Kitsune adalah putri bungsu dari keluarga berada. Ayahnya adalah konglomerat dan ibunya sudah lama tiada.
Ia juga mampu menguasai lima bahasa asing, ilmu beladiri dengan sempurna dan yang terakhir, Kitsune telah lulus belajar menembak.
Dia anak yang genius dan mengambil percepatan dalam kuliah. Dengan kredit transfer yang cukup dan kelas akselerasi, ia akan dapat menyelesaikan sarjananya dengan cepat.
Orang memanggilnya keluarga Forter, yang tidak sombong dan dermawan. Hidup mereka dari bisnis batu bara dan kelapa sawit. Bisnis ini dikelola oleh kedua kakaknya, Fandi dan Tovan.
Pukul. 23.00 wita.
Malam ini Kitsune Herrera menaiki motor maticnya menuju Cafe Shiranai. Angin malam yang dingin berembus kencang, menusuk sampai ketulang sumsum.
Kitsune mengeratkan jaketnya merasakan udara dingin menerpa wajahnya. Ia heran kenapa malam ini lalu lintas sangat sepi. Mungkin saja orang-orang malas keluar karena langit mendung, sepertinya hujan akan turun.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya ia sampai juga di parkiran. Kitsune turun dari motor dengan wajah kesal. Motor ini mogok lagi. Ia lalu menuntun motor Laura ke dekat post scurity. Malan ini sudah tiga kali mogok, ia tidak tahu apa yang rusak.
"Pak Ketut, motor ku mati, tolong lihatin apa yang rusak. Hitung nanti biayanya." ucap Kitsune mendekati pak Ketut yang sedang duduk bengong di post.
"Siap nona, saya rasa aki motornya yang perlu diganti."
"Ohh...itu, tapi ini motor Laura, nanti aku bilang kepadanya."
"Nanti kalau pulang saya yang bawa, nona pakai motor saya."
"Idemu bagus, terimakasih pak Ketut."
"Siip nona."
Kitsune bergegas menaiki tangga menuju Cafe Shiranai yang berada di atas bukit cadas. Area Cafe di kelilingi tebing. Jauh di bawahnya, terlihat hamparan laut biru terbentang luas.Suara gelombang pasang terdengar gemuruh dan mengalahkan house musik dari Cafe.
Ia berdiri di depan Cafe dan memandang jauh ke bawah, jelas terlihat warna-warni lampu Bandara dan desa Samurai yang terang benderang.
Walaupun cuaca mendung, pemandangan di desa Samurai malam ini sangat indah. Lampu-lampu di kejauhan seperti taburan bintang-bintang, berkelap-kelip.
Konon desa Samurai dikuasai oleh lelaki kejam, musuh bebuyutan keluarga Forter.
Dia adalah anak Nyonya Caterina Varra, seorang janda cantik yang kaya raya, tapi akhir hidupnya kedapatan meninggoy dengan tubuh tercabik-cabik.
Semenjak ibunya m3ninggoy, Alexandro mengabdikan hidupnya dengan kegelapan yang hakiki.
Tubuhnya mulai berubah, bertatto macan, kekar berotot, bergelimang d4rah, u4ng dan perempuan.
Tidak sembarangan orang bisa masuk ke rumah induk, pemukiman Alexandro dan anak buahnya. Penjagaan sangat ketat dan terisolir.
Kata papanya, selain ada Scurity yang bertebaran disana, juga ada anjing Herder, Pitbull, Doberman, b*aya menjadi penjaga andalan. Ngeri!
Penghasilan Alexandro dari Casino, Mall, Rumah Sakit, Hotel, minuman keras dan alat berat.
Yang membuat Kitsune heran, konon di dalam sana tidak beredar narkotika. Clean dari obat terlarang. Sungguh tidak masuk akal. Padahal konotasinya desa Samurai sarang Mafia.
