Raisa Putri. Dia adalah seorang gadis yang periang, pekerja keras dan juga berhati lembut.
Tumbuh tanpa sosok ibu tidak membuatnya menjadi sosok yang lemah. Dia didik keras oleh
sang ibu tiri. Iya, ayahnya telah menikah lagi saat ia berusia 5 tahun, lebih tepatnya 40 hari
setelah ibunya meninggal seolah itu sudah direncanakan oleh ayah dan ibu tirinya.
Ibu tirinya seperti ibu tiri yang ada di cerita-cerita dongeng. Persis sekali, mungkin kisah
hidupnya seperti cerita cinderella. Dia memilliki saudara tiri yang jahat.
Namanya Jane satu tahun lebih muda darinya, namun dia sedikit beruntung karena memiliki satu adik laki-laki yang peduli padanya. Hanya Dirga yang baik padanya di rumah. Hanya Dirga juga yang menganggapnya sebagai keluarga.
Mungkin Raisa juga tumbuh tanpa sosok ayah dalam hidupnya.
Ayahnya yang sangat sibuk, atau mungkin memang tak peduli padanya, mungkin dalam sebulan dia hanya bertemu sekali dua kali
itu pun saat menyiapkan makanan untuk keluarga mereka. Iya, yang kalian pikirkan itu benar.
Raisa tidak pernah makan bersama dengan mereka. Kata ibu tirinya, beliau akan merasa mual jika dekat dekat dengan Raisa, dan makannya menjadi tidak selera. Tidak selera bagaimana,
orang yang masak juga Raisa. Tapi mereka makan dengan lahap masakan Raisa, tak tahu malu.
Berutung Raisa punya Dirga yang selalu menemaninya makan di dapur belakang dia jadi merasa ada teman. Memasakkan meraka adalah hal yang wajib Rai lakukan, untuk membayar makanan yang ia makan. Bukankah Raisa juga bagian dari keluarga ini? Bukan hanya itu saja Rai juga harus menyiapkan semua kebutuhan adik-adiknya, dimulai dari menyiapkan keperluan sekolah hingga semua hal yang menurut Rai itu sangatlah berlebihan.
Namun begitu Raisa sangat menyayangi ayahnya, selepas bagaimana pun ayah padanya, ayah
tetaplah ayahku aku tidak bisa membenci ayah. Aku selalu memaklumi semua perlakuan ayah
padaku, mungkin ada alasan dibalik semua itu.
Pada suatu hari, untuk pertama kalinya ayah berbicara padaku, dan menanyakan kabar Rania
serta perkembangan bisnis kecilnya. Iya bisnis kue yang dia rintis sendiri.
“Ica bagaimana kabarmu? Apakah kau masih ingin kuliah?” Tanya ayah basa-basi.
Ah kuliah, Rania ingat moment itu. Dimana itu pertama kalinya Rania memberanikan diri
meminta sesuatu pada sang ayah. Namun itu pertama kalinya dia sekecewa itu, padahal
ayahnya sudah sangat sering membuatnya kecewa kenapa Raisa masih saja menyimpan
harapan pada sang ayah. Dan itu menjadi terakhir kalinya dia meinta sesuatu pada ayahnya.
“Kabarku baik, dan bisnisku mengelami perkembangan ke arah yang baik meski sedikit.
Bagaimana dengan ayah? Aku lihat akhir-akhir ini ayah sering melamun, apa perusahaan baikbaik saja?”
Sebernarnya Raisa sudah tahu jika bisnis ayahnya sedang tidak baik-baik saja, dia tidak sengaja
mendengar pertengakaran antara ayah dan ibu tirinya itu. Dia hanya ingin tahu maksud dan
tujuan ayahnya kemari dengan perasaan gelisah itu.
“Bisnis ayah sedang mengalami kerugian yang sangat besar dan perusahaan ayah terancam
gulung tikar. Ayah harus segera mencari investor baru untuk menyuntikan dana ke perusahaan
kita. Ayah dengar kau menjalankan bisnis ya? Dan kau mendapat keuntungan yang besar dari
bisnis itu. Bisakah kau membantu ayah? Dengan memberikan semua profit yang kau dapat dari
bisnis itu?”
