NovelToon NovelToon

Tiga Tahun Setelah Kau Pergi

Bab Satu

Amanda tersenyum saat melihat Aditya yang datang membawa segelas susu dan sepiring cemilan untuk dirinya. Suaminya itu sangat perhatian dan penyayang.

"Sayang, jangan lupa minum susu," ucap Aditya seperti dengan anak kecil.

Aditya selalu mengingatkan istrinya Amanda untuk minum vitamin dan susu untuk ibu hamil. Pria itu sangat menyayangi dan mencintai istrinya. Terlihat dari sikapnya yang manis.

"Nanti saja, Mas. Aku masih kenyang," jawab Amanda.

Amanda lalu bersandar ke bahu sang suami. Mereka menonton sinetron sambil sesekali bercanda.

Pernikahan Amanda dan Aditya hampir satu tahun lamanya. Suaminya selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang melimpah. Dia merasa wanita yang paling beruntung.

Mereka berkenalan saat sama-sama bekerja di satu perusahaan. Sejak Amanda dinyatakan hamil, Aditya memintanya berhenti. Itu semua demi kesehatan bayi dan tentu saja istrinya.

Saat ini kehamilan Amanda telah memasuki bulan ke sembilan. Perhatian Aditya makin terlihat. Dia tak mengizinkan istrinya melakukan hal-hal berat, takut akan mempengaruhi kehamilan sang istri.

Untuk masak saja, Aditya yang melakukan. Dia masak sebelum pergi kerja untuk sarapan dan makan siang. Sedangkan buat makan malam, suaminya masak setelah pulang kerja.

Saat keduanya sedang asyik menonton, gawai suaminya berdering. Aditya mengambil dari saku celananya. Dia hanya melirik sekilas ke arah layar dan mematikan.

"Dari siapa, Mas. Kenapa dimatikan?" tanya Amanda.

"Dari teman," jawab Adit dengan tersenyum. Dia mengusap rambut istrinya dengan lembut.

"Kenapa tak kamu angkat saja, Mas?" Kembali Amanda bertanya. Tidak biasanya Adit mematikan sambungan ponselnya. Kemarin-kemarin, setiap menerima panggilan dia selalu menerima walau di depan istrinya. Hal itu membuat Amanda jadi bertanya.

"Aku nggak mau waktu kebersamaan denganmu di ganggu. Lagi pula aku rasa tak ada hal penting yang harus kami bicarakan," jawab Adit.

Amanda memandangi suaminya dengan penuh tanda tanya. Melihat tatapan istrinya, Adit lalu mengacak rambut wanita itu.

"Sebaiknya kita tidur. Tak baik ibu hamil begadang. Apa lagi kehamilan kamu sudah mendekati hari H. Harus banyak istirahat, Sayang," ucap Adit. Sepertinya dia berusaha mengalihkan obrolan.

Aditya lalu membantu istrinya berdiri dan menggandeng tangannya menuju ke kamar. Dia membaringkan tubuh dengan Amanda yang berada dalam pelukannya.

"Mas, terima kasih karena mencintaiku dan menyayangiku. Aku merasa wanita paling beruntung karena memiliki suami yang sangat perhatian seperti kamu, Mas," ucap Amanda.

Aditya hanya menjawab ucapan istrinya dengan senyuman. Dia lalu mengecup dahi Amanda dengan lembut.

"Jangan mengucapakan terima kasih, Sayang. Sebagai suami sudah menjadi kewajiban bagiku untuk menyayangi kamu, apa lagi sebentar lagi kamu akan menjadi ibu dari anakku. Di rahim ini sedang tumbuh benih cinta kita," ucap Aditya dengan suara lembut.

"Semoga cinta kita tumbuh hingga kita menua, Mas," balas Amanda.

Aditya mengusap punggung istrinya. Dan jika tidur terlentang, dia mengusap perut buncitnya, hingga wanita itu terlelap.

Setelah mendengar deru napas yang teratur, pertanda istrinya telah tidur, Aditya keluar dari kamar. Dia menuju dapur dan melakukan panggilan telepon dengan seseorang. Cukup lama Aditya mengobrol. Setelah itu dia kembali ke kamar dan membaringkan tubuh di samping istrinya.

