NovelToon NovelToon

365 Day

Bab 1: Alexander dan Elena

Langit mendung menggantung di atas mansion megah Alexander Romanov, seolah mencerminkan suasana dingin yang menyelimuti tempat itu. Elena menggenggam tas lusuhnya erat-erat, menatap gerbang besi hitam yang menjulang di depannya. Ia hampir mundur, tetapi suara ayahnya yang sakit terngiang di kepalanya: "Ini kesempatanmu, Elena. Jangan sia-siakan."

Dengan tarikan napas berat, ia menekan bel interkom. Suara berat dan tegas terdengar dari balik speaker.

"Nama?"

"Elena Moretti. Saya datang untuk bekerja," jawabnya, mencoba terdengar percaya diri.

Gerbang terbuka perlahan, mengungkapkan jalan panjang menuju mansion. Langkah kaki Elena terasa berat saat ia berjalan, matanya terpaku pada bangunan besar dengan arsitektur klasik yang tampak lebih seperti kastil daripada rumah. Pintu depan terbuka, dan seorang pria paruh baya dengan setelan rapi berdiri di sana.

"Ikuti saya," katanya tanpa basa-basi.

Elena dibawa ke ruang tamu besar dengan jendela tinggi yang memancarkan cahaya dingin. Di sana, Alexander Romanov duduk di kursi kulit hitam, tangannya menggenggam sebuah gelas kristal berisi anggur merah. Pria itu bahkan tidak menoleh ketika Elena masuk.

"Jadi, ini pelayan baru?" tanyanya tanpa emosi, suaranya rendah dan memotong.

"Iya, Tuan Romanov," jawab pria paruh baya itu.

Alexander akhirnya mengangkat pandangannya. Mata abu-abunya menatap Elena dengan intensitas yang hampir membuatnya mundur selangkah. Ia tampak seperti patung marmer hidup—sempurna, tetapi dingin dan tidak berperasaan.

"Kamu terlambat," katanya datar.

"Saya mohon maaf, Tuan," jawab Elena pelan, menundukkan kepala.

"Tidak ada maaf. Di sini, saya tidak mentolerir kesalahan. Jadwal saya adalah segalanya. Jika kamu ingin bekerja di rumah ini, pelajari itu baik-baik," katanya, nada suaranya seperti cambuk.

Elena menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak membalas. Ia membutuhkan pekerjaan ini lebih dari apa pun.

"Antonio, tunjukkan kamarnya," Alexander melambaikan tangannya, seolah bosan hanya dengan keberadaan Elena. "Dan pastikan dia tahu aturan rumah ini. Aku tidak ingin gangguan."

Saat Elena mengikuti Antonio keluar ruangan, ia mencuri pandang ke arah Alexander. Ada sesuatu di balik sikap dinginnya, sesuatu yang tampak rapuh di balik cangkang keras itu. Namun, ia segera mengalihkan pandangannya.

Ia tahu satu hal: pekerjaan ini akan jauh lebih sulit daripada yang ia bayangkan.

***

Hari pertama Elena di mansion Romanov adalah ujian berat. Sejak ia tiba, tidak ada satu momen pun di mana ia merasa santai. Para staf rumah tangga yang lain bekerja dalam keheningan yang hampir menakutkan, seolah takut akan bayang-bayang Alexander Romanov yang bisa muncul kapan saja.

Saat malam tiba, Elena sedang membantu membersihkan ruang makan ketika Antonio mendekatinya dengan tatapan serius.

"Tuan Romanov ingin makan malamnya diantar ke kamar," katanya singkat.

Elena mengangguk, meskipun jantungnya tiba-tiba berdebar lebih cepat. "Baik, apa yang harus saya lakukan?"

"Ikuti aturan: jangan bicara kecuali dia bertanya. Jangan tatap matanya terlalu lama. Letakkan makanannya, lalu keluar."

Instruksi itu terdengar berlebihan, tetapi dari pengalaman singkatnya, Elena tahu Alexander bukan pria biasa. Ia menghabiskan waktu beberapa menit memastikan nampan makan malamnya sempurna—steak yang dimasak medium-rare, anggur merah, dan roti segar yang tampak terlalu mahal untuk disentuh. Dengan hati-hati, ia membawa nampan itu menaiki tangga besar menuju kamar utama.

