NovelToon NovelToon

Tetesan Air Mata Anggrek

Bab 1

Mentari pagi menyapa kedua bola mata gadis cantik itu, membuatnya terbangun dari tidurya. Ia tampak menikmati keindahan alam dipagi ini.

Rutinitas pagi yang dilakukan kebanyakan orang adalah bersiap-siap untuk pergi bekerja dan bersekolah atau membersihkan rumah mereka.

Dalam sebuah keluarga kerjasama adalah hal yang menyenangkan bagi setiap anak. Melakukan hal yang dianggap bisa membuatnya dekat dengan kedua orang tua. Namun keindahan keluarga tak pernah dirasakan oleh gadis malang yang kini berumur 15 tahun ini.

Bagi semua orang menganggap bahwa anak tunggal adalah anak kesayangan hanya saja itu tidak berlaku bagi Anggrek. Kepedihan yang ia terima selalu ia hadapi dengan senyuman, luka yang ia terima selalu ia obati dengan tawanya.

Bagi Anggrek saat ini kebahagiaan yang sebenar-benarnya kebahagiaan adalah bisa tersenyum walau batin terluka.

"Anggrek," panggil seseorang namun tak kunjung mendapat jawaban dari sang pemilik nama.

"Anggrek..." ulangnya memanggil nama gadis itu dan tak lama Anggrek datang menghampirinya wanita berkepala empat yang tengah berdiri didepan pintu.

"Iya ma," balasnya.

"Kamu bersihin semua ruangan yang ada dirumah ini! Jangan ada yang kotor atau berdebu dan jangan lupa masak! Mama sama kak delia mau pergi dan kami pulang nanti malam." ucap Susi, kakak dari ibu kandung Anggrek.

Saat ini Anggrek tinggal dengan Susi, kakak dari Eliana ibu kandung Anggrek. Sebelum tinggal bersama Susi, Anggrek lebih dulu tinggal dengan dua saudara kandung ibunya, Eko dan Indra.

Sedangkan Delia adalah anak angkat dari Susi. Susi divonis dokter tidak bisa mempunyai anak oleh karena itu Susi mengangkat Delia menjadi putrinya. Susi sangat menyayangi Delia melebihi sayangnya kepada Anggrek yang darahnya lebih dekat dengannya.

"Kok aku ga diajak ma?" tanya Anggrek sendu.

"Tempat kamu itu dirumah, gak usah banyak tanya Nggrek, kamu turutin aja apa kata mama." ujar Susi sedikit meninggi membuat Anggrek terdiam dan menatap Susi sendu.

"Yuk sayang!" ujar Susi lembut kepada Delia.

Wanita itu berjalan meninggalkan Anggrek sendirian, gadis itu menatap lama punggung Susi dan Delia secara bergantian.

Setelah kepergian Susi, Anggrek kembali tersenyum dan kembali mengerjakan pekerjaan rumah yang tadi diperintah ibu angkatnya itu.

"Mungkinkah kita kan salalu bersama walau terbentang jarak antara kita," gadis itu bernyanyi seraya memasak makanan untuk makan siang dan malam mereka.

"Alhamdulillah selesai," ujar Anggrek saat semua pekerjaannya telah selesai.

Gadis itu berjalan menuju kamar dan meraih handuk yang ada dibalik pintu seraya masuk kekamar mandi.

Tak butuh waktu lama untuk Anggrek berada didalam kamar mandi, gadis itu kini telah keluar dari kamar mandi memakai baju kaos hitam dan levis hitam dengan kepala yang dibalut handuk.

"Semuanya udah selesai, mending jalan ke rumah ibu, udah lama nga ketemu ibu, jadi kangen," monolognya seraya menyisir rambut.

"Huh, cantik juga," pujinya pada diri sendiri, yang kini tengah memakaikan topi dikepalanya.

Anggrek berjalan menuju garasi rumah dan mengeluarkan sepeda milik Delia dan menaikinya.

Sepeda itu digoes dengan santai oleh Anggrek menuju rumah ibu kandungnya yang tak berada jauh dari rumah ibu angkatnya. Anggrek hanya menghabiskan waktu kurang lebih 25 menit untuk sampai disana.

Sesampai dirumah Eliana, Anggrek memakirkan sepedanya disebelah rumah lalu masuk kedalam rumah.

"Assalamualaikum bu," salam Anggrek seraya menutup pintu dan masuk mencari keberadaan Eliana.

"Waalaikumsalam kak," jawab Andre yang keluar dari kamar ketika mendengar suara Anggrek.

"Ibu mana Ndre?" tanya Anggrek pada bocah berumur 8 tahun itu.

"Didapur kak, kakak kesini naik apa?" tanya Andre.

