Sudah hampir menginjak ke 5 bulan, musim kemarau panjang melanda.
Sudah barang tentu, keadaan seperti ini sangat berdampak sekali. Terutama di wilayah pedesaan yang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari nya hanya mengandalkan dari hasil pertanian sawah atau ladang saja.
Air sungai yang mengairi pesawahan kini sudah menyusut hampir mengering, apalagi pepohonan yang menjadi sumber mata air di bebukitan kini hampir gundul, dampak dari oknum manusia serakah yang memanfaatkan sumber alam dengan membabi buta. Tanpa memikirkan kedepan untuk kehidupan anak cucunya puluhan tahun kemudian.
Pantas saja kalau sebahagian lahan sawah yang tadinya menghijau, menyejukkan mata bagi siapa saja yang memandang dengan suburnya tanaman padi, kini pemandanganya berubah drastis jadi menguning. Akibat keringnya lahan tanaman padi.
Kalau menguning emas tandanya siap panen masih mending.
Tapi kalau menguningnya tanda kekeringan dan gagal panen, sungguh menjadi berbalik 180 derajat.
Pemandangan yang tadinya sangat menyejukkan mata kini menjadi sebuah pemandangan yang menyesakkan dada. Terutama bagi warga masyarakat pedesaan yang hampir 90 persen mayoritas bertani dan berladang.
Hal demikian tidak terkecuali menimpa pada sebuah Desa yang sangat jauh sekali dari kota, namanya kampung Lemburasri.
Bagi warga masyarakat kampung Lemburasri, mungkin hanya dengan kata sabar dan tawakkal saja sebagai penawar keprihatinan yang dialami oleh sebahagian besar warga desanya. Walaupun mereka juga sadar, tetap saja harus dengan ikhtiyar yang membersamai, sebagai solusi untuk lepas dari kubangan kesulitan.
Bertahan saja dengan mengandalkan hasil tani dalam waktu lama, kayaknya tidak mungkin. Oleh karena itu, ada juga sebahagian warga yang mulai mencari kehidupan mengadu nasibnya ke kota dan ke daerah lain yang dianggap tidak terkena dampak dari kemarau panjang yang melanda.
***
Suatu malam di kampung Lemburasri.
Angin malam berhembus kencang, menggoyangkan pepohonan yang ada di sekitar. Deretan pohon bambu berjejer di ujung sebelah barat kampung Lemburasri, hingga menimbulkan suara berderit saling sahut.
Sinar rembulan yang kadang tertutup oleh gumpalan mega di angkasa, membuat cahanya terkadang redup terkadang terang.
Suara binatang malam yang mulai aktif terdengar oleh beberapa orang yang kebagian jadwal ronda pada malam itu, yang mendadak malas untuk keliling kampung akibat hawa dingin malam yang terasa menusuk tulang, belum suara Anjing hutan dari kejauhan yang terdengar samar-samar terbawa angin malam yang terkadang jelas, terkadang pelan. Hingga ke empat ronda itu memutuskan untuk berada di pos ronda saja sambil menghangatkan badan dengan membakar singkong untuk meredakan perut mereka yang mulai bernyanyi keroncongan.
Malam semakin larut, hawa angin malam yang semakin terasa dingin menambah mencekamnya suasana malam di Desa Lemburasri yang hampir warga desanya sudah terlelap dan masuk ke alam impiannya masing-masing.
Sementara itu. Di sebelah selatan Kampung, yang agak jauh dari pos ronda, tanpa disadari oleh ke empat ronda yang sedang berjaga di pos.
Tampak beberapa sosok bayangan hitam berkelebat mengendap-ngendap, beberapa sorot pandangan matanya pun tampak sedang memperhatikan sebuah rumah mewah milik salah satu warga.
" Bagaimana, aman...!!?" Terdengar suara berbisik dari salahsatu orang yang dari tadi berdiri dekat Pohon Dukuh, tidak jauh dari rumah yang sedang jadi incaran. Pandangan matanya tetap tidak terlepas dari sebuah rumah yang ada di depannya beberapa meter.
"Aman Bos, perintah sudah dilaksanakan, sebentar lagi, orang-orang yang sedang ronda itu akan terlelap...!!" Jawab salahsatu laki-laki yang beberapa menit lalu mengendap mendekati pos ronda, dan berhasil menabur obat tidur kedalam poci air panas yang sengaja disediakan oleh salahsatu warga yang kebagian jadwal ronda tersebut.