Ya, sudahlah. Kitsune tidak peduli, ia lalu mengalihkan matanya ke Cafe, tempat ini adalah milik ayahnya, Ia sengaja training disini supaya lebih menguasai bisnis Cafe dan belajar meracik minuman kekinian.
Hanya Pak Adi Wijaya yang tahu bahwa Kitsune anak pak David Forter. Karyawan lain sengaja tidak dikasi tahu supaya mereka tidak canggung.
Pak David memang rada aneh, ia tidak pernah mempropagandakan kekayaannya kepada putra putrinya. Dia tetap hidup apa adanya dan membiasakan anaknya hidup sederhana. Tapi masyarakat umum sudah tahu bahwa keluarga Forter, salah satu orang kaya di pulau ini.
Kitsune menguap beberapa kali. Ia sangat ngantuk, sebetulnya malam ini Kitsune tidak perlu bekerja, tapi Laura, teman trainingnya mendadak minta izin dengan alasan kena demam tinggi.
Malah Laura meminjamkan motornya untuk Kitsune. Apa boleh buat, ia harus menggantikannya. Nasibnya malam ini memang sial.
"Malam pak Adi." sapanya ketika pak Adi lewat di depannya.
Pak Adi Wijaya adalah Supervisor di Cafe Shiranai, sekaligus merangkap sebagai Order Taker yang bertugas menerima dan mencatat pesanan makanan terutama melalui telepon.
"Syukurlah nona tepat waktu. Malam ini ada rombongan tamu domestik reservasi table. Mereka akan sampai sepuluh menit lagi. Saya harap nona bisa menghandle tamu dengan baik."
"Siap pak, de in, untuk berapa orang?"
"Sepuluh orang."
"Baik, saya minta dua waiter menemani."
"Ada Melati di Bar, dia tahu waiter yang shift malam."
"Oke, terimakasih pak Adi."
Kitsune langsung menuju kitchen. Empat orang senior sedang sibuk menyiapkan hidangan untuk beberapa tamu di depan. Melihat Kitsune datang mereka terlihat senang, mereka mengacungkan jempol.
"Kami kewalahan, untung kamu datang." ucap Chef Wayan tersenyum.
"Saya pasti datang...." sahut Kitsune datar.
Bagaimanapun juga ia harus datang, karena ini tanggung jawabnya. Disamping itu ia memberi contoh teladan pada karyawan Cafe ini.
Kebiasaan disiplin di rumahnya terbawa kemanapun ia berada. Dia selalu datang on time kecuali ada halangan.
Sebagai anak training, ia mendapat jatah pekerjaan yang banyak. Baginya itu tidak masalah, anggap latihan bekerja, asalkan seniornya memberi tugas dengan sopan.
Kadang pak Adi marah kalau seniornya memberi Kitsune pekerjaan yang banyak.
"Tidak apa pak Adi, hitung-hitung belajar kerja. Jangan sampai pak Adi dituduh berat sebelah."
"Maaf ya nona..."
"Santai saja pak Adi." sahutnya tersenyum.
Kitsune bersyukur, disini karyawannya semuanya baik-baik dan tidak pelit ilmu. Apalagi pak Adi sangat baik kepadanya. Sikap mereka membuat Kitsune betah training disini.
Biasanya ia selalu di kawal oleh pak Budi dan pak Anton, tapi malam ini Laura yang mengaku sakit, mengajak bodyguardnya ke dokter. Tentu saja kesempatan langka ini membuat Kitsune senang, ia langsung meluncur dengan motor matic Laura.
Walaupun motor Laura mati melulu, tapi bisa juga sampai disini. Kalau nanti papanya marah, ia akan berdalih takut telat kerja. Bukankah papanya sangat disiplin dan selalu memberikan contoh yang baik?
"Aahhh...."
Kitsune tersenyum sendiri. Ia merasa bebas dari kedua bodyguardnya. Kadang ia bingung, kenapa papanya sangat ketat menjaganya. Apa karena ia perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, atau karena ia anak bungsu?
