NovelToon NovelToon

30 Hari Menjelang Perceraian.

Episode satu.

Septy berada didalam kamar dan masih mengenakan pakaian pengantin. Karena baru beberapa jam yang lalu Garren mengucapkan ijab kabul didepan penghulu.

Septy memandangi buku nikah yang saat ini dipegangnya. Ia tersenyum getir, tidak menyangka akan menikah dengan cara seperti ini.

Septy ingin menolak, namun tidak bisa. Karena mertuanya terlalu baik padanya. Dan juga Septy hanya bisa membalas budi mertuanya hanya dengan cara ini.

"Aku tidak tahu kedepannya seperti apa? Yang pasti hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas budi keluarga ini. Walaupun aku tahu, tidak mungkin untuk Garren mencintai aku." Septy bergumam dalam hati.

Pintu kamar terbuka, Septy spontan menoleh dan segera menyimpan buku nikah tersebut. Ternyata sang suami sekaligus bos nya.

Garren masuk dan langsung berkata, "Besok ikut aku ke kantor pengadilan agama. Kita urus perceraian kita. Tapi ingat! Jangan sampai masalah ini didengar oleh orang tuaku dan keluargaku yang lain!"

Septy tergamam seketika, baru saja ia berpikir akan nasib pernikahan mereka. Sekarang suaminya sudah mengajukan perceraian.

"Baiklah, aku juga tidak menginginkan pernikahan ini," ujar Septy akhirnya. Ia tidak tahu jawaban apa yang akan ia utarakan.

Hanya itu satu-satunya jawaban yang terpikirkan saat ini. Meskipun dadanya terasa sesak.

Septy tidak mencintai suaminya, begitu juga sebaliknya. Namun saat suaminya mengajaknya bercerai, hatinya terasa sakit.

"Ya Allah, jika ini memang takdirku, aku pasrahkan semuanya pada Mu," batin Septy.

"Mas, bolehkah aku punya permintaan?"

"Ya, katakan!"

Sebelum kita resmi bercerai, aku ingin kamu menjadi imam ku. Maaf jika ...."

"Baiklah, aku akan turuti keinginanmu. Tapi ingat, jika di tempat kerja kita rahasiakan pernikahan kita," jawab Garren memotong perkataan Septy.

Septy tersenyum. "Mas tenang saja. Aku juga tidak gembar gembor kan semua ini."

Akhirnya untuk pertama kalinya Septy menjadi makmum untuk suaminya. Karena ini adalah impiannya sejak dulu.

.…..

Tadi pagi Lita mendatangi kediaman Septy dan memintanya untuk menikah dengan Garren putranya.

Awalnya Septy ragu, namun mengingat kebaikan Lita, Septy tidak bisa menolak. Begitu juga dengan Garren. Karena paksaan dari sang mama, ia terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.

Walaupun tidak ada cinta diantara mereka. Itu sebabnya Garren langsung mengajak Septy untuk segera bercerai.

"Tidurlah, besok kita harus ke kantor urusan agama."

Garren mengambil selimut dan bantal lalu berjalan menuju sofa. Ia memilih tidur di sofa dan membiarkan Septy tidur di ranjang.

Lampu kamar segera dimatikan, sehingga suasana remang-remang. Septy berbaring ditempat tidur. Namun matanya sulit terpejam.

Septy bangun dan duduk di ranjang, ia melihat kearah Garren yang sudah mendengkur pelan.

Seperti tidak ada beban pikiran sama sekali. Septy mendekati suaminya, ia menatap wajah tampan itu.

Meskipun suasana remang-remang, namun ketampanan seorang Garren masih terlihat jelas.

"Aku tahu kamu terpaksa, Mas. Tapi tenang saja, aku akan menjaga hatiku agar tidak terlalu jauh mengagumimu," batin Septy.

"Tidurlah, besok kita masih ada urusan." Garren berbicara, namun matanya terpejam.

"Ehh, iya," ujar Septy, ia segera naik ke tempat tidur.

Septy segera menyelimuti tubuhnya dan mencoba memejamkan matanya. Namun tetap saja ia tidak bisa tidur.

Hingga suara adzan subuh bergema dari ponselnya, Septy pun bangkit dan membangunkan suaminya untuk mengajaknya sholat.

Garren pun bangun dan mendapati Septy terlihat pucat, serta lingkar hitam dimatanya menandakan bahwa dirinya tidak tidur.

"Kenapa tidak tidur? Kalau begini siapa yang repot?"

