fatur masih saja potret gadis berambut sebahu itu. Entah sampai kapan foto itu bertahan menjadi wallpaper layar ponsel Fatur. Namun jika Fatur mengingat kejadian waktu itu rasanya ingin sekali mati.
"Anggita. Aku sangat merindukanmu," gumam Fatur dalam hati sambil memandang foto-foto Anggita dengan dirinya.
Selama hampir lima tahun Fatur melewati ini semua menyimpan perasaanya sendiri, selama itu pula dirinya tidak bertemu dengan Anggita.
Ketika Fatur sedang melamun tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi, ternyata itu dari Erik dan sahabatnya itu memberitahu jika malam ini akan ada pertemuan dengan Reza, temannya Kania untuk membahas soal proyek itu.
Sesuai janjinya mereka bertemu di cafe dekat Dago, Kania dan Erik sudah menunggunya di sana. Tidak lama Fatur datang dan melihat keberadaan sahabatnya sudah berada di sana bersama calon istrinya Kania dan seorang lelaki muda sebaya dengannya, mungkin itu adalah Reza.
"Hai, Tur. Kenalkan ini teman kerja gue. Reza." Kania memperkenalkan Reza teman satu kerjanya saat Fatur menghampiri mereka.
"Fatur." Fatur sambil mengulurkan tangan kepada Reza memperkenalkan dirinya.
"Reza," balas Reza sambil berdiri membalas uluran tangan Fatur yang masih berdiri tegap di sampingnya.
Mereka berempat duduk di suatu meja sambil berbincang ringan dan membahas apa yang akan dilakukan.
"Kata Kania, lo arsitek hebat dari Australia," puji Reza memulai pembicaraan sambil menatap Fatur yang ada di hadapannya.
Mendengar ucapan Reza membuat Fatur tersenyum ringan saat bicara seperti itu, sepertinya ucapan Reza terlalu berlebihan. Itu tidak seperti yang Reza bayangkan, karena dirinya bukanlah seorang arsitek seperti gelarnya itu. Nyatanya Fatur hanya seorang barista. Entah mengapa Kania harus berbicara berlebihan seperti itu akan dirinya.
"Nggak. Itu terlalu berlebihan," tampik Fatur merendah.
"Apa Erik dan Kania sudah memberitahu apa yang akan kita lakukan?" tanya Reza memastikan jika Fatur sudah mengetahui rencana mereka.
"Sudah," jawab Fatur singkat.
"Sebenarnya sih ini proyek Erik. Tapi karena dia nggak bisa, jadi gue harus mencari gantinya dan sekarang itu adalah lo," jelas Reza yang saat ini mulai serius membicarakan proyek untuk Fatur dan Fatur mulai serius ketika Reza mulai membicarakan soal proyeknya itu.
"Jadi begini, Tur. Ada temen gue yang minta tolong untuk dibuatkan rumah di pinggiran kota Bandung, karena mereka sibuk jadi menyerahkan semuanya sama gue. Mereka mencari seseorang yang bisa membuat rumah sesuai konsep yang mereka mau dan itu ada sama Erik."
"Memangnya mau rumah seperti apa?"
"Minimalis classic," jawab Reza singkat menatap Fatur.
Seketika Fatur terdiam sambil sesekali menganggukkan kepalanya tanda mengerti, Fatur tidak yakin jika dirinya mampu karena selama ini sama sekali dirinya belum pernah terjun seperti ini. Pikirannya mulai bekerja dan berimajinasi rumah apa yang diucapkan oleh Reza, setiap sudut secara detail yang dibayangkan di dalam pikirannya.
"Pasti lo bisa, kan?" tanya Reza meyakinkan Fatur yang terlihat sedikit kebingungan.
Apa salahnya mencoba sesuatu yang sudah menjadi bagian dari ilmunya selama hampir 5 tahun ini, dan Fatur berharap jika dirinya tidak mengecewakan Erik.
"Bisa. Apa mereka mempunyai konsep rumah yang dia mau?"
"Mereka masih bingung, mungkin lo bisa bantu memberi konsep untuk mereka. Soal harga mereka berani membayar mahal."
Bukan soal harga tapi soal kepuasan. Ini adalah tantangan baru untuknya pertama kali membuat desain rumah.
"Bukan soal harga tapi soal kepuasan, gue cuma takut kalau mereka nggak suka dengan konsep yang gue buat," kata Fatur sambil tertawa ringan menatap Reza.
"Gue yakin lo bisa, dan sekarang lo buktikan sama gue kalau kuliah lo nggak sia-sia," sela Erik memberi semangat untuk sahabatnya itu.