***

Aditya terbangun ketika merasakan pergerakan di ranjang. Dia melihat istrinya yang duduk di pinggir tempat tidur. Pria itu bangun dan memeluk istrinya. Mengecup pipinya dengan sangat mesra.

"Sayang, kenapa bangun? Apa si kecil membuat kamu sulit tidur?" tanya Adit dengan lembut. Pria itu selalu saja berucap dengan kata-kata yang manis.

"Mas, pinggangku terasa sakit. Tapi kadang hilang, dan kadang rasa sakit itu datang lagi," jawab Amanda.

Adit lalu mengusap pinggang istrinya. Kembali dia mengecup pipi istrinya itu.

"Apa masih sakit, Sayang?" tanya Adit sambil terus mengusap pinggang istrinya.

"Masih, Mas. Seperti kataku tadi. Kadang sakit, kadang hilang rasa sakitnya," jawab Amanda.

Aditya lalu memeluk istrinya. Dia mengecup dahinya cukup lama dengan tangan yang sebelah kiri terus mengusap pinggang Amanda.

"Mas, apa aku mau melahirkan?" tanya Amanda.

Amanda teringat ucapan dokternya beberapa hari lalu saat dia terakhir kali memeriksa kandungannya. Dokter mengatakan jika hari persalinannya sudah dekat, dan nanti saat akan melahirkan dia akan merasakan pinggang dan pinggul sakit.

"Apa ini sudah saatnya melahirkan, Sayang?" tanya Adit dengan tangan masih terus mengelus punggung hingga panggul istrinya itu.

"Menurut hari perkiraan lahir masih satu minggu lagi, Mas. Tapi apa Mas ingat kata dokter, bisa saja melahirkan cepat seminggu dari hari perkiraan atau telat seminggu," ucap Amanda.

"Kalau begitu sebaiknya kita ke rumah sakit, Sayang. Aku gak mau terjadi sesuatu denganmu atau bayi kita," ucap Adit.

Adit langsung turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. Dia keluar setelah membasuh wajahnya. Mengganti baju tidur yang di pakai dengan baju kaos oblong.

"Aku bantu kamu mengganti baju, ya Sayang!" seru Adit.

Adit lalu mengambil baju Amanda dan menggantinya. Dia selalu saja melakukan semuanya. Istrinya benar-benar diratukan olehnya.

Adit menyiapkan mobil di halaman rumah. Setelah itu dia kembali masuk, digendongnya sang istri dan didudukan di samping jok kemudi.

"Sayang, masih sakit banget?" tanya Adit dengan wajah cemas.

Amanda meraih tangan suaminya dan menggenggamnya erat. Tak terbayang jika tanpa pria itu. Saat ini kedua orang tuanya telah meninggal. Kecelakaan sebulan setelah dia menikah.

"Mas, berjanjilah ... Kamu tak akan meninggalkan aku walau apa pun yang terjadi. Aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi. Hanya kamu tempatku mengadu dan bersandar. Mas adalah suami, ayah dan saudara bagiku," ucap Amanda.

Entah mengapa akhir-akhir ini dia begitu takut kehilangan sang suami. Apa lagi satu bulan belakangan Aditya selalu menerima telepon secara diam-diam. Tidak seperti biasanya. Dia juga tak menyentuh Amanda. Pernah wanita itu tanya, alasan yang diberikan suaminya karena takut menyakiti dirinya. Padahal dokter mengatakan, berhubungan saat usia kandungan memasuki bulan sembilan baik untuk kelancaran lahir normal.

Kontraksi rahim tersebut akan membuat kepala janin turun ke bawah dan membuka jalan lahir untuk proses persalinan. Jadi, hubungan seksual pada usia kehamilan 9 bulan sangat dianjurkan dan bermanfaat untuk proses persalinan.

"Kenapa bicara begitu, Sayang? Jangan berpikir terlalu jauh. Kamu itu mau melahirkan, jangan berpikir yang bukan-bukan. Apa aku terlihat seperti ingin pergi?" Aditya balik bertanya.

Amanda tak menjawab pertanyaan sang suami karena panggul dan perut bagian bawah terasa tegang dan nyeri. Seperti ada yang mendesak ingin keluar.

"Mas, apa bisa dipercepat sedikit. Perutku terasa sakit," ucap Amanda.

"Sayang, tahan. Sedikit lagi kita sampai," balas Aditya dengan perasaan cemas.

