Bergerak lentur seiring irama, dengan jari jemari lentik yang perlahan namun pasti mulai melucuti pakaiannya sendiri. Netra indah dengan kelopak mata yang berhiaskan manik-manik terus mengarah pada sosok Pria yang kini terlihat duduk dengan ekspresi yang begitu tenang. Dengan senyum menggoda dan tatapan manja penari striptis itu terus melakukan pekerjaannya.
Alunan musik memenuhi ruangan kamar hotel, mengiringi gerakan tarian yang penari itu persembahkan. Hingga akhirnya ia hanya meninggalkan bra dan cd tipis pada tubuhnya.
"Telepon untuk anda, Tuan."
Pria yang dari tadi duduk di sofa sedang asik menikmati waktunya itu mengarahkan pandangan pada asisten pribadinya. Ia meraih telepon dan dengan cepat menerima panggilan yang masuk.
"Papihhhh!!!"
Pria itu sontak saja menjauh kan ponsel dari telinganya dengan wajah yang tersenyum karena disambut teriakan seseorang yang berada di seberang sambungan, sebelum akhirnya ia kembali menempelkan pada daun telinga.
"Suara mu semakin melengking, Hani."
"Hahaha. Tapi Papih merindukan suaraku, kan?"
"Ya. Papih selalu merindukan mu," dengan terus tersenyum Pria itu menjawab. "Kau belum tidur?" tanyanya lagi karena perbedaan waktu di tanah air yang lebih cepat lima jam, pasti kini di negara bocah perempuan itu sudah hampir tengah malam.
"Belum. Aku merindukan papih."
"Papih juga merindukan mu, little sweet."
Pria itu terkekeh kecil saat bocah perempuan yang menghubungi nya melakukan protes saat di panggil little sweet.
"Aku ingin memberi tahu kalau aku akan berlibur dan menyusul papih terbang ke Swiss."
"Benarkah?" tanya Pria itu tidak percaya dengan apa yang dikatakan bocah tersebut. "Kau sudah mendapatkan izin dari Bundamu, Hani?"
"Of course. Aku tidak akan pernah mengalami kesulitan mendapatkan izin Bunda jika semua hal itu berhubungan dengan papih."
Gelak tawa suara bocah perempuan yang memiliki usia hampir 6 tahun itu menular pada Pria yang dari tadi terlihat terus menatap fokus pada satu objek. Rahang tegas dengan rambut halus yang tumbuh di sekitarnya serta alis tebal semakin menyempurnakan visual Pria yang kini berprofesi sebagai CEO sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang department store.
"Baiklah. Papih akan menunggu mu di sini dan kita akan berlibur bersama."
Hani kembali bersorak saat ia mendengar jika Pria yang ia panggil dengan sebutan Papih menjanjikan akan melakukan liburan bersama. Padahal bocah perempuan itu tahu jika sang Papih teramat lah sibuk. Terutama seperti saat ini, Papih-nya sedang berada di luar negeri, itu artinya ada urusan bisnis yang sedang ia kerjakan.
Sebelum memutus panggilan telepon, Pria itu mengucapkan kata-kata sayang untuk bocah yang selalu mampu membuatnya tersenyum.
Sikap hangat sang Tuan saat menerima telepon itu tidak luput dari pengamatan Nolan. Pria yang sudah hampir 2 tahun bekerja sebagai asisten, dimulai sejak sang Tuan resmi menjabat sebagai CEO PT Namayana Tbk. Ia terus memperhatikan bagaimana atasannya yang duduk di sofa itu mengangkat telpon dengan terus menatap pada apa yang dari tadi ia genggam dan usap di tangan kanannya.
"Kau mendengarnya, Nolan?" kata Pria itu saat kembali menyerahkan ponsel yang sambungannya sudah terputus pada asisten pribadinya. "Hani akan menyusul ku, persiapkan kedatangannya."
