Suara keras alunan musik DJ dan teriakan-teriakan pengunjung membuat suasana gaduh di sebuah club malam di pusat kota, di permulaan abad ke-16.
Di tepi kerumunan, berdiri bersandar meja bar, seorang pria dengan tinggi sekitar 190cm, mengenakan kemeja berwarna putih dengan aksen garis biru di lengannya, model pas badan, membuat guratan-guratan otot perutnya sangat kentara, dipadukan celana jeans berwarna biru langit. Pinggang dan kaki panjangnya menambah keseksian si pria, dan semakin menarik perhatian banyak pasang mata wanita yang haus akan gairah percintaan.
Pesonanya tak habis sampai disana, sebuah gelas berkaki, terselip sempurna diantara jemarinya. Si pria tampak menggoyangkan pelan gelas cantik itu, membuat wine yang masih tersisa di sana bergejolak membentuk ombak kecil yang memabukkan.
Dari temaram lampu-lampu berkelip, diujung club, duduk seorang wanita dengan pakaian sexy, mengawasi si pria tampan dan semua pesona yang dimilikinya. Mata indah si perempuan tak mau melepaskan sedikitpun pandangannya dari si pria, memeriksa setiap jengkal aset yang membuatnya ingin segera mendekati dan memiliki seutuhnya.
Math Male, nama si pria tampan, mapan, dengan usia yang cukup matang. 30 tahun sudah ia berkelana berpetualang ke hampir seluruh kota, namun dalam perjalanannya ia tak menemukan satupun perempuan yang bisa membangkitkan keinginannya untuk memiliki kehidupan sempurna.
Mesh Mayya, nama wanita cantik, dengan crop top model dada v rendah, membuat lekukan dadanya terlihat sangat menggairahkan mata pria. Kemulusan kaki jenjangnya, semakin terlihat jelas berkat mini skirt dengan lebar sejengkal. Dan ketika ia melangkah, kibasan mini skirt nya seakan melambai memanggil detak jantung para pria.
Math kembali berdiri, berlenggak-lenggok menikmati alunan musik. Tiba-tiba dari arah belakangnya, pelukan hangat menggodanya, mendorongnya dan membalikkan badannya. Tangan mulus perempuan bertato itu, bertamasya menjelajahi dada bidang dan perut seksi Math. Gairah panas menyambangi Math taktala ia merasakan dua kelembutan dan kehangatan menempel tepat di punggungnya.
Kaki jenjang Mesh Mayya semakin berani bermain-main menggesekkannya dengan lembut diantara dua paha kokoh Math. Mesh Mayya meraih lengan besar Math dan menjadikan telapaknya sebagai tempat untuk menyimpan bemper bohay Mesh Mayya, memancing telapak tangan itu melakukan pijatan-pijatan yang membuat Mesh Mayya menggigit bibir bawahnya.
Math membiarkan imajinasinya terus melaju tanpa kendali. Ditariknya pinggang si perempuan, didekatkannya wajahnya sangat intens menatap si perempuan. Desahan nakal Mess Mayya tepat sasaran memancing gejolak panas dan membuat math tak ingin lagi menahannya.
Math menarik Mesh Mayya keluar dari club malam itu mengajaknya masuk ke dalam mobil, dan membawanya ke penginapan termahal di kota itu.
Pria adalah makhluk terkuat di muka bumi ini, namun bisa menjadi makhluk terlemah, saat makhluk saingannya menunjukkan sisi kecantikan yang akan membuat darah si pria mendidih dan memuncak setelah melihat betapa elok liuk-liuk karya seni ciptaan Sang Maha Pencipta.
Gerakan-gerakan erotis, panas, menggairahkan selanjutnya menjadi pemandangan yang sangat privasi ketika kedua makhluk bersaing menunjukkan eksistensi dan kekuatan dalam peperangan nafsu yang semakin menggebu.