Sepertinya, laki-laki paruh baya itu bawahan atau anak buah dari laki-laki berperawakan gendut yang dari tadi berada di bawah pohon dukuh.
"Persiapkan semuanya...!! sebentar lagi kita mulai beroperasi. Anan, kamu nanti di depan sama si Codet. Kalau pemilik rumah terbangun dan mencoba melawan, tugas kamu, Anan untuk memborgolnya dengan tali tambang yang sudah disiapkan. Awas, jangan sampai gagal. Mulutnya ditutup pakai lakban, biar tidak gaduh dan berakibat fatal. Kamu mengerti...!!??" terdengar, kalimat perintah dari laki-laki berperawakan gendut itu pada seorang laki-laki di depannya yang dipanggil Anan.
" Si.. siap Bos.. !!" kata Anan sedikit gugup. Rupanya, Anan sedang melamun. Hingga membuat lelaki Gendut itu sedikit menyeringai pada Anan.
"Kenapa kamu tegang begitu, hah...!!? Ingat, dalam menjalankan tugas jangan ada keraguan, resikonya bisa fatal. Mengerti..!!?"
"Me..mengerti Bos.!" Tegas Anan. Yang merasa hatinya semakin tidak tenang.
" Hmmm... Bagus..!!" Kata lelaki Gendut lagi.
Detik kemudian, pandangannya beralih pada salah satu anak buahnya lagi yang tadi dari pos ronda.
" Kamu, Codet. !!"
" Siap, Bos...!!" Jawab laki-laki yang dipanggil Codet dengan sigap.
" Nanti kamu ambil semua barang-barang berharga, perhiasan dan uang. Jangan khawatir, Gua juga akan bareng dengan kamu." Perintah lelaki berperawakan Gendut itu lagi. Yang dianggukkan oleh kedua anak buahnya.
Rupanya, ketiga laki-laki itu komplotan perampok yang akan menjalankan aksinya di malam itu.
( Perampok-perampok itu merupakan komplotan perampok yang sangat bengis. Apalagi yang berperawakan gendut dengan kulit gelap menghitam. Dia seorang residivis, malang melintang di dunia kejahatan yang sering keluar masuk penjara, nama tenarnya Ki Gendut Ireng Juga laki-laki yang dipanggil Codet, rupanya sebelas dua belas dengan Ki Gendut Ireng, namun, karena suatu hal yang membuat si Codet merasa berhutang budi pada Ki Gendut Ireng, Si Codet merasa Ki Gendut Ireng adalah senior dan atasannya. Sedangkan laki-laki yang dipanggil Anan, adalah perampok yang masih amatiran yang ikut sama Ki Gendut Ireng dan Si Codet ).
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa saat kemudian, setelah semuanya dirasa siap, dengan sedikit mengendap, ketiga laki-laki itu mulai mendekati sebuah bangunan rumah warga yang sudah diincar sebelumnya dari tadi. Tekad dan niyatnya sudah bulat.
Tidak lupa, mereka sudah memakai penutup wajahnya masing-masing, hanya kedua mata mereka yang tampak tajam bak mata elang yang siap menerkam mangsa.
Dengan penuh waspada penuh, ketiga perampok itu mulai merangsek mendekati rumah incarannya.
Rumah yang menjadi incaran oleh Ki Gendut Ireng dan kedua teman nya adalah rumah juragan Basri, salah satu warga kampung Lemburasri, Saudagar ( Pedagang ) yang jual beli hasil bumi ( hasil pertanian ) yang cukup kaya dan sukses dengan usahanya sehingga sangat terpandang dengan kekayaannya. Pantas saja kalau ketiga perampok tersebut, sangat ingin menyatroni rumah Juragan Basri.
Di sela gelapnya malam dengan sinar rembulan yang redup terang, ketiganya berkelebat dari arah belakang rumah Juragan Basri. Anan ditugasi paling depan, dan diikuti oleh Ki Gendut Ireng dan Si Codet.
"Apa yang harus aku lakukan nanti dengan Juragan Basri. Sejujurnya, aku sudah sangat muak dengan pekerjaan hina ini.!!" Batin Anan, saat mengendap mendekati pagar tinggi yang menutup seluruh banguan rumah Juragan Basri.