"Baik Tuan," jawab Nolan. Ia bahkan sedikit membungkuk kan badan dan membuat Pria yang duduk di sofa mengangkat sedikit alis karena tingkah asistennya.
"Kau masih saja menggunakan panggilan itu. Telingaku sakit mendengarnya." Pria itu terlihat protes dan segera beranjak dari sofa. "Panggil namaku saja. Dan itu...reward untukmu."
Setelah mengatakan hal tersebut pada asistennya, ia pergi meninggalkan Nolan yang tampak tersenyum lebar, membawa langkah menuju pintu untuk ke luar dari dalam kamar hotel.
"Terimakasih, Bos!" Nolan bahkan berteriak agar atasannya itu mendengar. "Selalu berakhir tanpa disentuh bahkan sama sekali tidak dilirik," gumam Nolan. Ia kini menatap pada penari striptis yang masih melakukan aksinya.
"Aku harap kau bukan kaum pelangi, Rio."
Asisten Rio tersebut tidak habis pikir, lagi-lagi atasannya itu hanya membiarkan para wanita penghibur melakukan aksinya dengan sia-sia, entah itu menari atau pun menyanyi.
Rio hanya akan duduk tenang dan fokus melakukan kebiasaannya yang terus mengusap benda yang selalu atasannya itu bawa ke mana pun ia pergi. Benda berkilau, berbentuk bunga yang Nolan pikir itu serupa dengan gelang untuk seorang wanita.
Setelah kepergian atasnya, Nolan mulai mendekat pada penari striptis yang sebenarnya adalah bentuk hadiah yang diberikan oleh pemilik perusahaan yang Rio pimpin.
Hadiah? Ya. Bonus berupa sejumlah uang, kendaraan, bahkan properti seperti apartemen bisa Rio dapatkan setiap kali ia berhasil memenangkan tender besar bernilai milyaran. Bahkan tidak jarang ia juga bisa mendapatkan bonus berupa hiburan seperti yang kali ini pemilik perusahaan telah kirimkan ke kamar hotelnya, dan hiburan itu pasti selalu Rio serahkan pada Nolan.
Asisten Rio itu akan bermain dan bersenang-senang dengan semua wanita penghibur yang Rio dapatkan, dan tak jarang Nolan akan menghabiskan malam panjangnya dengan wanita-wanita tersebut.
Jika Nolan mulai menikmati malamnya dengan reward yang ia dapat, berbeda jauh dengan sang atasan yang kini terlihat mendatangi restoran hotel. Rio memilih duduk di sudut restoran, tangannya bergerak meraih sesuatu dari saku celana. Mengusap pelan benda itu dengan netra yang menatap begitu lekat.
"Aku sudah di sini," gumam Rio. "Semakin dekat dengan mu."
Rio Priawan. Pria yang sedari muda sudah memiliki kecerdasan di atas rata-rata itu mampu membawa perusahaan PT Namayana Tbk semakin melebarkan usahanya hingga merambah pasar luar negeri. Pria yang berusia hampir kepala tiga tersebut bahkan kini berada di Swiss untuk mengikuti Joint Venture yang diadakan oleh salah satu perusahaan retail terbesar DIMAO department store. Perusahaan retail yang bisnisnya juga mengakar di tanah air.
Perusahaan yang memang sedari awal sudah Rio targetkan untuk dapat menjalin kerjasama. Tidak hanya demi membawa PT Namayana Tbk semakin jaya, tapi ia juga memiliki tujuan tersendiri terhadap perusahaan retail tersebut.
***
Hai...Hai....🤗🥰
Aku hadir kembali dengan karya baru yang berjudul:
Jodoh sang Pewaris. Dan karya ini merupakan sekuel dari Draw In A Megical Fantasy. Disana merupakan kisah Rio-Reta saat remaja. Boleh diintip dulu 🤣🙈 Tapi jika langsung baca karya ini juga tidak apa-apa karena yang terbawa dari masa lalu hanyalah sebuah rasa yang belum tahu ujungnya bagaimana 😂🤭🙈
"Aku...membuka hatiku...untukmu," suara lemah itu terdengar dipaksakan.