Pintu kamar terbuka setengah ketika ia sampai. Elena mengetuk perlahan, tetapi tidak ada jawaban. Setelah ragu sejenak, ia mendorong pintu dengan pelan.

Alexander sedang berdiri di depan jendela besar, punggungnya menghadap ke pintu. Ia mengenakan kemeja putih yang lengan panjangnya digulung hingga siku, menunjukkan lengannya yang kokoh. Cahaya bulan memantul di kaca jendela, membuat siluetnya tampak seperti bayangan patung.

"Taruh di meja," katanya tanpa menoleh, suaranya dalam dan tegas.

Elena berjalan perlahan ke meja di dekat sofa, meletakkan nampan dengan hati-hati agar tidak ada suara yang mengganggu. Hawa dingin di kamar itu bukan karena suhu, melainkan karena kehadiran Alexander yang terasa begitu mengintimidasi.

Saat ia selesai, ia melangkah mundur, berharap bisa segera keluar, tetapi langkahnya terhenti ketika Alexander akhirnya berbalik. Mata abu-abunya yang tajam menatapnya.

"Kenapa kamu di sini?" tanyanya tiba-tiba.

Elena bingung. "M-maaf, Tuan? Saya hanya mengantar makan malam Anda."

"Bukan itu maksudku," katanya dingin, mengambil langkah mendekat. "Kenapa kamu memilih bekerja di sini? Kamu tidak terlihat seperti orang yang cocok dengan tempat ini."

Elena menggenggam tangannya erat, mencoba mengendalikan rasa gugupnya. "Saya membutuhkan pekerjaan ini, Tuan."

Alexander menyipitkan mata, seolah mencoba membaca pikirannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa lagi. Sebaliknya, ia kembali ke jendela, seolah kehadiran Elena sudah tak lagi penting.

"Kamu boleh pergi."

Tanpa ragu, Elena berbalik dan pergi, menutup pintu dengan lembut di belakangnya. Saat ia berjalan kembali ke dapur, ia merasa napasnya tertahan sepanjang waktu di kamar itu. Alexander Romanov bukan hanya majikan yang dingin dan angkuh—dia adalah teka-teki yang rumit dan berbahaya.

Namun, satu hal yang Elena tahu pasti: malam itu hanyalah permulaan.

***

Elena berjalan menyusuri lorong panjang mansion dengan langkah pelan, mencoba meredakan degup jantungnya yang belum sepenuhnya tenang. Hawa dingin yang memenuhi kamar Alexander tadi seolah masih membekas di tubuhnya. Saat sampai di dapur, ia menurunkan nampan kosong dengan hati-hati, lalu duduk di kursi kecil di sudut ruangan.

Ia menghela napas panjang, mengusap wajahnya yang terasa panas karena tegang. Dalam hatinya, ia bergumam, Bagaimana mungkin orang-orang di sini betah bekerja untuk pria seperti dia?

Elena memperhatikan sekeliling dapur, tempat para pekerja sibuk dengan tugas masing-masing. Semuanya bergerak dengan kecepatan teratur, tanpa ada tanda-tanda keluhan atau pemberontakan. Antonio mengawasi mereka dengan sikap tenang namun tegas, seperti seorang jenderal di medan perang. Tidak ada yang berbicara kecuali benar-benar perlu.

Apa mereka tidak pernah merasa takut? pikir Elena. Atau mungkin mereka sudah terbiasa dengan tatapan dingin itu? Dengan suara yang terdengar seperti perintah mutlak?

Salah seorang pelayan wanita mendekat untuk mengambil piring kotor dari meja di depannya. Wanita itu, bernama Maria, tampak sedikit lebih ramah dibandingkan yang lain.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Maria, suaranya rendah agar tidak terdengar oleh yang lain.

Elena mengangguk pelan. "Ya, hanya sedikit... tegang."

Maria tersenyum kecil, seolah memahami. "Itu wajar. Hari pertama selalu seperti itu. Tapi kalau boleh aku beri saran, jangan terlalu memikirkan Tuan Romanov. Dia memang seperti itu."

"Seperti itu bagaimana?" Elena tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

Maria menatapnya sejenak, lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa menjawab.

