NovelToon NovelToon

Kau Goda Suamiku Ku Ambil Suamimu

Bab 1

“Sebenarnya aku pernah beberapa kali lihat Mas Rega di kampus, tapi aku takut menyapa. Ternyata Mas Rega orangnya asyik ya, biarpun dosen. Berarti sekarang aku bisa tanya-tanya banyak kalau begitu, kebetulan aku sedang kesulitan mengerjakan skripsiku. Apa aku boleh minta nomor ponselnya, Mas?” tanya seorang perempuan dengan gaya modisnya, bernama Selia.

Rega, seorang dosen yang sejak 1 tahun terakhir mengajar di kampus tempat Selia kuliah, dengan senang hati memberikan nomor ponselnya pada Selia, hingga mereka pun saling bertukar nomor.

Dari kejauhan, tampak Mila, istri dari Rega yang sedari tadi memandangi sepupunya mengobrol seru dengan suaminya. Padahal, tak biasanya Selia mau ikut acara kumpul keluarga seperti ini. Bahkan, pada momen lebaran tahun-tahun sebelumnya, Selia hanya sebentar saja ikut berkumpul bersama keluarga besar mereka. Tapi, semenjak lebaran tahun ini sekitar 3 bulan lalu, entah mengapa selebgram itu seperti berubah 360 derajat, tak pernah absen saat ada acara keluarga besar seperti malam ini. Ya, malam ini memang sedang ada acara ulang tahun Tante Sintia, tante dari Mila dan Selia.

“Mas, pulang yuk. Aku sudah pamit tadi sama Tante Sintia,” ajak Mila pada suaminya yang ia panggil Mas, meski mereka seumuran.

Selia yang seperti tak senang dengan kehadiran Mila, hanya bisa tersenyum kecut ketika Rega juga ikut berpamitan padanya.

“Ngobrol apa tadi sama Selia? Seru sekali sepertinya. Padahal, dia lumayan pendiam selama ini dan jarang mau ikut berbincang dengan saudara-saudaranya," ujar Mila ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

“Oh, itu, ternyata dia kuliah di fakultas tempat aku mengajar, meskipun sejak di kampus baru, aku tidak pernah mengajar di kelasnya. Dia mau tanya-tanya seputar skripsinya, ya semacam konsultasi begitu lah, soalnya katanya dosen pembimbingnya dingin dan cuek. Namanya juga kebetulan punya saudara dosen, jadi dia minta tolong aku. Setelah aku jadi suamimu ‘kan aku termasuk keluarganya juga,” jelas Rega yang masih fokus menyetir.

Entah mengapa, ada sesuatu yang tak enak didengar dalam benak Mila. Padahal, seharusnya hal ini adalah hal yang lumrah. Selia adalah sepupunya sendiri, anak dari omnya, yang tak lain adalah adik kandung dari ayahnya. Betul kata Rega, tentu kini Selia dan suaminya itu telah menjadi keluarga besar. Apalagi, bagi Mila, Selia hanya lah seorang mahasiswi.

“Mila, otak kamu sudah geser sepertinya. Selia ‘kan juga sudah punya suami, mana mungkin juga mau macam-macam, ah!” gerutu Mila dalam hati.

Biarpun masih berusia 23 tahun, Selia memang telah menjadi istri dari seorang pengusaha. Setahun yang lalu, pernikahan mereka digelar begitu meriah, bahkan beritanya sempat masuk ke dalam portal media online karena selisih usia Selia dan suaminya yang terpaut 12 tahun. Bukan hanya itu, Selia yang merupakan seorang influencer alias selebgram, tentu menjadi sorotan para warga media sosial. Kehidupan mereka bahkan juga didambakan oleh banyak orang, karena keberuntungan soal jodoh dan finansial.

***

“Hari ini aku pulang terlambat ya, karena aku harus menggantikan kelas dosen lain yang sedang cuti, aku juga ada jadwal rapat nanti,” lapor Rega pada istrinya pagi ini.

Mila yang tengah menyiapkan bekal untuk mereka, hanya menganggukkan kepalanya, karena ia juga harus buru-buru berangkat ke kantor.