"Sepeda Ndre, kakak mau tempat ibu dulu ya," ujar Anggrek berlalu menuju dapur, disana terlihat Eliana sedang memotong wortel. Anggrek berjalan menghampirinya wanita berkepala 3 itu dan memeluknya dari belakang.

"Aku kangen ibu." Ujarnya lirih.

"Tapi ibu nga kangen kamu Anggrek!" bentak Eliana seraya melepas pelukan Anggrek. Gadis itu menatap punggung Eliana sendu, manik mata yang indah itu kini tampak berkaca-kaca, namun Anggrek berusaha menahan diri dan kembali tersenyum.

"Mau aku bantu ga bu?" tanya Anggrek yang kini tersenyum kearah Eliana.

"Ga usah!" ketus Eliana.

"Ga papa bu, sini biar aku yang motongin." ucap Anggrek seraya meraih pisau ditangan Eliana.

"Anggrek! Saya udah bilang jangan ganggu saya! Lagian kenapa kamu harus kesini lagi? Bukannya kamu udah tinggal sama Susi?" bentak Eliana membuat Anggrek menatapnya dalam, manik mata indah itu kembali berkaca-kaca namun sekali lagi gadis itu berusaha tersenyum melupakan semua ucapa Eliana.

"Iya bu, Anggrek udah tinggal sama mama Susi, tapi Anggrek masih anak ibu kan? Jadi Anggrek kangen sama ibu," ujarnya lembut.

"Apa Anggrek ga boleh main ke rumah ibu kandung Anggrek sendiri? Anggrek cuman sebentar disini bu." lanjut gadis malang itu.

Eliana tersenyum miris mendengar ucapan anak malang itu.

"Tapi saya ga minta kamu untuk main kesini! Saya ingatkan sekali lagi kalau kamu jangan pernah kesini lagi!!" ucap Eliana menekankan kata terakhirnya.

"Tapi kenapa bu?" tanya Anggrek dengan suara serak.

"Karna suami dan anak saya tidak menyukai kehadiran kamu."

Anggrek meraih jari Eliana "Anggrek ga punya salah sama mereka bu, izinkan Anggrek main kesini bu" ujarnya semakin serak.

Eliana menghentakkan genggaman Anggrek dari jemarinya.

"Anggrek! Kamu itu bisa dibilangin ga sih? Kalau suami saya dan anak saya tidak menyukai kehadiranmu, lebih baik kamu pulang!" usir Eliana.

Gadis malang itu menangis, ia tak bisa menahan tangisnya lagi. Perlakuan Eliana sangat keterlaluan.

"Anggrek juga anak ibu!" ujarnya sedikit meninggi.

"Tapi saya tidak menginginkan hadir kamu!" ucapnya membuat dada Anggrek seakan dihantam batu.

Anggrek tau ibunya tidak pernah bersikap baik kepadanya tapi Anggrek tak pernah beranggapan bahwa ibunya membenci dirinya. Bagi Anggrek apapun yang dilakukan ibunya adalah jalan terbaik untuknya, tapi kali ini ucapan Eliana sangat menyakiti hatinya. Bagaimana seorang ibu bisa mengatakan hal seperti itu. Jika dia tidak menginginkan kehadiran Anggrek kenapa Anggrek dilahirkan didunia ini.

"Anggrek anak ibu kan?" tanya Anggrek dengan derai air mata.

"Anak ibu hanya aku dan Andre!" sahut Nindi yang kini berada dibelakang Anggrek.

Nindia Adijaya, anak pertama dari Eliana dan Willy Adijaya. Putri pertama dari Willy ini sangat membenci kehadiran Anggrek. Gadis berusia 10 tahun ini sangat tidak menyukai Anggrek dan tak ingin membagi Eliana dengan Anggrek. Baginya Eliana hanya miliknya.

"Tapi Gue juga anak ibu Nindi!" bentak Anggrek.

"Anak ibu hanya aku dan Andre, lo hanya anak pungut yang ga berguna!" hardiknya.

"Ibu lo juga ibu gue! Gue juga berhak untuk mendapatkan kasih sayangnya Nindi." geram Anggrek.

"Gak!" keras gadis kecil itu.

"Pulang! Saya tidak membutuhkan kehadiranmu" ucap Eliana sarkas.

"Tapi bu,"

"Pergi Anggrek, aku ga suka kamu ada disini. Pergi!" usir Nindi seraya mendorong Anggrek keluar dapur, namun Anggrek tak mau, gadis malang itu terus berdiri disana.

"Lepas!" Ujar Anggrek sarkas dan mendorong Nindi sampai terjatuh, melihat putrinya terjatuh Eliana menatap Anggrek marah dan meraih rambut Anggrek dengan kejam.