Jadi, mereka semua tahu, tapi tidak ada yang mau bicara? pikir Elena kesal. Baginya, Alexander bukan hanya seorang majikan yang sulit—ia adalah teka-teki yang tampaknya dijaga rapat oleh semua orang di mansion ini.

Ia menghela napas lagi. Mungkin aku harus belajar menerima saja. Tapi bagaimana caranya aku bisa betah bekerja di sini, kalau setiap kali melihatnya, rasanya seperti berjalan di atas es yang rapuh?

Malam itu, saat ia kembali ke kamarnya yang kecil di lantai bawah, Elena tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Alexander. Sikapnya yang dingin, tatapan matanya yang tajam, dan suasana menekan di sekitarnya seolah menjadi misteri yang sulit dijelaskan.

Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang membuat Elena bertanya-tanya: Apakah ada alasan mengapa orang-orang di sini tetap tinggal? Apakah mungkin Alexander Romanov tidak sesederhana apa yang terlihat di luar?

2. Pernikahan

Pagi berikutnya, alarm tua di kamar kecil Elena berbunyi nyaring, memaksanya bangun sebelum fajar. Ia merapikan dirinya dengan cepat, menyeka wajahnya dengan air dingin agar tetap segar. Ini hari kedua, pikirnya. Hari yang pasti akan lebih berat dari kemarin.

Tugas pertama Elena hari ini adalah menyiapkan semua kebutuhan Alexander Romanov untuk rapat penting di kantornya. Pintu kamar tuan besar itu masih tertutup rapat saat Elena sampai di lantai atas. Antonio, kepala pelayan yang selalu tampak tegas dan dingin, sudah berdiri di sana, memberinya panduan singkat.

“Siapkan sarapan ringan di meja kerja beliau. Pastikan setelan jas sudah disiapkan di lemari gantung. Sepatunya harus mengkilap sempurna. Dan jangan lupa, meja harus bersih dari kertas-kertas lama,” perintah Antonio dengan nada tanpa kompromi.

Elena hanya mengangguk, mencatat semuanya di dalam kepala. Ia tidak ingin membuat kesalahan—terutama tidak di depan pria yang tatapannya saja bisa membuat bulu kuduknya berdiri.

Dia memulai dengan membawa nampan sarapan sederhana ke ruang kerja Alexander, yang terletak di sayap timur mansion. Ruangan itu besar dan dipenuhi dengan rak buku tinggi serta meja kayu mahoni yang besar. Ia menyusun kopi, roti panggang, dan beberapa potong buah dengan hati-hati. Namun, setiap langkah kecil yang diambilnya terasa berat, seolah-olah ia berada di bawah pengawasan yang tak terlihat.

Selanjutnya, Elena menuju lemari pakaian di kamar Alexander. Ia membuka pintu besar itu dan terpukau sejenak oleh koleksi jas mahal yang tertata rapi di dalamnya. Semua berwarna netral—hitam, abu-abu, biru gelap—tampak begitu sempurna. Setelah memilih jas biru tua dengan dasi sutra perak yang senada, ia menggantungnya di lemari gantung dekat kamar mandi.

Langkah terakhirnya adalah menyemir sepatu hitam Alexander. Sepatu kulit itu terlihat sudah bersih, tapi Antonio mengingatkan bahwa Alexander sangat memperhatikan detail kecil. Dengan penuh perhatian, Elena memoles sepatu itu hingga berkilau, lalu meletakkannya di dekat pintu.

Ketika semua tugas selesai, Elena merasa lega. Namun, saat ia hendak kembali ke dapur, suara pintu kamar Alexander terbuka membuatnya berhenti di tempat. Alexander keluar, mengenakan pakaian santai dengan rambut yang sedikit berantakan. Tatapannya tajam seperti biasa, membuat Elena menahan napas.

“Kamu yang menyiapkan semuanya?” tanyanya, suaranya rendah tapi tegas.

Elena menelan ludah sebelum menjawab. “I-iya, Tuan.”

Alexander berjalan melewati meja kerja, memperhatikan nampan sarapan, lalu melirik jas yang sudah digantung. Ia mengangguk pelan. “Cukup baik. Jangan lupa setrika lipatan di dasi sebelum saya pakai.”

