NovelToon NovelToon

Berawal Dari Tipuan

Bab 1

"Capeeeekkk."

Seorang wanita berteriak keras dengan peluh yang hampir membasahi sebagian kemeja yang dia pakai.

Adara Kinandita, gadis berusia 21 tahun yang sudah hampir 2 minggu menjadi penghuni baru ibukota sudah begitu frustasi ketika harus mencari pekerjaan di tempat yang kata orang-orang lebih kejam dari ibu tiri, sungguh Adara benar-benar bersumpah dan sangat menyetujui apa yang semua orang katakan tentang ibukota dari negara yang dia tinggali.

Gadis itu datang dari kota tempat kelahirannya hanya untuk bisa memperbaiki kondisi kehidupannya yang selalu kekurangan bahkan untuk dirinya sendiri.

Iya, Adara tidak punya orang tua bahkan tidak ada saudara kandung karena dia hanya anak tunggal, orang tuanya meninggal karena memang sudah takdir apalagi usia keduanya memang sudah tidak lagi muda.

Adara Kinandita lahir saat pernikahan orang tuanya sudah berjalan 15 tahun dan tentu ibunya sudah tidak lagi muda pada saat mengandung dirinya, seharusnya sekarang ini dia menjadi anak kesayangan kedua orang tuanya karena mereka sudah menunggu cukup lama untuk bisa mempunyai anak, tapi saat mereka mempunyai anak malah mereka meninggalkannya sebatang kara bahkan hanya meninggalkan warisan seekor kambing yang sudah Adara jual untuk bekal dia merantau berharap bisa menyambung hidup tapi malah dia seakan memperpendek hidup karena tak kunjung mendapat kerja dan bekalnya pun sudah menipis.

Adara mengusap peluh di keningnya, wajahnya yang putih jadi bersemu merah akibat teriknya matahari, ini jam 12.30 memang matahari sedang terik-teriknya.

Gadis itu duduk di halte bus dengan tas selempang yang dia simpan dipangkuannya, tas selempang yang hanya berisi surat lamaran dengan ijazah SMP serta dompet yang isinya juga tidak seberapa sisa penjualan seekor kambing yang sebagian sudah dia bayarkan untuk menyewa kos yang katanya orang sekitar angker tapi karena harganya murah Adara tetap menyewa tempat itu untuk dia tinggali.

Gadis itu tidak peduli setan atau apapun karena yang dia perlukan dan butuhkan adalah tempat untuk dia bisa tidur yang paling penting harganya murah, masa bodo ketika hanya ada tiga orang yang menghuni kos bertingkat dengan sepuluh kamar yang tersedia.

"Iish laper lagi," keluhnya kala merasakan perut berbunyi.

Tadi pagi dia memang tidak sempat sarapan, bukan tidak sempat sebenarnya Adara hanya ingin menghemat pengeluarannya dengan tidak makan di pagi hari, dia pikir dia tidak akan lapar tapi nyatanya perutnya yang terbiasa sarapan itu tidak kuat jika tidak diisi.

"Harusnya lapernya nanti malem aja biar sekalian makan malam, kan menghemat pengeluaran sampai ada kerjaan." gadis itu memprotes dirinya sendiri karena mau tidak mau dia harus makan agar perutnya tidak sakit, toh dia hanya seorang diri di kota rantau itu, siapa yang akan mengurusnya kalau dia sampai sakit.

Adara mengelus perutnya yang bukannya tenang tapi malah makin menjadi rasa laparnya, dia tidak boleh membiarkan perutnya kosong kan? dia harus segera makan daripada nantinya malah keluar uang untuk membeli obat hanya karena menahan diri untuk makan.

Akhirnya Adara pasrah, dia harus mengalah merelakan beberapa uangnya yang masih tersisa untuk membeli makan.

Gadis itu beranjak dari halte guna mencari tempat makan yang setidaknya terjangkau dengan keuangan yang dia punya.

Menarik napas lalu membuangnya cepat dan sedikit merasa lega kala akhirnya dia melihat warung makan yang lumayan ramai karena di datangi banyak karyawan dari beberapa kantor yang tak jauh dari tempat itu.

"Masih jam istirahat." gumamnya melihat sepertinya dia tidak bisa masuk ke warung sederhana itu.

Dara pun duduk di bangku kayu tak jauh dari warung, memilih untuk menunggu ketimbang harus berebut dengan para karyawan, merasa kasihan karena tahu mereka juga pasti lapar setelah beberapa jam bekerja.

"Itu bos baru galaknya bukan main dah, pusing gue ngadepin komplenan dia tiap menit."