Septy tidak menjawab, ia ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dan kemudian bergantian dengan Garren.

Jam 7 pagi, Garren dan Septy keluar dari kamar mereka. Saat tiba di meja makan, keluarga suaminya sudah berkumpul disana.

"Bagaimana, Nak?" tanya Lita dengan lembut.

"Baik Ma," jawab Septy.

"Kalian jangan masuk kerja dulu, istirahat di mansion dan jika ingin jalan-jalan silahkan," kata Lita.

"Kebetulan pagi ini kami ingin jalan-jalan," ujar Garren.

Lita tersenyum, namun Carel memperhatikan putranya dengan seksama. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi Carel tidak ingin istrinya curiga. Jadi dia memilih diam.

"Kamu harus sabar menghadapi Garren," kata Marissa.

Septy tersenyum semanis mungkin. Tidak mungkin ia memperlihatkan kegetiran hatinya. "Iya Oma, aku akan coba memahaminya."

Setelah selesai makan, Septy bersiap-siap untuk keluar bersama Garren. Keduanya pamit.

Septy yang sejatinya sopan santun pun mencium tangan kedua mertuanya. Dan juga Oma dan Opanya.

"Pamit Ma, Pa, Oma, Opa," kata Septy. Lita dan yang lainnya hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Itulah yang membuat aku suka pada anak itu, sikapnya sopan santun dalam bertutur kata," kata Lita memuji menantunya.

"Ya benar, aku harap Garren memperlakukan nya dengan baik." Marissa menimpali.

Mereka tidak tahu jika Garren merencanakan perceraiannya dengan Septy. Mereka mengira jika hubungan keduanya baik-baik saja.

Garren menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia juga tidak terlalu terburu-buru.

"Aku ingatkan sekali lagi, jangan sampai keluargaku tahu masalah ini. Nanti setelah kita resmi bercerai, baru aku beritahu mereka."

"Iya, aku mengerti." Septy menoleh kearah lain dan memandang sisi jalan.

Airmata nya jatuh tanpa diminta. Entahlah, ia sedih saja karena nasibnya tidak seberuntung orang lain.

Baru saja menikah kemarin, hari ini sudah mengurus perceraian. Beruntung tidak banyak yang tahu tentang pernikahan mereka.

Hanya keluarga inti saja yang mengetahuinya. Mereka sengaja tidak mengundang orang lain. Karena itu permintaan Garren sendiri.

Dengan alasan, pernikahan mereka belum saatnya di publikasikan. Dan nanti ada saatnya mereka akan mengumumkan pernikahan mereka. Itulah alasan Garren.

Garren memarkirkan mobilnya saat tiba didepan kantor urusan agama. Keduanya keluar dari mobil dan langsung menemui pengurus di sana.

"Maaf Tuan, bukan kah Anda dan istri Anda baru menikah kemarin? Beritahu kami apa alasan Anda ingin bercerai?"

"Tidak ada alasan, hanya saja kami merasa tidak cocok. Dan tidak saling mencintai." Garren menjawab dengan lembut.

Petugas kantor urusan agama pun berdiskusi dengan yang lain. Karena alasan perceraiannya merasa kurang memuaskan mereka.

"Begini saja Tuan, karena Anda dan istri Anda baru saja menikah. Jadi proses perceraiannya baru bisa diurus 30 hari dari sekarang."

Garren menghela nafas, 30 hari menurutnya terlalu lama. Tapi demi menghormati keputusan dari pihak KUA, Garren pun setuju.

Dan akan datang lagi dalam 30 hari kedepan. Jadi Garren pun berencana untuk tinggal di rumahnya sendiri.

Rumah yang sudah lama ia beli, namun belum pernah ia tempati.

Garren dan Septy pun permisi. Saat didalam mobil, Garren mengajak Septy ke mall. Dan itu ia lakukan untuk menghindari kecurigaan orang tuanya.

Septy menurut saja, lagi pula ia tidak merasa dirugikan. Mobil Garren pun melaju menuju mall.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Yang penasaran dengan kisah Garren dan Septy mampir yuk!

Ceritanya diawali seperti ini, karena yang sebelumnya kalian sudah pasti tahu. jika penasaran lanjut baca, jika tidak suka skip saja.

Oya, jika suka jangan lupa like komen dan favoritkan, karena aku update tidak menentu. Gift dan vote boleh juga seikhlas kalian.

Maaf ya, jika cerita kali ini sedikit berbeda dari keluarga Henderson yang sebelumnya. Tapi tetap diselingi kisah romantis.