Mendenger itu Raisa ingin tertawa keras, apa-apaan ayah ini. Dia ingin apa?
“Ayah? Apa aku tidak salah dengar? Ayah berharap apa dari bisnis kecil yang keuntungannya hanya cukup untuk membayar setangah dari uang kuliahku.”
“Jadi kau tidak punya uang sebanyak itu? Maka berkorbanlah dengan tubuhmu itu. Ada orang
baik yang mau menyuntikkan dana dan beliau memintamu untuk dijadikan istri sebagai
syaratnya, anggaplah ini sebagai ajang balas budi.”
DUARRRRR
Raisa tidak menyangka jika ayahnya akan berkata semenyakitkan itu. Aku juga anak ayah bukan?
Jadi selama ini da hanya orang asing bagi ayah? Raisa pikir ayah hanya bersikap dingin saja
padanya dan ayah tetap menyayanginya sebagai putri kecil ayah. Namun sekarang Raisa ragu,
mungkin selama ini Raisa hanyalah beban bagi ayahnya.
Kau hanya duduk sebagai boneka, hanya ini yang bisa menyelamatkan hidup keluarga. Bertahanlah ini semua demi kami, demi adikmu Dirga yang masih SMA. Dan balas budi.
Iya, pikiran saja Dirga, kau pasti bisa Raisa.
Balas budi? Bukankan sudah menjadi kewajiban ayah memberiku makan dan tempat
tinggalmu? Aku anak kandungmu bukan? Kenapa aku harus balas budi atas apa yang memang
harus kau lakukan. Aku membencimu dengan seluruh hidupku!
Pernikahan akan dilaksanakan 3 hari lagi. Pernikahan sederhana yang hanya akan
mendatangkan saksi dan penghulu saja. Bahkan kedua orang tuanya tidak di perbolehkan
menghadiri pernikahan mereka. Lagi-lagi Raisa harus ikhlas menerima semua ini.
Padahal bukan pernikahan seperti ini yang Raisa idamkan. Namun begitu dia tetap bersyukur karena dia bisa menyelamatkan perusahaan. Bukan. Bukan karena ayahnya, melainkan perusahaan itu merupakan perusahaan peninggalan itunya.
Menurut yang dia dengar dari mbak di rumah jika ibunya merupakan gadis yang pekerja keras, beliau sukses merintis perusahaan itu tanpa bantuan kakeknya. Namun ayah merusak semua usaha ibu. Raisa semakin membenci ayah.
Sedari pagi Raisa hanya duduk di depan meja rias, dia ada janji bertemu dengan Tuan Arga.
Beliau yang akan menikahinya, katanya. Raisa heran orang sekaya itu ingin dirinya yang menjadi ajang balas budi kerena telah membantu prusahaan ayah.
Tidak heran juga sih, apa yang dibutuhkan tuan muda itu, kenapa tidak meminta saham? Untuk apa? Dia sudah punya segalanya. Raisa bukan gadis yang naif, dia sangat tahu jika nantinya dia hanya akan menjadi mainan Tuan Muda itu. Memang apa lagi yang dibutuhkan oleh orang yang punya segalanya?
Tok tok
“Permisi nona, ada utusan dari tuan Arga sudah menjemputmu di bawah. Anda sudah di tunggu.”
Terdengar suara mbak di balik pintu itu. Ah selain Dirga ada mbak juga yang menganggap dirinya
keluarga. Mungkin dia akan merindukan mbak setelah menikah. Raisa hanya berdeham malas saja menanggapinya, segera dia merapihkan kembali penampilannya.
Dia bangkit lalu berjalan menuju pintu. Oh ternyata mbak masih menunggunya, dan juga ada ibu yang melototinya tanpa berani memarahinya karena takut di bawah ada utusan tuan Arga.
“Mari nona.” Ucap mbak mempersilahkan Raisa untuk berjalan lebih dulu.
Saat Raisa melewati ibu, “Jaga sikapmu Raisa. Jangan sampai kau mengacaukan semuanya.” Ucap ibu dengan pelan namun penuh dengan tekanan.
...****************...
Di mobil. Raisa hanya diam saja dengan pikiran yang sudah kemana-mana. Saat di rumah tadi,
ayahnya tidak mengatakan apapun padanya. Dia hanya melengos saja saat Raisa menatapnya
dengan penuh harap.