Dara mendengar dua orang wanita yang sepertinya karyawan dari salah satu gedung kantor itu tengah mengobrol.

"Tapi ganteng kan?" bukannya meladeni temannya yang sedang mengeluh wanita itu malah menanyakan rupa sang atasan baru mereka.

"Ganteng tapi gualak." tegas wanita yang tadi mengeluh dengan kedua mata yang membesar mengekspresikan apa yang dia lihat.

Atasan baru mereka memang tampan dan yang lebih penting lagi adalah usianya yang masih muda dan juga single.

Bukankah mereka bisa cuci mata? yah meski harus kena semprot setiap saat karena sang atasan yang jiwa marahnya sudah mendarah daging.

Dara sudah tidak mendengar pembicaraan kedua wanita itu seiring mereka yang sudah menjauh.

"Ngapain ganteng kalau galak," oceh Dara yang tadi tak sengaja menguping.

"Tapi kalau duitnya banyak boleh juga sih."

Sungguh sekarang yang ada dipikiran gadis berambut sebahu itu hanyalah uang uang dan uang, tidak ada yang lain karena dia memang butuh uang di tengah kerasnya hidup di ibukota.

*****

Bab 2

Menjelang sore gadis yang mengenakan rok hitam serta kemeja putih itu berjalan lunglai di tepi jalan tempat mobil serta kendaraan lainnya melaju.

Gadis itu akan kembali ke kos dengan tanpa hasil sama seperti beberapa hari yang lalu, sungguh benar-benar sangat sulit mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang terlebih lagi makin banyaknya manusia yang tentu menjadi saingan untuknya, makin sulit saja dia mendapatkan pekerjaan mengingat ijazahnya yang tidak tinggi.

Adara Kinandita benar-benar kalah saing dengan mereka yang memiliki pendidikan tinggi, bahkan tadi ada juga beberapa orang sarjana yang ikut melamar pekerjaan menjadi cleaning service di sebuah kantor.

Bayangkan saja, seorang sarjana yang tentunya mengenyam pendidikan bagus dan juga pasti biayanya tidak lah murah masih juga membutuhkan pekerjaan sampai harus bersaing dengan Dara yang berpendidikan rendah.

Oh Tuhan, ternyata hidup sudah semakin sulit untuk siapapun bukan hanya seorang Adara Kinandita.

Langkah Dara tampak begitu lelah, seluruh persendiannya sakit karena sejak tadi harus bolak-balik mendatangi kantor demi kantor hanya untuk mendapatkan pekerjaan.

"Lama-lama gue gelap mata juga nih," sungutnya seolah mengancam dirinya sendiri untuk melakukan tindakan tak baik.

Jujur sebagai manusia dia lelah terlebih tidak ada siapapun yang bisa dia jadikan tempat mengadu, hidupnya hanya sendiri menangis pun rasanya sia-sia karena tidak ada yang akan peduli.

Hembusan angin sore sedikit membuat gadis dengan rambut hitam sebahu itupun sedikit merasa sejuk hingga tangannya mengibas-ngibaskan kerah baju yang dia pakai agar angin juga bisa membantunya mengurangi rasa panas yang sejak tadi melingkupi tubuh akibat harus terus menerus menerobos teriknya matahari yang tidak tahu kenapa seperti tidak mau bersahabat dengannya yang hanya mengandalkan kedua kakinya untuk mencapai tempat yang dia tuju.

Bukannya pelit untuk naik angkutan umum, hanya saja dia sedang berhemat benar-benar berhemat agar uangnya bisa cukup sampai dia mendapatkan pekerjaan.

Dara sudah hampir sampai di tempat kosnya, bangunan tua yang kata warga sekitar angker.

Dara akui dari penampakannya bangunan berlantai dua itu memang agak menyeramkan dengan beberapa pohon besar di samping kiri kanan serta halaman depan juga cat tembok yang sudah mengelupas, semuanya tampak mengerikan bagi mereka yang penakut, dia juga sebenarnya takut hanya saja dia tidak punya pilihan beruntung ada dua orang lagi yang juga tinggal di tempat kos itu jadi dia tidak sendirian.

Sebuah mobil mewah berhenti di seberang jalan tak jauh dari tempat Dara berada, mobil yang sudah jelas mahal itu tampak begitu menyilaukan dengan warna hitam yang mengkilat.

Gadis itu berhenti sebentar lalu hendak kembali melanjutkan langkahnya ketika dia melihat ada seorang pria yang baru saja keluar dari pagar tempat dia kos.

Pria yang memaki pakaian sangat rapi itu bisa di pastikan bukan orang miskin terlebih lagi pria itu segera masuk ke dalam mobil setelah lebih dulu berbicara dengan orang yang duduk di kursi belakang.