Selamat membaca ...

Episode dua

Mobil Garren tiba di parkiran mall. Sebelum keluar, ia menyerahkan kartu hitam miliknya.

Namun Septy menolak dengan halus dan mengatakan bahwa ia juga punya uang. Meskipun tidak seberapa bagi Garren.

Tapi bagi Septy uang yang ia miliki sudah lebih dari cukup. Dan juga ia jarang berbelanja di tempat-tempat seperti ini.

"Ambil saja, anggap ini sebagai kompensasi perceraian kita," kata Garren.

Septy tersenyum, agar tidak mengecewakan orang lain, iapun terpaksa mengambilnya dan menyimpannya.

"Beli apa saja yang kamu inginkan, aku tidak mau mama memarahi ku karena tidak memberimu uang." Kata-kata Garren memang terdengar pedas bagi Septy.

Namun ia berusaha bersabar menghadapi sikap Garren yang ketus padanya. Apalagi Garren adalah bosnya ditempat kerjanya.

Keduanya keluar dari mobil, namun mereka berjalan bagai orang asing yang tidak saling kenal.

Dari kejauhan Garren melihat Lica dan Abigail sedang berjalan bersama. Namun mereka belum melihat Garren dan Septy.

Garren segera menarik Septy agar lebih dekat kepadanya. Septy awalnya bingung, tapi setelah melihat Lica dan Abigail, ia seketika mengerti.

"Eh, kalian juga disini?" tanya Lica saat bertemu Garren dan Septy.

"Iya Tante," jawab Garren.

Garren merangkul istrinya dengan mesra, menunjukkan bahwa mereka bahagia.

"Pengantin baru mah beda ya, selalu terlihat mesra."

Septy tersenyum kikuk saat mendengar ucapan dari Lica. Garren juga memperlihatkan senyuman manisnya.

"Oya Tan, Om, kita jalan dulu. Mau beli sesuatu buat istriku," kata Garren.

Garren menggandeng tangan istrinya dengan mesra, mana mungkin ia memperlihatkan sifat judesnya? Bisa-bisa kabar itu sampai kepada kedua orangtuanya.

"Kenapa kesini?" tanya Septy saat Garren membawanya ke toko pakaian.

"Pakaianmu sudah kusam dan perlu diganti. Nanti apa kata mama." Selalu itu yang menjadi alasan Garren.

Namun Septy bodo amat, iapun memilih pakaian yang sesuai dengan seleranya. Termasuk pakaian untuk kerja.

Karena pakaian yang ia pakai hanya itu-itu saja. Itupun semua pemberian dari Carla dan Carlos dulu.

Sementara Septy berbelanja, Garren duduk di sofa menunggu Septy sedang membeli pakaian.

"Sudah?" tanya Garren saat Septy menghampirinya.

"Mmm, kartuku uangnya tidak cukup, pakaian disini sangat mahal," jawab Septy tertunduk.

"Gunakan kartu yang kuberi."

Septy pun kembali ke kasir, tadinya penjaga kasir sempat meremehkan Septy. Karena uang didalam kartu Septy tidak mencukupi. Sementara belanjaan nya dan harga pakaian melebihi uang dalam kartunya.

"Kalau tidak punya uang, tidak usah sok-sokan belanja disini," ejek penjaga kasir.

"Maaf mbak, saya harus minta izin suami saya dulu untuk menggunakan kartu ini," jawab Septy lembut sambil menyerahkan kartu hitam tersebut.

Penjaga kasir melongo saat melihat logo kartu hitam tersebut, yang hanya dimiliki oleh keluarga Henderson.

"Maaf Nona, saya tidak tahu itu Anda," ucap penjaga kasir.

"Tidak apa-apa mbak, orang miskin seperti saya memang patut dihina," balas Septy.

Penjaga kasir menjadi malu karena meremehkan Septy. Dan kata-kata Septy begitu menohok meskipun terdengar lembut.

"Sekali lagi saya minta maaf Nona," ucap penjaga kasir tersebut.

"Tidak apa-apa, lain kali lebih diperhatikan ya mbak sikapnya. Jangan sampai mbaknya kehilangan pekerjaan karena ulah mbak sendiri," ujar Septy.

Kemudian ia pergi tanpa menoleh lagi. Septy tersenyum pada Garren, walaupun senyuman itu tidak dibalas.

"Ternyata kartu hitam ini cukup berkuasa," batin Septy.