Amanda tampak meringis menahan sakit. Akhirnya Aditya mempercepat laju mobilnya.

Bab Dua

Sampai di rumah sakit, Adit langsung menuju ruang IGD. Dia menggendong Amanda dan membawanya masuk ke ruang tersebut.

Amanda dibaringkan di tempat tidur pasien. Sambil menunggu dokter jaga, Aditya mengusap punggung istrinya yang tidur miring.

"Tahan sedikit lagi, Sayang. Dokter sedang menuju ke sini," ucap Adit mencoba menghibur istrinya agar tak kepikiran terus.

Beberapa saat kemudian datang dokter dengan dua orang perawat. Dokter lalu meminta Aditya untuk keluar dari ruangan.

Setengah jam berlalu, akhirnya dokter keluar dari ruangan. Aditya langsung berdiri dan menghampiri dokter tersebut.

""Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Aditya. Dia tak sabar ingin tahu keadaan sang istri.

"Istri Anda akan segera kami pindahkan ke ruang persalinan. Ibu telah pembukaan empat saat ini," jawab Dokter kandungan itu.

"Maksudnya pembukaan empat itu apa ya, Dok?" tanya Aditya pengen tahu. Dia baru kali ini menghadapi orang yang akan melahirkan, jadi tak mengerti bahasa kedokteran.

"Pembukaan lahiran adalah proses terbukanya leher rahim yang akan menjadi jalan keluar bayi. Pembukaan lahiran antar ibu yang baru pertama melahirkan dengan yang sudah pernah melahirkan memiliki sedikit perbedaan. Mungkin akan lebih lama bagi ibu yang pertama lahiran, Pak," jawab Dokter.

"Begitu, Dok. Jadi berapa lama lagi istri saya lahiran jika sudah pembukaan empat itu, Dok?" tanya Adit lagi.

"Kala pertama dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm berlangsung sekitar 6 jam. Tapi bisa cepat, bisa lama. Tergantung kondisi ibunya," jawab Dokter itu lagi.

"Menjelang lahiran yang akan terjadi enam jam lagi, apa yang sebaiknya istri saya lakukan agar cepat lahiran, Dok?" Lagi-lagi Adit bertanya.

"Bapak bisa mengajak ibu berjalan, jongkok atau nungging agar bayi segera menuju jalan rahim. Saya masih ada pasien. Satu jam lagi saya kembali. Bapak bisa dampingi ibu sekarang," ucap Dokter itu sebelum berlalu.

Aditya masuk ke kamar persalinan. Ada beberapa wanita juga yang sedang menahan sakit karena akan melahirkan. Pria itu berjalan menuju tempat tidur istrinya. Amanda tampak meringis menahan sakit.

"Sayang, kamu mau sarapan apa? Biar aku belikan di kantin," ucap Adit.

Adit memilih duduk di bangku samping tempat tidur istrimu. Dia mengusap punggung Amanda dengan lembut.

"Aku tak lapar, Mas. Sakitnya makin terasa," ucap Amanda dengan terbata. Air mata tampak jatuh membasahi pipinya.

"Sayang, apa yang harus aku lakukan agar rasa sakitmu itu bisa hilang, atau berkurang. Jika saja rasa sakit itu bisa dipindahkan, aku rela menanggungnya," ucap Adit dengan suara sendu.

Aditya menghapus air mata istrinya. Dia mengecup dahi sang istri dengan lembut. Dalam kesakitannya Amanda merasa bersyukur memiliki suami seperti Adit. Walau dunia kejam karena telah memanggil kedua orang tuanya, tapi kehadiran pria itu mampu mengobati lukanya.

"Sebentar lagi mama dan Kak Dian datang. Mungkin mereka bisa mengatakan bagaimana cara untuk mengurangi rasa sakit yang kamu rasakan, Sayang. Mereka kan sudah pengalaman melahirkan," ucap Aditya.

Amanda hanya mengangguk. Untuk mengeluarkan suara rasanya sudah tak sanggup.

"Sayang, kata dokter untuk mempercepat persalinan, kamu bisa berjalan, jongkok atau nungging," kata Aditya.

"Sebentar lagi aku coba, Mas. Saat ini aku masih ingin berbaring," jawab Amanda.