“Aku juga tidak usah dibawakan bekal mulai hari ini. Kadang, aku diajak makan siang oleh para dosen di sana. Tidak enak kalau aku terus menolak dan makan bekal di ruangan sendirian. Aku ‘kan juga harus membaur dengan mereka. Lagi pula, kalau ada rapat pasti ada konsumsinya juga, takut bekalnya tidak kemakan,” lanjut lelaki berusia 30 tahun itu, yang tiba-tiba menolak dibawakan bekal.

Mila yang terdiam sekian detik, kembali menganggukkan kepalanya sembari membereskan bekal yang terlanjur ditata di kotak bekal suaminya.

Mereka pun mulai berangkat kerja. Mila dengan jemputan ojek onlinenya, karena letak kantornya berlawanan arah dengan kampus tempat Rega bekerja. Sedangkan Rega mengendarai mobilnya sendiri, karena jarak kampus yang agak jauh dari rumahnya. Hingga entah mengapa, batin Mila kembali berisik saat melihat gelagat Rega yang seperti sedang mengangkat telepon.

“Ah, Mila! Apa sih, kenapa jadi gampang curiga sama suami sendiri, orang dia juga tidak pernah aneh-aneh selama ini!” gumam Mila kesal dalam hati.

Selama 3 tahun pernikahan mereka, Rega memang tak pernah berbuat macam-macam, apalagi sampai mengkhianati pernikahan mereka. Rega juga tampak tak pusing dan menuntut soal momongan yang sampai saat ini belum juga hadir di tengah-tengah mereka. Rega seakan menjadi sosok suami yang ideal. Tapi entah mengapa, Mila malah mudah menduga yang tidak-tidak akhir-akhir ini.

Sementara itu, Rega yang baru sampai di parkiran fakultasnya, langsung dihampiri oleh seorang perempuan.

“Pagi, Mas Rega. Siang nanti jadi ‘kan?” tanya perempuan yang ternyata adalah Selia.

Mengangguk tersenyum, Rega ingin menepati janjinya semalam, yang akan makan siang bersama Selia di sebuah kafe.

“Nanti kita naik mobilku saja. Sampai jumpa nanti ya, aku pamit dulu, ada kelas pagi ini,” pamit Rega berlalu pergi meninggalkan Selia yang masih senyum-senyum sendiri.

Dari kejauhan, tampak salah seorang teman kuliah Selia menghampiri keponakan Mila itu. “Kamu kenal sama dosen baru itu, Sel?”

“Mau konsultasi soal skripsi. Soalnya, ternyata dia suaminya sepupuku. Kapan lagi bisa dibantu dosen,” ujar Selia sumringah.

Dengan tatapan iri, teman Selia bernama Arum itu hanya bisa memandanginya.

***

“Andai saja sudah dari dulu Mas Rega ngajar di kampusku, aku pasti lebih sering minta tolong. Mas Rega tidak masalah ‘kan, kalau nanti sering aku repotkan?” Selia memastikan suami dari Mila itu tak keberatan membantunya.

Menggeleng, Rega merasa tak masalah jika harus membantu Selia mengerjakan tugas akhirnya.

“Kalau begitu, jadwal konsultasi setiap jam makan siang saja seperti ini, di kafe. Kalau di kampus ‘kan tidak bisa leluasa, jadi sekalian makan siang saja,” tawar Selia yang langsung disetujui oleh Rega.

...****************...

Bab 2

Sebulan berlalu, Selia dan Rega semakin sering bertemu bahkan hampir setiap hari. Mereka juga tak hanya membahas soal kuliah, tapi lama-lama mereka merasa nyaman satu sama lain. Keduanya merasa sama-sama menjadi tempat yang tepat untuk saling bercerita dan berkeluh kesah. Hingga mereka pun tak malu berkencan, meski hanya sekadar menonton film di bioskop.

Arum, teman kampus Selia yang tak sengaja bertemu mereka saat di bioskop pun turut bertanya-tanya. “Tapi ‘kan yang jadi sepupunya Selia adalah istrinya Pak Rega, kenapa mereka yang malah dekat, sampai nonton berdua.”