"Terima kasih, ini aku kembalikan," kata Septy memberikan kartu tersebut pada Garren.

"Itu untukmu, karena aku sudah memilikinya."

Septy mengangguk mengerti, ia menyimpan kembali kartu hitam tersebut didalam dompetnya.

Garren melirik dompet Septy yang sudah kusam. Maklum saja, harganya pun murah. Lalu Garren menggandeng tangan Septy dan membawanya ke toko tas branded dan juga dompet.

Garren meminta pelayan toko untuk memilihkan tas branded untuk Septy, serta dompet untuk mengganti dompet nya yang sudah usang.

"Mas, apa tidak terlalu berlebihan?"

"Daripada aku dimarahi oleh mama."

Septy pun terdiam, jika sudah menyangkut ibu mertuanya, Septy tahu jika Garren tidak akan berkutik. Diam-diam Septy tersenyum, ternyata suaminya hanya takut pada sang mama.

Setelah puas berbelanja, merekapun pulang. Sepanjang perjalanan tidak ada suara dari kedua. Sama-sama seperti orang bisu.

Hingga mereka tiba di mansion, Garren berubah manis dan membawa belanjaan Septy serta menggandeng tangan Septy.

Lita menoleh ke suaminya. Karena anak dan menantunya terlihat mesra. Namun berbeda dari pandangan Carel.

Carel lebih jeli dalam mengamati sikap putranya. Terlihat seperti dibuat-buat, namun Carel tetap diam. Mungkin saja penglihatannya salah.

Sebelum masuk kedalam kamar, Septy mencium tangan kedua mertuanya. Sedangkan Garren duduk di sofa ruang tamu.

"Ma, besok aku ingin pindah rumah, aku ingin memulai hidup baru bersama istriku. Kebetulan rumah yang aku beli juga tidak ditinggali," kata Garren.

"Apa Septy setuju?" tanya Lita.

"Tentu saja Ma, Septy gadis penurut sudah pasti dia setuju," jawab Garren.

"Ya sudah, jaga menantu mama dengan baik. Jika kamu sakiti dia, mama akan pecat kamu jadi anak!" ancam Lita.

Gleek ... Garren menelan salivanya dengan susah payah. "Bagaimana jika mama tahu jika kami sedang mengurus perceraian?" batin Garren.

"Aku masuk ke kamar dulu ya," ucap Garren menghindari mamanya.

Kemudian ia berlari menaiki anak tangga, hingga tiba didalam kamar, Garren membuka pintu yang memang tidak terkunci.

"Aaaah...!" Septy menjerit karena ia hanya memakai d***man saja. Ia ingin mencoba pakaiannya dan lupa jika pintu tidak terkunci.

Garren secepatnya keluar dan kembali menutup pintu. Garren bersandar di pintu, baru kemudian ia kembali turun ke bawah.

"Ada apa?" tanya Lita.

"Septy kaget aku tiba-tiba masuk," jawab Garren. Kemudian ia berlalu ke dapur. Ia mengambil air di kulkas dan meneguknya setengah.

Garren menghela nafas, kemudian meneguk kembali airnya hingga habis. Kemudian membuang botolnya ke tong sampah.

Garren pergi kebelakang mansion, ia duduk dikursi taman belakang mansion. Melihat bunga-bunga yang mekar.

"Mengapa disini?" tanya Gavesha.

"Kak, kok sudah pulang? Biasanya juga pulang malam."

"Kakak tidak banyak pekerjaan, tadi setelah ketemu klien, kakak langsung pulang."

Gavesha duduk disamping adiknya. "Kalau kamu tidak cinta, mengapa kamu mau menikah? Kamu bisa menolak jika tidak mau."

"Aku tidak bisa menyakiti hati mama," jawab Garren lesu.

"Tapi Septy gadis yang baik. Aku harap Septy bisa menemukan pria yang benar-benar tulus mencintainya. Kasihan dia, hidup sebatang kara."

Garren menatap lekat wajah kakaknya. Tapi yang ditatap malah bangkit dan pergi dari situ.

Garren memikirkan kata-kata sang kakak. Seolah-olah kakaknya mengetahui semuanya. Garren menghela nafas, kemudian ia kembali ke kamarnya.

Saat tiba dikamar, Garren sudah mendapati kamarnya rapi. Dan ia membuka lemari pakaian Septy, ternyata pakaian sudah tersusun rapi.

Dan Garren melihat pintu balkon terbuka, dilihatnya Septy sedang berdiri di pembatas balkon.