Setelah beberapa saat, akhirnya Amanda bangun. Aditya membantu istrinya itu. Dia berjalan keluar ruangan setelah meminta izin dengan perawat.

Saat sedang asyik berjalan terdengar suara seseorang memanggil nama suaminya. Amanda dan Aditya menoleh ke asal suara. Tampak seorang wanita dewasa dan paruh baya mendekat. Itu mama mertua dan kakak iparnya.

"Bagaimana keadaan Amanda, Dit?" tanya Mama Mertuanya yang bernama Farida.

"Dokter tadi bilang sudah pembukaan empat. Apa Mama ada bawa sarapan untuk Manda?" tanya Aditya.

"Ini tadi mama beli bubur ayam. Kamu duduk dulu. Sarapan biar ada tenaga untuk lahiran," ucap Bu Farida.

"Iya, Ma," jawab Amanda.

Amanda di bantu Aditya duduk di bangku tunggu. Pria itu mengambil bubur yang ibunya belikan dan menyuapi istrinya dengan telaten. Baru beberapa suap, wanita itu menolaknya.

"Sudah, Mas. Aku kenyang," ucap Amanda.

"Kamu harus habiskan, Nak. Biar ada tenaga saat nanti mengejan," ucap Ibu Mertuanya.

"Aku tak ada selera, Ma. Perut dan panggulku makin terasa sakit," ringis Amanda.

"Itu biasa, Manda. Nanti saat anakmu dah lahir semua langsung hilang. Tak boleh manja. Banyak bergerak agar mudah lahiran," ucap Kak Dian.

"Iya, Kak."

Dokter dan dua perawat datang. Meminta Amanda masuk untuk diperiksa. Yang boleh mendampingi hanya satu orang, sehingga ibu dan kakaknya Adit hanya bisa menunggu di luar.

Dokter itu memeriksa setelah Amanda berbaring. Dia lalu mengisyaratkan dengan mata pada perawat.

"Bu Amanda ini sudah saatnya ibu lahiran. Nanti sebelum saya perintah untuk mengejan, Ibu jangan lakukan. Ibu dengar aba-aba dari saya, baru lakukan. Setiap akan mengejan, Ibu bisa tarik napas dulu. Sekarang kita siap-siap," ucap Dokter.

Amanda tampak gugup dan tegang. Aditya menggenggam tangan istrinya untuk memberikan kekuatan. Dia lalu mengecup dahi wanita itu.

"Sayang, kamu pasti bisa dan kuat demi putri kita. Bukankah kamu ingin lahiran normal. Aku akan tetap di sini, mendampingi kamu," ucap Aditya mencoba menghibur sang istri.

Dokter lalu memberikan aba-aba agar Amanda segera mengejan. Karena kepala bayi sudah masuk ke jalur rahim.

Amanda menarik napas dan lalu mencoba mengejan. Namun, dia tak kuat. Justru rasa sakit makin dia rasakan. Dia lalu mencakar tangan suaminya untuk mengurangi rasa sakit. Wanita itu terdiam sesaat untuk memulihkan tenaganya.

"Sekarang kita coba lagi. Ibu bisa menarik napas kembali, sekarang mulai lah coba mengejan lagi seperti mau buang air besar," ucap Dokter.

Amanda kembali menarik napas dalam. Dia kembali mengejan seperti yang Dokter perintahkan. Dengan satu tarikan napas dia terus mencoba. Dalam hatinya bertekad harus kuat demi sang buah hati.

"Terus lakukan, Bu. Sedikit lagi. Kepala bayinya sudah kelihatan," ucap Dokter memberikan semangat.

Amanda sudah tak tahan. Dia kembali diam. Setelah beberapa saat atas perintah dokter dia mencoba lagi. Dangan satu tarikan napas dia melakukannya kembali. Mencoba mengejan lagi.

"Sedikit lagi, Bu. Teruskan mengejannya," ucap seorang perawat.

Amanda mencoba melakukan seperti orang yang mau buang air besar. Dan akhirnya terdengar suara tangisan bayi. Aditya langsung mengucapkan syukur. Tadi sempat terlintas untuk meminta dokter melakukan Caesar saja melihat sang istri yang kesulitan mengejan.

"Alhamdulillah ...," ucap Dokter itu. Di tangannya ada seorang bayi mungil.

