NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Polisi Tampan

Ciuman Darurat 1

Icha menunduk dengan telapak tangannya yang terbuka bertumpu pada kedua lututnya, sambil menahan nafasnya yang tersengal-sengal.

“Itu dia!”

Belum lagi keringatnya berhenti mengucur, terdengar suara teriakan dari belakang. Ia segera menoleh dan mendapati para pria berbadan besar yang tadi mengejarnya telah berhasil menemukannya lagi.

Ia segera bangkit berdiri dan berlari sekencang-kencangnya kembali dengan sisa tenaga yang masih ada.

Namun sepertinya itu tidak mungkin, laju lari para pria itu sungguh kencang. Kalau ia terus berjalan lurus maka sebentar saja, pasti dia sudah tertangkap.

Ia kembali berbelok ke gang kecil di komplek padat penduduk tersebut, kala tiba-tiba terlihat seorang lelaki keluar dari gang di depannya dan berpapasan dengannya.

Ia segera tahu, di depannya, tepat sebelum gang belok besar dan gang buntu itu, ada gang kecil di seberangnya.

Icha segera masuk ke dalam gang yang sebenarnya hanya muat satu orang itu, dan…

Bruk!

Ia tanpa sengaja menabrak badan seorang lelaki.

Tak kurang akal, Ia segera menyandarkan badannya ke tembok dan menarik kerah baju lelaki itu, kemudian memeluknya dengan erat.

“Apa yang..?” tanya lelaki itu tak selesai, karena tiba-tiba bibirnya sontak dicium oleh Icha yang begitu gupuh mendapati kemunculan para pria tadi yang mengejarnya itu, apalagi mereka terlihat berjalan pelan dan menoleh ke kanan dan ke kiri.

“Sepertinya dia sudah berlari ke gang sana.”

Terdengar suara salah seorang dari mereka mengajak temannya ke gang belok besar tadi, diikuti derap langkah berlari mereka.

Mata Icha menilik ke arah mereka, kemudian menghela nafas panjang dengan posisi bibirnya yang masih menempel di bibir lelaki itu.

Ia kemudian segera melepas ciumannya, dan meringis kecut ke arah lelaki yang terlihat masih terkesiap kaget dan masih dipeluknya itu.

“Astaghfirullahaladzim, Ndan!”

Icha segera menoleh ke arah suara tersebut.

Terlihat seorang lelaki mulai memperpelan laju larinya hingga berangsur-angsur berjalan pelan ke arahnya, dan berhenti tepat di depan lelaki yang masih ia peluk tersebut tanpa sadar.

“Apa kau akan terus bermesraan di sini, dan membiarkan Korek kabur?”

“Hah!” gumam lelaki itu yang tampak masih terkesiap bingung, berbeda dengan Icha yang langsung melepaskan pelukannya.

Lelaki itu tersadar setelah beberapa saat dan langsung membalikkan badannya hendak pergi sambil mengumpat Icha dengan gumaman lirihnya, “Dasar Murahan!”

Icha yang membelalak kaget mendengarnya, sontak dengan berani menarik ke belakang kerah bagian belakang lelaki itu, sambil balik mengumpatnya balik, “Dasar lelaki mesum!”

Badan lelaki itu langsung tertarik ke belakang.

Tapi dengan sigapnya, dia segera berbalik memutar badannya dan mencengkram telapak tangan Icha hendak melintirnya, bahkan Icha spontan menutup matanya karena giris.

Untungnya, lelaki yang baru datang itu segera memegang lengan lelaki yang tadi dipeluknya tersebut sembari berkata, “tidak usah diladeni! Korek lebih penting.”

Telapak tangannya terasa dilepas oleh lelaki itu dengan cepat, Icha kemudian membuka matanya perlahan.

Lelaki itu terlihat telah berlari berbelok dengan cepat.

“Dasar mesum!” umpat Icha dengan kesal sekali lagi, membuatnya teringat akan peristiwa ciuman tadi.

Ia langsung menjerit lirih, sambil merengutkan wajahnya, dan menginjak-injak tanah tempatnya berpijak.