"Beraninya kamu lukai putri saya." ujarnya marah seraya menarik rambut Anggrek dengan kasar membuat empunya meringis kesakitan sedangkan Nindi tersenyum bahagia.

"Terus bu..." soraknya.

"Sakit bu," isak Anggrek yang tak dihiraukan Eliana.

"Saya bilang PULANG ya pulang!" marahnya dan makin menjambak rambut Anggrek ganas.

"Aku punya hak buat ada disini bu, aku juga anak mu." isak Anggrek.

"Kau hanya anak haram yang tak pernah saya harapkan, pergi!" Eliana mendorong kepala Anggrek dengam keras membuat Anggrek terjatuh dan kepalanya mengenai sudut meja dengan keras meninggalkan bekas yang membiru.

Anggrek hanya bisa menangis, sakit yang ada dikepalanya tak seberapa dibanding sakit hatinya dengan ucapan ibu kandungnya sendiri.

Anggrek menatap Eliana dalam dan berdiri dari tempatnya lalu berlari keluar, menutup pintu dengan keras dan mengayuh sepedanya dengan cepat tanpa melihat kiri kanan. Pandangannya kosong, hatinya ramuk dan dadanya sesak.

Harapan yang ia pungkiri selama ini ternyata benar, dia adalah anak haram yang tak pernah diharapkan oleh ibu kandungnya. Anggrek tak pernah mengira bahwa kebencian ibunya pada sang ayah membuat ia menahan semua perih ini. Namun apapun yang orang katakan tentang dirinya dan ayahnya Anggrek tak percaya, baginya laki-laki yang bergelarkan ayah adalah sosok yang mulia yang ada dimuka bumi ini.

Walaupun ia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah tapi ia meyakini ayahnya adalah pria yang baik.

KAU HANYA ANAK HARAM YANG TAK PERNAH SAYA HARAPKAN. PERGI!

Kata-kata itu selalu memenuhi rongga kepala Anggrek sampai ia tiba dirumah orang tua angkatnya. Anggrek berjalan dengan wajah lesu dan berlari kedalam kamarnya.

Anggrek melempar topinya sembarangan lalu menjatuhkan badannya diatas kasur sembari mengingat kejadian tadi dirumah Eliana. Anggrek menutup wajahnya dengan bantal dan tertidur dengan lelap.

 

"Anggrek," Panggil Susi yang berada didepan pintu kamarnya.

"Anggrek," panggilnya lagi yang didengar Anggrek, gadis itu berlari membuka pintu kamarnya mendapati Susi didepan sana.

Anggrek tersenyum mendapati mama angkatnya ini.

"Mama udah pulang?" tanya Anggrek.

"Kamu ngapain seharian ini?" tanya Susi seraya berjalan menuju ruang tamu diikuti Anggrek dari belakang.

"Ke rumah ib---"

"Mama...." teriak Delia yang memotong pembicaraan Anggrek dan Susi.

"Apa sayang?" seru Susi dari ruang tamu.

"Ini ma, sepeda aku ban nya kempes, padahal tadi pagi gak kenapa-napa." adu Delia membuat Susi melirik Anggrek dengan curiga.

"Kamu pasti yang udah ngempesin ban sepeda kakak?" tuduh Susi.

"Aku minjam sepada kakak ma, tadi ak---"

"Udah berapa kali mama bilang, jangan pernah pake sepeda kakak keluar rumah." bentaknya membuat Anggrek menunduk salah.

"Biarin aja ma, besok kakak pompa ma." ucap Delia.

"Diam kamu, mama mau ngomong sama Anggrek! Mending kamu ke kamar dan tidur!" ucap Susi yang dipatuhi oleh Delia, gadis itu meninggalkan Anggrek dan Susi berdua diruang tamu.

Susi menatap Anggrek dengan tatapan menyelidik sedangkan yang ditatap hanya bisa tertunduk.

"Kamu jadi anak kenapa nakal si Ngrek? Udah berapa kali mama peringati jangan pake barang kakak, tapi kamu malah make tanpa izin. Harus dengan cara apa mama ngomong sama kamu Nggrek?" ucap Susi.

"Ma, aku cuman minjam sebentar, besok aku betulin ban nya ma." ujar Anggrek lirih.

"Alah, kamu bisanya omong doang, dulu juga gitu ujung-ujungnya ngerusak barang kakak aja bisanya. Emang ga guna kamu Nggrek, pantas Eliana ga mau ngakuin kamu sebagai anaknya." ucap Susi, lagi dan lagi Anggrek harus menerima perkataan jahat itu. Jika semua orang tidak menginginkannya kenapa Allah masih memberikan ia umur sampai detik ini. Kepedihan yang selalu ia terima tak bisa lagi ia ceritakan kepada siapapun.