Bab Tiga

Bayinya Amanda telah tertidur di tempat tidur anak. Dia baru saja belajar menyusul dan alhamdulilah bisa.

Amanda juga telah dibersihkan tubuhnya. Mertua dan kakak iparnya telah pulang setelah dia pindah ke kamar rawat. Mama mertuanya sudah tua, sehingga tak bisa berlama-lama lagi di luar rumah. Dia menghabiskan waktu dengan berbaring saja. Sedangkan kakak iparnya, Dian, harus pulang karena takut anaknya menangis jika ditinggalkan begitu lama.

Di kamar rawat inap hanya tinggal Amanda, suami dan bayinya. Aditya mendekati istrinya. Mengecup dahinya lembut.

"Kamu memang luar biasa, Sayang. Kamu berhasil melahirkan normal seperti keinginanmu! Aku bangga banget sama kamu. Terima kasih karena sudah melahirkan anak kita ke dunia, Sayang. Terima kasih telah membuatku menjadi pria, suami, dan seorang ayah. Ini adalah tubuh yang menumbuhkan anak-anak kita, memberi makan anak-anak kita. Tubuh ini menghibur anak-anak kita, membuat hidup.Tubuhmu adalah yang aku cintai setiap hari, terima kasih," ucap Aditya dengan lembut.

Amanda tak bisa menahan air matanya. Terharu mendengar ucapan manis dari sang suami.

"Mas, aku yang seharusnya berterima kasih padamu, karena aku dicintai sebegitu besarnya. Aku merasa wanita yang paling beruntung. Jika ini semua mimpi, aku mau tertidur selamanya. Jangan pernah berubah, Mas," ucap Amanda dengan suara serak karena menangis.

"Sayang, tak perlu berterima kasih. Aku ini suamimu, sudah sepantasnya aku memperlakukan kamu begitu," balas Adit.

Adit lalu mengecup dahi istrinya cukup lama. Amanda memejamkan matanya menikmati setiap deru napas suaminya saat mengecup dahi dan pipinya.

Amanda tampak hanya terdiam tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia merasa hidupnya begitu sempurna, memiliki suami yang perhatian dan mencintainya dengan sangat besar dan tulus.

"Sayang, nama putri kita siapa?" tanya Aditya membuyarkan lamunan Amanda.

"Seperti kesepakatan kita kemarin, Mas. Atau Mas ada nama lain?" tanya Amanda.

"Tak ada, Sayang. Nama kemarin yang kita cari itu saja," balas Aditya.

Amanda setuju dengan pendapat sang suami. Nama yang mereka berdua cari kemarin juga sudah sangat baik.

"Siapa namanya kemarin itu, Sayang?" tanya Aditya.

"Elsa Hanifah Qonita. Elsa artinya tujuan yang mulia, Hanifah artinya setia, Qonita artinya yang bersih, dan suci."

"Nama yang bagus, Sayang. Aku setuju," jawab Aditya.

**

Dua hari di rumah sakit, akhirnya Amanda diizinkan pulang. Hanya ada Aditya sang suami menjemputnya. Mama mertuanya menunggu di rumah mereka.

Sambil menunggu sang suami menjemput, Amanda berjalan menuju kasir. Beruntung dia bisa melahirkan normal sehingga dua hari setelah melahirkan diizinkan pulang.

Tadi Aditya memberikan ATM milik mereka agar sang istri bisa melakukan pembayaran. Sebenarnya itu milik Amanda. Uang dari peninggalan kedua orang tuanya di simpan di sana.

Amanda memberikan nomor PIN pada suaminya. Dia percaya pada pria itu. Justru yang sering membawa ATM itu sang suami.

Saat ini mereka memiliki usaha rumah makan yang modalnya dari orang tua Amanda. Mereka memberi modal itu sebelum terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya.

Setelah melakukan pembayaran, wanita itu minta tolong melihat saldo rekeningnya. Dia ingin tahu sisa uang simpanannya.

"Mbak, aku boleh minta tolong, cek saldo rekeningku," ucap Amanda.

"Boleh, Bu. Tunggu ya," ucap petugas di kasir.

Amanda menunggu sambil menggoyangkan kereta dorong bayinya agar sang putri tetap tidur.

"Bu, saldo akhir rekeningnya sebesar tujuh ratus tiga puluh juta," ucap petugas kasir.