"Apalagi rumah yang akan disatroni adalah rumahnya Juragan Basri. Walaupun jadi saudagar kaya raya, tapi dia tidak sombong, dan selalu memberikan bantuan pada orang - orang yang membutuhkan, walaupun isterinya terkenal pelit dan sifatnya sedikit berbeda dengan suaminya itu. Hhhhahh...!!"
Gumamnya lagi dalam hati. Membuat Anan sedikit ragu dan tertekan saat beberapa langkah lagi sampai dekat pagar tinggi itu.
"Ada apa, Anan..!!? Kenapa kayaknya kamu ragu, hah...!! Ayo jalan...!!" Tiba-tiba terdengar suara Si Codet di belakang Anan, walau berbisik, tapi terdengar jelas oleh Anan. Yang terasa penuh penekanan itu.
"Ti...tidak a..apa-apa, B..bang..!" Jawab Anan kaget.
"Jangan keras-keras, Br*ngs*k...!! Kamu mau, acara kita gagal hah...!!?" Teriak Si Codet lagi, membisikkan ke telinga Anan, tangan kanan Si Codet meremas baju Anan. Hingga membuat Anan merinding juga. Detik kemudian, ia tetap berjalan mengendap pandangannya dilebarkan ke berbagai arah.
"Siaaal...!!. Aku harus mencari cara agar terbebas dari kedua Bandit ini. Mudah-mudahan ini akan berakhir bagiku. Dan aku akan lepas dari perbuatan keji ini." Gerutu Anan dalam hatinya lagi. Kedua tangannya sudah siap untuk melempar tali tambang yang sudah ada pengait besinya, yang sebentar lagi ia lemparkan, dan menaiki pagar tinggi di hadapanya itu.
Bagi Anan, sebenarnya sudah ingin mengakhiri perbuatannya itu bersama Ki Gendut Ireng dan Si Codet. Namun, karena keahlian bela diri / ilmu silat Anan yang masih jauh dibandingkan Ki Gendut Ireng dan Si Codet, serta berbagai ancaman dan penekanan dari Ki Gendut Ireng pada Anan, hingga membuat pemuda itu nyalinya kembali ciut. Anan harus berfikir keras lagi bagaimana caranya bisa bebas dari kedua bandit jahat dan bengis itu.
****
#Keadaan di Pos ronda saat itu.
Angin malam terus berhembus sedikit kencang dan membuat hawa semakin dingin. Apalagi dimusim kemarau panjang, dinginnya mulai terasa saat matahari ketika terbenam.
Di pos ronda, tampak empat orang laki-laki yang sedang berkumpul berjaga di dalam Pos. Badan mereka masing-masing ditelungkupi kain sarung karena merasa kedinginan yang mulai meresap pada badan mereka.
Rasa dingin yang terasa menusuk nusuk tulang mereka, juga rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang ke empat orang ronda yang padahal tidak lama sudah pada minum air kopi, hingga membuat keempatnya sangat malas untuk beranjak meninggalkan pos ronda. Masing-masing badan mereka sudah ditelungkupi kain sarung untuk mengamankan diri dari rasa dingin yang tidak bisa diajak kompromi. Hingga dari bibir mereka terdengar hampir berbarengan suara "brrrr..sssshhhh... Brrr". Seperti paduan suara saja.
Kalau saja tidak ingat dengan kewajiban dan kesepakatan bersama. Tentunya keempat ronda itu sudah meninggalkan pos ronda, dan pulang ke rumah masing-masing.
Terdengar dari salahsatu ronda yang bernama Juhro berkata.
"Bagaimana kang Adun, apa perlu kita keliling kampung lagi,?" Tanya salah satu ronda yang bernama Juhro. Kedua tangannya masih memegang erat ujung sarung, hingga yang terlihat wajah nya saja.
Laki-laki yang dipanggil Kang Adun menoleh ke arah Juhro di sampingnya.
"Tadi kan kita sudah keliling, dan keadaan kampung kita aman-aman saja. Kalau menurut Aku mah cukup sekali saja. Paling nanti kelilingnya lagi sekitar jam 3 an. Lagian jam seginih dinginya terasa banget. Hoaaaam....mataku kok mendadak terasa berat dan lengket banget... Hoaaaam..."
Kata Adun pada Juhro. Memberikan jawaban sebagai alibi saja.
"ia nih... Aku juga merasa kedinginan banget. Mana lupa tidak membawa jaket lagi duh... brrr... dingiiiin... hoaaaam!!" Kata Roji, ronda di sebelah Adun yang bernada sama dan menggigilkan badannya.
