NovelToon NovelToon

Miss Rania, I Love You

Bab 1: Tempat yang Baru

"Bun, Logan jalan dulu ya," pamit seorang pemuda tampan berwajah oriental saat menuruni tangga di rumah barunya.

Di ruang tengah rumah baru itu, seorang wanita tinggi yang masih terlihat cantik meskipun usianya sudah tak belia lagi, menoleh ke arah tangga, menatap ke arah sang putra yang kini berjalan ke arahnya.

"Mau kemana kamu? Bukannya bantuin Bunda, nih lihat Bunda lagi unpacking," protes sang ibu, Carla, yang sedang mengeluarkan barang-barang dari dus.

"Sebentar doang kok, Bun. Hari Sabtu loh ini, Logan mau keliling-keliling di tempat baru. Biar apal daerah sini. Lagian kok tumben bunda beres-beres sendiri. Om Richard dan lain-lain mana?" Logan menanyakan karyawan-karyawan sang ibu yang biasanya akan dengan sigap untuk membantu.

"Mereka masih banyak kerjaan. Bunda 'kan udah bakal pensiun dari dunia modeling, jadi yah gitu deh. Mereka sibuk ngurusin itu."

"Yakin Bunda mau udahan?" tanya Logan pada sang ibu yang sudah sejak kuliah menjadi model.

"Yakinlah. Bunda udah empat puluh satu tahun tahun ini, udah waktunya Bunda kasih kesempatan untuk yang lebih muda. Sekarang Bunda udah pensiun dan punya status baru juga, Bunda bakal mulai hal yang baru."

"Mulai apa emangnya?" tanya Logan seraya mengikat tali sepatunya.

"Bunda mau buka butik. Bunda udah dapet kontrak tempat di beberapa Mall di sini," ujar Carla dengan semangatnya.

"Ya udah yang lancar ya semuanya. Logan pergi dulu,"  pamitnya. Logan mencium pipi sang ibu dan pergi meninggalkan rumah.

"Jangan malem-malem pulangnya!" Teriak Carla pada putranya yang terus saja berjalan keluar rumah tanpa memedulikannya. Carla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Logan berjalan menuju motor ninja merah kesayangannya yang terparkir di halaman rumah barunya. Seorang pria berseragam satpam segera membukakan pintu pagar untuk sang majikan. Logan pun menunggangi motor besarnya itu. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan mengotak-atiknya.

Sebenarnya Logan sendiri belum tahu akan kemana. Maka dari itu ia membuka aplikasi di ponselnya dan mencari beberapa tempat yang banyak direkomendasikan. Akhirnya pilihan Logan tertuju pada satu tempat, sebuah kafe bergaya outdoor yang tidak jauh dari sini. Ia pun memakai helm fullfacenya dan melajukan motornya menuju ke kafe tersebut.

Setelah sekitar dua puluh menit berkendara Logan sampai di parkiran kafe tersebut. Heaven Kafe nama kafe itu. Kafe tersebut terletak di atas sebuah bukit. Suasananya terlihat begitu nyaman. Logan pun mulai membuka helmnya dan berjalan memasuki kafe.

Meja-kursi di kafe itu terletak di sebuah taman yang cukup luas. Setiap meja memiliki sebuah payung yang cukup besar untuk melindungi pengunjung dari panas atau pun hujan. Di sisi-sisi taman terdapat berbagai macam tanaman bunga yang berwarna-warni yang menambah kesan romantis.

Selain letak dan dekorasinya yang nyaman, pemandangan di sini juga sangat indah. Karena letaknya yang berada di atas bukit, pemandangan kota Bandung menjadi begitu indah. Apalagi saat malam, lampu-lampu kota akan menyala dan menyerupai bintang di gelapnya langit malam.

Logan memilih sebuah meja yang terletak di pojok namun paling dekat dengan pemandangan. Ia memilih tempat itu agar tidak terganggu dengan pengunjung lain yang berlalu lalang. Seorang pelayan memberikan menu, dan Logan memesan secangkir Americano. Sambil menunggu pesanannya datang, ia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Ia pun segera asyik menikmati pemandangan di hadapannya dan mulai memikirkan banyak hal.