Hidupnya hanya penuh dengan luka dan luka. Untuk bahagia saja Anggrek tak berani karena baginya kebahagiaan tak akan pernah singgah untuk dirinya.

"Cukup! Cukup ma, aku tau aku salah, aku minta maaf tapi jangan pernah bilang aku anak ga guna ma, aku juga pengen dibilang anak yang berguna cuman aku belum bisa menjadi apa yang mama dan ibu inginkan, maafkan aku. Izinkan aku menunjukkan kalau aku juga bisa seperti kak Delia. Aku juga anak mama, jangan bilang kek gitu ma, jangan!" ucapnya tanpa ia sadar air matanya mengalir membasahi pipinya.

"Kamu dan Delia itu ga akan pernah sama Nggrek! Delia itu jauh lebih baik daripada kamu, dan jangan harap saya akan mempelakukan kamu layaknya Delia, jangan mimpi!" bentak Susi berlalu meninggalkan Anggrek yang tengah menatapnya sendu.

Gadis itu berjalan menuju kamarnya disana terdapat Delia yang tengah duduk seraya memainkan ponselnya, mendapati Anggrek memasuki kamar membuat Delia menatapnya iba.

"Maafin kakak ya Nggrek." serunya sedangkan Anggrek hanya membalasnya dengan senyum singkat dan menjatuhkan badanya disebelah Delia.

"Gara-gara kakak, kamu dimarahin, seharusnya kakak ga bilang ke mama tadi." ujarnya penuh penyesalan.

"Iya kak ga papa, lagian aku juga udah kebal diginiin sama mama dan ibu," ujar Anggrek.

"Aku tidur dulu kak."

Bab 2

"Pagi, Delia sayang," seru Susi kini tengah berada disebelah ranjang Delia, gadis itu tampak masih tidur.

"Bangun nak, nanti telat ke sekolahnya." ucap Susi seraya mengelus kepala Delia dengan sayang yang berhasil membuat gadis itu terbangun dari dunia mimpinya.

"Jam berapa ma?" tanyanya dengan suara serak.

Susi tersenyum melihat putrinya "Jam setengah enam nak." balasnya.

"Delia mandi dulu, papa belum berangkat kan ma?" tanya gadis itu yang telah berdiri didepan pintu kamar mandi.

Susi menggeleng "Belum,"

Susi keluar dari kamar Delia dan berjalan kemeja makan, memastikan sarapan apa yang di hidangkan pagi ini untuk suami dan anaknya.

"Anggrek," Panggilnya.

"Iya ma?" balas gadis itu seraya bejalan membawa dua gelas susu putih dan diletakkannya diatas meja.

"Ini rotinya kamu kasih selai Kacang ya?" tanya Susi mengangkat satu roti kedepan wajah Anggrek yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.

"Saya kan udah bilang kalau Delia alergi kacang! Kamu mau nyelakain anak saya?" tudingnya tak beralasan.

"Ngak ma, Anggrek ga bermaksud seperti itu." ujarnya takut.

Susi mengedarkan pandangannya dari ujung ke ujung melihat apa saja sarapan dan minuman yang telah di siapkan anak angkatnya ini.

Susi berjalan mendekati meja makan dan meraih satu gelas berisikan kopi hitam didalamnya, mengangkat gelas itu kedepan wajah Anggrek yang kini tampak ketakutan.

"Ini punya siapa?!" tanyanya dengan nada meninggi.

"Aku ma," lirih Anggrek.

"Sejak kapan saya memperbolehkan kamu minum kopi? Sejak kapan?!" bentaknya.

"Tapi Anggrek ga bisa kalau ga minum kopi dipagi hari ma." balas Anggrek takut.

Susi menangkup wajah Anggrek dengan keras dan menyuapi secara paksa kopi hitam dimulut Anggrek membuat Anggrek tersedak.

"Minum sampe habis, jangan sisakan sedikitpun!" Marahnya.

Setelah meminta Anggrek meminum kopi hitam tanpa jeda, kini Susi berjalan menuju roti yang tadi dipermasalahkannya. Susi mengambil tiga lembar roti berselai kacang dan menyuapinya secara paksa kedalam mulut gadis malang itu.

"Makan sampai habis!" ujarnya marah.

Anggrek hanya bisa menangis diperlakukan secara jahat oleh ibu angkatnya ini.

Rahang Anggrek terasa sakit akibat dipaksa memakan banyak roti dan dipaksa meminum kopi tanpa jeda.

"Ada apa ini?" tanya Arman yang baru saja pulang dari masjid.

"Tanya saja sama dia!" ketus Susi pada suaminya.

Arman melihat Anggrek dengan heran dan mendekati putri angkatnya itu.