Ia tidak menunggu jawaban Elena dan langsung menuju kamar mandi. Elena berdiri terpaku, mencoba mencerna perintah tambahan yang baru saja diberikan. Setelah beberapa detik, ia segera mengambil dasi itu dan menyempurnakannya.

Saat Alexander akhirnya siap berangkat, ia terlihat seperti pria yang sempurna—dari rambutnya yang tersisir rapi hingga kilauan sepatunya. Namun, ekspresinya tetap tak terbaca, meninggalkan Elena dengan pertanyaan yang terus berputar di kepalanya: Bagaimana pria seperti ini bisa begitu sempurna, tapi terasa begitu... kosong?

Hari itu, Elena mulai memahami satu hal. Alexander Romanov adalah teka-teki yang lebih rumit dari yang ia bayangkan. Tapi, apa yang sebenarnya ia sembunyikan di balik tatapan dingin itu?

***

Ruang pesta di hotel mewah itu dipenuhi lampu kristal yang berkilauan dan musik lembut yang mengiringi percakapan para tamu. Alexander Romanov duduk di salah satu sofa kulit di lounge eksklusif bersama teman-temannya, para pengusaha sukses dari berbagai belahan dunia. Gelas kristal di tangannya berisi anggur merah yang nyaris tak tersentuh, sementara senyum tipis menghiasi wajahnya yang dingin.

Percakapan mereka malam itu ringan, tapi penuh dengan canda tawa khas orang-orang yang merasa berkuasa. Hingga akhirnya, Vincent, seorang pengusaha flamboyan asal Italia, mengusulkan sesuatu yang di luar dugaan.

"Kalian tahu, hidup ini terkadang terlalu serius. Bagaimana kalau kita buat permainan malam ini? Sebuah taruhan kecil untuk menghidupkan suasana," ujarnya sambil meneguk minumannya.

"Apa yang kau maksud dengan taruhan?" tanya Alexander, nadanya datar, tapi sorot matanya menunjukkan ketertarikan.

Vincent tersenyum lebar. "Sederhana. Kita akan bermain permainan klasik—truth or dare. Tapi, bagi yang kalah, taruhannya adalah menikahi salah satu pembantu di rumah mereka selama... katakanlah, setahun penuh."

Ruang itu langsung dipenuhi dengan tawa dan sorakan dari yang lain. Bagi mereka, ini hanya lelucon, sebuah hiburan di tengah kehidupan mereka yang penuh tekanan.

"Tentu saja, kita tidak bicara soal cinta," tambah Vincent dengan nada menggoda. "Hanya formalitas. Tapi, bayangkan! Hidup selama setahun dengan seseorang dari dunia yang sama sekali berbeda. Bukankah itu akan... menarik?"

Beberapa di antara mereka langsung setuju, melihat ini sebagai permainan yang seru. Namun, Alexander tetap diam, memutar gelasnya perlahan sambil menatap Vincent.

"Bagaimana kalau aku menolak?" tanya Alexander akhirnya.

Vincent terkekeh. "Kau, menolak tantangan? Romanov, kau dikenal tidak pernah mundur dari taruhan."

Tatapan Alexander semakin tajam, tapi bibirnya melengkung dalam senyum kecil yang hampir tak terlihat. "Baiklah. Aku ikut. Tapi jangan berharap aku kalah."

Permainan dimulai, dan suasana menjadi lebih tegang sekaligus penuh tawa. Putaran demi putaran berlangsung, dan setiap pemain berusaha untuk tidak menjadi yang terakhir kalah. Namun, di babak akhir, keberuntungan tampaknya berpaling dari Alexander. Sebuah tantangan sederhana yang gagal ia selesaikan membuatnya dinyatakan kalah.

Sorakan menggema di ruangan itu ketika Vincent berdiri, memberikan tepuk tangan keras. "Romanov, ini benar-benar tak terduga! Jadi, siapa yang akan menjadi istrimu selama setahun?"

Alexander menatapnya dingin, tapi tidak ada jalan keluar. "Aku akan memilih sendiri," jawabnya singkat, dengan nada yang menandakan bahwa ia tidak akan mentolerir komentar lebih lanjut.

Namun, di dalam hatinya, Alexander tahu bahwa ini lebih dari sekadar permainan. Permainan ini telah menyeretnya ke dalam situasi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Saat ia kembali ke mansion malam itu, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: siapa yang akan ia pilih?