Sebenarnya tidak hanya sang ibu yang memulai hidup barunya di kota ini. Saat sang ibu memutuskan untuk pensiun dari dunia modeling dan juga bercerai dengan ayahnya, Logan juga setuju untuk pindah bersama sang ibu ke kota ini untuk memulai kehidupannya yang baru. Ada beberapa alasan yang membuatnya memutuskan untuk pindah.

Pertama, Logan ingin menjauh dari sang ayah yang toxic yang sering kali memukul ia dan ibunya. Sudah cukup ia dan sang ibu menerima perlakuan itu. Kini giliran dia yang menjaga sang ibu. Kedua, Logan ingin pergi dari dunia geng motor. Di sekolah lamanya, Logan adalah ketua dari sebuah geng motor. Ia ditakuti oleh semua orang di sekolah. Namun, sebuah kejadian terjadi sehingga ia pun memutuskan untuk ikut pindah bersama sang ibu ke kota ini.

Masih segar dalam ingatannya saat sahabatnya meninggal akibat balapan liar yang sering dilakukannya bersama teman-temannya. Saat itu Logan dan beberapa temannya melakukan balapan dengan geng dari sekolah lain. Namun sebuah kecelakaan terjadi, salah satu temannya terjatuh dari motor karena bersenggolan dengan pembalap dari geng lawan. Sahabatnya meninggal seketika akibat luka serius di dadanya.

Setelah kejadian itu orang tua dari semua anak-anak yang mengikuti balapan dipanggil oleh pihak kepolisian. Alhasil ayah Logan yang ringan tangan itu murka dan memukul Logan sampai babak belur. Carla mencoba menghentikannya namun nahas, Carla malah terjatuh dan kepalanya terluka. Carla sempat tidak sadarkan diri beberapa hari. Logan tak bisa membayangkan jika ibunya tidak selamat. Namun secara takdir masih berpihak padanya karena sang ibu kembali sadar.

Kejadian itu seakan memberikan tamparan telak pada Logan. Semenjak kejadian itu Logan bertekad bahwa ia akan pergi dari dunia geng motor dan meminta ibunya untuk bercerai dengan sang ayah. Kemudian Logan dan sang ibu sepakat untuk pindah ke kota kelahiran Carla dan memulai hidup yang baru.

Saat sedang sibuk dengan lamunannya, pesanannya pun datang. Tepat setelah pelayan yang mengantar americanonya pergi, datang seorang gadis memakai dress dengan motif bunga-bunga dengan rambut hitam lurus sepunggung. Gadis itu duduk di pojok sebelah kanan, sedangnya Logan berada di pojok sebelah kiri. Meja mereka terhalang oleh tiga meja. Logan bisa dengan jelas melihat ke arah perempuan itu. Perempuan itu sangat menarik perhatian Logan.

Logan belum pernah melihat perempuan dengan wajah secantik itu. Kulitnya putih mulus tapi tidak terlihat ia memakai riasan. Matanya besar dan berwarna coklat, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis berwarna cerah. Logan terus memperhatikan perempuan itu, namun sebaliknya perempuan itu sama sekali tidak menyadari keberadaan Logan. Logan yang tadinya sibuk dengan lamunannya, kini sibuk memperhatikan gadis itu.

'Cewek itu dateng sendirian juga kayaknya,' gumam Logan dalam hati.

Gadis itu menyeruput teh yang sudah dipesannya. Kemudian membuka laptop dan sebuah buku, dari sampul bukunya terlihat kalau buku itu adalah buku paket siswa.

'Anak SMA juga ternyata. Dasar cewek rajin,' batin Logan sambil tersenyum dan terus memperhatikan gadis itu.

Sekitar sepuluh menit berlalu, gadis itu masih sibuk dengan laptop dan bukunya. Namun tiba-tiba dia segera membereskan barang-barangnya dan pergi menuju pintu keluar setelah seseorang meneleponnya. Logan bergegas mengejar gadis itu, namun tertahan di kasir saat ia harus membayar kopi yang sudah dipesannya. Saat Logan keluar, sayangnya gadis itu sudah tidak ada. Hilang sudah kesempatan untuk berkenalan dengan gadis incarannya.