Kecupan demi kecupan, isapan demi isapan, sentuhan-demi sentuhan, erangan-demi erangan dan desahan desahan kenikmatan, membuat mereka melupakan berapa lama waktu sudah terbuang demi kenikmatan yang memabukkan itu.
Math adalah salah satu pria yang dianggap memiliki daya tarik terkuat di kota itu, selain karena tubuh dan penampilannya yang memabukkan setiap mata wanita, juga karena ketahanannya dalam bermain kemesraan di atas ranjang, dengan wanita yang terus berganti, hampir di setiap malamnya.
Anehnya, setiap wanita yang berhasil bercumbu dengan Math, selalu merasa ketagihan, dan terus mencari Math, untuk menginginkan lagi dan lagi.
Pagi itu, Math terbangun dari lelahnya menikmati malam yang panjang bersama gadis seksi, Mesh Mayya. Matanya terbuka perlahan, mencari keberadaan tubuh seksi itu lagi. Biasanya wanita yang tidur dengannya akan meminta sekali lagi percumbuan di pagi hari, namun kali ini berbeda, Math justru yang menginginkannya.
"Woi!!! Kemari!!" seru Math saat melihat siluet sosok seksi berdiri menghadap jendela.
"Sudah cukup! Dasar pria gila!" sahut Mesh.
"Kamu sangat sempurna," seringai Math.
"Berikan aku sejumlah uang, jika kamu menginginkan lagi," ucap Mesh kemudian lalu meletakkan puntung rokoknya.
"Hahaha ... berapa yang kamu butuhkan?"
"Satu milyar," tukas tegas Mesh dengan ekspresi datar.
"Apa?!! kamu gila!! Kenapa aku harus membayar mu sebanyak itu?"
"Jangan bodoh! Aku sudah merekam semua kegiatan malam kita, jika kakekmu tahu hal ini, aku rasa semua asetmu akan sirna," gertak Mesh.
"Dasar wanita jal4ng. Aku tidak mudah digertak dengan hal semacam itu." Math tertawa sombong. " Semua orang di kota ini, sudah tahu ini adalah bagian dari hidupku, jadi tidak ada gunanya kamu menolakku dengan cara seperti itu."
Mesh menggigit bibir bawahnya, dibalik tirai jendela, ia menyembunyikan wajah, dan tetesan air mata di ujung pelupuknya. Meskipun samar, Math melihat hal itu, namun ia tak suka menggunakan hatinya untuk hal-hal yang tak diinginkannya.
"Baiklah, akan aku tinggalkan seratus juta. Anggaplah itu sebagai upah karena kamu mampu membuatku terjaga semalaman."
Math bangkit menuju kamar mandi, lalu membersihkan diri seperlunya. Dalam keadaan setengah mabuk, ia menghabiskan waktu semalaman bersama Mesh.
Dalam lamunannya saat membalurkan sabun ke tubuhnya, Math tiba-tiba teringat wajah sendu Mesh saat bercumbu dengannya.
Tubuh dan desahan Mesh menunjukkan kenikmatan dan pelepasan yang tak tergambarkan. Tenaga Mesh pun tak habis-habis mengimbangi math, namun wajah sendu Mesh berkata sebaliknya. Seakan wanita seksi itu melakukan semua nya demi melarikan diri dari kehidupannya yang tak menyenangkan.
Math yang hampir setiap malam memberikan tubuhnya untuk gadis-gadis yang memang pertama kali ingin merasakan kenikmatan tak tertandingi itu, tiba-tiba merasa bersalah pada Mesh, meski hanya secuil namun membuat Math merasa rendah.
Di saat ia perlahan mengingat semua ekspresi sendu Mesh, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar. Mesh mendekati Math, lalu kembali melemparkan tubuhnya untuk mendapatkan kenikmatan kedua.
"Baiklah, berikan dua ratus juta, pagi ini aku kembali membuatmu melayang lebih tinggi di sini." Mesh berusaha menyerang Math membabi buta.
"Cukup!! Hentikan!! Aku tidak menginginkanmu lagi, dua ratus juta akan tetap aku berikan."