Dia mengambil lap dan pembersih meja, Cafe ini biasanya jarang sepi, mungkin karena mendung dan mau hujan, orang pada malas datang. Pengunjung terakhir sudah keluar.
Rombongan yang ditunggu belum datang, sehingga Kitsune bisa duduk sebentar untuk meregangkan otot-ototnya, sesekali ia menghubungi Laura, tapi Laura offline.
Kitsune rajin melihat status whatsappnya Laura, takut kalau Laura sakitnya tambah parah, tapi kosong. Yang membuat heran kenapa bodyguardnya juga tidak ada menghubunginya. Apakah Laura sakitnya parah?
Tentu ia tidak berani menghubungi kedua Bodyguardnya, ia takut ketahuan naik motornya Laura ke Cafe. Lebih baik ia menunggu khabar selanjutnya.
Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara Moge yang sengaja digeberr. Kitsune setengah berlari melongok ke tempat parkir, ia melihat beberapa Moge berdatangan.
******
Setelah ngaret sepuluh menit akhirnya mereka datang. Rombongan yang terdiri dari dua puluh orang laki-laki berambut gondrong, memakai kaos hitam, berjaket kulit dan bertatto Macan, masuk ke Cafe.
Kesan pertama ber*ndalan dan penj*hat, itu melekat pada mereka. Laki-laki yang datang terakhir, naik mobil Lamborghini, penampilannya berbeda. Tidak gondrong, dia memakai kemeja putih lengan panjang yang dilipat. Ganteng dan penuh mistri.
"Selamat malam tuan-tuan silahkan duduk ada yang bisa kami bantu?"
Kitsune menyapa mereka dengan senyum tersungging dibibir. Ada rasa bergetar ketika melihat tampang mereka. Semua ber*ndalan.
Tentu saja penampilan mereka yang mirip penjahat membuat jantungnya berdegup. Sebulan training, baru kali ini mendapat pengunjung model begini. Padahal wajah mereka ganteng-ganteng, kenapa mereka malah berpenampilan seperti penjahat.
"Kamu, jangan cengar cengir disitu, sini! bawakan kami tiga botol Vodka!"
"Si-app tuan."
Kitsune kaget mendengar suara pemuda baju hitam yang memerintah. Ia cepat mengangguk sopan dan menghilang dari hadapan mereka menuju stand Bar.
"Siapa memberi izin mereka datang?" ucap Kitsune pelan setelah berada di Bar.
"Jangan menyalahkan teman, situasi lah yang bersalah. Kita tidak tahu siapa tamu yang akan datang, kalau tahu bisa saja pak Adi menolaknya." ucap Artha seraya mengambil Vodka dari rak.
Maaf Made, aku nervous menghadapi mereka. Terutama yang berbaju hitam, terlihat g*lak dan menakutkan." ucapnya dengan suara bergetar
"Tenang Kit, aku bantu melayani mereka. Orang begini sudah sering ke Cafe." ucap melati tersenyum. Melati ikut membawa pesanan mereka.
"Eh kamu, siapa namamu?" tanya pemuda baju hitam memandang Kitsune.
"Kitsune tuan...."
"Pantas wajahmu mirip orang Jepang, kamu blasteran, ya."
"Papa orang Jepang dan mama orang pribumi." sahut Kitsune ketar ketir.
"Sudah lama menjadi pelayan di sini?"
Kitsune hanya mengangguk, suaranya tertelan dan sangat sulit keluar. Ia tidak tahu kenapa takut dengan ber*ndalan ini, padahal duel dengan teman sekampus berani.
"Baru sebulan, saya lagi training."
"Kuliah dimana? sudah semester berapa."
"Sekolah Pariwisata, semester terakhir." sahut Kitsune kesal. Ia mengutuk dirinya yang suaranya bergetar.
"Hemmm, namaku Ary."