"Kalau lo sanggup untuk membuat konsep rumahnya nanti gue kabari mereka," kata Reza.
Beberapa saat Fatur terdiam sambil berpikir apa yang dilakukannya ini adalah benar. Bagaimana bisa ia membuat konsep rumah jika sehari-hari pekerjaannya dengan mesin kopi. Akhirnya lelaki itu menyetujui permintaan Erik.
"Ok. Gue mau," sambut Fatur menerima tawaran dari Reza setelah beberapa saat terdiam.
Mendengar keputusan Fatur membuat Kania dan Reza senang bukan main, akhirnya mereka tidak perlu mencari lebih lama lagi pengganti Erik.
"Terimakasih, Tur. Lo sudah membantu gue," kata Kania menatap Fatur dengan bahagia dan tersenyum manis.
"Sama-sama," balas Fatur sambil tersenyum menatap Kania.
Sebenarnya bukan ini niat Fatur untuk pulang ke Indonesia. Dirinya ingin sekali berlibur dan melepas penat selama berada di Australia, tapi karena masalah ini mau tidak mau lelaki berwajah tampan itu harus membantu sahabat baiknya yang sudah seperti saudaranya sendiri.
Setelah menemui Reza saat itu juga Fatur langsung membuat gambar sketsa rumah, Fatur berharap jika temannya Reza akan menyukai konsep rumah buatannya. Dengan goresan pensil yang bermata tajam di ujungnya, Fatur mengukir di atas kertas putih dengan begitu sangat serius. Goresan demi goresan yang dibuat membuahkan desain yang sangat luar biasa. Kedua bola matanya sangat serius melihat setiap sudut desain yang sedang dibuat, tidak ada kata cacat atau salah dari goresan pensilnya. Sudah jam tidur Erik ingin memastikan sedang apa sahabat baiknya di dalam kamar, apakah Fatur sudah tertidur. Namun nyatanya lelaki dengan berat 65 kg sedang sibuk dengan pensilnya saat Erik mengintip Fatur dari ambang pintu kamarnya.
Erik merasa lega karena sahabatnya sekarang terlihat lebih baik dari lima tahun sebelumnya. Saat itu Fatur begitu sangat hancur dan terguncang karena hubungannya dengan Anggita, semangat hidupnya seperti terhenti dan masa depannya begitu sangat kelam. Masuk penjara diusia yang sangat muda adalah catatan hitam dalam hidup Fatur selama ini, dan itu karena Anggita. Senyum ringan mengiringi langkah kaki Erik yang memutuskan untuk menghampiri sahabat terbaiknya itu, lelaki dengan tinggi 170cm dan berkulit putih itu ingin tahu apa seberapa jauh Fatur mengerjakan tugasnya.
"Sorry, ya. Baru datang ke Bandung dibuat sibuk sama gue," ucap Erik sedikit menyesal saat dirinya baru saja masuk ke kamar Fatur dan berdiri beberapa meter dari tempat Fatur duduk.
Mendengar suara Erik seketika Fatur menoleh dan melihat sahabatnya sedang berdiri tersenyum menatapnya. Erik kembali melangkahkan kakinya menghampiri Fatur yang sedang duduk di meja kerjanya dengan santai. Fatur tersenyum ketika mendengar ucapan Erik. Sebenarnya Fatur tidak merasa dibebankan oleh pekerjaan yang seharusnya untuk Erik, tapi karena Fatur ingin membalas semua jasa Erik kepadanya selama ini.
"Memang lo itu sering merepotkan gue, hehehe," celetuk Fatur meledek Erik dan kembali dengan pekerjaannya itu.
Erik ikut tertawa ringan dan lelaki itu berdiri di samping Fatur. Erik dibuat kaget dengan gambar tangan Fatur yang baru saja dilihatnya, gambar Fatur begitu bagus bukan main. Tidak salah jika Erik memilih sahabatnya untuk menggantikannya. Walaupun Fatur sekarang bekerja sebagai barista tapi ilmu arsiteknya sangat luar biasa, entah kapan Fatur berani untuk membuat gedung-gedung bertingkat. Yang pasti dirinya masih belum mau dan berani pasca Anggita meninggalkannya begitu saja.
"Gue nggak menyangka ternyata goresan pensil lo bagus juga," puji Erik sambil tersenyum kepada.
Pujian Erik tidak membuat Fatur terbang melayang , Fatur hanya terdiam saat Erik memujinya dan Erik merasa kagum dengan hasil desain Fatur. Sungguh mengesankan lebih baik darinya.