Tanpa sadar, bayangan wajah Elena—pembantu baru yang penuh keberanian namun canggung—muncul dalam benaknya. Ia menggeleng pelan, mencoba menepis pikiran itu. Namun, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin kuat bayangan itu muncul.

Taruhan ini mungkin dimulai sebagai lelucon, tapi Alexander tahu, konsekuensinya bisa jauh lebih rumit daripada yang ia duga.

***

Pagi itu, Elena sedang sibuk di dapur, menyiapkan teh untuk Alexander seperti biasa. Ia mencoba menjalani hari dengan tenang, meskipun suasana di mansion selalu terasa seperti berjalan di atas lapisan tipis es. Namun, ketenangan itu hancur ketika Antonio, kepala pelayan, muncul di pintu dapur dengan ekspresi serius.

“Elena, ada sesuatu yang perlu kubicarakan denganmu,” katanya tanpa basa-basi.

Elena berhenti menuang teh, menatap Antonio dengan bingung. “Apa ada sesuatu yang salah?”

Antonio menghela napas pelan, tampak seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Bukan salah. Tapi… sesuatu yang tidak biasa. Tuan Romanov memutuskan untuk menikah denganmu.”

Kata-kata itu terasa seperti guntur di siang bolong. Elena hampir menjatuhkan teko yang dipegangnya. “Apa? Apa maksud Anda menikah?”

“Itu adalah keputusan yang diambil oleh Tuan Romanov. Pernikahan ini hanya akan tercatat secara resmi di negara, bukan sebuah acara besar. Tapi, tetap saja, kau akan menjadi istrinya selama setahun,” jelas Antonio dengan nada netral.

Elena menggeleng, mencoba mencerna ucapan itu. “Tapi… kenapa? Apa yang terjadi? Mengapa saya?”

“Itu bukan urusanku untuk menjelaskan,” balas Antonio tegas. “Tapi ini sudah diputuskan, dan pernikahan itu akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan.”

Elena merasa darahnya berdesir cepat. “Ini tidak masuk akal. Saya tidak tahu apa-apa tentang ini. Saya bahkan tidak kenal dia dengan baik.”

“Tuan Romanov tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Kau hanya perlu menerima ini dan menjalankan tugasmu. Lagipula, ini hanya setahun,” ujar Antonio, mencoba meredakan kegelisahan Elena meskipun suaranya terdengar kaku.

Elena terduduk di kursi, wajahnya pucat. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Alexander Romanov, pria yang nyaris tidak pernah berbicara padanya kecuali untuk memberi perintah, tiba-tiba memutuskan untuk menikahinya? Dan apa yang dimaksud dengan “hanya setahun”?

Dalam kebingungannya, ia teringat interaksi-interaksi kecil mereka selama ini. Alexander selalu dingin, tapi ada momen-momen tertentu di mana ia merasa tatapan pria itu tertuju padanya lebih lama dari seharusnya. Apakah itu ada hubungannya? Atau ini hanyalah permainan konyol dari orang-orang kaya seperti dirinya?

“Elena,” suara Antonio memotong lamunannya, “aku tahu ini sulit diterima. Tapi percayalah, kau hanya perlu menjalani peranmu selama setahun. Setelah itu, semuanya akan kembali seperti biasa.”

Namun, kata-kata itu tidak banyak membantu. Elena tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah ini. Dan yang lebih menakutkan, ia tidak tahu apa yang menunggunya di depan. Alexander Romanov adalah teka-teki, dan sekarang, ia menjadi bagian dari permainan itu—suka atau tidak.

3. Hari Pertama Menjadi Istri

Hari pertama sebagai "istri resmi" Alexander Romanov terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah diinginkan Elena. Pagi itu, ia bangun di kamar kecilnya seperti biasa, tetapi kali ini, ada sepucuk amplop bersegel di meja. Kepala pelayan, Antonio, telah memberikannya tadi malam, memintanya untuk membacanya sebelum hari pernikahan dimulai.

Dengan tangan gemetar, Elena membuka amplop itu. Di dalamnya terdapat surat perjanjian resmi, lengkap dengan kop perusahaan milik Alexander dan tanda tangannya yang rapi. Tulisan di halaman pertama langsung menarik perhatian Elena:

"Perjanjian Pernikahan Kontrak: Alexander Romanov dan Elena."