"Maaf tuan Ary, saya mau kebelakang." ucapnya gugup, tapi, pemuda baju hitam itu memegang tangannya.
"Duduklah disini, kita minum bareng." ajak laki-laki itu dengan pongahnya.
Ingin sekali Kitsune menampar dan mencekik laki-laki yang berada di depan matanya ini. Ia coba menahan emosinya. Jika sudah keterlaluan ia akan memanggil Scurity untuk mengusir mereka.
"Maaf tuan, saya tidak bisa minum." sahut Kitsune menepis tangan laki-laki itu yang coba menariknya.
"Aku sengaja menyewa Cafe ini supaya bisa bebas bertemu denganmu."
"Apa? saya tidak mengenalmu jangan mengada-ada. Saya bukan wanita yang anda pikirkan."
"Aku tidak salah datang, bukankah kamu bunga kampus yang jutek itu? Yang dulu pernah menampar wajah Alex setahun yang lalu?"
"Jangan menuduh sembarangan, saya tidak mengenal Alex. Hidup saya penuh dengan kesibukan tidak sempat membuat huru hara." ketusnya.
"Jadi kamu lupa peristiwa itu? Aku selalu mengingatnya, dimana tangan mulusmu menampar pipi Alex. Terdengar arogan dan itu kenyataan. Keangkuhanmu itu membuat dia di hujat seluruh dunia." kata orang itu memancing emosi Kitsune. Ia merasa muak meladeni laki-laki ini.
"Masa bodoh kalian pantas dihancurkan!!" bisik Kitsune dalam hati.
Dasar laki-laki g1l4, mana pernah ia menampar orang setahun yang lalu. Pasti manusia ini mengada-ada supaya bebas membuat keributan disini dan tidak mau membayar bill. Pikirnya.
Ingin rasanya m3nc4k-m3nc4k, berkata kasar di depannya serta mengusirnya secara paksa. Namun mereka berbanyak, dan pria yang baju putih, terus saja memandangnya dengan sinis.
"Maaf tuan Ary, tolong bersikap yang sopan, kami disini hanya pelayan, tidak lebih."
"Hahaha...aku merasa curiga melihat pelayan seglowing kamu."
Pemuda baju hitam itu berdiri, ia mulai mengintimidasi mental Kitsune dengan tatapan matanya yang tajam, dan langkah kakinya yang sengaja dibuat berirama. Kitsune mundur teratur sampai mentok di sudut ruangan.
Sedangkan temannya yang lain tidak peduli, bahkan sibuk minum dilayani oleh Melati dan Ratih. Hanya yang baju putih secara intens menatapnya.
Merasa nonanya ada masalah, pak Adi buru-buru menghampiri pemuda baju hitam itu. Ia langsung menegur.
"Maaf pak Ary, bisa saya bantu?" tanya pak Adi sopan. Ternyata pak Adi sudah kenal dengan ber*ndalan itu.
"Jangan ikut campur pak Adi, aku hanya ingin berkenalan dengan anak rival kami."
"Gadis ini tidak tahu apa-apa, tolong biarkan dia dan pergilah."
"Hahaha..." Ary tertawa meng*jek, ia lalu duduk di atas meja, satu kakinya naik ke atas kursi.
Kesempatan itu dipakai oleh Kitsune untuk beranjak dari hadapan laki-laki baju hitam itu. Ia setengah berlari menuju kamar ganti. Dadanya berdebar kencang saat menutup pintu.
Bingung harus bersembunyi dimana, tapi ia yakin pemuda yang dipanggil Ary itu tidak mungkin datang ke sini. Ia menarik nafas lega ketika bisa lepas dari pria itu.
Lima menit berlalu, tidak ada suara ribut, Kitsune yakin ber*ndalan itu sudah keluar. Siapa berani dengan pak Adi, badannya besar dan bekas juara tinju. Bathinnya.