Episode tiga

"Besok kita pindah ke rumah baru," ucap Garren.

Septy menoleh, ia tetap tersenyum walau tidak ada balasan dari Garren. Kemudian ia kembali memandang kearah depan.

"Kapan aku mulai masuk kerja? Aku bosan jika seperti ini," tanya Septy tidak nyambung.

"Lusa, kita masih dalam masa cuti, bersiaplah untuk pindah besok."

"Mas, bolehkah aku pulang ke ke kontrakan sebentar? Ada barang yang ingin ku ambil."

"Hmmm, pergilah."

Septy tanpa sadar merangkul tubuh Garren, saking senangnya diizinkan oleh suaminya. Kemudian Septy keluar dari kamar dan berpamitan kepada mertuanya.

Sementara Garren sedang mematung ditempatnya. Ia tidak menyangka akan mendapatkan pelukan dari Septy.

Kemudian ia menghela nafas sambil menggeleng kepala. Ia berdiri di pembatas balkon menggantikan posisi Septy.

Garren dapat melihat mobil Septy pergi meninggalkan mansion. "Apa aku terlalu kejam padanya?" gumam Garren.

Garren akhirnya memutuskan untuk mengikuti Septy, ia berlari kecil menuruni tangga dan keluar dari mansion.

Lita dan Carel hanya memperhatikan putranya, yang tidak berkata apa-apa, namun tetap mencium tangan kedua orang tuanya.

Septy yang sedang dalam perjalanan tidak menyadari jika mobilnya diikuti oleh suaminya.

Hingga Septy pun tiba dirumah kontrakan miliknya. Rumah kontrakan itu masih berhak untuk Septy tinggali. Karena sewanya sudah dibayar 5 tahun kedepan.

Septy masuk dan mengambil barang-barang penting miliknya. Hingga tidak ada satupun yang terlewat.

Karena semuanya dianggapnya penting. Sepertinya barang peninggalan orang tuanya. Dan barang-barang lain miliknya.

Sebelum Septy pergi, ia menemui pemilik kontrakan. Dan mengatakan jika ia sudah pindah.

"Bagaimana ini? Saya tidak punya uang untuk mengembalikan uang yang sudah dibayarkan," ucap pemilik kontrakan.

"Tidak perlu Bu, saya sudah bekerja di perusahaan dan gajinya lumayan besar. Dan sekarang saya akan pindah ke rumah baru yang tidak jauh dari perusahaan," jawab Septy.

Para warga berdatangan. Mereka yang baik pada Septy pun merasa sedih karena Septy akan pindah.

Septy membagikan oleh-oleh yang ia beli tadi saat diperjalanan. Septy memang baik pada semua orang.

Dan semua itu tidak luput dari pantauan Garren yang mengikutinya. Setelah berpamitan, Septy pun masuk kedalam mobil.

Septy melambaikan tangannya kemudian bergerak perlahan meninggalkan tempat itu. Para ibu-ibu menangis dengan kepergian Septy.

Septy mampir ke supermarket untuk membeli sesuatu. Namun saat keluar dari mobil, Septy tidak sengaja bertemu Zulkifli.

"Eh Bu Septy, apa kabar?" tanya Zulkifli.

"Baik Pak, Bapak sendiri?"

"Baik, tapi sejak kamu berhenti mengajar, para murid merasa kehilangan Bu guru, maksud saya mantan guru."

Septy tersenyum, begitulah ciri khasnya Septy. Mudah tersenyum pada orang yang di kenalnya.

Septy pun ngobrol sebentar dengan Zulkifli, karena sudah lama tidak bertemu. Dan itu semua terlihat oleh Garren dari dalam mobil.

"Apa sih yang mama suka dari dia? bahkan dengan laki-laki pun genit begitu," gumam Garren. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya kuat meremas setir mobil.

Kemudian ia pergi dari situ dan membiarkan Septy ngobrol dengan pria lain. Septy menoleh ke mobil yang pergi. Kemudian iapun menyudahi obrolannya dengan Zulkifli.

Septy masuk ke supermarket dan membeli keperluan pribadinya. Persiapan untuk pindah rumah nantinya.

Sebelum mereka resmi bercerai, Septy harus patuhi suaminya, selama itu dijalan kebaikan. Setelah selesai belanja, Septy pun membayar belanjaannya.

Sementara Garren yang sudah tiba di mansion, ia langsung masuk ke kamar. Garren menutup pintu dengan kuat. Beruntung pintunya terbuat dari bahan berkualitas.

