“Plak,” seorang gadis berseragam putih abu abu tiba tiba menampar seorang pemuda yang berseragam sama di belakangnya, sang pemuda memegang pipi nya yang sakit,
“Kenapa lo ngikutin gue ?” tanya sang gadis.
“Enggak kok, gue ga ngikutin lo, gue kebetulan lewat jalan ini, sama kayak lo,” jawab sang pemuda.
“Bohong, lo udah ngikutin gue dari sekolah tadi, gue tau rumah lo bukan di daerah sini, lo naksir gue hah, bilang kalau naksir, gue tolak,” balas sang gadis.
“Bukan itu....sumpah gue ga ngikutin lo,” balas sang pemuda membela dirinya.
“Bodo lah, awas ya lo kalau masih ngikutin gue, gue teriak dan panggil polisi,” balas sang gadis marah.
Sang gadis berbalik dan berjalan dengan cepat, wajahnya terlihat sangat marah sedangkan sang pemuda hanya bisa diam mengusap pipinya melihat sang gadis yang kian menjauh dari pandangannya. Kemudian sang pemuda menoleh, melihat ke dinding di sebelahnya,
“Semua gara gara lo,” ujarnya ke dinding.
Ternyata tepat di depan dinding, ada seorang pria berkemeja putih penuh bercak darah dan separuh keluar dari celana panjangnya yang hanya sebelah karena kaki satunya hilang. Wajah sang pria itu tidak bisa di kenali karena hidung nya sudah menyatu ke dalam wajahnya dan rahang bagian bawah nya hilang. Kepala nya juga berbentuk bulan sabit dengan rambut rambut berdarah keluar dari lukanya. Sang pemuda mengibaskan tangannya, pria itu mengangguk dan beranjak pergi.
******
Yap alasan gue ngikutin dia, karena dari sekolah gue ngeliat dia di ikutin ama begituan, gue ga boleh membiarkan makhluk itu masuk ke dalam rumahnya sebab akibatnya bisa gawat. Tentunya kita sering mendengar pertengkaran hebat di dalam sebuah rumah, entah antara suami istri, mama dan anaknya, papa dan anaknya atau kakak beradik, semua penyebabnya sama, orang tua jaman dulu sering berpesan pada kita kalau mau masuk rumah dari luar paling tidak menggunakan keset untuk membersihkan kaki, ya sebenarnya tujuannya untuk mengusir makhluk makhluk seperti tadi yang biasanya gue sebut arwah penasaran, kalau mereka masuk, pertengkaran pasti terjadi di dalam rumah itu karena mereka membawa suasana yang tidak nyaman dari luar masuk ke dalam rumah yang nyaman.
Kenapa gue bisa melihat hal hal semacam itu, penyebabnya karena gue anak indigo, jangan salah pengertian, tidak semua anak indigo bisa “melihat” makhluk alam lain yang kadang nyasar ke alam kita. Indigo itu ada banyak macam, ada yang khusus melihat kejadian yang akan terjadi di masa depan namun dia tidak bisa melihat makhluk alam lain walau bisa merasakan nya, ada yang khusus berurusan dengan makhluk alam lain namun tidak bisa melihat masa depan, ada yang bisa melihat karakter orang atau melihat apa yang sedang di alami oleh orang itu, ada tidak bisa semua tapi memiliki kepintaran jauh di atas rata rata, ada yang memiliki perasaan peka sehingga sering tidak merasa nyaman berada di manapun karena dia bisa merasakan perasaan orang lain. Indigo itu banyak macamnya dan tergantung bagaimana sang indigo mengasah kemampuannya.
Dalam kasus gue, sejak kecil, gue udah di tinggal oleh kedua orang tua gue, tapi mereka menemani gue walau wujudnya agak aneh, gue tinggal berdua sama nenek di rumah tua bekas peninggalan penjajahan di daerah jakarta timur, dari luar, rumah itu di anggap angker, sampai kalau malam tidak ada orang berani melewati jalan di depan rumah gue saking angkernya, kata mereka sih hehe, tapi bagian dalamnya sangat nyaman kok dan tidak terlalu angker, mungkin karena gue sudah terbiasa kali ya. Dengan lingkungan tempat tinggal gue, di tambah gue selalu di temani kedua orang tua gue yang sudah tiada dan nenek gue yang baru saja tiada, gue sudah terbiasa dan ke indigoan gue terasah di bagian itu dengan sendirinya. Pernah gue ga bisa membedakan mana makhluk alam nyata dan makhluk alam gaib, alasannya karena semua berpenampilan sama dan tidak ada perbedaan sama sekali. Bahkan sampai umur segini, yaitu 17 tahun, gue masih sering salah mengenali mana makhluk gaib dan mana makhluk fana haha.