Jangan cuma baca ya kak, comment dan likenya please 🥰

Bab 2: Tiga Pertemuan

Seminggu ini Logan mengurus kepindahannya ke sekolah barunya. Sekarang ia resmi diterima di Satya International High School, salah satu sekolah bergengsi di Kota Bandung. Logan akan mulai sekolah pada tahun ajaran baru. Maka dari itu dua bulan sebelum tahun ajaran baru dimulai, Logan tidak memiliki banyak hal yang bisa dikerjakan. Ia hanya menunggu sampai tahun ajaran baru dimulai.

Hari itu hari Sabtu, Logan hanya bermalas-malasan di tempat tidurnya sepanjang hari. Satu minggu sudah berlalu, namun ia masih saja terus dibayangi wajah gadis yang ia lihat di Heaven Cafe tempo hari. Logan tidak tahu kenapa, tapi rasanya ia masih sangat menyesal karena tak sempat berkenalan dengan gadis itu. Rupanya gadis itu benar-benar sudah menarik perhatian Logan.

Tiba-tiba teleponnya berdering.

"Halo nak," sapa Carla di telepon. "Kamu di rumah? Lagi apa?"

"Logan masih di kasur," jawab Logan dengan malas.

"Ya ampun ini udah jam berapa coba? Sekarang kamu mandi terus samperin Bunda di butik bunda yang di BSC ya. Bunda tunggu," tegas sang bunda.

"Mau ngapain sih bun. Logan males ah," gerutunya.

"Bantuin Bunda sebentar. Bunda butuh model buat Bunda pajang di depan butik."

"Maksudnya Logan jadi model terus foto Logan dipajang di depan butik Bunda? Yang bener aja, Bun. Gak mau ah!" Tolak Logan dengan tegas.

"Ayo dong, Nak. Please bantu Bunda kali ini aja. Model yang udah Bunda rekrut ternyata gak bisa dateng karena ngedadak sakit katanya. Gini deh, Bunda kasih honor kalau kamu mau jadi model butiknya Bunda."

"Nominal model profesional ya," Logan mulai tergiur dengan tawaran sang ibu.

"Deal! Ya udah kamu cepet ke sini ya, Bunda tunggu." Telepon pun terputus. Tabung semangatnya kini terisi kembali setelah sang ibu setuju untuk memberikan honor yang lumayan. Logan segera mandi dan berangkat menuju ke BSC, salah satu Mall di Kota Bandung.

Sesampainya di butik Logan segera diminta untuk berganti pakaian, karyawan sang ibu langsung sibuk mendandani rambut dan wajahnya. Ini memang bukan pertama kalinya Logan menjadi model. Sudah beberapa kali Logan menjadi model majalah dan fashion show. Namun semua itu hanya untuk sekedar iseng saja dan lumayan untuk menambah uang jajan.

Padahal apabila Logan serius menekuni bidang ini Logan sudah sangat piawai, darah seorang model dari sang ibu begitu kental ada dalam diri Logan. Tubuhnya tinggi dan bentuk tubuhnya sempurna. Wajahnya juga tampan dengan sorot mata yang tajam, menjadi modal yang tak semua orang memilikinya. Namun Logan tidak tertarik sama sekali untuk serius di bidang ini.

Setelah sekitar dua jam sesi photoshoot pun selesai. Logan pamit pulang kepada sang ibu setelah ia menerima honor yang dijanjikan. Sebelum pulang Logan memutuskan untuk pergi ke toko olahraga yang terletak di mall itu juga dan berniat membeli beberapa potong celana renang juga kacamata renang. Ya, hal yang akan dimulainya lagi adalah berenang yang sudah Logan tinggalkan sejak SMA kelas 10. Di sekolahnya yang baru ia berniat untuk melanjutkan karir atletnya lagi.

Saat sedang menuruni eskalator yang akan membawanya ke toko olahraga, Logan melihat seorang gadis menaiki eskalator, eskalator naik dan turun berada pada posisi berseberangan. Gadis itu adalah gadis yang dilihatnya seminggu lalu di Heaven Cafe. Walaupun gaya berpakaiannya berbeda karena sekarang gadis itu memakai kaos hitam oversize dengan tulisan blackpink berwarna pink di dada dengan dipadukan dengan skinny jeans dan sepatu kets berwarna putih, dan rambut yang diikat sekedarnya. Logan sangat yakin itu adalah gadis yang dilihatnya minggu lalu.