Memang apa yang diharapkan lagi dari pria yang hanya menganggapmu beban, Raisa? Harus
kah aku mensyukuri hal ini? Karena dengan ini aku bisa keluar dari neraka itu? Tapi bagaimana
jika perjalanan ini menuju neraka yang paling kejam? Tapi tak apa Raisa setidaknya Arga itu
orang asing, mungkin tidak akan sesakit ini jika yang menyakitinya orang asing.
Sambil menatap jalanan yang cukup kosong hari ini pikiran Raisa kemana-mana.
“Apa kau bosan nona? Mau aku nyalakan musik untuk mengusir kebosananmu?” tanya utusan
Arga melirik spion, kita sebut saja sekertaris Jou.
Raisa melirik sekilas, “tidak perlu tuan. Terima kasih atas perhatian anda. Apa aku boleh
bertanya?” tanya Raisa dengan nada yang ramah namun wajah yang datar membuat Sekertaris
Jou menyeringai, sepertinya tuan muda akan menyukai ini.
Wanita bermata bulat itu tampak menggemaskan, jauh dari tipe tuan muda. Apa karna ini tuan muda memilih nona ini?
“Tentu saja boleh.”
“Apa tuan muda galak?”
Mendengar itu Jou ingin tertawa, dia pikir nona ini akan bertanya hal lain. “menurutku tidak,
tuan muda adalah tuan yang sangat baik.”
“Kau anjing yang setia.” Ujar Raisa, ups! Mulut mulut! Wah berani sekali kau Raisa.
“Tentu saja, mungkin juga akan segara menjadi peliharaannya. Anjing yang lugu? Mungkin akan lebih cocok dengan sebutan itu” Ujar Jou tanpa tersinggung oleh ucapan Raisa, namun di membalasnya haha.
...****************...
Argantara Wiguna adalah nama calon suami Raisa. Pemilik perusahaan Wiguna Grup yang
merupakan salah satu konglomenrat di negeri ini, jangan tanya seberpengaruh apa tuan Arga
untuk negri ini. Dari rumor yang beredar tentang laki-laki berdarah biru itu merupakan laki-laki
yang kejam terhadap lawan-lawan bisnisnya. Dia bisa menghancurkan hidup seseorang hanya
dengan sekali ucap. Haha sudah seperti Tuhan aja. Tapi memang itu faktanya. Rumornya lagi,
beliau suka ganti-ganti wanita setiap malamnya.
Tidak heran, wanita mana yang tidak mau
dengan laki-laki tampan dan mapan itu? Hanya Raisa tentunya. Mungkin jika di adakan
sayembara untuk menjadi ratunya tuan Arga seluruh wanita di negri ini akan ikut berpartisipasi.
Lantas kenapa laki-laki seperti itu ingin menikah, dia bisa saja memilih wanita yang ingin dia
tiduri kapan pun dia mau. Yang lebih menyedihkan lagi kenapa harus aku yang dia pilih? Kenapa bukan Jane yang dia pilih, Jane lebih cantik dari pada aku.
“Kita sudah sampai nona.”
Lagi-lagi suara sekertaris Jou memecah lamunannya, dia sudah berdiri di luar mobil dan
membukakan pintu. Raisa berusahan menguasai dirinya, dia menarik nafas perlahan lalu
membuangnya perlahan. Mengusir gugup yang tiba-tiba menyerang ketika melihat bangunan
mewah di depannya. Wah ini bukan rumah tapi istana.
“Silahkan masuk ke dalam tuan muda sudah menunggu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aaaaa jujur aku setahun ini sibuk bangett, karna aku kerja jadi cerita aku terbengkalai. Maaf bangettt kalo cerita sebelumnya menggantung. Bahkan aku udah lupa banget sama alurnya, dan rencananya mau aku take down semua.
Aku mohon maaf dengan sebesar-besarnyaaa🙏🙏🙏
Raisa duduk sambil merapikan rambut dan pakaiannya. Dia mengerutkan pipi berulang kali, melatih untuk tersenyum. Tersenyumlah, sambil melangkah menuju neraka yang entah dengan cara apa membakarnya. Raisa menoleh ke arah tangga. Sekertaris yang tadi menjemputnya muncul di susul dengan sosok laki-laki. Mungkin itu tuan Arga.