Tapiarwah arwah penasaran yang memiliki niat buruk tentu saja bentuk nya berbeda contoh nya seperti pria yang mengikuti teman ku tadi, hmm di bilang teman juga enggak sih, gue ga kenal dia haha. Tapi gue senang bisa menolong walau hadiahnya tamparan di pipi dan ucapan pedas dari mulutnya, yah karena dia cantik ga masalah lah, mob chara (karakter pendukung) sih bersyukur aja haha. Gue berjalan meninggalkan lingkungan itu dan menuju ke stasiun untuk naik ke kereta sampai stasiun dekat rumah gue. Nah sekarang gue akan bercerita kegiatan sehari hari gue di rumah. Ketika sampai rumah, waktu menunjukkan jam setengah enam sore, sebentar lagi maghrib, gue masuk ke dalam rumah, mama gue seakan akan membukakan pintu buat gue, tentu saja sebenarnya gue buka sendiri pintunya.
Ketika gue masuk, nyokap yang nampak muda seperti berusia 20 tahunan, mengambil tas gue dan gue memberikannya, “blugh,” tas gue jatuh ke bawah, tapi biarlah, nanti gue beresin yang penting gue seneng melihat dia berjalan seakan akan menjinjing sesuatu dan menaruhnya di kursi ruang tengah. Gue menoleh melihat ke arah dapur dan melihat nenek gue yang juga nampak muda dan cantik sedang masak, tak lama kemudian nyokap gue datang membantu nenek gue. Tentu saja gue langsung masuk kamar dan ganti baju, trus ketika keluar dari kamar, gue liat bokap gue yang masih pakai kemeja dan nampak muda seperti berusia 20 tahunan sedang duduk di meja makan sambil membaca koran yang sebenarnya ga ada.
Untuk menghormati bokap gue, gue langsung duduk di sebelahnya, dia langsung menaruh korannya di meja kemudian melihat wajah gue sambil tersenyum tanpa berbicara sama sekali. Gue juga melihat wajahnya sambil tersenyum, seakan akan kita ngobrol memakai telepati padahal gue ga ngerti, apa sih maksudnya dia melototin gue haha. Tak lama kemudian, kira kira jam setengah tujuh, nyokap dan nenek gue membawa makanan yang mereka masak ke meja dan menghidangkan nya di meja. Setelah itu mereka duduk di sebrang gue, nyokap langsung mengambilkan gue nasi dan sayur sayur di meja, kemudian menaruhnya di depan gue, tentu saja gue seneng dan melihat ke piring gue yang ternyata emang udah ada di meja sejak 10 tahun lalu dan sudah berdebu parah dalam keadaan kosong tentunya.
Setelah dia mengambilkan nasi dan sayur buat bokap juga nenek gue, dia mengambil nasi dan sayur untuk dirinya sendiri. Kita berdoa bersama sama mengucapkan syukur, setelah itu kita semua mulai makan. Nyokap selalu menoleh melihat gue dan wajahnya seakan akan bertanya, “nambah ga ?” walau ga bicara sama sekali haha, tentu saja gue menjawab dengan mengangkat jempol gue dan menggembungkan pipi gue supaya terlihat gue sedang mengunyah makanan. Acara makan malam berlangsung sampai jam 7, setelah itu, mereka menghilang begitu saja, barulah gue bisa bergerak, gue membereskan tas gue yang jatuh dan kembali keluar rumah untuk membeli makanan.