“Liat aja! lain kali, gue nggak akan ngelepasin lo,” gerutu Icha dengan kesal sambil mengusap-usap bibirnya dengan kasar.

Ia kemudian berjalan keluar menuju Jalan Raya, sambil memperhatikan sekitar Komplek pelacuran tersebut penuh was-was, kalau-kalau para pria itu menemukannya lagi.

Tak Berapa lama, ia telah sampai di pinggir jalan raya.

Ia segera berjalan menjauh dari Kompleks tersebut, dan mengeluarkan ponselnya.

“Halo Ndra, lo dimana?” tanyanya agak panik, Ia ingin segera keluar dari wilayah itu.

“......”

“Baguslah, cepat jemput gue! sudah ku kirim gps-nya,” perintahnya cepat kemudian segera mematikan ponselnya.

Ia segera menutup mulut dan hidungnya dengan rambut panjangnya yang sedari tadi tergerai lepas, sambil membalikkan badannya membelakangi jalan.

Pikirannya terus saja was-was.

“Dari mana saja kamu?”

Icha yang tengah berdiri di pinggir jalan itu tersentak kaget, ia langsung membalikkan badannya ke arah sahabatnya itu yang tengah menyusulnya dengan sepeda motor matic warna pink.

Gadis berkerudung hitam itu terlihat kesal.

“Ceritanya panjang, nanti saja gue ceritain, Ndra? Sekarang biarin gue naik dan bersandar di punggung lu sebentar, gue capek banget,” ucap Icha sambil memakai helm yang disodorkan oleh temannya.

Gadis itu terlihat iba, menatap ke arah pakaian Icha yang setengah basah.

“Apa kau tadi habis berlari, baumu sungguh menyengat?” tanya gadis itu terdengar seperti menggodanya. Tapi bagi Icha yang sudah mengenalnya, gadis itu lebih seperti mengorek-ngorek cerita darinya.

“Ini karena si nenek lampir itu. Awas saja! gue akan buat perhitungan sama dia sesampainya di rumah,” jawab Icha kesal, kemudian duduk di atas jok belakang sepeda motor tersebut.

******

Icha segera masuk ke dalam rumahnya yang terlihat tidak biasa itu, lampu rumah yang biasanya padam pada jam segitu, masih terlihat terang benderang.

Ia tahu ada yang tidak beres, tapi ia sungguh lelah dan tak mau terlalu memikirkannya. 

‘Apa yang terjadi, biarlah terjadi’ pikirnya.

Segera ia buka pintu rumah tersebut.

“Dari mana saja kamu, malam-malam begini?”

Icha menghela nafas panjang, melihat wajah papinya yang merah padam itu.

Terlihat di belakang papinya itu, ibu tirinya yang hanya terpaut sepuluh taun darinya itu tengah tersenyum nyengir ke arahnya.

Namun ia sama sekali tak kaget, itu adalah hal yang wajar di rumahnya tersebut. Bahkan ia sama sekali tak kaget mendengar bentakan papinya itu dan justru malah melengos pergi.

Papinya itu langsung menarik tangannya, dan menatapnya dengan begitu tajam.

“Aisyah, lihat Papi!” bentak lelaki itu lagi.

Dengan malas, Icha menatap papinya tersebut sambil menyahut pelan, “apalagi sih Pi, Icha capek.”

“Sudah berkali-kali Papi bilang, namamu itu Aisyah bukan Icha,” hardik Papinya itu kembali dengan nada lebih tinggi.

Namun Icha hanya menghela nafas panjang mendengarnya, dan kembali membalikkan badannya sembari membungkukkan badannya ke depan dengan malas, hendak beranjak ke kamarnya.

Lelaki itu tampak semakin marah, ia meraih tangan Icha dan menariknya, bahkan sudah mengangkat tangannya dan hampir menampar Icha, kala tiba-tiba, ibu tirinya yang sedari tadi terlihat tersenyum berubah memasang wajah iba, kemudian menurunkan tangan suaminya tersebut.

“Sabar Pi, semuanya bisa dibicarakan baik-baik.”

Icha hanya melenguh pelan melihat sikap red-flag ibu tirinya itu.