Logan segera berlari menuruni eskalator dan menaiki eskalator naik untuk menyusul gadis itu. Namun, Logan tidak menemukan gadis itu. Logan mencari-cari gadis ke seluruh mall tapi tidak menemukannya. Akhirnya setelah setengah jam mencari Logan memutuskan untuk menyerah.

"Kemana sih itu cewek? Kok bisa ngilang lagi?" gumam Logan kesal. Lagi-lagi ia kehilangan kesempatan untuk berkenalan dengan gadis yang sudah menarik perhatiannya itu.

Sepanjang perjalanan pulang, Logan terus memikirkan gadis itu. Ia tidak menyangka akan melihat gadis itu lagi di tempat yang berbeda.

Kemudian satu pekan pun kembali berlalu. Di Hari Sabtu pagi itu Logan terbangun dan segera menuju ruang makan. Sang ibu sudah berada di sana dan sibuk menyiapkan sarapan untuk putra kesayangannya.

"Bikin apa, Bun?" tanya Logan sambil menarik kursi di meja makan dan mendudukinya.

"Nih, Bunda bikin nasi goreng seafood sama omlette. Yuk makan." Sang ibu mengambilkan Logan nasi ke piring dan meletakkannya di depan Logan.

"Nak, hasil pemotretan waktu itu udah jadi loh. Bagus banget hasilnya. Kamu mau lihat?" tanya Carla pada anaknya yang sedang sibuk menyantap nasi goreng buatannya.

"Nggak ah. Yang penting Logan udah dapet honornya," jawabnya acuh.

"Kamu itu kalo mau berkarir di modeling pasti sukses deh. Kamu nurunin bakat Bunda loh. Rekan kerja Bunda juga banyak yang muji kamu. Malahan ada yang nawarin lagi kamu kontrak. Mau diterima gak?"

"Gak mau, Bun. Logan suka ikut-ikut jadi model itu karena Logan lagi butuh uang. Kalo Logan minta langsung ke Bunda 'kan gak akan dikasih, jadi aja Logan mau kalau disuruh Bunda jadi model, tapi kalau buat masuk ke dunia model Logan gak minat, Bun."

"Ya udah Bunda gak akan maksa lagi deh. Karena kamu nolak jadi model, berarti sekarang kamu harus fokus sama pelajaran kamu. Satya itu sekolah bagus, muridnya pada pinter-pinter jadi kamu juga harus bener-bener belajarnya. Tuh mumpung hari sabtu, kamu main kek ke toko buku. Beli buku buat kamu belajar daripada sehari-hari cuma males-malesan aja kerjaan kamu. Kejar nilai kamu lagi kayak waktu itu dong, Nak. Pokoknya gak mau tahu, nilai kamu harus meningkat di sekolah yang sekarang. Ngerti?" Carla menasehati putranya panjang lebar.

"Iya iya, Bunda bawel. Nanti siang Logan ke toko buku," gerutu Logan sambil terus mengunyah nasi goreng seafoodnya. Carla hanya bisa menghela nafas panjang atas jawaban putranya itu.

Siangnya Logan menepati ucapannya untuk pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku pelajaran untuk ia kerjakan selama waktu luangnya sebelum tahun ajaran baru dimulai. Ia pergi ke sebuah toko buku Jayabaya yang cukup terkenal di Bandung.

Logan memasuki parkiran dan mulai mencari tempat kosong yang akan ia gunakan untuk memarkirkan motornya. Namun hari itu cukup banyak pengunjung sehingga parkiran sangat penuh. Logan terus mengedarkan matanya ke segala arah untuk mencari tempat parkir. Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang pengendara motor yang sedang mengeluarkan motornya sekitar lima meter di depannya.

'kayaknya itu cewek udah mau keluar.' batin Logan. Logan segera menghampiri tempat parkir yang akan segera kosong itu. Gadis itu menoleh ke belakang dan tiba-tiba Logan menyadari gadis yang sedang mengeluarkan motor itu adalah gadis yang ia lihat di Heaven Cafe dan BSC.

'apa ini Tuhan, gue lihat cewek itu lagi? Tiga kali berturut-turut?' batin Logan sumringah.