"Ada apa nak?" tanyanya pada Anggrek yang tengah menangis seraya menutup mulutnya dengan satu tangan.

"Anggrek berangkat sekolah dulu, pa." pamitnya tanpa mau menjawab pertanyaan Arman.

"Susi! Kamu keterlaluan," geram Arman pada istrinya.

"Diam kamu mas, ini urusan aku sama dia, kamu gak berhak ikut campur!" ujar Susi.

"Aku ini kepala keluarga disini, jadi apapun yang terjadi itu urusan ku!"

"Dia anak ku bukan anak mu, jadi stop ikut campur!" Susi pergi meninggalkan Arman sendirian tanpa menghiraukan panggilan Arman.

"Pa, mama mana?" tanya Delia yang kini berada di meja makan.

"Kamar, kamu sarapan dulu aja, papa juga mau ganti baju." ucap Arman meninggalkan Delia dimeja makan, gadis itu menatap meja makan yang berantakkan dan melirik ke dapur mencari keberadaan Anggrek.

"Anggrek mana ya? Biasanya dia yang nyiapin sarapan." monolognya melihat meja makan kosong tanpa roti yang ada cuman dua gelas susu putih disana.

"Pa, Anggrek mana?" tanya Delia pada Arman yang kini berada didepannya.

"Udah berangkat." ucapnya mengabil selembar roti dan diolesi selai kacang.

"Kok cepat pa?"

"Dimarahin mama kamu, makanya dia pergi cepat." Ujar Arman seraya memakan roti nya.

Delia hanya bisa terdiam, dia tau apa yang telah mama lakukan terhadap Anggrek, mama mereka memang pilih kasih.

--------

"Pagi Anggrek," sapa Murni yang baru datang.

"Anggrek lo sakit?" tanya Murni melihat sahabatnya hanya diam dengan mata sembab.

"Ngrek, lo ada masalah?" tanya nya lagi seraya duduk disebelah Anggrek. Gadis malang itu langsung memeluk Murni dengan erat.

"Gue capek," lirihnya dengan suara serak.

Murni menatap punggung Anggrek iba, gadis itu tau apa yang dialami sahabatnya.

"Lo kuat Ngrek, jangan nyerah." ujar Murni seraya mengusap punggung Anggrek.

"Mereka semua benci gue Mur, mereka ga pengen gue ada." isaknya.

Murni melepaskan pelukkannya dan memegang kedua bahu gadis rapuh itu.

"Liat gue Ngrek!" pintanya yang dipatuhi Anggrek.

"Biarkan mereka semua membenci lo, biarkan mereka semua tak menginginkan lo. Tapi ingat lo punya yang satu Ngrek, Allah tak pernah jauh dari lo, lantas apa yang membuat lo putus asa?" ujar Murni memberikan kekuatan kepada sahabat malangnya itu.

"Tapi gue udah gak kuat, gue lelah disalahin mulu Mur, gue dibanding-bandingin mulu. Gue anak kandungnya juga tapi kenapa gue di jadiin anak tiri."

"Ayah gue juga ga tau dimana, hidup gue hancur Mur, hancur." lanjut Anggrek.

Murni menghapus air mata sahabatnya itu, "Lo ga boleh ngomong gini, Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan kita Ngrek, Apapun yang lo alamin kemaren dan hari ini itu tandanya Allah percaya kalau hanya lo yang mampu melewatinya. Jadi jangan pernah menyerah karna Allah selalu bersama hambanya." ucap Murni kembali memeluk Anggrek.

"Makasih Mur." ujarnya lirih, Murni hanya tersenyum.

"Lo nanti mau makan apa?" tanya Murni yang hanya dibalas gelengan oleh Anggrek.

"Ya udah, makan ini aja nanti." Murni memberikan kotak kepada Anggrek yang diterimanya dengan wajah penuh tanya.

"Apa ini Mur?" tanyanya.

"Itu bekal untuk lo." ucap Murni seraya tersenyum.

"Buat gue?" herannya.

"Iya sayang ku, itu gue siapin buat lo."

"Buat lo mana Mur?" tanya Anggrek tak enak hati.

"Ada kok, gue siapinnya dua, buat gue dan buat sahabat gue," ujar Murni.

"Ini juga ada titipan dari kak Hani, katanya jajan untuk lo." Murni memberikan selembar uang berwarna hijau kepada Anggrek yang langsung ditolak gadis itu.

Anggrek tau kalau kehidupan Murni juga sama dengan kehidupannya, walau orang tua Anggrek mampu tapi mereka tidak pernah memberikan uang lebih kepada Anggrek, bahkan uang jajan Anggrek saja hanya cukup untuk naik angkot.