Kening Dara mengernyit penasaran seraya melihat mobil itu pergi meninggalkan kepulan debu yang membuatnya sedikit batuk.

"Uhuk-uhuk."

Terbatuk akibat debu yang tak sengaja masuk ke mulutnya yang terbuka.

Sepertinya dia begitu terpana melihat mobil bagus serta orang yang mengendarainya.

"Siapa ya? nggak mungkin kan tuh orang mau ngekos disini?" bertanya sendiri meski dia tahu dia tidak akan bisa menjawab.

Selama dia tinggal dua minggu di kos itu rasanya dia belum pernah melihat pria yang barusan keluar, tidak mungkin juga pemilik kos sebab yang dia tahu pemilik kos sudah sangat tua dan tinggal di komplek sebelah, dia tahu karena dia sempat bertemu pemilik kos saat pertama kali datang untuk menyewa salah satu kamar di tempat itu.

Rasa penasaran membuat Dara buru-buru melangkah cepat agar bisa sampai, baru saja sampai pagar besi yang sudah usang itu Dara sudah mendapati dua orang wanita yang juga kos di tempat itu tengah berbicara dengan anak dari pemilik kos, dari wajah mereka tampak jelas ada ketegangan yang begitu kentara di tambah juga ada perdebatan dari salah satu teman kosnya dengan anak pemilik kos yang juga wanita.

"Tapi kan kita baru aja bayar Mbak, masa main disuruh pergi gitu aja, belum lagi nyari kos juga susah." suara wanita bernama Indah terdengar begitu jelas meski jaraknya lumayan jauh dengan Dara.

"Iya loh Mbak, gimana ini mana aku juga baru aja di pecat dari kerjaan tambah pusing kalau kayak gini jadinya," timpal Sari yang memiliki tubuh agak gemuk mengajukan ketidakterimaannya.

"Nanti saya balikin uang kalian setengah," sahut Iis anak pemilik kos.

Sebenarnya Iis juga tidak tega meminta ketiga gadis itu keluar dari kos milik orang tuanya, tapi dia tidak bisa membantu apa-apa ketika orang tuanya pun sudah menjual bangun serta tanahnya kepada seorang pengusaha yang katanya akan membangun rumah pribadi di tanah itu.

"Nggak mau aku Mbak, kos sekarang mahal-mahal." tolak Sari tak mau terima.

"Kenapa ini Mbak?" Dara yang sejak tadi ingin tahu pun memilih untuk mendekat dan bertanya, dari pembicaraan mereka bertiga bukankah seharusnya ini menyangkut dia juga?

Ketiga wanita itu menoleh dengan kompak kearah Gadis yang usianya lebih muda dari mereka, gadis yang belum lama ikut tinggal di tempat itu yang perbulannya 650 ribu rupiah, biaya yang lumayan terjangkau dengan kondisi bangunan yang memang serba memprihatinkan, tapi mengingat ini ibukota mereka tidak bisa protes karena kalau mau fasilitas bagus ya mereka juga harus mengeluarkan biaya bulanan yang tidak sedikit untuk tempat tinggal.

"Lusa kita disuruh keluar dari sini Dara." Indah dengan cepat dan nada bicara yang kesal memberitahu apa yang terjadi.

Apa yang Dara dengan sontak membuat tubuhnya yang sudah lemas terasa makin lemas saja, pekerjaan belum dapat dan sekarang dia juga harus keluar dari tempat kos, mau pindah kemana sekarang? sedangkan uangnya juga sudah sangat menipis.

Oh ya ampun kenapa Tuhan masih senang memberikannya cobaan di tengah hidupnya yang malang.

*****

Bab 3

Langit sudah sangat gelap menandakan hari sudah larut ketika telinga Dara menangkap suara berisik dari dua kamar yang ada di samping kiri dan depan kamar yang dia tempati membuat dia yang sedang duduk dengan otak berputar memikirkan nasibnya harus bagaimana pun memilih untuk beranjak dan melihat kegiatan yang tengah di kerjakan oleh dua orang wanita tetangga kosnya, meski Dara tahu dengan jelas apa yang sedang dua wanita itu kerjakan sekarang.

"Mbak pindah kemana?"

Dara yang sudah berada di depan pintu kamar Indah pun bertanya ketika sepasang matanya menangkap Indah tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam kotak besar, sudah ada sekitar dua kotak besar yang sudah penuh dan tertutup rapat menggunakan lakban berada di dekat kasur lantai.