Perawakan laki-laki itu sungguh sempurna. Raisa berdiri dari duduknya. Meremas ujung bajunya. Laki-laki itu memiliki aura yang sangat kuat. Membuat aura di sini terasa mencekam. Ini kali pertamanya dia bertemu dengan calon suaminya. Raisa merasa sekujur tubuhnya bergetar, bahkan saat laki-laki itu menginjak tangga terakhir dan melangkah menuju kursi sudah mengintimidasinya.
"Duduklah." Ucap laki-laki itu duduk di sofa tunggal.
Sekertaris Jou berdiri di belakang kursi tuan Arga dengan pandangan lurus.
Laki-laki itu, tidak tidak kita sebut saja Tuan Arga duduk dengan angkuh. Sekertaris Jou meletakkan amplop berwarna cokelat di atas meja. Raisa menatap amplop itu.
Apa itu perjanjian pranikah?
Batinya bertanya.
Raisa sudah menyiapkan mental dan hatinya untuk kemungkinan yang terburuk bisa terjadi pada pernikahannya. Ini hanya pernikahan untung rugi. Ayah telah menjual dirinya untuk melunasi semua hutang perusahaan. Dia sangat tahu diri jika dia sudah tidak punya harga diri lagi di hadapan tuan ini.
"Bacalah! Itu peraturan yang harus kau taat saat menjadi istriki nanti," dia menunjuk amplop yang tergeletak di atas meja itu.
Perlahan Raisa mengambil amplop itu. Sejujurnya1 walau Raisa terlihat tenang, jantungnya berdetak lebih kencang. Raisa takut jika setelah ini dirinya punya riwayat sakit jantung.
Apa ini? Tanya Raisa saat membaca isi dari surat itu.
Pihak pertama: Argantara Wiguna
Pihak kedua: Raisa Putri
Aturan adalah pihak pertama, dan pihak kedua berkewajiban mematuhi semua peraturan. Apabila pihak kedua tidak mematuhi aturan maka akan dikenai sanksi.
Raisa mencoba mencerna satu paragraf singkat itu mewakili semuanya. Dia harus menjaga sikap jika ingin keluarganya aman.
Maksudnya dia ini aturan hidupku selama pernikahan? Semua perkataannya adalah titah bagiku, begitu? Dia pikir dia raja? Baiklah aku mengerti jika aku bukan apa-apa dihadapannya. Bahkan aku sudah tidak punya harga diri lagi.
"Maaf, boleh aku bertanya lebih rinci lagi mengenai peraturan yang harus aku patuhi."
Bulu kuduk Raisa merinding membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Arga menatap tajam pada wanita yang akan menjadi istrinya itu, "bodoh. Kalimat sejelas itu masih belum mengerti. Artinya kau harus mematuhi semua yang aku katakan." Ucapnya berhasil membuat Raisa menundukkan kepalanya. Semakin merinding.
Raisa mencoba menguatkan dirinya, dia tersenyum dengan bibir bergetar samar. "Apa bisa tuan menjabarkan apa saja itu? Supaya saya tidak membuat kesalahan di masa depan nanti." Ucapnya mencoba mengendalikan suarnya yang ikut bergetar dengan wajah ceria tentunya.
Bagus Raisa, pengendalian yang baik.
Arga tersenyum tipis, bibir tersenyum ceria tapi wajahnya memerah wanita itu membuat Arga menahan tawa.
"Keluarkan ponselmu dan catatlah." Raisa menurut, segera dia mengerluarkan ponselnya dari dalam tas kecil. Kampungan. Batin Arga nyeletuk ketika melihat tas rajut yang Raisa kenakan.
"Peraturan pertama jangan pernah mencampuri urusan pribadiku, apa pun itu termasuk hubunganku dengan wanita lain."
"Baik."
Raisan mencatat dengan baik, itu hal yang basic menurutnya. Dia masih aman.
Arga menatap lurus wanita yang sedang mencatat itu. Raisa tidak terkejut dengan aturan pertama.