Kenapa begitu, karena gue pernah membawa makanan pulang trus keliatan ama nenek dan nyokap gue, memang sih mereka tidak bicara apa apa tapi wajah cantik mereka terlihat sedih dan kecewa. Sejak itu gue ga pernah bawa makanan pulang dan kalau gue mau makan, gue akan keluar beli makanan setelah acara makan malam bersama selesai. Selesai makan, gue biasanya berbaring di kamar atau main game smartphone, gue seneng membaca baca novel ringan, komik komik baik jepang atau korea dan main game online yang ringan ringan juga gratis. Biasanya gue main sampai sekitar jam 11 malam, alasannya karena setiap jam 11 mereka muncul lagi, mengenakan pakaian tidur dan tidur di sekitar gue, coba bayangin setiap malam gue di temenin ama nyokap, bokap dan nenek gue yang nampak kayak anak kuliah dan masih muda banget, setiap hari. Kadang kadang gue suka melihat mereka satu persatu dan kadang gue iseng,
“Nek, pa, ma, kenapa kalian ga ke isekai aja sih ? gue udah bisa sendiri kale, udah gede walau masih jadi mob chara (karakter pendukung), mending kalian kesono deh, lawan demon lord,” ujar gue bercanda.
Tentu saja mereka tidak mengerti dan tidak menjawab, mereka hanya melihat gue dengan senyum menghiasi wajah mereka. “Teng...teng...teng,” jam tua di ruang tengah berbunyi tepat jam 12 malam, mereka langsung menghilang, kadang gue suka berpikir dan geli sendiri, “asli kayak cinderella hehe,” dan begitulah hidup gue setiap hari dari sejak gue berusia sekitar 7 atau 8 tahun, pastinya umur berapa mulainya gue lupa, tapi lanjut sampai sekarang. Tapi malam ini semua akan berubah, karena tiba tiba “gruuyuuuk,” perut gue berbunyi, “lapar lagi...walah,” ujar gue dalam hati. Gue memutuskan untuk membeli nasi bungkus di restoran padang yang buka 24 jam di dekat stasiun tepat di depan pasar batu akik. Gue mengambil jaket gue dan berjalan keluar dari rumah, karena rumah gue dekat, tidak perlu pakai motor, jalan kaki saja tidak masalah. Saat ini gue belum tahu kalau kisah gue ternyata bermula dari restoran padang itu.
“Tap...tap...tap,” seorang pemuda masuk ke dalam restoran padang yang buka 24 jam di depan stasiun, dia langsung masuk ke dalam etalase untuk memilih makanan yang ingin dia makan.
“Da, pakai telor bulet, paru ama perkedel ya, bungkus ya,” ujar sang pemuda.
“Buset, lo laper Reno ?” tanya uda pelayan restoran sambil tersenyum
“Hehe iya da, tadi kurang, sekarang jadi laper parah,” jawab Reno.
“Ya udah, lo duduk aja dulu,” balas uda.
“Sip,”
Reno berbalik, dia melihat beberapa orang yang sedang duduk makan di dalam restoran, kemudian dia melihat ke bawah, ternyata pengunjung yang benar benar manusia dan sedang makan hanya satu orang bapak bapak, yang lainnya tidak menyentuh tanah walau nampak seperti menyentuh tanah. Reno menggelengkan kepalanya dan duduk di sebuah kursi kosong, dengan sabar Reno menunggu uda membawakan bungkusannya. Tapi belum lama dia duduk, tiba tiba dia melihat seorang anak perempuan kecil yang kira kira berusia sekitar 6 atau 7 tahun berdiri di depannya dengan wajah cemas dan terlihat ketakutan, Reno melihat kakinya dan tentu saja dia tidak menyentuh tanah.
Gadis kecil itu memegang tangan Reno dan berusaha menariknya supaya berdiri, merasa ada yang tidak beres karena melihat gadis kecil itu, Reno berdiri, dia langsung menoleh ke uda yang sedang membungkuskan makanannya,
“Da, titip dulu bentar ya, gue ntar balik lagi, nih pegang dulu duitnya,” ujar Reno sambil menaruh uang lima puluh ribu di meja.
“Lo mau kemana ? lama ga ?” tanya uda.
“Enggak, bentar,” jawab Reno.
Reno berlari keluar dari dalam restoran, dia berlari menelusuri trotoar mengikuti gadis kecil yang berlari di depannya,
“Aneh nih, rasanya kok gue pernah liat gadis kecil itu ya, tapi dimana ?” tanya Reno dalam hati sambil berlari.