"Aku ingin bersamamu, Yi." Kali ini suara itu terdengar penuh pengharapan.
"Aku akan bersamamu. Kita akan bersama," ucap Rio dengan suara yang bergetar.
Hingga tiba-tiba mata Rio yang terpejam dengan segera membuka. Netranya menyipit saat melihat tirai jendela bergeser, membuat cahaya matahari yang ada di luar sana menyeruak masuk ke dalam kamar hotelnya.
"Bangun, Bos!" Ternyata Nolan yang menyingkap tirai jendela. Asisten Rio itu kini berdiri dengan tangan yang terlipat di dada dan memperhatikan Rio yang masih bertahan dengan posisi tidur tengkurapnya.
Punggung kekar tanpa penghalang itu terpampang nyata karena Rio yang hanya mengenakan training panjang hitam saat ia tidur.
"Kau terlihat sexi, Bos."
Mendengar perkataan Nolan membuat Rio dengan cepat bangun dari tidurnya. Pria yang bertelanjang dada itu terlebih dahulu mengusap wajah karena merasakan jika ada jejak air mata.
"Cepat sekali kau bangun. Sepertinya malam mu terlalu singkat," celetuk Rio tentang malam panjang yang Nolan habiskan bersama penari striptis.
"Jangan menyinggung ku seperti itu. Aku hanya bersenang-senang sedikit malam tadi, tidak terlalu jauh."
"Tumben sekali. Biasanya kau akan kesiangan karena menghabiskan malam panjang mu."
Rio bergerak mendekat pada nakas, meraih botol air mineral yang memang ada di sana. Ia menegak hampir habis air minum tersebut dengan Nolan yang terus memperhatikan.
"Kau benar-benar sexi, Bos," kata Nolan lagi saat ia melihat jakun Rio yang bergerak turun naik saat menegak air minum.
"Bugh."
Nolan berhasil menangkap botol air mineral yang Rio lemparkan ke arahnya. Setelah itu atasannya terlihat segera berlalu pergi menuju kamar mandi.
"Ngenes," gumam Nolan. "Ganteng, tapi sayang masih jomblo, bahkan belum pernah merasakan nikmatnya belah duren."
"Aku mendengar mu Nolan!" suara keras Rio dari dalam kamar mandi itu terdengar, membuat asisten pribadinya langsung terkekeh dan segera beranjak pergi meninggalkan kamar Rio.
Sedangkan Rio kini mulai membersihkan diri. Guyuran air shower terus membasahi tubuh kekarnya, melewati setiap celah permukaan kulit. Dinginnya air tidak Rio rasakan saat pikirannya kembali terlempar pada mimpi yang hampir setiap malam selalu hadir selama 8 tahun terakhir.
Mimpi yang mampu membuat Rio kembali berkecamuk pada sebuah perasaan yang dinamakan rindu. Sesuatu yang tanpa sadar menjadi sumber kekuatan besar yang mendorongnya hingga mampu mengantarkan Rio jauh sampai ke titik ini.
Tidak sedikit hal sulit yang Pria cerdas itu hadapi selama proses karirnya dalam dunia bisnis. Meski kini dirinya berada di puncak kekuasan dengan harta berlimpah dan mulai mampu menyetarakan diri sejajar dengan para pengusaha konglomerat lainnya. Namun karena terlahir dengan latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja membuat Rio terkadang masih dipandang sebelah mata.
Genggaman tangan yang bertumpu pada dinding itu mengepal, pandangannya kini terarah pada lantai kamar mandi yang terus menerima percikan deras air yang berasal dari tubuhnya, sebelum akhirnya ia mendongak dan membiarkan guyuran air menghantam wajah rupawan itu.