Sementara itu di rumahnya, Mila yang sedari tadi menunggu suaminya pulang, terus menghubunginya. Akhir-akhir ini, Rega memang sering pulang terlambat. Suaminya itu pernah mengatakan bahwa kini ia dipercaya menjadi dosen pembimbing kedua, untuk membantu para mahasiswa tingkat akhir dalam menyusun skripsi.

“Tapi ini sudah jam 8. Mas Rega tak pernah ada jadwal mengajar malam. Bimbingan pun juga seharusnya dilakukan saat siang sampai sore hari saja,” pikirnya dalam hati.

Pikiran-pikiran buruknya pun mulai berkicauan. Selama suaminya itu menjadi dosen di kampus sebelumnya dan kampus barunya saat ini, memang baru kali ini ditugaskan menjadi dosen pembimbing. Hal itu pula lah yang membuat Mila sedikit banyak berprasangka buruk. Ia takut suaminya itu akan mengalami cinta lokasi dengan salah seorang mahasiswinya, karena mereka pasti akan sering berdua dalam momen bimbingan. Apalagi, Rega adalah dosen muda yang tampan dan menawan, mahasiswi mana yang tak tertarik dengannya.

Tak lama, terdengar suara mobil suaminya terparkir di depan rumah mereka.

Mila seketika langsung keluar rumah untuk menyambut suaminya. “Kok malam sekali, Mas, apa ada rapat atau jadwal bimbingan?”

Tersenyum sembari mengguratkan ekspresi wajah penuh lelah, Rega menghampiri istrinya. "Iya nih, ada beberapa mahasiswa yang bermasalah dengan skripsinya, sampai diminta ganti judul oleh dosen pembimbing pertama mereka. Jadi, aku ikut sibuk meladeni pertanyaan dan konsultasi mereka. Kasihan mereka, sudah mau semester 10 belum juga selesai tugas akhirnya.”

Lega dengan jawaban sang suami, Mila merasa bersalah karena telah berpikiran yang tidak-tidak. Ia lalu meminta Rega untuk bersih-bersih dan segera makan malam bersama. Tapi, lagi-lagi pak dosen itu menolak makan malam bersama, karena ia masih kenyang.

“Akhir-akhir ini kamu jarang makan malam di rumah. Kita jadi jarang ngobrol,” protes Mila membawakan masuk tas suaminya.

Menghela nafasnya perlahan, Rega dengan santai dan tenang menjelaskan bahwa akhir-akhir ini, setiap sore ia harus menjadi tamu dalam seminar proposal mahasiswanya, sehingga ia makan dari konsumsi yang diberikan. “Bagaimana malamnya tidak kenyang, kalau tiap sore selalu dapat nasi kotak. Mau tidak dimakan, tapi aku lapar. Apalagi kalau siang masih ngajar sampai tidak sempat makan siang.”

Mendengar penjelasan sang suami, ada rasa iba di hati Mila. Meskipun awalnya ia protes karena suaminya itu kini menjadi sangat sibuk, tapi ia merasa bersalah jika tak dapat memahaminya. Apalagi, Rega telah berjuang lolos seleksi hingga diangkat menjadi dosen di salah satu kampus swasta terbaik yang menjadi impiannya.

Meminta maaf karena merasa ia tak banyak waktu untuk Mila, Rega meminta pengertian istrinya itu. “Aku janji, liburan semester nanti, kita akan jalan-jalan ke luar kota.”

Mengangguk lalu memeluk suaminya, Mila merasa aman dan tenang karena Rega memang selalu bisa meluluhkan hatinya. “Aku cuma mau kamu tidak terlalu lelah sampai sakit.”

***

Keesokan harinya saat akhir pekan, Mila yang tengah sibuk menyiapkan sarapan, dibuat terkesiap melihat Rega yang sudah rapi dengan kemejanya.

“Mau ke mana Sabtu-Sabtu begini?” tanya Mila aneh.

“Maaf, Sayang. Aku lupa memberitahumu. Aku sendiri juga baru ingat subuh tadi, kalau hari ini ada workshop di Bandung. Kemungkinan nanti sore aku baru pulang. Aku jalan dulu ya, love you,” pamit Rega mencium kening sang istri.