Math mendorong tubuh Mesh agar menjauhinya, namun sepertinya Mesh sangat kuat melingkarkan tangannya ke leher Math. Serangan-serangan Mesh dibawah dinginnya guyuran air shower, membuat Math tak bisa lagi menghindar.
.
.
Sementara itu ditempat lain, beberapa pria berbadan kekar membuat keributan di sebuah rumah di tengah pedesaan. Tampak rombongan pria itu mengeluarkan semua furniture dari dalam rumah, dan memasukkannya ke dalam bak truk besar. Tangis dan jerit pilu si pemilik rumah tak membuat para preman itu menghentikan kegiatannya.
"Ambil semua!! Ambil juga anak gadisnya! Jadikan wanita tua itu sebagai jongos juga di sana!" teriak pemimpin preman itu.
"Katakan dimana anak gadismu yang seksi itu!! Kenapa hanya terlihat manusia kerdil ini?" gertak pemimpin preman saat tak menemukan yang ia cari.
DOR!!! DOR!!! DOR!!!
Tiga kali tembakan cukup mengakhiri nyawa pria pemilik rumah. Disambut tangis istrinya dan anak perempuannya yang masih berusia sepuluh tahun.
"Tidaaaaak!!!!! Suamiku!!!!" teriak sang istri berlinang air mata, berlari menghampiri suaminya yang berlumuran darah di kepala.
"Ayaaaaah!!!" si anak perempuan pun ikut menghambur menuju ang ayah, namun ditarik lengannya oleh si pemimpin preman.
"Meskipun kamu masih kerdil, namun kamu lumayan juga, akan aku pelihara, satu atau dua tahun lagi, kamu pasti sudah bisa dinikmati," ucap pemimpin preman menyeringai.
...****************...
To be continue…
Mesh terlihat sangat kelelahan, sekuat tenaga ia mengatur nafas dan detak jantungnya, menarik diri, lalu menjatuhkan tubuhnya ke dalam bathup yang sudah dipenuhi busa.
Sementara itu, setelah erangan terakhirnya, kali ini Math merasakan sensasi yang berbeda dari biasanya. Math mengucapkan terimakasih untuk pertama kali setelah sekian banyak wanita membuai gairahnya. Baru kali ini ada rasa bersalah menyambangi batin math.
Keduanya sibuk membersihkan diri masing-masing, tanpa lagi saling mendekati atau menyinggung, bahkan mulut keduanya terdiam sampai ritual masing-masing selesai.
"Pergilah, aku sudah mengirimkan tiga ratus juta. Dua ratus juta yang kamu minta, dan seratus juta lagi anggaplah sebagai rasa terimakasih dan permintaan maafku."
"Jangan menagih kembalian padaku. Bukan aku yang meminta kelebihannya." Mesh mengenakan pakaiannya lalu menyisir rambutnya yang basah.
"Hmmm ..." Math berdiri menghadap jendela, memegang gelas kopi dan masih mengenakan handuk kimononya.
Mesh meninggalkan hotel itu setelahnya. Sementara Math masih memandang jauh keluar jendela dari ketinggian lantai 24, hotel yang menjadi tempatnya sering menghabiskan malam-malam panjang bersama per4wan yang menginginkannya.
Kesepian kembali menjadi teman Math. Bukan karena tidak menginginkan satu orang spesial untuk menemani hidupnya, namun Math terlanjur nyaman berteman dengan kesepiannya. Saat itulah lamunan math kembali menggiringnya pada wajah sendu Mesh.
Entah apa yang membuat wanita itu mencari tubuh Math, menginginkannya, menikmatinya, bahkan memberikan kenikmatan lebih yang membuat Math merasa tertagih, namun meminta uang sebagai imbalannya.
.
.
.
Di tempat lain, keributan belum mereda, tatkala ketua preman menyeret gadis berusia 10 tahun dan ibunya untuk mengikuti kemauan ketua mereka.