Melihat hidupnya yang malang membuat Murni berinisiatif untuk membantu Anggrek, setidaknya dengan membawakan bekal untuk sahabat malangnya itu. Terkadang Murni juga memberikan uang jajan untuk Anggrek jika kakaknya telah gajian, seperti saat ini.

"Terima aja Ngrek, lagian ini kak Hani yang ngasih, kak Hani lagi dapat bonus." ucap Murni menyelipkan uang itu di saku baju Anggrek.

Anggrek tersenyum bahagia setidaknya ada yang sayang kepadanya walau bukan keluarganya sendiri.

"Bilangin makasih buat kak Hani ya." ujar Anggrek dibalas anggukan Murni.

"Woi Anggrek! Dicariin juga." seru Ratu, sepupu Anggrek.

"Ada apa?" tanya Anggrek.

"Temanin gue, ketemuan ya!" ajaknya.

"Ketemuan sama siapa?" tanya Anggrek curiga, ia tau sepupunya ini sedikit nakal jadi Anggrek harus hati-hati.

"Pacar baru gue." ujarnya senang.

"Anggrek mau pulang bareng gue, lo pergi sendiri aja, Tu." timpal Murni.

"Ga, gue mau pergi bareng Anggrek, biar kalau pulang gue ga dimarahin sama mama gue." ucap Ratu.

"Itu derita lo Ratu." geram Murni.

"Bukannya lo udah punya pacar ya? Kenapa sekarang mau ketemuan lagi?" tanya Anggrek heran, setau Anggrek gadis itu baru saja jadian dengan kakak kelas mereka.

"Iya, sih tapi gue juga mau sama yang ini Ngrek, mau ya temanin gue." pintanya memohon.

"Sebentar doang ya." ujar Anggrek yang dibalas cingiran oleh Ratu.

"Eh gatel, lo mau selingkuh dari kak Frans?" tanya Murni.

"Bisa dibilang gitu sih, orang cantik mah bebas." ujarnya percaya diri.

"Lo gila? Gue aduin Frans baru tau rasa." Ancam Murni.

"Aduin aja, kan lo ga punya bukti kalau gue sekingkuh." tantang Ratu.

"Ngrek, lo yakin namanin Ratu ketemuan? Lo tega liat Frans di selingkuhin?" tanya Murni pada Angrek yang hanya dibalas gelengan oleh gadis itu.

"Trus kenapa mau nemanin?" tanyanya heran sendiri.

"Palingan si Ratu yang bakal jadi simpanan Mur, ga usah takut kali." ujar Anggrek dibalas kekehan oleh Murni.

Bab 3

Seperti yang mereka bicarakan tadi bahwa pulang sekolah mereka akan menemui cowok baru yang akan Ratu gebet berikutnya.

"Anggrek buruan!" panggil Ratu yang kini tengah berada dipakiran.

Anggrek berjalan menuju Ratu, gadis itu tampak memoles wajahnya yang terlihat lebih menor dari tadi pagi.

"Ratu, itu pipi lo habis di tonjok?" tanya Anggrek.

"Enak aja, tadi itu gue make up dulu, cantik kan?" tanyanya percaya diri.

"Hah? Make up? Lo masih 15 tahun loh Rat, ntar wajah lo rusak baru nyesal." ujar Anggrek ngeri sendiri.

"Bacot deh, buruan ntar dia marah lagi." ujarnya berjalan mendahului Anggrek.

"Emang pacar lo Smp mana sih?" tanya Anggrek yang menyamai posisi mereka.

"Smp Garuda,"

"Trus Frans gimana?"

"Gak gimana-gimana Ngrek, lo brisik deh!" geramnya.

Tak lama mereka bertemu dengan pria yang tadi Ratu bicarakan, pria berkulit putih, hidung mancung dan mata sipit serta bibirnya yang merah. Pria itu sangat tampan diusianya yang baru beranjak 15 tahun.

Pria itu tersenyum kearah Anggrek dan Ratu.

"Hai, udah lama nunggu?" tanya Ratu pada pria itu.

"Ga juga, kamu sama siapa?" tanyanya seraya melirik Anggrek.

"Oh, ini Anggrek sepupu aku." ujarnya seraya melirik Anggrek sekilas.

"Anggrek, ini Haikal yang gue bilang tadi." lanjutnya memperkenalkan Haikal kepada Anggrek.

"Haikal," Ujarnya seraya mengulurkan salam perkenalan yang dibalas oleh Anggrek.

"Anggrek," ucapnya lalu menarik tangannya kembali.

"Duduk yuk!" Ajak Haikal mempersilakan mereka untuk duduk.

"Jadi gimana, Kal? Kamu mau ngajak aku jadian kan?" pedenya.

"Maaf Ratu, tapi gue kesini mau bilang kalau lo ga usah temui gue lagi!" ujar Haikal.