"Makasih," kata Fatur sambil tertawa ringan dan tersenyum tipis.
"Kapan lo bertemu temannya Reza?"
"Setelah mereka lihat gambar ini," kata Fatur singkat sambil terus menggoreskan pensinya itu ke atas kertas yang sudah terisi sebagian gambar.
"Lo nggak berniat tinggal di Indonesia lagi?" tanya Erik dengan nada mulai serius menatap Fatur yang sedari tadi serius dengan pekerjaannya.
Deg, seketika Fatur terdiam dan menghentikan menggoreskan pensilnya ke dalam kertas itu, lelaki itu tiba-tiba melamun menatap gambar yang ada di hadapannya. Menetap di Indonesia? Itu bukan yang dipikirkan oleh Fatur saat ini, dirinya kembali ke Indonesia karena begitu sangat rindu dengan mamanya tidak ada niat yang lain. Jika ada dirinya akan memikirkannya seribu kali.
"Gue belum tahu, mungkin gue akan tinggal lebih lama di Australia," jawab Fatur dengan wajah serius dan nada suara terdengar sendu.
"Kapan lo nikah?" tanya Erik lagi menghujani sahabatnya itu dengan pertanyaan lain yang membuat Fatur begitu kaget menatapnya.
Ini adalah kesempatan bagi Erik untuk bertanya kepada Fatur, karena sudah lima tahun mereka tidak bertemu seperti ini. Jadi saat ini Erik mempergunakan keberadaan Fatur untuk bertanya segala hal kepada dirinya. Bagai disambar petir Fatur mendengarnya, kenapa Erik bertanya seperti itu.
"Kenapa lo bertanya soal nikah sama gue?" tanya Fatur kaget menatap Erik dengan nada tegas dan Erik hanya tersenyum manis melihat reaksi Fatur.
"Gue cuma bertanya, jangan tegang begitu, hehe," ledek Erik singkat sambil tertawa kecil menatap Fatur
"Pertanyaan lo aneh," ucap Fatur dan tidak memperdulikan pertanyaan sahabatnya itu.
"Aneh dari mana? Gue bertanya 'Kapan Lo Nikah' itu aja," jelas Erik sambil mempertegas kata 'Kapan Lo Nikah' kepada Fatur.
"Itu yang dinamakan pertanyaan aneh. Lo tahu kalau gue belum punya pacar. Jadi bagaimana bisa gue menikah kalau belum punya pacar," tandas Fatur sambil menatap Erik.
Erik terlihat sangat senang sekali karena telah meledek sahabat baiknya itu.
"Memangnya selama ini lo belum punya pacar?" tanya Erik menatap Fatur dengan lekat.
Glek, lagi-lagi pertanyaan Erik membuat Fatur terdiam kembali menghentikan aktivitas menggambarnya. Memang selama ini belum ada yang bisa menggantikan posisi Anggita di hatinya.
"Belum," jawab Fatur singkat dan kembali melanjutkan menggambarnya setelah terdiam sesaat.
"Serius lo!" teriak Erik kaget menatap Fatur tidak percaya.
Teriakan Erik membuat telinga Fatur sedikit terganggu, dan lelaki itu spontan menutup kedua matanya lalu menjauhkan wajahnya dari Erik karena Fatur sedikit kaget menahan suara teriakan Erik yang menggema di dalam kamarnya.
"Iya," jawab Fatur singkat menatap Erik.
"Masa! Selama lo di sana memangnya nggak pernah dekat sama perempuan?"
"Nggak."
"Serius lo! Lo normal, kan?" tanya Erik lagi semakin kaget dan menatap Fatur dengan tatapan kaget tidak percaya.
"Maksud lo?" Fatur balik bertanya tak mengerti apa arti pertanyaan sahabatnya itu.
"Ya maksud gue, lo masih suka sama perempuan, kan?" Erik memperjelas pertanyaannya tadi.
Mimik wajah Fatur menatap tajam ke arah Erik, dan Fatur sedikit kaget karena Erik menuduhnya tidak normal.
"Apa! Resek lo. Gue masih normal," tandas Fatur dengan nada tegas.
Hanya tawa kecil yang terlukis di bibir Erik seraya menatap Fatur yang ada di hadapannya, Erik sangat senang melihat wajah Fatur yang begitu terkejut akan ucapannya.
"Terus kenapa lo belum punya pacar? Apa lo masih belum bisa move on dari Anggita?" tanya Erik dengan wajah serius.