Wanita yang di panggil Mbak selama hampir dua minggu itu oleh Dara pun menghentikan gerakan tangannya yang tengah mengeluarkan tumpukan pakaian dari dalam lemari kayu berukuran kecil, lemari kayu yang sama dengan yang ada di kamar Dara, Indah melihat pada Dara lalu menyahut pelan serta sarat akan kekesalan yang masih tersisa akibat politik kos yang tega begitu saja menjual tempat mereka tinggal selama ini "sementara aku tinggal sama temen aku Dar, sambil cari-cari tempat kos yang harganya terjangkau, kamu meski belum lama tinggal di jakarta juga kan pasti tahu bagaimana mahalnya tempat kos meski hanya satu petak saja," jawab Indah.

Dara mengangguk setuju, memang benar apa yang Indah katakan semua yang ada di Ibukota memang sungguh memusingkan bagi dirinya, belum juga dapat kerja malah sudah harus pusing lagi memikirkan dia harus kemana dan bagaimana caranya dia mendapatkan tempat tinggal yang harganya murah hanya dalam waktu dua hari.

Sungguh kepala Dara rasanya mau pecah, dan makin pecah lagi ketika Sari yang kamarnya berada tepat di depan kamar Dara pun turut bersuara.

"Aku mau pulang ke kampung, pusing aku ini udah nggak ada kerjaan, lebih baik kamu juga pulang kampung aja Dara toh kamu juga belum dapat kerja kan?" Sari melongok dari kamarnya melihat pada Dara.

Dara mengangguk tanpa menjawab, dia juga ingin pulang kampung tapi di kampung juga dia bingung akan tinggal dimana, orang tua tidak ada rumah pun bukan milik orang tuanya, masih ada saudara dari Ayahnya tapi sejak dulu mereka sama sekali tidak mau di susahkan, sungguh Dara tidak ingin mengingat mereka yang dulu bahkan sering kali menghina Ayah dan Ibunya.

Indah dan Sari masih terus berbicara sambil sibuk dengan barang-barang mereka yang akan mereka bawa, sedangkan Dara memilih untuk keluar dari bangunan yang mungkin sebentar lagi akan di bongkar, karena yang dia dengar orang yang membelinya membangun rumah pribadi di tempat itu.

Gadis berusia 21 tahun itu berjalan melewati pagar tua yang sudah terlihat berkarat di hampir semua bagiannya, dia ingin mencari angin sekaligus memikirkan apa yang akan dia lakukan.

Kaki putihnya yang di balut celana pendek itupun melangkah membawanya ketepian jalan yang masih sangat ramai dilalui oleh kendaraan beroda hingga tak terasa dia sudah berjalan cukup jauh sampai akhirnya dia berdiri di pinggir jalan hendak menyebrang tapi dia yang sedang pusing dengan pikirannya malah tampak melamun hingga tak sadar ada satu mobil yang tengah melaju kearahnya.

Tiiiiiinnnn

Klakson mobil begitu nyaring membuat Dara kaget hampir serangan jantung dan jatuh terduduk tepat di depan mobil.

"Aaaaaaaa." gadis itu berteriak histeris seraya menutup matanya dengan kedua tangan dan ketika tidak merasakan apapun pada tubuhnya dia gegas menjauhkan kedua tangannya lalu mengintip mobil yang tepat berada di sisi kanannya sekitar beberapa centi saja, andai si pembawa mobil tidak cekatan mungkin saat ini Dara sudah terpental ke aspal karena tertabrak.

Jantung Dara masih berdegub kencang ketika mendengar suara pintu mobil yang terbuka.

"Hei kamu nggak apa-apa?"

Suara seorang wanita yang mendekat terdengar jelas di telinga Dara, membuat otak Dara langsung bekerja, saat ini dia sangat butuh uang, benar-benar sangat butuh uang.

'gue lagi butuh uang, dari mobilnya kelihatan jelas kalau mereka orang kaya nggak ada salahnya kalau gue minta uang mereka toh mereka nggak bakal jatuh miskin hanya karena beberapa lembar yang hilang kan?' batin Dara mencoba membenarkan tindakannya yang berniat menipu.

"Aduuuuh kaki saya sakit," rintih Dara seraya menyentuh kaki kirinya yang lecet, sungguh lula lecet bukan karena tertabrak tapi karena tadi pagi saat dia akan keluar dari kos dia tersandung dan kakinya masuk ke dalam parit hingga mendapatkan luka yang sekarang dia jadikan alasan untuk mendapatkan uang.

"Hah?" wanita yang penampilannya sangat anggun serta cantik di depan Dara tampak bingung dengan kerut yang menghiasi wajah cantiknya itu.