"Kenapa?" tanya Ratu.

"Karna Frans itu sepupu gue, lo bisa bohongin Frans tapi gak dengan gue."

"Aku bisa putusin Frans demi kamu kal." ujarnya mencoba meyakinkan Haikal.

"Sorry, mending lo sama Frans aja." ucap Haikal yang kini tengah berdiri dari tempatnya.

"Lain kali jadi cewek yang jujur!" lanjutnya berjalan mendekati mogenya.

"Haikal! Tunggu!" panggil Ratu yang tak didengarkan oleh pria itu.

"Gue balik Ngrek!" pamit Haikal pada Anggrek yang berdiri disebelah motornya.

Anggrek hanya membalas dengan anggukan, gadis itu tak ingin ikut campur dengan apa yang terjadi antara sepupunya dan pria itu. Bagi Anggrek apapun yang dilakukan Haikal saat ini adalah tindakan yang benar karena bagaimanapun Ratu adalah pacar dari sepupunya sendiri.

"Anggrek, lo kenapa diam aja?! Tahan ekal dong." pintanya tak mau Haikal pergi darinya.

"Biarin dia pergi Tu, jangan dipaksa." ujar Anggrek.

Haikal menatap Anggrek sekilas lalu pergi melanjukan motornya meningglkan Anggrek dan Ratu.

"Ini semua gara-gara lo, kenapa lo ga pegangin dia sih?" geramnya seraya mencubit lengan Anggrek.

"Apaan sih Ratu, orang dia yang mau pergi kok." ucap Anggrek.

"Tau ah!" Ratu berjalan meninggalkan Anggrek yang kini menatapnya heran. Gadis itu tak bersyukur dengan apa yang telah ia punya.

"Kasihan Frans." monolog Anggrek, mengikuti Ratu dari belakang.

-------

"Assalamualaikum," Salam Anggrek seraya menutup pintu rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Delia yang terlebih dahulu berada dirumah.

"Kakak udah pulang?" tanya Anggrek.

"Udah Ngrek, tadi guru rapat jadi sekolah kakak pulangnya cepat." balas Delia.

"Udah masak kak?" tanya Anggrek.

"Belum," ujarnya cengengesan.

Sebenarnya Anggrek tau kalau kakaknya ini tidak pernah memasak, semua pekerjaan rumah hanya Anggrek yang mengerjainya. Tak ada yang peduli dengannya.

Ingin rasanya Anggrek meminta Delia untuk membantunya namun Susi pasti tidak mengizinkan tangan Delia melakukannya. Bagi Susi delia adalah mahkota yang tak boleh lecet sedikitpun.

"Jam berapa pulangnya tadi kak?" tanya Anggrek.

"Jam 10 dek." balas Delia santai.

"Jam 10 lo pulang tapi gak ada niat buat ngebantu gue, gue tau lo anak kesayangan tapi berhati dikit bisa nga Del? Lo itu manusia bukan patung, kenapa semuanya lo kasih ke gue, apa jari jemari lo ga berfungsi lagi? Gue capek tau Del." Batin Anggrek.

"Kamu mau masak kan Ngrek? Lebihin bikin martabak telor ya, lagi pengen soalnya." perintah Delia.

"Bikin sendiri!" ketus Anggrek.

"Tolong lah Ngrek,"

"Gue capek kak, lo bisa bikin sendiri kan? Jangan manja deh!" geram Anggrek.

"Gue aduin mama baru mampus lo Ngrek." ancam Delia.

"Aduin kak, lo itu kenapa sih? Kadang baik kadang kek iblis." geram Anggrek.

"Mau lo apa sih Ngrek? Udah baik mama nampung lo disini, kalau ngak lo udah jadi gembel, sadar dikit Ngrek." ucap Delia.

"Mau lo apa? Martabak telur? Noh beli di luar, jangan pernah nyuruh gue ini itu. Cih, lo kira gue babu lo?" ucap Anggrek tak kalah marah.

Delia menatap Anggrek marah sedangkan yang ditatap berjalan seraya menghempaskan pintu dengan keras.

Bagi Anggrek saat ini tempat yang paling nyaman adalah rumah Eliana, walaupun Eliana membencinya tapi Anggrek sangat menyayangi ibunya.

Bagi Anggrek berjauhan dari surganya adalah hal yang sangat menyiksa.

"Assalamualaikum," salam Anggrek.

"Ngapain kamu kesini? Ibu lagi pergi." ucap Nindi sinis.

Nindi tidak mempersilahkan Anggrek masuk ia kembali menutup pintu.

"Kamu boong kan Nindi? Buka pintunya Aku mau ketemu ibu!" ujar Anggrek marah seraya mendorong pintu yang ditahan Nindi.