Tapi ia baru ingat, kamar terasa senyap dan tidak terdengar suara apa pun, karena setiap kamar dilapisi peredam suara. Ia cepat melangkah ke jendela, menyibak sedikit tirai agar ia bisa mengintip keluar, ia ingin melihat keberadaan ber*ndalan itu.
Namun, ia tidak melihat apa, terhalang oleh partisi. Ia menajamkan pendengaran, sayup-sayup terdengar suara tangis dan pertengkaran. Terjadi keributan besar, saling bentak.
Jantungnya berdebar keras, ia mendengar tangisan Melati. Perasaannya kacau balau Ia merasa bersalah meninggalkan pak Adi dan teman-temannya. Bayangan buruk mulai memenuhi otak Kitsune.
Kitsune menutup tirai dan melangkah ke pintu, ia harus menemui mereka. Jangan sampai ber*ndalan itu main pukul. Ntah kenapa ia jadi takut, gara-gara dirinya teman-temannya menjadi korban dan di marahi.
Sebelum tangannya menyentuh handle pintu, tiba-tiba,
"A0WW..."
Kitsune tersentak kaget ketika pintu di buka kasar, lalu beberapa pria ber*ndalan masuk sambil menyeret pak Adi yang wajahnya b4bak b3lur bekas di pvkul.
Melati juga ikut diseret. Kitsune berteriak ketakutan saat melihat mereka membawa pistol dan men0dongk4nnya ke pak Adi.
Mereka membawa pak Adi mendekati Kitsune. Ary terlihat beringas dan tangan dan bajunya berlumuran darah.
"Tolong jangan sakiti mereka, hukum aku saja jika kau membenciku!" Kitsune panik, ia menangis histeris.
"Kau bagian terakhir Kitsune..." kata Ary penuh kesombongan. Mereka sengaja membawa Melati kehadapan Kitsune.
"Kalian bajingan, tidak tahu diri!!" pekik Kitsune marah.
"Berteriaklah sampai tenggorokan mu putus Kitsune."
Kitsune menatap tajam Ary. Ketakutannya mendadak hilang dan berubah menjadi kemarahan yang membara. Ia kemudian memukul Ary, tapi laki-laki itu dengan gampang mengelak.
Walaupun di bawah tod0ngan senj4ta 4pi, dirinya tidak takut. Kitsune tidak gentar menghadapi orang-orang itu. Ia marah dan mengamuk seraya menendang mereka satu persatu.
******
Perlawanan Kitsune membuat mereka kewalahan juga, masalahnya ruangan ganti ini sempit.
"Lawan aku, bisanya mengelak saja!!" tantang Kitsune.
Tentu saja mereka tidak mau meladeni gadis itu, karena pembalasan dendam ada ditangan Alexandro Varra. Kitsune adalah orang yang Alexandro cari selama ini.
"Dasar p3ng3cut, b4nci!!" teriaknya lagi.
Mata Kitsune terbuka lebar, tubuhnya gemetaran menahan m4rah. Pemuda baju hitam itu memegang senj4ta 4pi seraya mengarahkan p1st0lnya ke kepala Kitsune.
"Aku tidak takut m4tii, bunuh lah aku, asal mereka kalian bebaskan."
"Oke, aku akan memperlihatkan drama horor di depanmu. Bawa pak Adi ketengah ruangan, kita akan perlihatkan bagaimana Macan Samurai m3mvtil4si korban." perintahnya c0ngk4k.
Kitsune langsung membisu, tidak bisa bersuara. Pita suaranya tercekat. Tangan dan kakinya gemet4ran menc3ngker4m rok trainingnya.
Pak Adi didorong ke tengah ruangan dan dibiarkan terjatuh di lantai. Pria itu tidak berkata apa pun, ia hanya menatap tajam para ber*ndalan itu.
Tiba-tiba datang seorang laki-laki yang membawa hawa paling mencekam di antara ber*ndalan itu. Dia laki-laki baju putih yang gagah perkasa, berwajah tampan, dan bermata tajam. Alis matanya tebal dengan cambang tipis menghiasi wajahnya. Rambutnya cepak seperti aparat ke polisian.