"Kedua, lakukan kewajiban dan peranmu sebagai istri dengan baik tanpa banyak bicara."
"Baik." Raisa tetap fokus pada ponselnya menunggu Arga mengucapkan aturan lainnya.
Raisa menatap Arga kala pria itu tak lagi bersuara, "apa hanya ini Tuan?"
Wanita ini benar-benar menantangku ya. Arga menatap tidak suka.
"Maaf, apa boleh aku menanyakan sesuatu?"
"Apa?" Arga menjawab acuh.
"Apa boleh saya tetap melakukan kehidupan saya seperti sebelum menikah?"
"Aku tidak peduli dengan kehidupanmu, yang harus kau lakukan adalah menjaga sikapmu di luar sana. Jangan sampai ada gosip beredar yang dapat mencoreng nama baikku dan perusahaan. Ingatlah, aku yang megang kendali atas hidupmu bahkan perusahaan dan keluargamu ada pada kendaliku, aku bisa membuat hidupmu hancur berkeping-keping dalam sekejap."
Raisa menelan ludah kasar. Benar, seperti inilah watak asli calon suaminya ini. Ternyata rumor yang berhati dingin benar adanya.
"Baik Tuan saya akan patuhi semua peraturan yang anda katakan dan saya akan menjadi istri yang patuh untuk anda. Terima kasih atas semua kebaikan yang anda berikan kepada keluarga saya. Saya akan membayarnya dengan segenap jiwa dan raga saya." Kalimat itu Raisa ucapkan dengan senyum manisnya.
Astaga apa yang kau katakan Raisa. Bagaimana bisa kau mengatakan hal menjijikan itu dengan begitu indah, dengan senyumku pula. Kau memang benar-benar sudah gila Raisa.
"Sepertinya kau sudah tahu apa yang harus dilakukan."
Raisa tersenyum, apa itu pujian?
"Terima kasih atas pujiannya Tuan."
Siapa yang sedang memujimu! Arga memaki dengan sorot matanya. Aku sedang menghinamu, haha aku lupa kau bahkan sudah tidak punya harga diri lagi.
Arga melirik ke arah sekertaris Jou. Seakan mengerti Jou mengerluarkan amplop cokelat lagi dalam saku jasnya lalu memberikannya pada Tuan Arga. Apa lagi itu pikir Raisa.
"Ambillah, untuk ongkosmu pulang."
Raisa terlihat ragu untuk mengambil amplop itu, tapi dia lebih takut pada Tuan Arga. Dia akan terlihat lebih murahan lagi jika dia menerima amplop itu
Tapi... "jangan membuatku nunggu. Terimalah ini bentuk kebaikanku." Ucap Tuan Arga dengan tajam.
Dengan tangan bergetar Raisa menerima amplop itu, "terima kasih atas semua kebaikan yang anda berikan. Semoga hari anda berjalan dengan baik." Raisa menunduk.
Arga tersenyum, tapi senyum itu berarti merendahkan. Dia menarik bibirnya dengan sinis.
Semoga hari anda senin terus. Raisa menyumpahi dalam hati.
Arga berdiri begitu pula dengan Raisa. "Pertemuan pertama ini sangat mengesankan. Kau jauh dari ekspetasiku. Meski aku tidak menaruh ekspetasi yang tinggi. Tapi ternyata kau sangat rendah. Pulanglah, dan bawa minuman itu kau harus berjalan kaki dulu untuk menemukan taksi."
Wah itu kalimat terpanjang yang keluar dari mulut Tuan Arga. Raisa terkejut, dia baru ingat jika tadi saat memasuki gerbang utama dia melewati hutan yang cukup panjang. Astaga! Ternyata penderitaannya masih berlanjut. Tidak! Ini masih permulaan Raisa. Bertahanlah.
Raisa pulang dengan membawa 5 botol minuman. Saat Arga menyuruhnya membawa minuman itu dia menurut. Benarkan, ini akan menjadi perjalanan yang melelahkan. Terbukti dari botol yang tersisa 3 botol lagi.
Apa masih jauh?
Kalimat itulah yang selalu Raisa tanyakan pada dirinya. Semangat mungkin sudah dekat gerbang utamanya. Kalimat itulah yang membuatnya terus berjalan.
Semangat Raisa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!