Dengan kasar ketua bandit merobek pakaian si ibu tepat dihadapan jasad suaminya, dan di depan anak gadisnya yang masih dibawah umur. Tak ada siapapun yang berani mendekat untuk menolong atau sekedar melaporkan perbuatan si bandit pada pihak yang berwajib, semua orang sudah mengenal baik bandit-bandit itu, mereka yang sangat berkuasa dan kebal hukum, karena mereka semua dan komplotannya menghalalkan segala cara untuk memuaskan keinginan mereka.
"Hentikan!!!!" Teriakan seorang wanita cantik membuat para preman melihat ke arahnya.
"Wah-wah-wah darimana saja kamu cantik ... aku mencarimu dari tadi," ujar pongah si bandit. "Aku tak sabar menikmati kemolekan tubuh itu."
Perempuan cantik, Mesh Mayya, berlari mendekati sang Preman dengan tatapan tajam mematikan, Mesh Maya melemparkan kantong plastik berisi penuh dengan uang.
"Ambil itu empat ratus juta. Hutang orang tuaku dua ratus juta, aku tambahkan bunganya dua ratus juta, persis seperti yang kamu minta," ucap tegas Mesh Mayya.
"Sayangku, jangan terlalu galak padaku. Aku tidak lagi membutuhkan uang itu. Aku hanya membutuhkan tubuhmu. setelah melihatmu hari ini, aku berubah pikiran. Percayalah, aku lebih membutuhkan tubuhmu dan desahan-desahannya," ujar si preman semakin kurang ajar.
"Tidak Mesh!!! Jangan lakukan itu!!" teriak sang ibu.
"Jangan mengingkari perjanjian!! Ambil uang itu, atau akan aku bakar uang itu!" gertak Mesh tegas.
"Apa? jangan melakukannya sayangku. Kenapa kamu menolak keinginanku? Jangan jual mahal, aku pastikan kamu menjadi ratuku di setiap hari dan setiap detik." si preman mendekati Mesh berusaha membelai wajah Mesh.
"Cih!! Aku tidak Sudi!" teriak Mesh meludah ke tanah dan menarik diri satu langkah menjauh.
"Kurang ajar!! Kamu berani menantangku? Jangan menyesal jika aku mengambil semua yang ada dirumah ini!!" si preman tampak sangat marah.
"Kakak!!!!" teriak adik Mesh semakin ketakutan saat preman lain melemparkannya ke bak truk bersama perabot rumah.
"Aku tidak akan lagi berbuat lembut padamu!!" si preman menampar Mesh, dan membuatnya terhuyung.
Si preman memegangi lengan Mesh, lalu menariknya dengan kasar sehingga menempel ke dada sang preman. Wajah keduanya pun hampir tak ada jarak. Mesh memalingkan wajah, berusaha menjauh.
"Wah ... gumpalan-gumpalan ini begitu memabukkan ku." si pria merobek baju atasan Mesh, sehingga hanya menyisakan penutup gumpalan mahal itu.
Mesh berusaha menutup bagian dadanya dengan menyilangkan kedua tangannya disana. Semua preman yang melihat keindahan tubuh molek dan mulus Mesh, terpana dan bersorak-sorai tak mengalihkan pandangan mereka.
"Waah, seksi sekali, aku akan mendapatkan giliran keberapa ini bos?" ujar salah satu preman.
"Lihatkan milikku sudah merespon!!" ujar yang lain sambil memperlihatkan pergerakan bagian sensitifnya.
"Lakukan segera bos!!! kami sabar menanti giliran!!" ujar yang lain lagi.
"Mesh!! Maafkan ibu!!" teriak sang ibu sambil terus menangis histeris melihat sang putri dilecehkan di depan banyak mata pengecut.
"Kalian jangan seenaknya meminta giliran. Aku pastikan dia hanya akan menjadi milikku dalam satu Minggu pertama," ujar ketua preman mulai memainkan kedua tangannya menggerayangi tubuh Mesh.