Sang gadis kecil berbelok masuk ke dalam gang yang berada di sebelah kiri, tentu saja Reno mengikutinya masuk ke dalam gang. Ketika Reno masuk, dia melihat gadis kecil itu berdiri termenung melihat ke arah pagar gedung di sebelah gang itu. Reno berlari kecil menghampiri gadis kecil itu, dia melihat gadis kecil itu diam saja, dia menoleh melihat ke arah yang di lihat gadis kecil itu. Reno langsung terperanjat kaget, karena dia melihat seorang gadis berseragam sma yang duduk tersender di pagar dalam keadaan pingsan, di pangkuannya terlihat seorang gadis kecil yang di ikutinya terbaring pingsan. Reno langsung menoleh melihat gadis kecil yang dia ikuti, ternyata gadis kecil itu sudah menghilang.
Reno maju dan jongkok di depan sang gadis sma, tangannya naik menyingsingkan rambut sang gadis yang menutupi wajahnya, ketika rambutnya yang panjang di singkirkan,
“Loh...dia kan Dewi...ngapain dia di sini ? kok dia pingsan di sini ?” tanya Reno dalam hati.
Dia langsung menoleh melihat sekeliling ke arah ujung gang, kemudian dia berdiri dan berlari kecil ke ujung gang tempat dia datang dan berlari lagi kembali ke gadis sma bernama Dewi yang dia kenal.
“Gila nih, biasanya banyak abang abang nongkrong di sini jam segini, kenapa sekarang sepi banget, kacau...gimana nih ya, coba bangunin dulu kali ya,” ujar Reno dalam hati.
Reno kembali jongkok di depan sang gadis dan tangannya terangkat mulai menepuk nepuk pipi sang gadis dengan perlahan,
“Wi...Dewi...bangun Wi,” ujar Reno.
“Gruyuuuuuu,” perut Dewi berbunyi kencang menjawab panggilan Reno, di susul dengan bunyi perut gadis kecil yang terbaring di pangkuan Dewi.
“Mama....lapar,” gumam Dewi yang sepertinya mengigau.
“Wi bangun dulu, gue beliin makanan, ayo bangun,” ujar Reno.
“Uh...siapa ?” tanya Dewi yang menaikkan kepalanya dan membuka matanya dengan perlahan.
Ketika matanya terbuka, yang pertama kali di lihatnya adalah wajah Reno yang terlihat dekat dengan wajahnya. Langsung saja tangannya naik dan “plak,” Reno pun jatuh terjengkang ke belakang dan menjauh. Dewi langsung berdiri,
“Mau ngapain lo,” teriak Dewi sambil mendekap tubuhnya.
“Emang apes banget ni hari, gue kena tabok dua kali dalam satu hari, maklum lah nama nya juga mob chara,” ujar Reno sambil berusaha bangkit.
“Eh...Reno ? lo Reno kan ?” tanya Dewi.
“Iya gue Reno yang duduk di depan lo, maen tabok aja, parah lo,” jawab Reno sambil memegang pipinya.
“Lo kenapa deket deket gue ?” tanya Dewi.
“Yee lo pingsan di sini, gue bangunin lo, trus perut lo bunyi, lagian kok lo bisa di sini ? bukannya rumah lo di manggarai ya ?” tanya Reno.
“Ade gue mana, oi Ren, ade gue mana ?” tanya Dewi panik.
“Tuh, di kaki lo,” jawab Reno sambil menunjuk gadis kecil yang terbaring di tepi jalan.
Dewi langsung jongkok dan menggendong adiknya, kemudian dia berjalan mendekati Reno. Di bawah lampu penerangan jalan, Reno bisa melihat wajah Dewi yang cantik dengan bentuk wajah daun dan tubuhnya yang jenjang di tambah rambutnya yang panjang hitam berkilat benar benar membuat jantung Reno sempat berhenti selama sepersekian detik.
“Sori ya Ren, gue nabok lo, lagian lo sih, melek melek muka lo di depan gue, gue pikir mimpi buruk, sori,” ujar Dewi.
“Rese lo, kok lo ada di sini Wi, ada apa ?” tanya Reno.
“Ga apa apa sih, lo sendiri kenapa disini ?” tanya Dewi.
“Rumah gue deket sini, trus gue laper dan beli padang di depan,” jawab Reno.
“Oh..padang ya,” balas Dewi.
Reno bisa melihat kalau Dewi sebenarnya lapar dan kata “padang” saja sudah bisa membuatnya meneteskan air liur.
“Lo mau makan ? gue bayarin,” ujar Reno.
“Beneran ? eh tapi ga usah deh, ga enak gue,” balas Dewi.