Gadis itu mulai melaju menuju pintu keluar parkiran. Logan segera menyusulnya, namun lagi-lagi Logan kalah cepat. Gadis itu sudah keluar parkiran, sedangkan ia terjebak karena ada beberapa motor yang akan keluar menghalanginya. Logan menunggu sampai motor-motor itu keluar dan ia segera mencari keberadaan gadis itu.

Tepat di lampu merah, Logan melihat gadis itu berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Logan segera melajukan motornya ke gerbang keluar area toko buku. Namun ada sebuah mobil tua yang bergerak sangat lambat yang juga akan keluar dari area toko buku menghalangi Logan yang ingin segera tancap gas untuk menghampiri gadis itu. Lampu telah berubah menjadi hijau. Gadis itu melajukan motornya, Logan masih bisa melihat keberadaan gadis itu.

Saat Logan berhasil menyalip mobil tua di depannya dan akan melajukan motornya lebih kencang, lampu lalu lintas malah kembali berubah merah. Logan pun tidak bisa melajukan motornya karena ada beberapa mobil di depan yang berhenti juga di lampu merah. lagi, Logan kembali kehilangan jejak sang gadis.

'Aneh banget sih bisa lihat dia lagi? Kali ini gue yakin gue bakal ketemu dia lagi.' batinnya dengan sangat yakin.

Seminggu kemudian Logan datang ke Plaza Mall. Entah kenapa Logan merasa ia harus datang ke mall itu. Kali ini Logan sangat berharap melihat gadis itu lagi. Ia sengaja nongkrong di parkiran motor mall tersebut. Sekitar dua jam menunggu, Logan tidak juga melihat sosok yang ingin dilihatnya. Logan hampir menyerah ia memutuskan untuk pulang. Ia bersiap menunggangi motornya dan memakai helmnya, hingga akhirnya ia melihat sebuah motor scoop* berwarna putih memasuki area parkir.

Motor itu ditunggangi seorang gadis dengan hoodie berwarna navy. Gadis itu memarkirkan motornya tak jauh dari tempat Logan memarkirkan motornya. Gadis itu melepas hoodie dan helmnya, juga melepas ikatan rambutnya sehingga rambutnya yang panjang menutupi punggung terlihat agak bergelombang. Logan terpana melihatnya. Hatinya berdegup kencang. Bibirnya tak henti-hentinya menyunggingkan senyum.

'Setelah tiga minggu gue kepikiran terus sama lo, kali ini gue gak akan kehilangan lo lagi,' batin Logan bertekad.

Bab 3: Ayah dan Putri Kesayangan

Rania mengendarai motor matic putihnya dengan kecepatan sedang menuju sebuah mall di pusat kota Bandung. Jalanan agak macet karena ini hari sabtu. Orang-orang menyambut akhir pekan dengan suka cita, melepas penat yang dirasakan selama hari-hari kerja menuju tempat-tempat wisata, mall, atau cafe dan resto. Namun, Rania kali ini tidak sedang menuju tempat-tempat tersebut untuk healing. Rania tidak sabar bertemu dengan seorang laki-laki yang sudah menunggunya di sebuah toko buku besar, Athena Books, yang ada di Plaza Mall.

Sekitar setengah jam kemudian Rania sampai di parkiran. Rania memarkirkan motornya di basement mall tersebut. Kemudian ia berjalan ke arah lift dan masuk ke dalam lift tersebut dan menekan tombol L4 untuk langsung menuju ke toko buku.

Sambil menunggu lift membawanya ke lantai empat, Rania sesekali melihat ke dinding lift yang terbuat dari kaca yang memantulkan bayangannya. Ia memperbaiki rambutnya yang panjang dan hitam sepunggung yang agak berantakan akibat helm yang digunakannya barusan. Ia mengendus kaus putihnya dan menemukan bau asap kendaraan di sana, lalu ia mengambil sebotol parfum mini di dalam tas kecilnya dan menyemprotkannya ke beberapa titik di bajunya.

Ding!

Lift terbuka di lantai empat dan Rania segera menuju ke Athena Books di sebelah barat. Memasuki Athena Books Rania mengedarkan matanya ke seluruh toko buku yang lumayan besar itu. Matanya terus mencari sosok laki-laki yang sudah sangat ia rindukan. Ia terus berjalan masuk lebih dalam ke toko tersebut Rania terus mencari laki-laki itu. Langkah Rania terhenti di depan lorong yang memuat buku-buku yang berkaitan dengan fotografi.