Mesh mundur menjauh dari ketua preman sambil menyilangkan tangan di dada.
"Bantu aku memeganginya!" perintah si ketua preman.
Dua preman mendekati, memegangi lengan Mesh. Dan dua preman lagi memegangi kedua kaki Mesh membuat Mesh tak bisa meronta.
"Wah... Lihatlah betapa gadis ini benar-benar sangat menggairahkan." ketua preman mulai meremas dua gundukan daging lembut yang tertanam rapi dan indah di dada Mesh.
"Apa ini?!!!" kedua kalinya ketua preman menampar keras wajah Mesh, sampai membuat bibir mesh sedikit sobek dan berdarah.
"Mesh!!!!" teriak si ibu lagi.
"Dengan siapa kamu menjual tubuhmu semalam? Dasar perempuan kurang ajar!!!" ketiga kali si ketua Preman menampar wajah Mesh, membuat Mesh terkulai lemah.
"Akan aku periksa bagaimana keperawananmu yang sudah kamu jual dengan pria lain semalam!!" si ketua preman berusaha melepaskan rok Mesh.
Dengan sisa tenaganya mesh mencoba bertahan dan memegangi roknya. Tanpa diduga, preman yang berdiri di belakangnya, meremas kedua onggokan dagingnya lagi.
"Kurang ajar!! Belum saatnya giliran kalian!!" teriak si ketua preman.
"Maafkan aku ketua, aku sudah benar-benar tak tahan melihat tubuh mulusnya, lihatlah aku sudah basah." pembelaan si anak buah preman.
"Lihatlah dan perhatikan baik-baik bagaimana cara memperlakukan perempuan seksi yang sudah menjual tubuhnya pada pria lain demi uang!!"
Ketua preman tertawa terbahak dan kesal saat melihat banyak sekali bekas memerah di sekujur leher, dada bahkan hampir keseluruhan tubuh Mesh. entah kenapa si preman merasa marah dan tersinggung hanya melihat tanda-tanda merah itu.
Si preman mulai melepas ikat pinggangnya, lalu menyabet tubuh molek Mesh, bagaikan seorang tuan menghukum peliharaannya sambil tertawa dengan sombongnya.
"Aku tambahkan tanda merah memanjang di sana!" ujar puas si ketua preman.
Ada banyak pria dewasa hanya menyaksikan putri dari tetangga mereka dilucuti dan dibuat telanj4n9 oleh ketua preman, disiksa mental dan tubuhnya. Namun tak satupun pengecut itu berani mendekat untuk membela keluarga malang itu.
Si preman melepaskan kemejanya dan membuat dirinya telanj4n9 dad4. "Lihatlah betapa aku memiliki tubuh kekar, jangan berharap bisa melepaskan diri.
Mesh terengah menahan kesakitan karena beberapa kali tamparan dan cambukan di wajah dan tubuhnya. Ia hampir tidak memiliki tenaga untuk melawan bahkan ia tak mampu lagi untuk sekedar bangkit dan menghampiri sang ibu yang pingsan karena syok melihat anak gadisnya dilecehkan di depan umum.
"Kita mulai permainan ini sayang ... aku harap kamu memberikan erangan yang akan menantang dan membuatku semakin tinggi. Hahaha ...," ujar keras si ketua preman.
Dalam ketakutannya, air mata Mesh mengalir deras membasahi wajah cantiknya. Ia hendak bergerak merangkak mundur, namun kedua lengan tangan dan kakinya kembali dipegangi oleh para preman.
DOR!!!! DOR!! DOR!!!
"Hentikan!!"
...****************...
To be continue…
Math bukan pria yang memiliki simpati pada manusia lain. Baginya, terlibat dengan penderitaan orang lain hanya akan membawa energi buruk di sekitarnya. Itulah mengapa ia tak pernah terganggu dengan apapun mengenai kehidupan orang lain. Namun, kepuasan yang ia dapatkan semalam dari Mesh, entah kenapa membuatnya semakin marah setiap terlintas lagi wajah Mesh yang mengerang membalas setiap sentuhan yang Math berikan. Karena di saat yang sama, tatapan mata Mesh selalu mengartikan hal sebaliknya.