"Ya sudah kita berjaga di sini saja. Yang penting sudah menjalankan tugas. Nanti sekitar jam 3 kita keliling kampung lagi." Laki-laki yang bernama Jubed menimpali.
Matanya disipitkan ke arah jam dinding yang menempel di dinding pos. Lalu melangkahkan kakinya mendekati kentongan yang mengantung di pinggir tiang sebelah barat pos.
" tok...tok... tok.. tok..!!! ( 12 kali ) " Suara kentongan yang dipukul Jubed, bunyinya sangat nyaring suaranya jelas sekali menyebar kemana-mana di wilayah sekitar pos. Apalagi suasana hening di tengah malam tersebut.
Suara kentongan yang dipukul 12 kali. Menandakan sudah jam 12 malam. pas tengah malam.
Selesai memukul kentongan, Jubed kembali ke arah ketiga temannya yang masih berkumpul dan bergumul saling merapatkan badan untuk menghilangkan rasa dingin yang semakin terasa.
Terdengar suara mengorok yang bersahutan dari Adun dan Roji. Beberapa menit kemudian, tidak kalah juga Juhro menyahut, persis seperti perlombaan mengorok di Pos ronda tersebut.
Jubed hanya bisa menggelengkan kepala dan mengusap kasar wajahnya. Tidak berselang lama juga, Jubed memposisikan badannya di samping Juhro yang sudah terlelap di alam mimpinya.
"Hoaaaammmm..." Terdengar dari mulut Jubed, dan langsung mengerjap ngerjapkan matanya yang mulai terasa berat dan lengket.
Beberapa menit kemudian. Suasana pos ronda itu sedikit gaduh dengan suara dengkuran yang saling bersahutan. Keempat ronda akhirnya terlelap. Tidak curiga suatu apapun, sebenarnya bahwa bahaya sebentar lagi datang.
****
Sementara itu, diwaktu yang sama, Ki Gendut Ireng, Si Codet dan juga Anan telah berhasil menaiki pagar tinggi 3 meteran di belakang rumah Juragan Basri.
Sebelum menjalankan aksinya, Ki Gendut Ireng memberikan isyarat lagi pada kedua temannya, agar aksinya itu berjalan mulus dengan sempurna.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
.
Ki Gendut Ireng, Si Codet dan Anan, sudah berhasil memanjat pagar belakang rumah Juragan Basri.
Tampak Ki Gendut Ireng mulai mengatur siasat, untuk memantapkan langkah kedepan agar berjalan lancar.
"Anan...persiapkan alat-alatmu. Nanti, setelah kamu masuk ke kamar Juragan Basri, langsung sekap saja. Dan jangan lupa mulut Juragan Basri dan isterinya tutup dengan lakban agar tidak berteriak...!!" Perintah Ki Gendut Ireng pada Anan, walaupun pelan tapi jelas. Anan hanya diam, perlahan dianggukan kepalanya.
"Bagaimanapun juga aku sudah muak dengan segala perintahmu, ki Gendut jelek..!. dan aku harus mencari cara agar misi Ki Gendut Ireng gagal total, aku juga harus bisa langsung kabur ketika misinya gagal..huhf..!!" Anan membatin. Wajahnya sedikit ditekuk, untung saja suasananya dalam keadaan tidak terlalu terang, dan wajahnya sudah ditutupi kain, sehingga perubahan wajah Anan tidak dicurigai oleh Ki Gendut Ireng.
"Dan kamu Codet, ikuti terus langkah Si Anan, buatlah ancaman pada Juragan Basri dan isterinya, todong kedua orang tua itu dengan pisau belatimu, kalau melawan, apa boleh buat... sikat saja..krekk...!!" Perintah Ki Gendut Ireng lagi yang ditujukan pada Si Codet, sambil menunjukkan telunjuk jarinya dan diletakkan di lehernya.
"Naaah, nanti kalau kedua orang tua itu sudah aman dalam sekapan, segera kita ambil seluruh barang yang berharga. Gue pasti membantumu ngambilin barang-barang. Sebentar lagi kita akan kaya mendadak. Hahahaha..!!!"
"Siap Bos...!!, Ta..tapi si Bos jangan keras-keras bicaranya. Takut ada yang mendengar." Timpal Si Codet, seraya mengingatkan pada Ki Gendut Ireng, yang optimis akan berhasil dalam misinya.