"Terima kasih," ucap Amanda dengan suara gemetar.

Amanda syok mendengar saldo akhir rekeningnya. Dia mendorong kereta bayinya ke bangku tunggu. Berpikir kemana lenyapnya uang tabungan di rekening miliknya.

ATM miliknya itu memang di letakan dalam lemari saja. Dia memiliki ATM yang lain untuk kebutuhan sehari-hari, begitu juga Aditya. Dia memiliki satu.

Jika buat kebutuhan sehari-hari, pria itu bisa mengambil di kasir kafe milik mereka. Biasanya juga begitu. Hampir lima ratus juta uangnya lenyap.

Saat Amanda sedang berpikir, suaminya datang menjemput. Dia mengikuti suaminya yang berjalan dengan tas pakaian di kedua tangannya.

Dalam perjalanan pulang, Amanda hanya diam. Ingin bertanya tentang uang yang hilang di rekeningnya, takut suaminya marah. Namun, dia juga ingin tahu kemana perginya uang sebanyak itu.

"Mas, tadi saat membayar di kasir, aku menanyakan saldo rekening tabunganku. Saldonya hanya tujuh ratus juta. Apakah kamu yang mengambil uang di rekening itu, Mas?" tanya Amanda dengan suara lembut.

Amanda melihat kegugupan di wajah suaminya. Mungkin tak mengira sang istri bertanya mengenai itu. Dia lalu tersenyum menghilangkan kegugupan di wajahnya.

"Kita bicarakan di rumah aja, Sayang," ucap Aditya.

Amanda mengangguk tanda setuju. Dia membenarkan ucapan suaminya, jika sebaiknya bicara di rumah, bukan dalam perjalanan begini.

Sampai di rumah, mertuanya menyambut. Langsung menggendong cucunya. Bayi mereka memang sangat lucu dan menggemaskan.

Amanda dan Aditya mencium tangan wanita itu. Lalu duduk di sofa ruang keluarga. Semua berkumpul di sana. Mama Sari tampak sangat bahagia.

"Siapa nama cucu Oma ini?" tanya Mama sambil terus menatap si kecil.

"Panggil saja Elsa, Ma," jawab Amanda.

"Nama yang cantik seperti wajah cucu mama ini," balas Mama Sari.

Dua jam lebih mama di rumah. Kak Dian akhirnya datang menjemput. Namun, wanita itu tak turun dari mobil. Dia menghubungi melalui gawai mamanya dan meminta keluar.

"Maaf, Ma. Aku tak bisa antar hingga ke luar," ucap Amanda saat menyalami mertuanya itu.

"Tak apa, istirahatlah. Mama pulang lagi," kata Mama mertua. Wanita itu memeluk dan mengecup pipi menantunya itu.

"Sayang, aku antar Mama dulu, ya," ucap Aditya.

Aditya menggandeng tangan ibunya menuju halaman rumah. Sang kakak telah menunggu di dalam mobilnya.

Cukup lama Aditya di luar. Amanda yang mau ke kamar mencoba mengintip dari balik tirai jendela. Dia melihat ketiga orang itu bicara dengan serius. Entah apa yang mereka obrolkan.

Amanda tak mau berpikir terlalu jauh kembali melangkah ke kamar. Setengah jam kemudian barulah sang suami masuk. Dia langsung menuju ke ranjang dan mengecup dahi istrinya itu.

"Mas, apa mama sudah pulang?" tanya Amanda. Walau dia tahu sang mama mertua pasti telah pergi.

"Sudah, Sayang. Kami tadi bicara cukup lama. Mama dan Kak Dian menanyakan tentang bisnisku dengan Soni, sahabatku," ucap Aditya.

"Bisnis ...?" tanya Amanda dengan dahi berkerut. Tak pernah sekalipun sang suami menceritakan tentang bisnisnya, selain kafe milik mereka.

"Maaf, Sayang. Aku tak pernah cerita karena tak ingin kamu kuatir. Aku tak ingin semua itu mengganggu pikiranmu hingga berdampak buruk bagi kamu dan bayi kita," jawab Aditya.

Aditya naik ke ranjang dan membawa kepala sang istri untuk bersandar di bahunya. Mengecup dahi istrinya.

"Apa uang simpanan yang Mas pakai untuk bisnis ini?" tanya Amanda.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!