Math mendesah, menghela nafas, berusaha menikmati secangkir capuccino sebagai pelengkap kenikmatan pagi itu. Sialnya, sekali lagi, bayangan Sorot mata Mesh mengganggu nikmatnya kopi pagi itu.
Math mengulum ludah, mengusir kesalnya yang semakin tak terarah. Ditenggaknya sisa kopi dengan kasar, lalu bangkit mencari asisten setianya.
"Lush!! Carikan aku alamat tempat tinggal Mesh Mayya, gadis yang aku tiduri semalam."
"Baik, tuan muda, tapi...."
"Waktumu hanya 15 menit."
"Oh, baiklah."
Lush bergerak cepat, mencari gambaran wajah Mesh Mayya hanya melalui sketsa yang dibuat Math dan keterangan dari beberapa pegawai di lobi hotel dan di bar tempat Math bertemu Mesh sebelumnya.
"Ini alamat tempat tinggalnya." Lush sang asisten memberikan selembar kertas, tepat setelah 15 menit waktu yang diberikan Math.
Math menyambar mantel panjangnya, topi Koboy pemberian sang kakek dan kunci mobil. Selembar kertas bertuliskan alamat tempat tinggal Mesh, tak lupa ia sisipkan ke kantong celananya.
"Haruskah aku temani, Tuan muda?" Lush menawarkan diri.
"Tidak perlu, aku hanya ada sedikit urusan dengannya."
Math berjalan cepat menuju mobil. Dengan kasar menginjak pedal gas, melaju dengan kecepatan tinggi, seakan mengejar Mesh Mayya adalah tujuan terjauhnya hari ini. Entah apa yang merasukinya, kali ini dia seperti bukan dirinya sendiri.
Perjalanan tak begitu jauh, namun cuaca hari ini sepertinya membuat Math tak bisa melaju terlalu kencang. Angin di musim panas, membuat debu dan butiran-butiran pasir tipis beterbangan di udara, ditambah dengan matahari yang mulai terik, menciptakan fatamorgana memilukan di atas pekatnya warna aspal.
Math memarkirkan mobilnya di sisi jalan, di depan pondok hunian yang bertuliskan "Malta House living". Math melihat sekeliling, jalanan sepi, tak ada manusia yang berlalu lalang, tampak seperti kota mati. Math mendekati pintu, dan mengetuknya dengan kepalan tangan.
Seorang wanita berusia lanjut membuka lubang kecil, hanya cukup untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.
"Siapa? Ada perlu apa?" sambut si wanita lanjut usia.
"Tidak penting aku siapa, panggilkan Mesh Mayya kesini," ucap Math arogan.
"Gadis itu telah pulang ke rumah ibunya." meski kesal dengan ketidaksopanan Math, si wanita lanjut usia masih mau memberikan keterangan setaunya.
"Dimana?" Math masih mengejar.
"Kamu siapanya? Aku tidak mau memberikan alamat rumah siapapun jika tidak jelas siapa yang meminta dan untuk apa," ujar tegas si wanita tua.
"Aku kekasihnya!" Math asal menjawab.
Wanita tua itu tampak tak lagi bertanya. Entah karena kaget dengan sedikit bentakan Math, atau karena memang bisa menerima alasan Math. Si wanita tampak menuliskan sesuatu pada selembar kertas, lalu menyerahkannya untuk Math melalui lubang kecil yang sedari tadi dibuka si wanita tua. Math berpamitan seperlunya, segera menuju tempat yang ditunjukkan oleh si wanita tua.
"Kenapa aku harus sekeras ini mencari?" gumam Math kesal dengan isi kepalanya yang bising dipenuhi sorot mata dan gerak-gerik Mesh.