Sepertinya wanita itu sedikit tidak percaya dan mulutnya sudah ingin berbicara ketika satu orang yang tadi mengemudikan mobil turun dan ikut berdiri di sampingnya membuat Dara terbengong dengan mulut terbuka.

"Crazy!" kata sang pria yang sadar benar kalau mobilnya sama sekali tidak menabrak gadis yang sekarang masih saja menatapnya lapar.

Dara mengerjapkan mata lalu menggelengkan kepala menyadarkan dirinya sendiri, meski dia hanya tamatan SMP tapi kalau untuk bahasa asing yang basic seperti itu dia cukup paham.

"Saya tidak gila, anda yang gila dalam membawa mobil." Dara berdiri masih dengan sandiwara agar apa yang sudah dia lakukan tidak sia-sia jangan hanya karena dikatai crazi lalu dia membongkar sendiri kebohongannya demi uang.

Pria yang gurat wajahnya tampak emosi itu menunjukan senyum miris, paham benar bahwa wanita yang tingginya tak sampai sedagunya itu tengah melakukan penipuan kepadanya.

Dia bukan orang yang baru bisa membawa mobil hingga dengan bodohnya menabrak orang sampai hanya jatuh duduk saja, mobil yang dia kendarai tadi melaju cukup kencang kalau memang tertabrak minimal gadis di depannya ini terpental beberapa meter.

"Dipikirnya gue nggak ngerti apa yang dia omongin." sungut Dara seraya tangannya menepuk debu yang ada di bagian celana pendek yang dia kenakan.

"Kamu urus sayang," kata si wanita lalu pergi naik ke mobil malas mengurusi hal yang menghambat perjalanan mereka.

"Lihat nih, kaki saya luka begini." Dara menunjukkan kaki kirinya yang memang lecet.

Pria bernama Ravindra Reynard itu tersenyum sinis melirik sebentar pada luka lecet di kaki putih Dara lalu menatap kedua mata gadis yang sangat bernyali di depannya itu.

Sungguh bernyali karena tengah melakukan penipuan padanya, pada seorang pemilik perusahaan besar di ibukota itu.

"Saya mau ke rumah sakit." Dara makin terus terang dengan apa yang dia inginkan.

"Masuk mobil," sahut Ravin sinis.

Kalau memang ingin ke rumah sakit dia yang akan membawanya ingin tahu sampai dimana nyali sang gadis dalam menipu.

Dara panik lalu menggeleng cepat, "nggak usah saya bisa pergi sendiri."

"Ya sudah," dengan tenangnya Ravin hendak beranjak meninggalkan gadis yang kedua matanya langsung membola.

"Anda kok nggak tanggung jawab?" kata Dara agak keras tapi kegugupan mulai menyerang.

"Saya mau tanggung jawab bawa kamu ke rumah sakit tapi kamu yang tidak mau," ucap Ravin.

Dara menggaruk kepalanya mulai kehabisan akal, sudah ingin menyerah tapi dia butuh uang.

"Sayang cepat kita sudah terlambat."

Teriakan dari wanita yang sepertinya kekasih si pria di depannya itu membuat Dara mencoba kembali peruntungannya.

"Kelihatannya kalian buru-buru, saya minta uang aja buat berobat." kata Dara enteng.

"Sayaaaaang."

Ravin sudah emosi mendengar permintaan Dara tapi kekasihnya sudah terus memanggil tak sabar hingga dia segera kembali ke mobil lalu mengambil dompet.

"Dia minta uang?" tanya Elica melihat Ravin mengambil dompet dari dashboard.

Ravin mengangguk lalu kembali dengan dompet yang begitu tebal membuat binaran mata Dara terlihat begitu jelas.

Hatinya sudah begitu bersorak karena dia akan mendapatkan uang dan dia bisa segera mencari rumah kos atau mungkin kontrakan.

Dengan kesal Ravin memberikan beberapa lembar uang ratusan yang diterima dengan senang hati oleh Dara lalu gegas kembali ke mobil.

"Terimakasih tuan kaya raya," teriak Dara senang sambil menghitung uang yang jumlahnya 700ribu.

Eleca bersungut tak suka lalu ketika mobil berjalan dan tepat berada disamping Dara, Eleca merampas sebagian uang yang ada di tangan Dara dan hanya menyisakan 2 lembar saja, sontak Dara terkejut bukan main, uang yang dia dapat dari hasil menipu malah diambil lagi.

"Dasar orang kaya pelit!" teriaknya.

Eleca tertawa puas karena bisa mengambil kembali uang milik sang kekasih, sedangkan Ravin menggeleng sambil tersenyum melihat ulah Eleca.

Dara menggerutu sepanjang jalan kembali ke kos.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!