Garren menghempaskan tubuhnya diatas ranjang, kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Septy.

"Assalamualaikum Mas, aku lagi menyetir nih," ucap Septy melalui telepon. Garren pun mematikan sambungan teleponnya secara sepihak tanpa berkata apa-apa.

Garren melempar ponselnya diatas tempat tidur, kemudian ia mencium aroma tubuh Septy ditempat tidur tersebut. Anehnya, Garren malah tertidur.

Sementara Septy setelah menerima telepon dari suaminya melajukan mobilnya. Ia berpikir jika suaminya akan marah.

"Dia tidak berkata apa-apa dan langsung menutup telepon, apakah dia marah?" batin Septy.

Septy akhirnya tiba di mansion, ia memarkirkan mobilnya dengan sembarangan. Yang penting tidak menghalangi mobil yang lain.

Septy langsung ke kamarnya dan membawa barang-barangnya. Dan mendapati suaminya tertidur di ranjang.

Septy menyimpan barangnya dan kemudian masuk ke kamar mandi. Ia ingin mandi terlebih dahulu. Sebelum suaminya bangun.

Tidak butuh waktu lama, Septy pun keluar dengan pakaian lengkap. Ia tidak ingin kejadian tadi terulang lagi.

Saat asyik-asyiknya mencoba pakaian, tiba-tiba suaminya masuk. Betapa malunya dirinya.

"Sudah pulang?" tanya suara berat khas bangun tidur.

"Eh, iya Mas, maaf aku terlalu berisik ya? Sehingga kamu terbangun."

"Hmmm, sudah puas pacarannya? Jangan sampai keluargaku tahu."

Septy mengernyitkan dahinya. "Kapan aku pacaran?" batinnya.

Kemudian ia teringat dengan mobil yang ia lihat di supermarket. Awalnya Septy curiga jika itu mobil suaminya. Namun ia tidak ingin berburuk sangka.

Jadi ia mengabaikan mobil tersebut. Karena menurutnya tidak mungkin jika suaminya membuntutinya.

"Oh itu, dia pak Zulkifli, tidak sengaja bertemu," jawab Septy.

"Lain kali jaga sikap, kamu sudah masuk ke keluarga ini. Jangan sampai mencoreng nama baik keluarga."

Septy tidak menjawab, ia juga tahu batasan dalam pergaulan. Apalagi dirinya tidak pernah pacaran.

Meskipun banyak pria yang menyukainya. Selain cantik, ia juga ramah pada orang. Tapi tetap menjaga sikap.

Garren masuk kedalam kamar mandi, ia ingin mandi karena sejak tadi belum mandi. Sementara Septy menyiapkan pakaian untuk suaminya dan menyimpannya diatas ranjang.

Kemudian ia keluar untuk menemui mertuanya. Septy berjalan kedapur dan mendapati mertuanya sedang membuat kue.

"Bikin apa Ma?" tanya Septy.

"Ehh sudah pulang?" Lita malah balik bertanya.

"Aku bantu ya Ma."

"Tidak perlu, semua sudah siap. Oya, kalian jadi pindah besok?"

"Jadi Ma, biar bagaimanapun aku harus ikut suami kemanapun ia pergi. Karena surga istri ada pada suami."

Lita langsung merangkul Septy dan memeluknya. Ia terharu mendengar ucapan Septy seperti itu.

"Terima kasih Nak, semoga kami bisa meluluhkan hati putra mama, dan semoga kalian bahagia."

"Aamiin." Septy tetap mengaminkan ucapan Lita. Karena ucapan bisa menjadi doa.

Walaupun ia tidak tahu kedepannya tentang hubungan pernikahan mereka. Sementara mereka dalam proses perceraian.

"Ma." Lita dan Septy menoleh kearah suara. Ternyata Garren yang sudah rapi dengan pakaian yang dipilihkan oleh Septy.

"Cepat hidangkan kue ini ke suamimu, kemudian buatkan dia kopi untuk teman makan kue."

Septy pun menyusun kue diatas piring, baru setelah itu membuat minuman untuk sang suami.

Garren tidak ada reaksi apa-apa saat Septy menyajikan minuman untuknya. Namun Septy tidak peduli. Yang penting mertuanya dan keluarga lainnya menerima dirinya dengan baik.

Urusan perceraian, biarlah Tuhan yang menentukan. Karena Tuhan penentu segalanya. Tuhan juga bisa membolak-balik hati manusia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!