“Udeh ga apa apa, nyok,” balas Reno.
“Ade gue aja ya yang makan, gue ga usah,” balas Dewi.
“Lo juga, gue ada duit kok, nyantai aja,” balas Reno.
“Tapi gue ga enak nih,” balas Dewi.
“Lo kayak ama siapa aja, kita tiap hari ngobrol dan ketemu di kelas, masa masih ga enak,” balas Reno.
“Ya udah deh, makasih ya Ren,” balas Dewi.
Reno membawa Dewi yang menggendong adiknya yang masih tidur kembali ke restoran padang di depan stasiun. Setelah masuk ke dalam, Reno minta uda membuka bungkusannya sebab dia akan makan di dalam, dia meminta Dewi masuk ke dalam memilih lauk dan membantu Dewi menggendong adiknya.
“Ngg,” gadis kecil yang di gendong oleh Reno mulai terbangun.
Dia membuka matanya dan menoleh melihat Reno yang sedang menggendongnya, matanya yang bulat dan lucu menatap Reno, kemudian dia merentangkan tangannya memeluk leher Reno.
“Makasih kak,” ujarnya.
“Haha sama sama, kamu mau makan apa, tuh kakak mu sedang milih makanan,” ujar Reno.
Reno mengajak sang gadis menemui Dewi, kemudian Dewi yang menoleh melihat gadis kecil itu sudah bangun langsung menggendongnya.
“Kamu mau makan apa Fel ?” tanya Dewi.
“Namanya siapa Wi,” celetuk Reno.
“Felisia, panggilannya Felis atau Fel,” balas Dewi singkat.
“Oh salam kenal Felis,” balas Reno sambil melihat Felis.
“Salam kenal kak Reno,” balas Felis.
“Loh kok tau nama dia Reno ?” tanya Dewi bingung.
“Tadi abang itu panggil kakak dengan nama Reno,” jawab Felis sambil menunjuk uda yang sedang membukakan bungkusan milik Reno.
Reno tersenyum saja mendengar ucapan Felis walau Dewi dan uda terlihat bingung. Setelah memilih makanan, mereka duduk, uda langsung membawakan piring mereka. Tanpa menunda dan tanpa basa basi lagi, Dewi dan Felis langsung makan seperti orang sedang kesurupan, mereka makan dengan rakus dan cepat tanpa berhenti membuat Reno sedikit bertanya tanya,
“Udah berapa lama sih dia ga makan, ampe kayak gitu makannya,” gumam Reno di dalam hatinya.
Setelah uda bolak balik mengantar nasi tambah untuk Dewi, akhirnya mereka pun selesai menyantap makanan mereka. Setelah uda mengangkat piring kotornya, Reno langsung menatap Dewi yang duduk di sebrangnya.
“Lo kenapa di sini Wi ?” tanya Reno.
“Ngg....ga apa apa sih,” jawab Dewi ragu ragu.
“Cerita aja napa, bahaya tau pingsan di jalanan kayak tadi,” balas Reno.
“Aku dan kak Dewi di usir dari rumah kak,” celetuk Felis.
“Felis, jangan nyeletuk ngapa,” balas Dewi sambil menutup mulut Felis.
“Di usir ? kenapa bisa di usir ?” tanya Reno.
“Rumah gue di lelang dan yang ngusir gue ama ade gue yang beli rumahnya, gue ga bisa apa apa dan mau ga mau pergi,” jawab Dewi.
“Gitu, kenapa lo ga mau cerita ama gue ?” tanya Reno.
“Gue ga mau ngerepotin dan ga mau melibatkan siapapun ke masalah gue,” jawab Dewi.
“Trus sekarang lo mau kemana ?” tanya Reno.
“Gue....ga tau, gue lontang lantung ama Felis dari satu stasiun ke stasiun lain, sampe akhirnya nyangkut di sini,” jawab Dewi.
Reno berpikir sejenak, dia melirik melihat tas yang di bawa oleh Dewi, selain tas sekolah ada juga tas besar seperti tas untuk menaruh pakaian dan barang barang dia juga Felis.
“Ke rumah gue aja deh,” ujar Reno.
“Tapi ga enak ama keluarga lo,” balas Dewi.
“Gue tinggal sendirian, nyantai aja,” balas Reno.
“Lo ngekos ?” tanya Dewi.