Pria itu berdiri santai di depan pak Adi, ia menyulut rokoknya dengan wajah sinis dan mencemooh. Tangannya berlepotan darah segar yang, ntah, berasal dari tubuh siapa.
Asap rokok yang semula mengaburkan wajah laki-laki itu kini terlihat jelas. Dia seperti pembunuh berdarah dingin yang haus darah.
"Berhenti menangis atau kvkv mu aku cabut satu persatu!!" bentak Alex sambil mengedikkan bahunya.
Sudut bibirnya terangkat, tersungging seringai bliss penuh kekuasaan. Alex mendekati Kitsune dan memegang bahu gadis itu. Reflex Kitsune menepisnya.
Wajah laki-laki itu merah membara saat Kitsune menepis tangannya.
"Tidak ada seorang pun berani menolakku dan bebas melenggang seenaknya seperti dirimu, Kitsune." gumam laki-laki baju putih itu penuh kemenangan. Matanya menatap Kitsune dengan b3ngis.
"A-aku min-ta ampunn..."
"Tidak ada ampunan untuk cecunguk sepertimu. Kau akan melihat apa yang aku lakukan!!" katanya sambil memberi kode supaya pak Adi di "siapkan"
Dua orang ber*ndalan menarik tubuh pak Adi agar berlutut dan mendongak ke atas. Kedua tangan pak Adi diborgol, ditekuk ke belakang, terliat rahangnya berdarah.
Pak Adi tidak berkata-kata seolah pasrah menerima perlakuan ber"ndalan itu. Bibir pak Adi terkatup rapat.
Air mata Kitsune mengalir deras, ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Bunuh aku, ampuni mereka. Akulah yang salah..." ucap Kitsune di antara isak tangisnya.
"Sabarr...kau juga akan menerima nasib seperti mereka."
Dia lalu menarik Kitsune kepelukannya. Tubuh Kitsune dipeluk dari belakang. Kitsune berontak, tapi tubuhnya dijepit oleh tangan kekar itu.
Laki-laki baju putih itu kemudian mengambil kedua tangan Kitsune dan memaksanya untuk memegang pistol. Seperti latihan menembak, kedua tangan Kitsune digenggam dan diangkat....
"Debbzzz..."
Kitsune tidak bisa berpikir, nyawanya seolah terlepas saat pistol itu meledak, memuntahkan pelurunya tepat ke kepala pak Adi. Ia tersentak keras, gemetaran tidak terkendali. Cairan merah tua terciprat ke bajunya.
Ia berteriak lemah dengan wajah mulai memucat. Tubuhnya ikut ambruk ke lantai tapi ia tetap sadar dan melihat laki-laki itu memandangnya sinis.
"Angkat dia dan perlihatkan bagaimana aku membalas sakit hatiku!" perintah pria itu kepada Ary. Pemuda itu menarik tangan gadis itu.
Kitsune perlahan berjongkok. Matanya yang indah menatap nanar ke lantai tanpa berkedip.
Nafas dan suaranya hilang dan terasa mencekik di tenggorokan. Wajahnya yang cantik jelita, menjadi seputih kapas dalam sekejap.
Tanpa sadar Kitsune berlutut, merangkak ke arah pak Adi Wijaya yang wajahnya berantakan nyaris tidak dikenalinya lagi.
Kitsune lalu membuka celemeknya dan membersihkan d4rah di lantai yang tidak berhenti keluar dari tubuh pak Adi. Cairan merah tua tetap menggenang di lantai dan meresap ke rok hitamnya.
"Apa yang kau lakukan gembel? Apa kau sudah g1l4." celetuk ber4nd4lan itu menghampiri Kitsune.