“Sikap seperti apa itu Aisyah? Kau benar-benar tidak bisa menghormati orang tua, padahal ibu tirimu itu sudah sangat sabar padamu,” ucap Papinya tersebut benar-benar membuat Icha tertawa terbahak-bahak.

Plak!

Terdengar suara tamparan keras dari Papinya tersebut yang mendarat tiba-tiba ke pipinya dengan begitu kencang.

Icha langsung memegang pipi kirinya tersebut, sementara tangan kanannya mencengkeram rok mininya dengan sangat erat. Ia berusaha menguasai dirinya yang begitu dongkol dengan sikap Papinya tersebut.

Sementara Papinya terlihat begitu menyesal di samping ibu tirinya yang terlihat menikmati pemandangan tersebut.

“Sejak wanita ini ada di rumah ini, Papi selalu memukulku, ini ketiga kalinya Papi memukulku. Sampai Papi berani memukulku lagi, aku tidak akan tinggal diam!”

“Berani kamu, Aisyah! Dasar anak kurang ajar!” teriak Papinya mendengar ancaman Icha dan melihatnya membalikkan badan sambil berlari naik ke lantai atas menuju kamarnya tanpa menghormatinya sama sekali.

Brak

Icha langsung membanting pintu kamarnya sampai tertutup dengan keras. Ia kemudian menyandarkan badannya di belakang pintu tersebut dan menangis sesenggukkan seketika.

“Dia itu anak remaja, Papi harus lebih bisa bersabar!” 

Sayup-sayup terdengar suara manipulatif dari Si nenek lampir itu.

Kamu lagi...

Satu bulan telah berlalu…

Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan SMA-nya.

Ia sudah menyediakan berbagai warna pilox untuk dirinya dan teman-temannya.

“Tukang nyontek seperti kamu, harusnya tidak pantas diwarnai dengan pilox-pilox ini,” sindir Sandra, sahabat karibnya itu, membuat yang lain riuh redam membenarkannya.

“Berani kalian mengatakannya?”

Seketika, teman-temannya itu tampak terdiam  tegang mendengarnya, apalagi Icha mengangkat telunjuknya sambil mengarahkannya berkeliling ke hadapan mereka. 

Tapi itu hanya sekejap, sebentar saja mereka langsung tertawa beramai-ramai.

“Gadis kayak gue itu adalah penyeimbang kehidupan, seperti ada malam, ada siang, ada kaya, ada miskin, ada yang belajar juga harus ada yang nyontek, ha…ha…ha,” ucap Icha mengakhiri kalimatnya dengan tertawa terbahak-bahak, diikuti teman-temannya. 

Mereka kemudian mencoret-coret baju SMA mereka dengan berbagai macam warna pilox, dan Icha menjadi target pertama corat-coret tersebut.

“Ndra! Gue pengen lu tulis di belakang punggung gue, Single is happy,” ucap Icha begitu antusias.

“Untuk apa?” tanya Sandra.

“Untuk menghentikan langkah para cowok itu ndeketin gue,” jawab Icha dengan entengnya.

“Elah dhalah! melihat tampangmu yang galak ini, cowok mana yang mau mengorbankan hidupnya untuk bersamamu? Paling juga hanya si mantan ketua OSIS itu doang yang berani mendekatimu,” ujar Sandra menggodanya.

“Lah itu lu ngerti, kalau nggak ada cowok satu itu, pasti yang deketin gue udah kayak barisan upacara,” jawab Icha dengan begitu pedenya.

“Ya itu, mereka baris aja, begitu tahu pembina upacaranya adalah Aisyah Rahma Aulia, mereka pasti langsung serentak bilang—mundur Wir! gebetanmu lebih galak dari anjing pit bulls!”

Ucapan Sandra itu membuat suasana kembali riuh dan penuh dengan tawa.

“Akh!” jerit lirih Sandra kesakitan.

Tiba-tiba, Icha manjitak kepalanya

“Parah lu! masa gue disamain sama anjing?” jawab Icha kemudian.

“Akh!”

Sekarang ganti Icha yang menjerit kesakitan karena Sandra balik menjitak kepalanya, dan hanya dia di sekolah itu yang berani melakukannya.