Elena membaca dengan teliti, mencoba memahami isi perjanjian itu. Di dalamnya tercantum berbagai klausul, di antaranya:

Durasi Pernikahan

Pernikahan ini berlangsung selama 365 hari, terhitung sejak tanggal pernikahan resmi tercatat di negara. Setelah itu, pernikahan akan otomatis dibatalkan tanpa kewajiban lanjutan dari kedua belah pihak.

Tugas Elena

Elena hanya bertugas melayani kebutuhan Alexander Romanov secara profesional selama berada di mansion dan di acara-acara formal. Ini termasuk:

Menyiapkan sarapan, makan malam, dan kebutuhan kecil lainnya.

Menjaga penampilan sebagai "istri" Alexander saat menghadiri acara sosial atau bisnis.

Mematuhi aturan mansion dan tidak mencampuri urusan pribadi Alexander tanpa izin.

Hak Elena

Elena akan diberikan akses penuh terhadap fasilitas mansion, termasuk kamar pribadi baru di sayap timur, serta kebutuhan dasar selama masa pernikahan.

Batasan

Tidak ada hubungan fisik atau emosional yang diwajibkan dalam kontrak ini. Pernikahan ini hanya formalitas untuk memenuhi syarat taruhan atau alasan yang telah dijelaskan oleh Alexander kepada pihak-pihak tertentu.

Kerahasiaan

Elena tidak diizinkan membicarakan detail pernikahan ini kepada siapa pun di luar mansion, termasuk media atau orang terdekatnya.

Selesai membaca, Elena menghela napas panjang. Ini bukan pernikahan biasa; ini lebih seperti kontrak kerja dengan nama yang lebih rumit. Tapi ia tidak punya pilihan. Segala hal tentang ini membuatnya merasa seperti bidak dalam permainan catur Alexander.

Hari Pernikahan

Pernikahan mereka berlangsung tanpa upacara besar, hanya sebuah penandatanganan di kantor catatan sipil yang dihadiri Alexander, Elena, dan Antonio sebagai saksi. Alexander tampak seperti biasa—dingin, rapi, dan tanpa emosi.

Saat mereka kembali ke mansion, Alexander memberinya pandangan singkat sebelum masuk ke ruang kerjanya. “Mulai hari ini, kau tahu tugasmu. Jangan melanggar aturan, dan semuanya akan berjalan lancar,” katanya sebelum menghilang di balik pintu.

Elena berdiri di aula utama, masih mengenakan gaun sederhana yang diberikan oleh kepala pelayan. Rasanya surreal. Ia menikah, tapi tidak merasa seperti seorang istri.

Malam Hari

Elena mencoba memulai tugasnya dengan melayani makan malam Alexander. Ia menyiapkan meja dengan hati-hati, memastikan semua sesuai standar tinggi pria itu. Ketika Alexander masuk ke ruang makan, ia hanya mengangguk singkat sebelum duduk.

“Makan malam pertama sebagai pasangan,” kata Elena dengan nada canggung, mencoba memecahkan suasana.

Alexander menatapnya tanpa ekspresi. “Jangan terlalu berpikir tentang ‘pasangan.’ Ingat perjanjian itu. Kita ada di sini karena keadaan, bukan karena pilihan.”

Elena mengangguk, meskipun ada sedikit rasa sakit yang menyelip di hatinya. “Baik, Tuan Romanov.”

Alexander mengangkat alis. “Jika kita akan bertahan setahun ini, kau bisa memanggilku Alexander. Setidaknya ketika kita berdua saja.”

Itu adalah sedikit celah dalam sikap dinginnya, tapi tidak cukup untuk membuat Elena merasa nyaman. Ia tahu, setahun ini akan menjadi perjalanan yang panjang, penuh tantangan, dan entah bagaimana, mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.

***

Pagi itu, Elena terbangun di kamar barunya di sayap timur mansion. Kamar itu jauh berbeda dari ruang kecil yang biasa ia tempati. Langit-langitnya tinggi dengan chandelier kristal yang berkilauan. Perabotan bergaya klasik dengan sentuhan modern menghiasi setiap sudut ruangan, membuatnya merasa seperti masuk ke dunia lain.