Matanya tertuju pada sosok pria tinggi sekitar empat puluh tahunan dengan rambut hitam, hidung mancung dengan janggut dan kumis tipis, memakai kaos putih polos dan celana jeans agak belel, dipadukan dengan sepatu gunung. Pria itu sibuk membulak-balikan sebuah buku kumpulan foto. Rania tersenyum dan menghampiri pria itu.

"Pap," Rania memanggil pria tersebut. Pria itu menoleh, mata kecoklatannya memandang Rania dan senyumnya pun muncul di bibirnya yang dikelilingi bulu-bulu tipis.

"Sayangnya Papa udah dateng?" Pria itu memeluk Rania dengan sangat erat. Mencium kedua pipi Rania beberapa kali dan memeluknya lagi.

"Pap, malu ih. Rania udah gede!" protes Rania seraya agak mendorong pria itu, menyadari banyak mata yang tertuju pada mereka.

"Duh tempat umum ini. Cari tempat lain kek, ngamar aja sekalian," sindir seorang wanita paruh baya kepada temannya. Namun suaranya cukup nyaring untuk didengar oleh Rania.

"Tuh kan, Papa sih," protes Rania dengan wajah cemberut.

"Abis papa kangen banget sama anak kesayangan Papa, udah berapa bulan coba kita gak ketemu," ucap Rendra agak keras sambil merangkul Rania dan mengacak-ngacak rambut putrinya itu, agar terdengar oleh wanita yang tadi mengira Rendra dan Rania adalah sepasang kekasih.

Kedua wanita itu mendengar ucapan Rendra dan merasa malu lalu pergi terburu-buru. Orang-orang yang tadi terkaget-kaget karena melihat adegan mesra Rendra juga segera membubarkan diri karena ternyata mereka telah salah paham.

"Papa tuaan dikit kenapa sih gayanya. Biar kalo jalan sama Rania Papa gak disangka pacar Rania terus," Rania memberikan saran pada sang ayah sambil menyisir-nyisir rambutnya yang acak-acakan.

"Emang gaya papa harus gimana sih, Ran? Papa mah pake baju yang bikin papa nyaman aja. Tapi walaupun papa ganti gaya baju ke yang lebih tuaan juga percuma, muka papa gak bisa bohong kalau papa masih ganteng," ujcap Rendra dengan percaya dirinya.

"Ya Tuhan. Pede banget punya papa. Papa gak nyadar ya Rania jadi punya kenangan buruk gara-gara penampilan Papa," Rania geleng-geleng kepala.

"Kenangan buruk gimana sih, Sayang?" Rendra bertanya dengan nada yang serius.

"Papa gak inget? Berapa kali coba waktu Rania SMP sampai SMA, Rania dikira pacaran sama om-om gara-gara penampilan papa gak kayak ayah-ayah lain. Pas Kuliah apalagi Rania selalu dibilang serasi sama papa, kayak mahasiswi yang tinggal nunggu lulus aja soalnya pasti udah lulus udah ada yang bakal langsung ngajak nikah," mengingat kenangan buruk itu.

Rendra terkekeh mendengar keluhan sang putri. "Abis gimana dong, Ran? Papa 'kan cuma beda delapan belas tahun sama kamu. Tapi papa mah gak apa-apa sih. Justru papa seneng nanti kamu punya anak, kamu punya cucu, papa juga masih muda," ucap Rendra dengan bangganya.

"Iya deh Rania sekarang cuma bisa doain semoga papa dan mama sehat terus sampai Rania punya anak cucu," doa Rania tulus.

"Aamiin. Nah gitu dong," Rendra mencubit hidung Rania.

"Tumben Papa ngajak Rania ketemu di sini. Biasanya juga langsung ke rumah eyang?"

Rendra tersenyum dan mengambil sebuah buku di bagian fotografi. Buku itu landscape dan berukuran A4 dengan sampul foto-foto pemandangan yang indah. Judul bukunya Best Picture of Rendra. Rania dengan sumringah memandang ke wajah sang ayah dan mengambil buku tersebut kemudian mulai membulak-balikan halaman demi halaman.