"Hahaha... O iya. Maaf. Ayo kita mulai." Kata Ki Gendut Ireng. Langsung melangkah mendekati pintu belakang. Kemudian mengeluarkan sesuatu alat untuk membuka pintu rumah belakang yang terkunci.
Anan dan Si Codet mengikutinya dari belakang, pandangan kedua lelaki itu waspada, takut ada yang memergoki aksinya.
Tidak berselang lama, akhirnya.
"rkeeeet..." pintu rumah belakang Juragan Basri berhasil dibuka. Sungguh senangnya perasaan Ki Gendut Ireng karena telah berhasil membuka pintu rumah Juragan Basri, baginya usahanya menandakan 50 % sudah berhasil.
"Kamu duluan Anan. dan langsung masuk ke kamar Juragan Basri, semoga saja pintu kamarnya tidak dikunci. Ingat tugas kamu...!!" Ki Gendut Ireng memberi perintah untuk kesekian kalinya pada Anan.
Dengan berat langkah, Anan langsung melangkahkan kakinya masuk ke rumah Juragan Basri.
Sebenarnya, Anan sudah tidak mau lagi kerjasama dengan Ki Gendut Ireng dalam hal kejahatan, tapi apa daya bagi Anan yang masih minim dengan ilmu silatnya dan juga terkadang masih berhutang budi pada Ki Gendut Ireng saat Anan dikeroyok oleh preman kampung. Beruntung saat itu Ki Gendut Ireng datang dan membantu Anan. Akhirnya Anan selamat dari keroyokan preman-preman kampung itu. Hal inilah, menyebabkan dirinya begitu masih merasa sulit terlepas dari lingkaran Setan itu.
Beberapa menit kemudian.
Ketiga kawanan perampok itu sudah berada di ruang tamu. Kebetulan, sinar lampu ruangan rupanya dimatikan oleh pemilik rumah, sehingga keberadaan mereka itu tidak terlihat jelas dari luar rumah.
Sepasang mata Ki Gendut Ireng selalu waspada barangkali ada hal yang mencurigakan. Ia mendekati Si Codet yang sudah siap dengan aksinya. Sementara itu Anan, mengarahkan pandangannya ke pintu depan rumah, seperti sedang memperhatikan sesuatu. Nampak sinar matanya berbinar.
"Hmmm, syukurlah... Nanti aku akan lari lewat pintu depan saja. Aku lihat, kuncinya menggantung. Mudah-mudahan saja, aku berhasil kabur." Anan membatin. Hela nafasnya terasa panjang, seolah apa yang sedang bergemuruh di dadanya segera bisa dikeluarkan semuanya.
Ruangan rumah Juragan Basri lumayan besar dengan gaya klasik dan terdapat 3 kamar tidur. Hingga membuat Ki Gendut Ireng bingung juga, kamar mana yang ada Juragan Basri dan isterinya.
"Codet...!!" Panggil Ki Gendut Ireng pelan tapi jelas.
" Siap Bos...!"
"Menurut lu, kamar Juragan Basri yang mana?, di sini ada tiga kamar.?" Tanya Ki Gendut Ireng meminta pendapat Si Codet anak buah andalannya.
"Hmmm kayaknya ini yang tengah, Bos... Apa Bos tidak mendengar dengkuran orang yang sedang tidur..?" Si Codet balik bertanya. Namun tiba-tiba.
"Uhuk...uhuk.. Uhuk..Uhuk..!"
Terdengar dari kamar, suara seorang wanita yang batuk-batuk. Tidak berselang lama, terdengar suara langkah kaki mendekati pintu kamar.
Ki Gendut Ireng dan kedua kawannya sangat terperangah, mereka tersentak kaget. Kecurigaan mereka sudah pasti. Bahwa yang batuk-batuk itu suara dari isteri Juragan Basri, Nyi Sumarti namanya yang terbangun dari tidurnya.
Dengan serta merta, Ki Gendut Ireng, memberikan aba-aba kepada Codet dan Anan untuk bersembunyi di mana saja kalau saja Nyi Sumarti keluar dari kamarnya tidak menemukan keberadaan mereka.
Codet dan Anan langsung faham. si Codet lari ke ruangan tengah, sepertinya ruangan khusus untuk makan, dan langsung bersembunyi di bawah meja makan yang lumayan tinggi sehingga badannya bisa masuk di bawahnya.