Mila yang masih terdiam, dibuat melongo dengan sikap suaminya yang tampak terburu-buru itu, sampai tak sempat pula ia menawarkan sarapan.

Seketika ia berpikir, selama ini Rega selalu memberitahukan agenda apa pun kepadanya. Tapi akhir-akhir ini, suaminya itu selalu telat dalam mengabarkan jadwalnya, hingga Mila sendiri yang harus bertanya. Tak ingin berpikir negatif, Mila menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir segala dugaan buruknya.

“Mas, kamu tidak bawa bekal? Ada yang ketinggalan tidak?” Mila mencoba menghubungi suaminya yang kini baru saja tancap gas.

“Nanti saja pasti dapat jatah makan siang dari kampus. Semua berkas ada di ponsel dan email kok, aman,” jawab Rega lalu izin mematikan telepon karena harus fokus menyetir.

Entah mengapa, Mila tiba-tiba ingin menghubungi Selia untuk menanyakan kebenaran acara workshop ini.

“Iya, Mbak. Sepertinya begitu. Karena kemarin saat bimbingan, aku dengar dosenku bicara dengan dosen lainnya tentang workshop hari ini di Bandung,” jawab Selia dalam panggilan telepon.

Merasa lega karena itu artinya suaminya tak bohong, Mila menutup teleponnya.

Sementara itu, Rega yang masih ada di jalan, berbelok ke salah satu hotel mewah dan segera menuju ke lobby selesai memarkir mobilnya.

Ia lalu setengah berlari menuju ke salah satu kamar.

“Hai, masuk, Mas,” sapa seorang perempuan yang baru saja membukakan pintu kamar.

“Maaf, aku terlambat,” ujar Rega meletakkan tasnya.

“Tidak apa-apa, tidak perlu terburu-buru. Oh iya, tadi istri Mas baru saja telepon aku, sepertinya dia sedang memastikan apa benar sedang ada workshop. Apa dia mulai curiga?” lanjut perempuan yang ternyata Selia itu.

...****************...

Bab 3

“Dia memang mudah cemburu dari dulu. Tapi, untungnya selama ini aku tak pernah terbukti berselingkuh,” tutur Rega tersenyum meremehkan.

Saling tertawa kecil, Rega dan Selia saling berpandangan.

“Bagaimana dengan suamimu sendiri? Aku rasa dia pasti sudah menyuruh anak buahnya memata-mataimu,” ucap Rega.

Merasa hal itu tak mungkin dilakukan, karena suaminya itu acuh dan begitu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan, suaminya juga tak pernah peduli mengenai aktivitas dirinya. Selia mengungkapkan, meski pernikahannya adalah impian bagi banyak orang, tapi nyatanya tidak berjalan seindah itu. Mereka hanya tinggal bersama tapi tidak hidup bersama. Mereka hanya bertemu ketika mau tidur dan saat bangun tidur saja, mengobrol pun hanya sedikit.

“Dia tidak seperti Mas Rega yang begitu penyayang dan perhatian,” protes Selia lembut, lalu memeluk suami dari sepupunya itu.

Mengaku ia juga jenuh selama tiga tahun pernikahan ini, Rega juga mengungkapkan kebosanannya pada Mila. Apalagi, mereka tak kunjung mendapatkan momongan. Ada sedikit rasa menyesal dalam dirinya karena merasa ternyata Mila tak begitu subur.

“Aku terburu-buru menikahinya, tanpa aku cari tahu dulu bagaimana kesehatannya. Ternyata juga, memiliki hubungan dengan wanita yang berusia di bawahku itu lebih menyenangkan dari pada yang seumuran,” ujar Rega membelai mesra rambut Selia yang terurai.

Tersenyum manja, Selia merasa terbang ke awan.

“Keluarga besar juga sempat membicarakan kalian yang tak kunjung memiliki anak. Tapi, mereka memujimu yang seakan tak pernah menuntut Mbak Mila, jadi mereka mengiranya hubungan kalian baik-baik saja,” jelas Selia.

Hanya tersenyum kecut, Rega mengaku apa yang orang lihat memang seringnya tak sesuai dengan kenyataannya, sama seperti apa yang orang lihat pada kehidupan pernikahan Selia dan suaminya, Arya.