“Parah lu! sini gue semprot!” teriak Icha kemudian mengejar Sandra yang berusaha menghindarinya.

Tak ayal, pilox yang sedang dipegang Icha tersebut, akhirnya mengenai hampir semua kemeja putih yang dikenakan para siswa kelas tiga tersebut dan…

Srot….

Semprotannya mengenai Si Paling Ketua Osis.

Cowok itu langsung menatapnya sambil tersenyum begitu manis, tapi Icha malah bergidik dan hendak meninggalkannya.

Cowok yang terlihat terlihat tersinggung itu langsung meraih tangannya kemudian berucap sembari menatapnya dalam-dalam “apa maksudmu dengan bergidik seperti itu?”

“Maksud gue jangan ganggu gue, lepasin Diktator!” ujar Icha kemudian menghempas tangan lelaki di depannya itu sampai terlepas, ia kemudian berlari kembali dan menggandeng tangan Sandra.

“Ada apa?” tanya Sandra terlihat heran, mungkin karena melihat kedua temannya itu akhirnya berbicara, namun tampak begitu tegang.

“Nggak tau tuh Si Alex, sok kegantengan! Gak asik!” jawab Icha kesal kemudian menggandeng temannya itu pergi ke kantin.

“Oh ya, lu belum semprot punggung gue, buruan gi sekarang! Nanti keburu anak-anak berangkat pawai ke jalan,” perintah Icha pada temannya itu.

“Single is happy?” tanya Sandra terdengar memastikan.

“Iya!” ucap Icha agak kesal sambil mengangkat bola matanya ke atas.

“Siap Princess of the day!” ujar Sandra sambil terasa mulai menuliskan permintaan sahabatnya itu di punggungnya.

Icha yang kesal dengan panggilan itu segera menoleh, kemudian menyelanya dengan setengah berteriak sambil mengangkat telunjuknya, “sudah  gue bilang jangan ikut-ikut Mrs. Irene!”

“Ok, ok!”

Icha paling sebel disebut Princess of the day, karena itu berarti dia harus duduk di depan sendiri dan tidak sekelompok dengan siapapun.

“Tunggu, tunggu! kenapa gue merasa lu menulis sesuatu yang lain?” tanya Icha heran bercampur dengan penasaran.

“Itu mah perasaanmu saja, masa’ kamu nggak percaya sama aku?” jawabnya terdengar meyakinkan.

******

Alex tampak nangkring di sepedanya sambil menatap ke arah Icha dari jauh.

Sementara, Icha masih celingukan mencari Sandra temannya, setelah keluar dari kamar mandi menuju parkiran.

“Busyet, malah duduk sama cowoknya, Dasar cewek bucin!” gerutu Icha lirih, yang mendapati temannya itu malah duduk di jok belakang sepeda motor pacarnya.

Icha langsung menghampiri temannya itu sambil berjalan cepat.

“Minggir,” hardik Ica pada pacar temannya tersebut.

Namun, Sandra malah tampak merangkul pinggang lelaki itu sembari berkata dengan melirikkan matanya ke arah Alex “jangan mengganggu! sana sama gebetanmu itu!”

“Jangan ngadi-ngadi!” ucapnya sambil melotot ke arah Sandra yang dibalas sahabatnya itu dengan tertawaan yang terkekeh.

Tanpa banyak bicara, Sandra langsung menarik kerah pacar sahabatnya itu sambil tetap melotot ke arahnya, “ lu pergi, atau gue bakal nyegat lu di gang sebelah!”

“Dasar pemaksa!” umpat temannya tersebut sambil melirik tajam ke arahnya. 

Icha hanya tersenyum simpul, melihat kekecewaan di wajah temannya itu.

Pacar Sandra yang berkacamata itu terlihat bangkit berdiri, dan keluar dari motornya.

Cowok itu tampak membalikkan badan hendak beranjak dari sana, saat tiba-tiba Icha memanggilnya.

“Cupu! kunci, mana kunci? lu pikir tanpa kunci sepeda motor ini bisa jalan,” ujar Icha sambil menepuk-nepuk gagang setir sepeda motor matic itu.