“Kaga lah, emang rumah gue,” balas Reno.
“Emang bonyok lo ga ada ?” tanya Dewi.
“Hmm...gimana ya, nyokap bokap gue udah meninggal, lo tau kan pesawat malaysia yang ilang tahun 2014 ?” tanya Reno.
“Oh gue sering denger kakek dan om gue bahas dulu, waktu itu gue ga ngerti tapi gue pernah baca beritanya pas gue smp,” jawab Dewi.
“Nah, bonyok gue penumpangnya hehe,” balas Reno.
“Lah....waktu itu lo seumuran gue kan ? umur berapa ?” tanya Dewi.
“Hmm lupa, kira kira 7 tahun kali ya, udah sepuluh tahun lalu sih kira kira,” balas Reno.
“Sori, gue ga tau, gue kira bonyok lo masih ada, trus lo tinggal ama siapa sekarang ?” tanya Dewi.
“Hmm nenek gue meninggal tahun 2020 gara gara covid, sejak itu gue sendirian,” jawab Reno.
“Oh...gitu,” balas Dewi tertunduk.
“Lah lo sendiri gimana ? kok bisa rumah lo di sita ? bonyok lo gimana ?” tanya Reno.
“Ngg gue ga tau siapa bonyok gue, Felis juga sama, gue dan Felis bukan saudara kandung tapi kita tinggal bareng karena di asuh ama kakek dan om gue,” ujar Dewi.
“Trus ? kok di lelang ?” tanya Reno.
“Om gue meninggal dan kakek gue baru aja meninggal, jadi ya ga ada yang bayar hutang, wajarlah di sita,” jawab Dewi.
“Gitu ternyata, ya udah, sementara tinggal di tempat gue ga apa apa,” balas Reno.
“Tapi lo ga ada niat macem macem kan ama gue ?” tanya Dewi.
“Ya elah, emang tampang gue bejat banget ya, ampe kaga ada yang percaya gitu ama gue, gue tau kok gue kaga menonjol di sekolah, hanya karakter yang biasa nya nonton dari pinggiran, tapi emang nya gue separah itu apa,” jawab Reno.
“Ho oh,” jawab Dewi santai.
“Jeee...gue kaga ada niatan apa apa, rese lo,” balas Reno.
“Hehe becanda kale, gue kan tau elo, secara lo duduk di depan gue, tapi gue takut aja, kadang lo suka ngintilin orang,” ujar Dewi.
“Ada alasannya dan gue ga mau cerita, tapi yakin deh, gue ga ada maksud apa apa walau ngikutin orang sekalipun,” balas Reno.
“Iya iya, gue percaya, makasih ya udah nolong gue dan ade gue,” ujar Dewi.
“Ya udah yuk, ntar keburu malem lagi, udah ampir jam 1 pagi nih,” balas Reno.
“Iya yuk,” balas Dewi.
Dewi menggendong Felis yang sudah tertidur karena kenyang, Reno membantu membawa tas Dewi, setelah membayar makanan mereka, Reno keluar dari restoran padang menyusul Dewi yang sudah keluar lebih dulu. Jalanan sudah terlihat sepi dan sedikit mencekam,
“Aneh nih, biasanya gini hari masih rame di sini, kok sekarang sepi banget ya, kayak kota mati,” ujar Reno.
“Iya ya, biasanya paling ga ada satu atau dua mobil dan motor yang lewat, malam ini sepi banget,” balas Dewi.
“Prang...braak...aaaaah,” terdengar suara di belakang mereka, Reno dan Dewi menoleh, mata mereka langsung membulat karena melihat banyak sekali orang berlari masuk ke dalam restoran padang di belakang mereka dan terdengar teriakan dari dalam, “prang,” kaca etalase pecah dan beberapa orang berhamburan keluar, “graaaah,” beberapa orang menoleh melihat ke arah Reno dan Dewi yang sedang menggendong Felis. Mereka langsung berlari ke arah Reno dan Dewi, karena melihat ada kerumunan menghampiri mereka, Reno langsug menarik tangan Dewi dan mengajaknya lari menuju ke rumahnya.
“Ada apa nih Ren ?” teriak Dewi sambil berlari.
“Ga tau, kerusuhan kali, lari Wi,” jawab Reno sambil menggandeng tangan Dewi.