Pertanyaan Erik membuat Fatur terdiam dan merenung, bohong jika Fatur bilang sudah bisa melupakan Anggita karena selama di sana belum dirinya belum bisa melupakan Anggita sedetik pun. Erik tahu arti ekspresi yang terlukis di wajah Fatur, bahwa sampai sekarang Fatur masih sangat mencintai Anggita walaupun sudah beberapa tahun mereka berpisah.
"Gue belum menemukan yang satu jalan," jawab Fatur singkat setelah beberapa saat terdiam sambil matanya menatap ke sembarang tempat.
Alasan Fatur membuat Erik tidak percaya karena tahu hanya Anggita yang ada di hatinya sampai kapan juga.
"Memangnya lo nggak mencoba mencari Anggita lagi? Hanya sekedar tahu bagaimana keadaan dia setelah sekian lama?"
"Buat apa?" Fatur balik bertanya dengan nada sinis menatap Erik.
"Dia pasti sudah menikah, jadi buat apalagi gue mencari tahu tentang dia," tambah Fatur lagi dengan nada suara terdengar lirih.
"Kalau ternyata ucapan lo salah bagaimana? Kalau misalnya dia belum menikah?"
Ucapan Erik kembali membuat Fatur menatap Sahabatnya, jika memang seperti itu yang terjadi Fatur sangat bersyukur. Tapi bagaimana juga Fatur sudah menutup kisah dan hatinya dengan Anggita. Lelaki itu sudah membenci Anggita, walaupun di lubuk hatinya paling dalam tidak bisa bohong jika masih ada cinta untuk Anggita, hanya ada Anggita.
"Udahlah, nggak perlu membahas soal dia lagi. Buat gue, dia hanya masa lalu dan gue nggak akan mau bertemu dengannya," kata Fatur datar dan bohong.
"Sorry. Gue hanya memastikan tentang perasaan lo, karena gue lihat sampai saat ini lo masih sering memakai sweater pemberian Anggita dan jam tangan yang sama persis dimiliki Anggita."
Memang benar Fatur sering memakai barang-barang pemberian dari Anggita saat mereka masih bersama, bahkan jam tangan couple yang Fatur beli saat mereka pertama kali menjalin hubungan serius. Hanya itu yang Fatur punya dan selalu dijaga olehnya sampai saat ini juga. Seperti malam ini dirinya selalu memakai sweater pemberian Anggita dan juga jam tangan yang selalu melingkar dengan setia di lengan kanannya.
"Ini adalah hadiah dari masa lalu, kenapa gue masih memakainya? karena gue akan ingat kalau gue pernah mempunyai perempuan yang sangat gue cintai," ucap Fatur dengan nada lirih dan mata yang mulai berkaca-kaca.
Entah mengapa Fatur selalu menangis setiap kali mengingat Anggita, apalagi mendengar namanya. Hati Erik begitu sedih mendengarnya, walupun Fatur berbohong tentang perasaannya tapi Erik dapat merasakan jika sahabatnya itu masih sangat mencintai Anggita sampai kapanpun juga.
"Gue mau melanjutkan pekerjaan dulu, kasihan Reza menunggu," kata Fatur menyudahi pembicaraannya yang begitu serius.
Erik sadar jika Fatur tidak ingin melanjutkan pembicaraan soal ini karena dirinya bisa semakin sedih dan menangis. Setidaknya Erik tahu jika di hati Fatur masih ada Anggita.
"Baiklah, selamat bekerja. Gue pergi dulu," pamit Erik kepada Fatur dan sahabatnya itu hanya membalasnya dengan senyum manis.
Langkah kaki Erik keluar dari kamar Fatur dengan mimik wajah sendu dan iba saat melihat sahabatnya, sementara sebelum melanjutkan pekerjaannya Fatur mengambil ponsel miliknya. Dibuka ponselnya itu dan jemarinya mencari foto-foto Anggita yang masih disimpan sampai sekarang, foto mereka pertama bertemu di Batam. Foto mereka berdua pertama dinner, foto kedua tangan mereka yang memamerkan jam tangan yang sama dan foto-foto ketika Anggita datang ke Batam. Masih Fatur simpan rapih di galeri ponselnya. Dan hanya itu yang Fatur punya untuk melampiaskan rasa rindu kepada Anggita.
Setiap hari Fatur selalu memandang foto-foto seakan foto itu menghipnotisnya kembali ke masa lalu yang pernah mereka lalui bersama. Matanya kembali berkaca-kaca menatap foto-foto itu, betapa dirinya sangat merindukan Anggita setiap detik. Fatur merindukan suara Anggita dan canda tawanya. Tapi sekarang Fatur hanya bisa mengenang itu di dalam pikirannya saja, entah sampai kapan, Fatur tidak tahu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!