“Ssst! Kita sudah janji tidak memanggilnya Cupu, bagaimanapun dia itu sekarang pacarku, kau harus menghormatinya,” bisik Sandra memperingatkannya sambil balik melotot ke arahnya.

“Ok, fine!” ucap Icha kemudian menoleh ke arah pacar temannya itu dan menerima kunci sepeda motor yang disodorkannya.

“Terima kasih, Mister Sandra!” lanjutnya sambil tersenyum dibuat-buat.

Cowok itu terlihat kaget mendengar panggilannya.

Sandra langsung tampak menarik tangan Icha ke belakang yang sontak membuat Icha menoleh ke arahnya.

“Icha!” hardik gadis itu marah sambil kembali melotot ke arahnya.

“Apa? Gue emang nggak tau namanya, jadi gue harus panggil apa?” ucap Icha sambil terlihat menantang balik.

Sandra kemudian menghela nafas panjang, dan kembali melotot ke arahnya.

“Ok, becanda!” jawab Icha yang melihat sahabatnya itu terlihat benar-benar marah.

Ia kemudian berbalik dan hendak mengulangi ucapannya, “teri—ma….”

Tapi pacar temannya itu keburu pergi dan terlihat sudah jauh.

“Lu lihat! anak itu sudah go—on,” ucap Icha sembari menoleh ke arah temannya, kemudian mengangkat dan mengibas tangannya ke arah cowok itu, lalu meringis puas.

Sandra hanya terlihat menghela nafas panjang melihat kelakuannya yang semaunya sendiri itu.

Icha kemudian segera menaiki motor cowoknya Sandra itu, dan melaju keluar dari gerbang sekolah bersama dengan temannya yang lain.

Mereka mulai berkonvoi di jalan.

Icha yang tak suka berada di barisan tengah segera melewati teman-temannya dengan ngebut, sampai berada di barisan paling depan.

“Cha, Icha!” teriak Alex tiba-tiba berada di sampingnya, mengiringi laju motornya.

Icha kembali bergidik, dan mempercepat laju motornya dengan ngebut, supaya lelaki itu tidak bisa menjangkaunya.

“Jangan lewat sana, Cha!”

Samar-samar terdengar suara teriakan Alex, bercampur dengan bisingnya angin dan Jalan Raya.

“Icha sebaiknya kita putar balik!” ajak Sandra setengah berteriak.

“Nggak usah, ngapain?” jawab Icha yang sangat tidak menyukai sikap tengil Alex, sambil menoleh sekejap ke arah Sandra.

“Akh!” teriak Icha bersamaan dengan Sandra yang tiba-tiba melihat sepeda motor mereka melaju dengan cepat ke arah traffic cone yang baru dipasang polisi.

Sreeeeek

BRAK

Decitan rem yang ditarik kuat oleh Icha itu, tak mampu menepis laju kendaraan tersebut dalam waktu singkat.

Alhasil ban depan sepeda motor tersebut menabrak salah satu traffic cone hingga terjatuh.

Icha langsung menurunkan kedua kakinya menahan sepeda motor itu supaya tidak ikut terjatuh.

Ia langsung menunduk sambil terengah-engah, rasanya jantungnya baru saja mau copot.

“Sepertinya saudara baru saja melakukan pelanggaran lalu lintas!”

Icha segera mengangkat kepalanya dengan kaget.

Ia lebih kaget lagi mendapati lelaki berkaos hitam dengan tulisan turn back crime di belakang Polantas tersebut, yang tak lain adalah lelaki mesum yang ia temui sebulan yang lalu di kompleks pelacuran.

“Kamu?”

“Lu?” gumam Icha terperanjat kaget sambil menudingnya dengan telunjuk tangannya, begitu juga lelaki itu.

Tertangkap Basah

“Marrying Me, Please!, remaja sekarang—masih juga memakai baju putih abu-abu sudah aneh-aneh!” gumam lelaki mesum yang tengah berdiri di belakangnya itu.

“Bapak ngatain saya?” tanya Icha sambil menoleh ke belakang dengan melotot ke arahnya.

“Aku hanya membaca yang ada di punggungmu,” ucap lelaki mesum itu santai.