Sebuah pedesaan kuno, dengan rumah-rumah klasik berjajar rapi, jalanan yang hanya terbuat dari susunan-susunan batu-batu kali, pagar-pagar rumah yang terbuat dari batu kali yang ditata sedemikian rupa, membuat pemukiman itu memiliki daya nilai lebih karena ke-estetik-kannya. Ditambah dengan deretan bunga krisan warna warni di sepanjang pagar tiap rumah, membuat Mata pengunjung terbuai oleh konsep asri pemukiman itu.
Samar-samar terdengar keributan dari halaman sebuah rumah yang bisa dibilang paling besar di pedesaan itu. Di jalan depan rumah ya pun, terlihat kerumunan orang saling berbisik satu sama lain, saling mencibirkan bibir satu sama lain.
"Ada yang tahu rumah Mesh Mayya?" sapa Math pada salah satu orang yang berdiri mengintip ke dalam rumah dengan berjinjit dan mengintip dari pagar.
"Itu dia Mesh Mayya," ujar yang lain sambil menunjuk gadis yang setengah telanjang di tengah-tengah halaman.
"Apa yang terjadi?" ujar Math lalu keluar dari mobilnya.
"Orang tuanya berhutang banyak pada tengkulak. Mesh Mayya jadi bulan-bulanan si bos tengkulak. Sepertinya keperawanan Mesh Mayya jadi penawar hutang orang tuanya." ujar yang lain sambil tersenyum menyeringai.
"Kenapa tidak ada yang berani menolong?" Math mulai terlihat kesal.
"Tidak ada yang berani, bos tengkulak itu bisa saja tega membunuh siapa saja yang mengganggunya dalam hitungan detik."
Mendengar semua tuturan para warga, darah Math tiba-tiba mendidih, ditambah ia melihat sendiri bagaimana si preman merobek paksa rok indah Mesh Mayya. Masih terbayang betapa patut semalam Math menyibak rok indah itu, sekarang sudah berubah menjadi kain lusuh yang tak lagi berbentuk.
"DOR!! DOR!! DOR!!!"
Math melepaskan tiga kali tembakan ke udara, sambil berjalan ke tengah halaman. Sorot mata tajam dan kejam menjadi daya tarik lain dari seorang Math.
Tanpa ragu dan takut, Math melangkah mendekati ketua Bandit yang tak lagi memakai celana. Terlihat begitu menjijikkan bentuk tubuh dan hal lain yang ia banggakan terlihat lunglai sangat takut pada suara tembakan.
"Hentikan perlakuan menjijikkan yang sedang kalian pertontonkan!! Lihatlah, asetmu melunglai setelah mendengar tembakan dariku," gertak Math sambil mengarahkan tembakan pada aset yang tadinya dibanggakan si ketua tengkulak.
Pria-pria lain yang menjadi anak buah si tengkulak, maju memasang badan, dengan tubuh gempal bak pemain sumo, mereka mencoba menghadang Math yang sendirian. Sementara si bandit melanjutkan kekejiannya berusaha meraih Mesh Mayya.
Melihat kedatangan Math, mess Mayya merasa memiliki sedikit keberanian untuk mengerahkan kekuatan terakhirnya, setidaknya untuk melindungi diri sendiri dan keluarganya. Mesh Mayya merangkak berusaha bangun, lalu berlari menuju kain-kain yang dijemur sang ibu, dan menggunakannya untuk menutup kembali tubuh moleknya.
Math berusaha berpikir tenang, dia yang sendirian, hanya membawa sebuah pistol, tak akan sanggup melawan anak buah si Tengkulak dengan membawa kemenangan. Banyak pasang mata,namun tak ada satupun yang berani mendekat, tak ada bantuan yang bisa Math harapkan.
Math mengambil sebatang rokok dari sakunya, "Setidaknya aku harus menyesap sebelum habis karena babak belur," gumam Math sambil menyulut ujung rokoknya dengan api dari korek klasik bergambar kepala tengkorak miliknya.
...****************...
To be continue…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!