“Graaah,” karena kerumunan yang mengejar mereka semakin mendekat, Reno menarik tangan Dewi berbelok ke dalam gang, tiba tiba di depan mereka terlihat seorang pria berkepala botak melambaikan tangan dari balik pagar, Reno langsung menuju ke rumah pria itu sambil menarik tangan Dewi,
“Cepet Wi,”
“Iya Ren,”
Mereka langsung masuk ke dalam rumah sang pria yang langsung menutup pagarnya, “braaak....graaah,” Reno, Dewi, pria botak yang membukakan mereka pintu langsung terkejut karena ternyata yang berada di balik pagar bukanlah manusia,
“Zom...zombie ? kok bisa ?” tanya Reno.
“I..iya...kok bisa ?” tanya Dewi.
“Udah cepet, kalian masuk dulu,” ajak sang pria botak.
Mereka langsung masuk ke dalam garasi, pria botak itu menutup garasi yang nampak seperti benteng itu, Reno langsung menghampiri pria botak yang memakai kaus singlet dan selesai menutup pintu.
“Makasih om Didi, untung ada om,” ujar Reno.
“Sama sama Ren, kamu dari mana sih, tadi om ke belakang kamu ga ada, om dapet kabar dari temen om kalau ada yang ga beres di jakarta, makanya om ngecek kamu ke belakang, untung kamu ga kenapa napa, trus mereka siapa ?” tanya om Didi.
“Sori om, tujuan ku keluar sebenarnya cuman mau beli makanan, trus mereka teman ku om, Dewi dan adiknya Felis,” ujar Reno.
“Malam om, maaf mengganggu malam malam,” ujar Dewi.
“Ga apa apa, kamu kebelakang lewat sini aja dan jangan keluar lagi, om sekarang lega, om masuk dulu ya,” ujar om Didi.
“Baik om, makasih, aku ke belakang dulu ya,” balas Reno.
Reno berbalik dan berjalan melewati pintu pembatas bersama Dewi dan Felis. Ketika berjalan melalui gang yang cukup panjang, Dewi menoleh ke kiri melihat rumah lama yang sudah tidak di huni dan kosong walau masih ada perabot, kemudian mereka sampai di sebuah ruang kosong antar rumah dan Reno membuka pintu rumah di depannya. Karena penasaran Dewi yang melihat rumah design jaman belanda itu, bertanya kepada Reno,
“Ren, ini rumah siapa ?” tanya Dewi.
“Hmmmm teknisnya sih rumah gue juga, tapi gue ga pake, gue pake yang di belakang,” jawab Reno.
“Gitu, emang yang dulu tinggal di sini siapa ?” tanya Dewi.
“Kakek nenek gue tinggal di rumah yang di tengah ini, om gue yang tadi itu nama lengkapnya Karyadi Setiawan, dia ade bokap gue dan tinggal di depan, nah gue ama bonyok gue di belakang,” jawab Reno.
“Ngg sori nih Ren, gue mau nanya, jangan tersinggung ya, kok rame, kata lo nyokap bokap lo udah ga ada, lah itu ?” tanya Dewi sambil menunjuk ke depan.
“Hah,” Reno menoleh, dia melihat hantu ayah dan ibunya berada di balik pintu seperti sedang menunggu dirinya dengan cemas dan hantu neneknya sedang duduk di meja makan. Reno langsung menoleh melihat Dewi,
“Lo bisa liat mereka ?” tanya Reno.
“Bisa, emang kenapa ? gue emang bisa ngeliat yang kayak gitu, makanya gue nanya rumah di tengah itu rumah siapa sebab ada pesta di dalem, bener ga ?” tanya Dewi.
“Hahaha ternyata ada juga yang sama kayak gue, iya bener, yang pesta di dalam itu kakek gue dan leluhur nya, trus sekarang gantian gue yang nanya,” jawab Reno.
“Apa ?” tanya Dewi.
“Yang berdiri di belakang lo itu, sejak gue nemu lo di gang trus di restoran dan sampai sekarang ngikutin lo itu, kakek lo ?” tanya Reno.
Dewi menoleh ke belakang, Reno melihat seorang pria muda yang tampan tapi terlihat dia sudah tua karena busana yang di kenakannya. Dewi menoleh melihat Reno,
“Iya bener, lo sadar juga ternyata, gue baru tau ternyata lo sama ama gue,” jawab Dewi tersenyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!