Icha langsung menilik ke belakang punggungnya sambil menarik ke atas bagian belakang bajunya.

Karena tetap tak bisa melihatnya, dia kemudian menoleh ke arah Sandra sambil menatap tajam gadis itu.

Tampak Gadis itu langsung membuang muka ke arah lain dengan mendongak ke atas.

“Dasar gadis sialan!” umpatnya lirih.

Sandra hanya terlihat meringis menertawakannya.

“Keluarkan STNK sama SIMnya!” perintah Polantas di depannya itu sambil mengeluarkan surat tilang.

“Mampus gue!” gumam Icha sambil menunduk miring. Bukankah sepeda yang dikendarainya itu milik Si Cupu.

“Ada apa?” tanya Bapak Polantas itu.

“Anak SMA ugal-ugalan di jalan, mana mungkin bawa STNK sama SIM Pak,” sela lelaki mesum itu lagi.

Icha langsung menoleh ke belakang sambil melirik tajam ke arahnya.

“Jadi gimana? Dimana SIM sama STNKnya, dek?” tanya polantas itu lagi seraya memandangnya dengan wajah datar.

Icha kembali meringis kecut.

“Ini sepedanya milik teman pak jadi STNK sama sim-nya dibawa temen,” ucap Icha sambil mengakhiri kalimatnya dengan meringis kembali.

“Kalau begitu saya buatkan surat tilangnya sepedanya nanti kami bawa, silakan…?”

“Hah! silakan apa, Pak?” tanya Icha heran mendapati polisi di depannya itu tidak menyelesaikan kalimatnya.

“Boleh lihat kartu pelajarnya?” tanya balik Polantas tersebut.

“Nggak bawa, Pak!” jawab Icha meringis kembali.

Polantas tersebut terlihat menghela nafas panjang.

“Nama?” tanya lelaki berseragam itu kembali.

“Aisyah Rahma Aulia.” 

Lelaki itu tampak menuliskan namanya di atas surat tilang.

“Alamat?” tanya lelaki itu lagi.

“Deket sini Pak?” jawab Icha asal sambil menunjuk arah utara.

“Meskipun dekat tetap harus disebutkan!” tegas lelaki itu.

“Perumahan Bumi Citra Permai, Blok A-1 no .3,” jawab Icha mulai serius.

“Jadi dek Aisyah…”

Belum selesai Polantas itu berbicara Icha sudah menyelanya, “Icha, Panggilan saya Icha Pak, bukan Aisyah.”

Lelaki itu kembali menghela nafas panjang, terlihat dari wajahnya ia berusaha sekali untuk bersabar.

“Jadi Dek Icha ini nanti sepeda motornya kami bawa, nunggu persidangan, nanti setelah sidang, sepeda motornya boleh diambil. Dan karena dek Icha ini masih dibawa umur, Maka silahkan ikut kami ke kantor polisi, nanti kalau orang tuanya sudah dipanggil, Dek Icha boleh pulang,” jelas polisi tersebut.

“Nggak usah lah Pak, panggil-panggil orang tua saya, jangan! Bapak butuh berapa? biar saya sendiri saja yang ngurus,” sergah Icha sedikit memohon.

Lelaki yang terlihat terperanjat marah mendengar ucapannya itu, lalu menghela nafas panjang.

“Peraturan harus tetap dijalankan, Dek. Adik tadi ngebut melewati batas dan membahayakan pengguna jalan lain,” jawab Polantas tersebut tampak berusaha sekali bersabat untuk kembali menjelaskan.

Icha langsung lemas dan menunduk mendengar ucapan polisi itu.

“Kamu ngomong dong, jangan diem aja!” keluh Icha pada sahabatnya itu.

Sandra malah meringis kecut mendengarnya.

“Saya kembali dulu!” ucap lelaki mesum itu berpamitan pada Polantas tadi.

“Siap, Komandan!” ucap Polantas itu sambil memberi hormat kepada lelaki mesum tadi.

‘Jadi Ndan itu komandan, bukan namanya? Kok bisa lelaki seperti itu jadi komandan?’ pikir Icha.