"Kita akan bersama," batin Rio yakin. Selain rasa rindu yang besar, Pria itu juga memiliki tekad yang kuat.
Cukup lama Rio menghabiskan waktunya di kamar mandi dan hal itu membuat Nolan sang asisten merasa heran.
"Apa yang yang kau lakukan Bos, sampai begitu lama di kamar mandi? Bersolo karir?"
Pertanyaan frontal yang langsung Nolan berikan saat Rio sudah menampakkan diri dengan setelan santai yang bahkan terkesan biasa-biasa saja ke luar dari dalam kamar hotelnya.
"Ya," jawab Rio asal. Pria itu juga sedikit terkekeh.
Dengan terus membawa langkah menuju lift hendak ke restoran hotel untuk sarapan, Rio dan Nolan terus berbincang dengan diselingi candaan. Jika seperti ini, mereka terlihat menjadi teman, sama sekali tidak seperti atasan dengan asistennya.
"Kapan jadwal Joint Venture DIMAO?" kata Rio saat mereka sudah mengambil posisi duduk di meja sudut dengan pemandangan kota Zürich yang begitu indah.
Zürich merupakan kota terbesar di Swiss, menjadikannya salah satu tempat perdagangan terbesar dan juga pusat bisnis. Kota yang banyak memiliki inovasi ini bahkan dalam sebuah buku terkenal tentang Traveling Photography mengatakan jika Zürich bisa diibaratkan sebagai New York yang merupakan kota bisnis dunia.
"Lusa," jawab Nolan. Asisten Rio itu mulai menyantap pancake dengan toping saus blueberry di atasnya. "Dan Hani akan tiba di sini akhir pekan. Bundanya sudah mengirimkan jadwal penerbangan bocah jahil itu kepada ku."
"Jangan menyebutnya bocah jahil." Protes Rio seraya memicing pada Nolan. "She is my little sweet."
"Hm," jawab Nolan dengan gumaman karena penuhnya pancake yang mengisi mulutnya. "Aku harap kau segera mencarikan Mamih untuknya."
Mendengar hal itu membuat sudut bibir Rio tertarik hingga membentuk senyum yang begitu manis. "Lusa aku akan mendapatkan Mamih untuknya." Setelah mengatakan hal itu Rio meraih gelas minuman nya. Membuat Nolan hampir tersedak jika ia tidak dengan cepat menelan pancake nya.
"Kau memiliki target mencari jodoh di sini, Yo?" tanya Nolan dengan ekspresi tidak percaya. "Pantas kau meminta waktu yang cukup lama dengan Tuan Yamakana sampai satu bulan untuk berada di sini."
Rio memang meminta waktu satu bulan kepada Tuan Yamakana, pemilik perusahaan PT Namayana Tbk untuk berada di Swiss hingga satu bulan lamanya. Karena Rio tidak hanya memiliki tujuan tentang urusan bisnis saja.
"Karena aku bukan saja harus mendapatkan kerja sama dengan DIMAO," jawab Rio. "Tapi aku juga akan memenangkan pimpinan nya," lanjut Rio dengan ekspresi serius. Membuat Nolan sang asisten langsung terpaku. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh atasannya barusan.
Pimpinan DIMAO? Nolan memang mengetahui jika perusahaan retail terbesar itu dipimpin oleh seorang Wanita, tapi bagaimana bisa teman sekaligus atasannya ini mengatakan dengan begitu yakin hal tersebut. Seakan mereka saling mengenal. Padahal yang Nolan tahu ini adalah hubungan bisnis pertama yang mereka lakukan dengan perusahaan retail terbesar sekelas DIMAO department store.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak guys😉
"Anda tidak memakannya, Nona?"
Hening. Sama sekali tidak ada jawaban yang didapatkan oleh Susan. Wanita cantik dengan rambut panjang yang ia ikat tinggi menyerupai ekor kuda itu terus menatap pada Wanita yang kini tengah memeriksa begitu banyak tumpukkan kertas yang ada di hadapannya.