Ki Gendut Ireng berlari ke dekat ruangan dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi. Dan ia bersembunyi di balik tirai yang menutupi pintu kamar gudang, tapi masih bisa melihat dan memperhatikan keadaan di ruang tengah dan ruang depan.
Diwaktu yang sama juga, Anan langsung memposisikan dirinya bersembunyi di balik sofa ruang tamu. Hatinya berdegup keras. Begitupun Ki Gendut Ireng dan Si Codet. Walaupun mereka tergolong penjahat kelas kakap. Ketika dihadapkan dengan suasana seperti itu hatinya berdebar, penuh dengan rasa takut. Begitulah kalau orang yang berniat jahat, pasti selalu dihantui rasa takut.
"Ckreeek... Kleek...!"
Terdengar suara pintu kamar Juragan Basri ada yang membuka. Tampak Nyi Sumarti muncul dengan sedikit rambut yang acak-acakan (Maklum habis bangun tidur), berjalan gontai sambil menahan rasa kantuk yang masih melekat di matanya.
Nyi Sumarti berjalan keruang tengah, dan langsung membuka lemari kulkas. Rupanya, wanita paruh baya itu merasa haus setelah melewatkan waktu tidurnya dari tadi.
Dari bawah kolong meja makan, Si Codet melihat jelas wanita paruh baya itu yang hanya memakai pakaian tidur tipis dan transparan, sudah barang pasti terlihat jelas lekuk tubuh Nyi Sumarti.
Demikian juga warna CD dan BH nya yang seragam satu warna, terlihat sangat mengundang birahi bagi Si Codet yang bersembunyi di bawah meja makan. Apalagi saat wanita itu berjongkok untuk mengambil air dingin di kulkas. Wanita paruh baya yang masih terlihat mulus itu membelakangi Si Codet membuat kedua bola matanya hampir lepas melihat pemandangan langka itu.
"Anjaaaaaaay.... wooooiii body nyooo... Hhhmmmh sangat aduhai sekali....!!" Bathin Si Codet. Tenggorokannya mendadak kering kerontang. Kedua matanya masih tak terlepas dari tubuh mulus Nyi Sumarti. Kalau saja tidak sedang menjalankan misi, tentunya Si Codet sudah menerkam wanita itu dari belakang, bak singa lapar yang haus mangsa.
"Hmmmm apa nanti aku lahap saja body nya yah, kalau misi nya telah beres. Tentunya si Bos juga setuju...hahahaha."
Bathin Si Codet terus meracau pikirannya bertraveling pada moleknya isteri Juragan Kaya tersebut.
Sementara itu, Ki Gendut Ireng yang bersembunyi di balik tirai dekat dapur dan kamar mandi, kedua bola matanya tetap mengawasi situasi keadaan yang terjadi. Sebagai penjahat kelas kakap, sudah barang tentu ia mempunyai berbagai cara alternatif yang harus dilakukan. Walaupun tanpa sepengetahuan Si Codet dan Anan. Toh Ki Gendut Ireng lah yang jadi ketua.
"Hmmm keadaan bisa kacau dan gawat nih, kalau sampai isteri Juragan Basri tahu keberadaan gue, Si Codet dan si Anan. Gue harus mengambil tindakan."
Gendut Ireng membatin. Dan langsung berfikir keras. Tiba-tiba, Ki Gendut Ireng dikagetkan dengan suara Nyi Sumarti dan suara langkah kakinya mendekat pintu belakang yang otomatis mendekati dirinya.
"Pintu belakang kok terlihat sedikit terbuka yah. Apa mas Basri lupa tidak menguncinya..?" Ki Gendut Ireng mendengar jelas suara Nyi Sumarti yang rupanya sedang bicara pada dirinya sendiri.
Nyi Sumarti melangkahkan kaki nya mendekati pintu belakang. Dan benar saja ia mendapati pintunya tidak dikunci.
"Lho.. kenapa nggak dikunci.. wah untung saja Aku terbangun...!" Gumam Nyi Sumarti sambil menutup kembali pintunya.
"Kok nggak bisa terkunci sih... !!?? Apa kuncinya rusak. Wah, Aku harus membangunkan mas Basri. Aku jadi curiga.."
Nyi Sumarti terus bicara sendiri. Tidak sadar, bahaya begitu dekat mengintainya.
Dan menit kemudian...
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!