“Oh ya, Ndan! Apa bisa sekalian bawa gadis ini ke Pos…..”

“Nggak mau!” teriak Icha menyela ucapan Polantas itu, membuat polisi dan sahabatnya yang ada di sekitar tempat itu, termasuk lelaki mesum tadi, menoleh ke arahnya.

“Saudara kira—saudara ada pada tahap bisa bernegosiasi? Bawa dia masuk!” perintah lelaki mesum tadi.

Polantas itu langsung menghampirinya hendak menggiringnya masuk mobil.

“Sudah! kita sudah salah, jangan banyak ulah!” bisik Sandra memperingatkannya.

“Baik, BAPAK POLISI YANG TERHORMAT, saya bisa masuk sendiri,” ujar Icha sinis, kemudian beranjak masuk ke dalam mobil polisi itu, sambil memandang lelaki mesum tadi dengan tatapan yang begitu tajam.

******

Sudah sejam dia berada di kantor polisi tersebut, dan hanya bisa menscrol-scroll ponselnya dan tiba-tiba…

Flash!

Ponselnya padam karena kehabisan baterai.

“Sial!” gumamnya kesal.

Terlihat temannya, Sandra,  malah tertidur di kursi tunggu itu.

“Dasar tukang tidur!” umpatnya lirih.

Ia kemudian melayangkan pandangannya ke seluruh ruangan layanan umum polisi tersebut.

Tanpa ada petugas yang sedang mengetik dengan seorang warga sipil di depannya, ada yang tengah memeriksa berkas-berkas di mejanya, ada yang mencari-cari berkas di lemari pojokan, ada juga yang sedang berbincang-bincang serius.

Tiba-tiba dari lorong di depannya terlihat lelaki yang ternyata Komandan Polisi tersebut. Lelaki itu masih memakai kaos hitam bertuliskan turn back crime.

‘Atau aku minta tolong dia saja!” pikir Icha sambil memandang ke arahnya.

Ia segera menghampirinya dengan bermuka manis.

Lelaki itu terlihat nyengir sambil melirik ke arahnya, kemudian berusaha menghindar.

Tapi Icha tak kehabisan akal, ia segera merentangkan kedua tangannya ke samping, menghalangi lelaki itu untuk menghindarinya.

Lelaki itu tampak menoleh ke kanan dan ke kiri dengan kaget, itu segera menoleh ke belakang untuk melihat apa yang membuat lelaki di depannya itu berekspresi seperti itu.

Terlihat beberapa orang di sana saling berbisa sambil melirik mereka dengan tersenyum-senyum tipis, sepertinya sedang menggunjing dirinya dan lelaki mesum di depannya itu.

Icha langsung berbalik menghadap ke depan, sambil menunduk dengan merengut, digigitnya bibir bawahnya itu untuk menahan malu.

‘Tidak! kau harus kuat, daripada nanti Si nenek lampir itu yang datang kemari, dan menghinamu’ pikir Icha, kemudian bergegas mengangkat kepalanya lagi, menatap lelaki itu dengan berani.

“Ayolah Pak, lepaskan saya! Tidak ada gunanya Bapak menahan saya di sini,” ujar Icha dengan suara agak mendesah, ia berpikir lelaki yang ditemuinya di komplek pelacuran itu akan mudah digoda.

“Menjijikkan!” umpat lelaki itu membuatnya terperanjat kaget dan Syok.

Icha begitu malu dan menyesal telah mencobanya.

“Apa begini cara anak SMA berperilaku, kalau anak SMA semuanya seperti kamu, hancur negara ini!” nasehat lelaki tersebut membuat Icha yang tadinya malu menjadi jengkel.

“Jangan sok su….” 

“Anak itu memang bandel, Pak!”

Belum selesai ia membalas ucapan lelaki mesum itu, terdengar suara ibu tirinya masuk ke dalam ruangan tersebut.

Icha segera membalikkan badannya dengan membelalak kaget.

Wanita bersetelan jas dan rok mini itu terlihat begitu anggun, sambil menenteng tas mini brandednya.

Ia kemudian terlihat menghampiri Icha yang memutar ujung lidahnya ke atas langit-langit, lalu menggigit geraham kirinya dengan kesal.