Mereka lalu berbincang begitu hangat, hingga ungkapan hati Selia yang ternyata sudah tertarik pada Rega saat lebaran beberapa bulan lalu.

“Sejak Mas Rega menikah dengan Mbak Mila, aku tidak sadar kalau Mas Rega setampan ini. Baru aku mulai salah fokus ketika bertemu Mas Rega di kampus. Setelah aku tanya-tanya mama, baru aku sadar kalau Pak Rega dosen baru di kampusku itu adalah Mas Rega suaminya Mbak Mila. Sejak itu lah saat lebaran dan acara keluarga besar, aku selalu menyempatkan ikut, padahal aku malas sekali ikut acara seperti itu,” jelas Selia.

Mereka lalu menghabiskan waktu berdua di kamar hotel, tanpa sadar bahwa setan telah mengintai mereka. Sepasang laki-laki dan perempuan tanpa ikatan apa pun, yang berada dalam 1 ruangan. Benar saja, saking asyiknya menikmati momen kebersamaan ini, mereka mulai bercumbu mesra.

***

“Kamu di mana? Masih photoshoot? Malam ini kita dinner ya. Aku sudah reservasi tempat di restoran favoritmu. Nanti jam 6 sore aku jemput kamu. Share loc tempat kamu berada sekarang,” pinta Arya yang saat itu tengah menghubungi sang istri.

Selia yang saat itu masih berada di kamar hotel, dengan malas-malasan menjawab telepon suaminya.

“Tidak usah, langsung ketemu di sana saja,” tolak Selia yang lalu mematikan teleponnya karena akan bersiap mengemasi barang-barangnya.

Dilihatnya Rega masih terlelap di sampingnya, dibelainya begitu lembut kening dosen tampan itu, lalu dibangunkannya perlahan.

“Mas, aku pulang duluan ya, Mas Arya mengajakku makan malam. Sampai jumpa lagi,” pamitnya sembari mengecup kening Rega.

Rega yang baru terbangun dari tidurnya, segera menyadarkan dirinya 100 persen, untuk ikut bersiap pulang.

Dilihatnya ponselnya, begitu banyak panggilan tak diangkat dan pesan masuk dari Mila.

Mas, kamu sudah sampai Bandung?

Mas, kamu pulang jam berapa?

Mas, kamu tidak sempat cek hp atau bagaimana?

Mas, kamu pulang jam berapa? Mau aku masakkan apa nanti malam?

***

Keesokan paginya, Mila mendapati kabar ibunya tengah berada di rumah sakit karena tiba-tiba pingsan semalam.

Ia dan Rega yang sudah pulang dari semalam, lalu buru-buru menemui sang ibu di rumah sakit.

“Bagaimana keadaan ibu? Kenapa baru kasih tahu sekarang?” tanya Mila panik, pada sang adik yang menunggunya di depan kamar rawat inap.

“Maaf, Mbak. Aku tidak sempat buka hp semalam. Aku juga panik karena jam 10 malam ibu tiba-tiba tergeletak di lantai dapur. Kata dokter, gula ibu sedang drop, tapi sekarang sudah lebih baik,” jelas Cika, adik satu-satunya Mila.

Berlalu masuk ke dalam kamar, Mila menangis menghampiri ibunya.

Ibu Mila itu memang sudah lama mengidap penyakit diabetes, dan beberapa kali gulanya menurun drastis hingga tak sadarkan diri. Untungnya, masih ada sang adik yang masih kuliah, yang bisa menjaga ibunya di rumah. Semenjak kematian ayah Mila 5 tahun lalu, keluarganya hanya mereka bertiga.

Tak lama, datang Selia bersama mamanya, juga Arya.

“Ya ampun, Mbak,” ujar mama Selia ikut panik ketika mendapati kabar bahwa kakak iparnya itu baru saja masuk rumah sakit.

Di sana, Selia dan Rega yang saling berpandangan dan tersenyum kecil, membuat Cika yang tak sengaja menangkap kejadian ini pun merasa aneh.

Lalu tiba-tiba, ponsel Cika berdering.

Arum memanggil...

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!