Di buku tersebut berisi tentang gambar-gambar yang diambil oleh Rendra selama beberapa tahun terakhir. Selain mengelola agen perjalanan milik orang tuanya yang sekarang dikelola penuh olehnya, Rendra sering datang ke tempat-tempat di dunia hanya untuk memotret. Bukan negara-negara yang banyak dikunjungi wisatawan seperti Korea Selatan, Perancis atau pun Italia, tapi negara-negara di Afrika, Asia tenggara, dan Amerika Selatan. Rendra lebih banyak memotret keindahan dari tempat-tempat yang belum banyak dikenal oleh orang lain.

"It's really amazing Pap, congratulation!" puji Rania yang memang sudah terbiasa bilingual dengan kedua orang tuanya saat berbicara. Rania terpana dengan gambar-gambar yang dipotret oleh sang ayah. Hal-hal yang dipotret adalah hal-hal biasa sebenarnya, tapi pengambilan angle dan moment yang tepat membuat foto itu menjadi sangat luar biasa. Rendra hanya tersenyum bangga mendengar pujian dari putri kesayangannya.

"Thank you, Sayang. Papa seneng banget kamu suka. Dan lihat halaman terakhir." Rendra membimbing Rania untuk langsung menuju halaman terakhir. Di halaman terakhir adalah biodata singkat dari Rendra. Tidak ada yang spesial di biodata tersebut, namun yang ingin diperlihatkan Rendra adalah background dari halaman tersebut menggunakan foto Rania.

Foto itu adalah foto yang diambil waktu Rania SMA. Rania menggunakan seragam putih dengan logo OSIS di bagian saku. Rambutnya yang tidak berbeda jauh model dan juga panjangnya terlihat tertiup angin. Rania tertawa lepas sambil menyelipkan sebuah bunga daisy ke telinganya. Foto yang diambil secara candid itu diambil oleh Rendra saat Keluarga kecilnya itu pergi ke sebuah restoran. Pulang sekolah pada hari terakhir ujian nasional Rania dijemput olehnya dan mereka datang ke sebuah restoran outdoor untuk merayakan Rania yang telah menyelesaikan ujian akhir sekolahnya.

"Pap kok masukin foto aku?" protes Rania karena Rendra tidak izin terlebih dahulu untuk memajang fotonya. Namun dalam hati Rania sangat kagum dengan kemampuan ayahnya dalam memotret, karena di foto itu dia menjadi sangat cantik dan fotonya juga sangat indah.

"Maaf deh kalau Papa gak bilang dulu sama kamu, tapi Papa suka banget sama foto kamu yang itu. Papa juga pengen orang-orang yang baca dan menikmati karya papa itu tahu kalo kamu adalah anak kesayangan Papa," ujar Rendra seraya mengusak rambut sang putri.

"Bucin kok sama anak sendiri sih Pap," canda Rania kepada papanya yang saat itu berbicara dengan wajah yang serius.

"Dasar kamu ya, gak ada romantis-romantisnya sama Papa sendiri. Ya kalau gak ke anak sendiri Papa bucin sama siapa dong?"

"Ya sama Mama dong," jawab Rania enteng. Ekspresi Rendra langsung berubah, tidak bisa diartikan.

"Papa tuh kebiasaan. Kalau aku ngomongin mama pasti jadi beda. Lagian bercanda kok pap, Rania gak akan minta kalian buat rujuk kok. Rania udah dewasa sekarang Pap, udah dua puluh tiga tahun. Udah ngerti masalah mama sama papa." Mendengar ucapan Rania, Rendra hanya tersenyum dan mengacak-ngacak rambut Rania lagi.

"Ya udah Rania mau beli bukunya. Rania ke kasir dulu ya." Rania segera menuju kasir sebelum ayahnya menawarkan untuk membelikannya. Sebenarnya Rendra bisa saja memberikan buku itu secara gratis karena penerbit memberikannya buku itu khusus untuk Rendra. Tapi Rendra tahu, Rania pasti tidak mau menerima hal yang cuma-cuma walaupun itu dari ayahnya sendiri.

Kasir agak mengantri pada saat itu, ada tiga orang di depan Rania. Ia pun berdiri di belakang ketiganya dengan sabar dan menunggu giliran. Tiba-tiba seseorang menyentuhkan jarinya ke bahu Rania. Rania menoleh dan melihat seorang remaja laki-laki memandangnya dan berkata, "Boleh kenalan gak?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!