"Auw, sakit," ucap Nindi dengan keras, membuat Willy, Eliana dan Andre berlari kearah mereka.

"Sakitt," rengeknya seraya memeluk Eliana.

"Kamu kenapa?" tanya Willy pada putrinya.

"Anggrek dorong aku sampai jatuh yah." bohongnya membuat Willy dan Eliana menatap Anggrek tajam.

"Kak Anggrek dorong kak Nindi?" tanya Andre.

"Kakak ngak dorong kak Nindi, Ndre." ucapnya.

"Boong, tadi kamu dorong aku." ucap Nindi seraya memeluk erat Eliana.

"Ibu, Anggrek ga mungkin dorong Nindi, ibu percaya Angrek kan?" tanyanya pada Eliana berharap wanita itu akan mempercayainya.

Eliana melepas pelukan Nindi dan memeberikan gadis berumur 10 tahun itu kepada Willy, Nindi melihat Anggrek dengan senyum penuh kemenangan.

Eliana berjalan mendekati Anggrek.

"Ibu percaya kan? Anggrek ga bohong bu," ujarnya lagi.

PLAK!

Tamparan Eliana mendarat dengan baik dipipi Anggrek. Gadis malang itu terdiam seraya memegang pipinya yang terasa panas, kali ini Anggrek tak bisa mengeluarkan air matanya seharian matanya menangis dan mata itu tampak lelah untuk menangis lagi.

"Kurang bu?" tanya Anggrek pada Eliana.

"Satu lagi bu." ucap Anggrek seraya menunjuk pipi kanannya.

"ANGGREK!" bentak Eliana yang hanya dibalas senyuman oleh gadis itu.

"Aku kira sebenci-bencinya ibu kandung pada anaknya gak akan pernah main tangan, namun aku salah, bencinya ibu pada anaknya memang menutup mata mereka tentang kebenaran bahwa aku anak kandungnya. Lagi bu, ini belum" ucap Anggrek dengan lirih seraya menepuk-nepuk pipi kanannya.

"Anggrek, ibu kamu sedang marah jangan dipancing. Lagian kamu yang salah juga." ucap Willy membuat Anggrek melempar tatapan tajam kearah pria yang sekarang menjadi ayah sambungannya.

"Saya gak salah! Anda kalau ga tau diam aja!" geram Anggrek.

"Anggrek, bicaramu bisa dijaga?!" tanya Eliana marah.

Anggrek terkekeh kecil, "Kenapa?"

"Yang sopan Ngrek! Dia itu ayah kamu." ucap Eliana.

"Dia itu SUAMI ibu BUKAN ayah aku!" balas Anggrek.

"Anggrek!!" bentak Eliana kembali menampar pipi kanan Anggrek.

Gadis itu menatap ibunya tajam, entah apa yang ada diotak Anggrek sampai emosinya tak bisa tertahan lagi.

"Puas bu?!" tanyanya penuh penekanan.

"Aku ini ANAK KANDUNGMU BUKAN ANAK TIRIMU BU!"

"Jika kau membenciku kenapa tak kau bunuh aku?"

"Kenapa kau masih melahirkan aku ke bumi yang jahat ini?"

"Kenapa?" tanyanya dengan dagu keatas.

"Jaga sikapmu Anggrek! Saya ini ibu mu."

"Ibu? Sejak kapan? Sejak kapan kau ibuku? Pernahkah kau bertanya bagaimana aku? Pernahkah kau berada disisiku ketika aku terbaring lemah? Pernahkah kau ada saat aku terpuruk? Pernah? NGAK BU!!!!"

"Kau menganggap aku ada ketika kau butuh aku, kau jadikan aku asisten rumahmu, kau minta aku mencuci pakaianmu, kau minta aku menjadi orang asing ketika keluarga suami mu datang,"

"Jika kau tak menginginkan ku, berikan aku kepada ayahku!" ucap Anggrek tajam.

"Ayahmu sudah lama mati!" ucapnya.

"Boong, kau bohong, ayahku masih hidup, kau jahat bu, jahat."

"Demi laki-laki ini kau tega meminggalkan suami pertama mu, sampai kapapun aku tak akan menganggap dia ayahku dan sampai kapanpun aku ga akan pernah memaafkan semua perbuatanmu bu!" ucap Anggrek seraya berlari keluar rumah dengan derai air mata yang tadi tak keluar, entah kenapa saat mendengar pengakuan sang ibu tetang ayahnya Anggrek merasa lemah dan gemetar, bagaimana bisa ibunya mengatakan jika sang ayah telah meninggal, jika ayahnya telah lama meminggal kenapa Eliana tak pernah memberi tahu pemakamannya dimana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!