Ia kira wanita itu akan berbicara dengannya, tapi wanita itu malah melewatinya dan bicara pada lelaki mesum di belakangnya itu.

“Dasar anak bandel! bikin malu saja,”

‘Berani sekali dia mengataiku tanpa melihatku seperti itu’ pikir Icha kesal sambil membalikkan badannya, menatap wanita yang sok cantik tersebut.

“Ibu! Silakan menemui bagian pelayanan umum di sana,” ucap komandan tersebut terdengar begitu formal.

Icha langsung menunduk sambil meringis cekikikan.

Nenek lampir itu terlihat melotot ke arahnya, tapi ia tak peduli.

Sementara, lelaki tadi beranjak masuk ke sebuah ruangan.

Entah kenapa, Icha merasa ada tatapan kekecewaan di wajah Si nenek lampir, yang sekarang tengah menatap lelaki mesum itu masuk ke tempat lain tersebut.

Untuk beberapa saat, wanita itu terlihat mengurus kebebasannya dari tempat itu.

“Kenapa kau terus memperhatikannya seperti itu, biasanya kau paling malas memandangnya?”

“Seperti ada sebuah rahasia besar….” jawab Icha sembari menoleh ke arah temannya yang barusan bertanya itu, kemudian menghadap ke depan dengan membelalak kaget, dan menoleh kembali sambil berjingkat kaget, “Astaga!”

Ia benar-benar terpelanjat, perasaan tadi gadis itu sedang tertidur lelap.

Sementara itu Sandra terlihat tidak terlalu memikirkannya, dia justru menggeliat pelan sambil menutup mulutnya yang menguap, lalu menggaruk-garuk kepalanya.

“Dasar tukang tidur!” umpat Icha kembali dengan berbisik ke arahnya, yang dibalas gadis itu dengan meringis tanpa rasa berdosa.

Tak berapa lama, ibu tirinya itu telah kembali dan menghampirinya.

Dia terlihat kesal dan marah.

“Dasar anak nakal! menyusahkan orang saja,” keluh wanita itu.

Icha langsung bangkit dengan marah mendengarnya, dan hendak membalas kata-katanya, kala tiba-tiba Polantas yang tadi menangkapnya ikut berbicara, “dengarkan kata orang tua! mereka itu ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Sayangi juga nyawa Adik, jangan ngebut sembarangan lagi!”

Icha masih menatap tajam ke arah wanita itu, dan sama sekali tak peduli dengan apa yang dikatakan oleh polisi tersebut.

“Baik pak!”

Sayup-sayup terdengar suara Sandra yang mengambang di telinganya, kemudian menggerakkan kepalanya untuk menunduk.

Wanita itu kemudian terlihat berpamitan dan berterima kasih pada Polantas tersebut  kemudian mengajaknya keluar dari kantor polisi itu.

Namun Baru beberapa langkah keluar dari pintu keluar kantor tersebut, Si nenek lampir itu terlihat minta izin masuk kembali karena ingin ke toilet.

Awalnya ia biasa-biasa aja, tapi setelah teringat peristiwa pertemuan wanita itu dengan komandan polisi tadi, pikirannya menjadi curiga.

Ia pun ikut balik kucing masuk ke dalam kantor polisi tersebut.

“Kenapa wanita itu tak terlihat?” ucapnya celingukan.

“Ada apa lagi, Dek?” tanya Polantas yang tadi mengantarnya kembali.

“Apa Bapak lihat ibu saya tadi?”

“Oh, dia menuju halaman belakang.”

‘Halaman belakang?----untuk apa?----Bukannya dia mau ke toilet?’ pikir Icha bertambah curiga.

Setelah ditunjukkan jalan dan berterima kasih pada Polantas itu karena sudah memberitahunya, Icha pun berjalan menuju halaman belakang kantor tersebut.

Belum lagi Ia sampai ke tempat itu, terdengar suara si nenek lampir yang sungguh mengagetkannya…

“Aku sungguh masih mencintaimu.”

Mata Icha langsung membelalak, dan telapak tangannya sontak menutup mulutnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!