Ia mengangkat pistolnya, mengarahkan kepada Kitsune. Dari tadi perasaannya tidak enak dan ingin mengh4bisi Kitsune. Ia tidak rela melihat sinar mata takjub, dari Alexandro Varra kepada Kitsune.
Mendengar celetukan Ary, laki-laki haus darah itu berbalik, ia cepat menepis tangan anak buahnya, lalu mendorongnya mundur.
"Jangan kelewat batas, aku yang akan meny3mbl*hnya!" bentak Alex.
Kemudian Alex mendekati Kitsune yang sedang syok dan terganggu jiwanya. Ia menarik lengan gadis itu agar berdiri dan berucap sesuatu, akan tetapi Kitsune tetap tidak bersuara apa pun. Sorot mata gadis itu kosong dan tidak respons pada apa yang dilihatnya.
"Dia depresi, terganggu jiwanya." ucap Ary memandang Kitsune.
"Ayahmu telah mengambil ny4w4 ibuku, orang yang paling aku sayangi. Sekarang aku merampas hak milik ayahmu. Aku akan perlihatkan apakah ayahmu sanggup melihat bel4t1ku m3ngiris kulit mul*smu." ucap Alexandro Varra menggoyang tubuh Kitsune.
"Made, bawa gadis ini, aku pastikan David menangis darah melihat putri bungsunya ada padaku." ucap Alex tersenyum puas.
Ia melangkah keluar kamar, melemparkan puntung rokok dan menginjaknya dengan ujung sepatu.
"Tapi d4r4h belepotan di bajunya, tuan." ucap Made memandang Kitsune dengan j1j1k.
"Keluar kalian semua!" perintah Alexandro kembali masuk seraya menutup pintu kamar.
Kemudian Alex menarik nafas panjang, ia memperhatikan wajah Kitsune yang pucat pasi, tapi tetap menawan.
Hatinya tiba-tiba berdesir membayangkan isi dibalik pakaian gadis itu. Alex menjadi jengah. Tangannya perlahan membuka pakaian Kitsune dengan hati bergetar.
Seumur hidup baru pertama kalinya Alex menggantikan baju seorang gadis polos. Biasanya wanita-wanita m4niak yang ia ajak b3rg3lut kebanyakan opl4s dan nakal, sungguh sangat membosankan.
"Waoww..." mata Alex terbelalak.
Ia menelan saliv4nya saat memandang tvbvh Kitsune yang putih mvlus dan padat berisi. Gadis itu diam membisu, walaupun Alex iseng menyenggol gvnvng k3mbar Kitsune.
Alex tidak heran melihat pakaian dalam Kitsune dan bau parfumnya yang mewah, karena ayah Kitsune adalah konglomerat.
Dengan cepat Alex membuka jaketnya kemudian dia memakaikannya ke tvbvh Kitsune. Untung jaketnya bisa menutupi yang dibawah, tapi tetap saja terlihat sedikit.
"Hemmm, apa kamu tidak bisa protes atau mengucapkan terimakasih kepadaku?" bisik Alex mendekatkan wajahnya.
Kitsune tetap membisu. Alex mendekap erat tvbvh Kitsune seraya membelai helai rambut di kening gadis itu.
"Lima tahun yang lalu, ayahmu secara sadis dan brutal, telah mengambil ny4w4 ibuku, sebagai gantinya, aku mengambil harta yang paling berharga bagi keluarga Winata. Putri kesayangannya akan menjadi milikku!!"
Senyum Alex begitu puas, tanpa sadar ia mel*mat b1b1r r4num Kitsune. Terasa sangat manis, darahnya seketika meletup dan bergolak. Alek m3nj*lati lekuk telinga gadis itu sambil berkata,
"Aku menyambut mu sebagai alat balas dendam. Hari-harimu akan penuh dengan suka cita dan k3nikm*tan. Selamat datang rubah kecilku...." desis Alex kembali melabuhkan b1b1rnya. Ia begitu terbius dengan tubuh Kitsune yang menggoda.
*******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!