Namun, yang benar-benar membuat Elena tercengang adalah lemari besar di sudut ruangan. Ketika ia membuka pintunya, matanya membelalak melihat koleksi pakaian mewah yang berjajar rapi. Gaun-gaun mahal dari desainer ternama, setelan kasual yang tetap berkelas, sepatu berhak tinggi, hingga perhiasan kecil yang tersimpan dalam kotak beludru. Semuanya tersusun sempurna, seolah-olah dirancang khusus untuknya.

Ia memutar tubuh ke arah kepala pelayan, Antonio, yang berdiri dengan tangan terlipat di dekat pintu. “Apa ini semua… untuk saya?” tanyanya dengan nada tidak percaya.

Antonio mengangguk dengan sikap tenang seperti biasa. “Tentu saja, Nona Elena. Tuan Romanov memerintahkan agar semua kebutuhan Anda disiapkan. Anda sekarang adalah istrinya, meski hanya secara formal. Tuan Romanov tidak ingin Anda tampil tidak sesuai standar.”

Elena menyentuh salah satu gaun dengan lembut, merasa kain sutra yang halus di ujung jarinya. “Ini… terlalu banyak. Saya bahkan tidak tahu bagaimana memakai beberapa dari ini.”

“Kami juga telah mengatur sesi dengan penata gaya pribadi. Mereka akan membantu Anda memilih pakaian yang sesuai untuk acara formal atau kasual, jika diperlukan,” tambah Antonio.

Belum selesai rasa takjubnya, Antonio menyerahkan sebuah kotak kecil hitam. Ketika Elena membukanya, ia menemukan sebuah kartu kredit berwarna hitam mengilap—kartu black card eksklusif yang biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang super kaya.

“Kartu ini diberikan khusus untuk kebutuhan Anda, Nona. Anda bebas menggunakannya untuk belanja pakaian, aksesori, atau apa pun yang Anda perlukan,” jelas Antonio.

Elena memandang kartu itu dengan bingung. “Tapi… saya tidak pernah meminta semua ini.”

“Itu tidak relevan. Tuan Romanov memastikan Anda memiliki segala yang diperlukan untuk memenuhi peran Anda,” jawab Antonio, suaranya tetap datar.

Elena merasa campur aduk. Di satu sisi, ia tak bisa menahan rasa kagum terhadap semua kemewahan ini. Di sisi lain, ia merasa tidak nyaman. Semua ini bukan hasil kerja kerasnya, melainkan sesuatu yang ‘dipaksakan’ padanya sebagai bagian dari pernikahan kontrak ini.

Namun, sebelum Elena bisa memikirkan lebih jauh, Antonio menambahkan, “Ada satu hal lagi. Tuan Romanov mengharapkan Anda menemani beliau makan malam formal dengan para mitra bisnis minggu depan. Anda akan membutuhkan salah satu gaun ini untuk acara tersebut.”

Elena menatap gaun-gaun itu lagi, kali ini dengan perasaan yang lebih berat. Ini bukan sekadar pakaian; ini adalah simbol tanggung jawab barunya. Dia tahu, hidupnya sekarang terikat dengan Alexander Romanov, setidaknya selama setahun ke depan. Dan mau tidak mau, ia harus menyesuaikan diri dengan dunia pria itu—dunia yang penuh kemewahan, tapi juga penuh tekanan.

Dengan hati-hati, ia menggantungkan gaun yang telah disentuhnya tadi, lalu menatap lemari besar itu. “Baiklah. Kalau ini yang harus saya jalani… saya akan mencobanya.”

***

Malam itu, suasana di mansion terasa lebih sibuk dari biasanya. Elena baru saja selesai makan malam ketika sekelompok penata gaya dan penata rambut tiba di kamarnya, dipimpin oleh seorang wanita anggun bernama Clara. Mereka membawa koper besar berisi alat rias, perlengkapan rambut, dan bahkan beberapa tambahan aksesori.

Clara tersenyum ramah. "Nona Elena, malam ini Anda harus tampil luar biasa. Tuan Romanov telah menginstruksikan kami untuk memastikan Anda terlihat sempurna."