"Atau aku perlu menggantinya dengan menu yang baru?" tanya Susan lagi dan kali ini ia berhasil mendapatkan respon dari lawan bicaranya.
"Huft," helaan napas itu terdengar. Ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi dengan tangan yang membuka kaca mata dan meletakkannya di atas meja kerja.
"Tidak perlu. Aku akan memakannya." Wanita itu terlihat menyugar rambut pendek sebahu miliknya sebelum meraih menu makan siang yang sudah Susan siapkan di atas meja. "Kau tidak makan, Sus? Maaf, karena membantu ku kau jadi terlambat untuk makan siang."
"Aku sudah makan siang tiga jam yang lalu, Nona."
Perkataan Susan berhasil membuat tangan wanita yang baru saja ingin menyantap makanannya itu terhenti. Ia segera menatap pada Susan-asisten pribadinya dengan tatapan yang tidak percaya.
Ia melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangan. "Ternyata sudah sore," ucapnya dengan ekspresi tidak percaya.
"Dan Anda kembali terlambat untuk makan siang."
Wanita itu tertawa pelan. Karena begitu larut pada banyaknya pekerjaan membuat dirinya sampai tidak menyadari begitu cepatnya waktu berlalu.
"Tidak masalah. Yang penting pekerjaanku selesai, Sus."
"Terlalu dipaksakan juga tidak baik, Nona. Tubuh anda juga butuh istirahat." Susan terlihat memberi sedikit nasehat pada Wanita cantik yang merupakan atasannya itu. "Jika bukan diri kita sendiri yang memperhatikannya, siapa lagi."
"Ada kamu yang terus memperhatikan ku, Sus." Wanita itu tertawa dan kembali mulai menikmati menu makan siangnya.
Susan sang asisten hanya bisa menggeleng saat atasannya yang bernama Reta mengatakan hal tersebut. Buktinya sedari siang Susan sudah berulang kali mencoba mengingatkan agar Reta beristirahat, tapi atasan Susan itu malah memilih melanjutkan pekerjaan, bahkan sampai melupakan makan siangnya.
Setiap hari wanita dengan nama lengkap Reta Cahya Pariwara itu berangkat ke kantor pagi hari dan pulang larut malam. Dan tidak jarang juga Reta sering berakhir menginap di kantor karena begitu banyaknya pekerjaan yang Wanita cantik itu emban.
"Apa persiapan Joint Venture sudah rampung?"
Lihatlah bahkan saat makan pun, Reta masih membahas pekerjaan hingga membuat Susan sesaat menutup mata.
"Anda sedang makan, Nona. Sebaiknya kita bahas itu nanti."
Reta tersenyum menanggapi perkataan Susan. Ia kembali melanjutkan aktifitas makannya hingga selesai tanpa membahas kembali masalah pekerjaan.
Tapi itu hanya sesaat karena setelah dirinya menyelesaikan acara makan siang yang sudah sangat terlambat itu, Reta kembali melanjutkan pekerjaannya dengan membahas beberapa proyek yang akan dilakukan DIMAO departemen store ke depannya.
"Berapa perusahaan yang mengikuti acara ini?" tanya Reta pada Susan. Mereka berdua kini duduk pada sofa yang ada di ruangan kerja Reta.
"Sekitar 20 perusahaan dan 10 diantaranya berasal dari luar."
Reta tampak mengangguk dan tangannya bergerak meraih berkas yang diberikan Susan kepadanya. Berkas yang berisikan nama-nama perusahaan dari berbagai negara.
"Indonesia," celetuk Reta dengan ekspresi yang menurut Susan terlihat berbeda.
"Ada dua perusahaan yang berasal dari sana, Nona."
Sesaat Reta tampak terpaku dengan tatapan yang terus tertuju pada berkas yang ada ditangannya, sebelum akhirnya wanita itu menutup dan meletakkan berkas tersebut ke atas meja.