Elena duduk di kursi dekat meja rias, masih merasa tidak nyaman dengan semua perhatian ini. “Apa ini benar-benar perlu? Bukankah pesta ini hanya untuk mitra bisnisnya?”

Clara terkekeh kecil, menyisir rambut Elena dengan lembut. “Bukan hanya mitra bisnis, Nona. Ini adalah pertemuan dengan teman-teman dekat Tuan Romanov, dan beliau ingin memastikan semua orang tahu bahwa Anda—istri barunya—adalah wanita yang luar biasa.”

Meskipun nada Clara terdengar ringan, Elena tahu maksud sebenarnya. Alexander tidak sedang memamerkannya karena rasa bangga atau cinta. Ini hanya tentang memenuhi janji, menunjukkan bahwa ia, Alexander Romanov, selalu menepati kata-katanya.

Selama beberapa jam, Elena melewati transformasi. Rambutnya ditata dengan elegan, sebagian digulung ke atas dengan sisa ikal yang jatuh di bahunya. Riasannya lembut namun memukau, menonjolkan kecantikannya tanpa berlebihan. Clara akhirnya memintanya mengenakan salah satu gaun yang telah dipilih Alexander sebelumnya—gaun satin berwarna merah anggur yang memeluk tubuhnya dengan sempurna.

Ketika Elena berdiri di depan cermin, ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Dia terlihat seperti bagian dari dunia Alexander—dunia yang mewah dan memukau. Namun, di dalam dirinya, ia tetap merasa seperti orang luar.

“Luar biasa,” komentar Clara. “Tuan Romanov pasti akan sangat puas.”

Di Ruang Utama Mansion

Alexander sudah menunggu di ruang utama, mengenakan setelan hitam klasik yang membuatnya terlihat lebih berwibawa daripada biasanya. Ketika Elena melangkah masuk, percakapan di sekitarnya langsung mereda. Semua mata tertuju padanya.

Alexander menoleh perlahan, matanya mengamati Elena dari kepala hingga ujung kaki. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat—hampir seperti senyuman, meskipun dingin.

“Kau siap?” tanyanya, mendekatkan dirinya tanpa melepas tatapannya.

Elena mengangguk pelan. “Saya rasa begitu.”

Alexander menawarkan lengannya, dan tanpa banyak pilihan, Elena meletakkan tangannya di sana. “Ingat, ini hanya satu malam. Tunjukkan senyumanmu, tapi jangan terlalu banyak bicara kecuali ditanya. Sisanya, serahkan padaku.”

Elena hanya bisa mengangguk lagi. Mereka berjalan keluar bersama, menuju mobil mewah yang akan membawa mereka ke pesta.

Di Pesta

Pesta berlangsung di sebuah ballroom megah yang dihias dengan lampu gantung kristal dan dekorasi emas. Tamu-tamu yang hadir adalah para pengusaha elit, banyak di antaranya mengenal Alexander secara pribadi.

Ketika Alexander masuk bersama Elena, seluruh ruangan seolah berhenti untuk melihat mereka. Teman-temannya—termasuk Vincent, penggagas taruhan—segera menghampiri dengan senyum lebar.

"Romanov!" seru Vincent, melirik Elena dengan mata penuh rasa ingin tahu. “Jadi, ini dia istri barumu? Sangat memukau, seperti yang kuduga darimu.”

Alexander hanya mengangguk tipis. “Aku selalu menepati janjiku, Vincent. Elena, ini Vincent, salah satu teman yang paling suka membuat masalah.”

Elena tersenyum sopan, meskipun hatinya berdegup kencang. “Senang bertemu dengan Anda.”

Vincent tertawa kecil. “Sungguh sopan. Kau benar-benar beruntung, Romanov.”

Malam itu, Alexander dan Elena menjadi pusat perhatian. Alexander, dengan caranya yang penuh kendali, memastikan bahwa setiap percakapan berjalan lancar. Sementara itu, Elena merasa seperti boneka di panggung besar, tersenyum, berbicara seperlunya, dan mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya.

Namun, di sela-sela pesta, Elena menyadari satu hal: Alexander Romanov bukan hanya pria dingin yang penuh perhitungan. Ada sesuatu di balik tatapan matanya—sesuatu yang lebih dalam dan lebih rumit daripada yang ia bayangkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!