"Sebelum pertemuan dilakukan akan ada jadwal makan malam. Ini seperti pertemua untuk memperluas relasi bisnis."
"Acara akan diadakan malam ini di Luxury Hotel," lanjut Susan lagi.
"Kenapa jadwal ini tiba-tiba ada?" Wanita cantik itu terlihat heran karena adanya tambahan acara yang begitu mendadak. "Apa dia yang memintanya?" tanya Reta lagi dengan sudah menebak seseorang yang bisa melakukan hal ini.
"Benar Nona. Tuan Besar Zico yang memintanya pagi tadi. Dan ini sudah diberitahukan kepada semua perusahaan yang mengikuti joint."
Reta menghela napasnya kasar. Tangannya bergerak meyugar rambut sebahunya dengan asal.
"Apa dia yang akan menghadiri acara ini?"
Susan terlihat menggeleng pelan sebagai bentuk jawaban. Membuat Reta berulang kali menarik napas dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Beginilah sifat Tuan Zico Warna Pariwara. Kedudukan tertinggi di perusahaan memang telah ia berikan pada sang cucu, Reta. Namun hal itu sepertinya hanya lah simbol semata, karena Pria tua itu masih saja secara bebas membuat bahkan memgambil keputusan tanpa memberi tahu Reta.
Susan menatap pada atasannya yang kini terlihat menutup mata. Reta sama sekali tidak pernah melakukan protes atas sikap semena-mena sang Kakek yang tidak jarang sering kali membuat dirinya kesulitan. Wanita itu hanya akan diam dan sebisa mungkin menyelesaikan semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik.
"Kamu sudah bisa pulang, Sus."
"Aku akan tetap tinggal dan membantu Nona."
Reta membuka mata dan melirik pada Susan yang kini menatapnya dengan tatapan iba.
"Jangan melihat ku seperti itu. Kau sudah pulang larut kemarin malam." Reta kembali menegakkan duduknya. "Kau terlihat seperti ingin menangis," kata Reta saat melihat ekspresi prihatin yang diberikan Susan.
Dan apa yang terjadi selanjutnya berhasil membuat Reta tercengang. Kini Susan sang asisten pribadinya itu benar-benar menangis dengan air mata yang berderai.
"Aku...akan lembur Nona. Kita akan...mengerjakan semuanya bersama." Bercampur tangis Susan mengatakannya pada Reta.
Sudah bekerja cukup lama sebagai asisten Reta, membuat Susan menjadi saksi bagaimana atasannya itu melewati hari-hari yang begitu berat. Mengemban tanggung jawab besar sebagai pewaris perusahaan tidak membuat hidup atasannya bahagia. Melainkan terpenjara dengan segala tuntutan kerja, ditambah dengan sikap tiran Tuan Besar Zico.
Reta tertawa kecil melihat asistennya yang malah menangis. Wanita itu meraih dan memeluk dengan tangan yang bergerak menepuk pelan pundak Susan.
"Jangan menangis. Kau berlebihan sekali, Sus."
"Pasti semuanya...terasa sulit. Aku pasti...tidak akan sanggup jika menjadi Nona. Kau sangat...kuat." Dengan masih menangis Susan membuka suara. "Kau menjalini...semuanya...seorang diri. Dan bisa...bertahan sampai sejauh ini."
Reta yang masih memeluk dan menepuk pundak Susan itu terdiam. Netranya sontak menutup dengan sudut mata yang mengeluarkan air. Tapi dengan lekas Reta mengusapnya.
"Sudah. Sepertinya kau memang harus lebih sering menemani ku lembur." Reta melepaskan pelukan dan tersenyum melihat wajah Susan yang basah. "Segera bersihkan wajahmu. Kita harus mulai bekerja jika ingin bisa menghadiri acara makan malam nanti."
Susan segera beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya, meninggalkan Reta yang terlihat mengusap wajah dengan kasar.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak 😭🤧
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!