Di sebuah bangunan yang sedang di cor, terlihat seorang pria berumur 27 tahun yang sedang mengaduk semen. Ia menggenggam sekop dengan tangan yang sudah kasar, bajunya kotor tertutup debu dan keringat yang mengalir membasahi wajahnya.
Matahari siang itu begitu terik yang membuat kulitnya menghitam, namun tidak sepanas perjuangan yang harus dia lalui setiap hari. Hari ini ia bekerja bersemangat sekali, agar bisa membeli hadiah ulang tahun untuk istrinya hari ini.
Ya, dia adalah Alzeyroz yang terpaksa bekerja menjadi kuli bangunan, karena ia di pecat dari perusahaan tempat ia bekerja. Awal mula ia berniat membantu seorang perempuan yang pingsan di sebuah mobil di pinggir jalan, ia memecahkan kaca mobil tersebut lalu menyelamatkannya yang ternyata wanita itu adalah istri pemilik perusahaan tempat ia bekerja.
Bukannya mendapatkan terimakasih, ia malah di tuduh sudah melakukan pelecehan, lalu ia di pecat tanpa pesangon. Bersyukur ia tidak di penjara karena tidak terbukti kesalahannya.
Sejak saat itulah, namanya menjadi buruk sehingga perusahaan mana pun tidak menerimanya, karena tidak punya pekerjaan lain lagi, ia pun menjadi kuli bangunan.
Kedua orang tuanya sudah meninggal karena sakit dan meninggalkan sebuah rumah untuknya. Sementara ia menikah dengan seorang kekasihnya bernama Intan setelah dua tahun berpacaran.
Saat istirahat, ia menyeka keringat yang menetes di dahi dengan lengan bajunya yang sudah basah. Alzeyroz menoleh ke sekeliling, melihat bangunan yang masih dalam proses pembangunan. Meskipun badannya letih tapi tidak menyurut tekadnya demi bisa mencapai masa depan yang cerah bersama istri tercinta.
"Alzeyroz, ini upah mu. Hari ini pulang agak cepat karena aku ada urusan," ucap pemborong itu memberikan beberapa lembar uang kerjanya.
"Terima kasih Pak," ucap Alzeyroz menerima dengan senang hati. Saat ia menghitungnya, uang itu kurang yang seharusnya ia terima.
"Maaf Pak Yono, uang ini kurang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya saya dapatkan," ucap Alzeyroz sambil mengulurkan uang tersebut kembali ke arah Pak Yono.
Pak Yono yang mendengar protes tersebut langsung kesal. "Itu sudah sesuai dengan apa yang kamu kerjakan. Jangan banyak protes! Kalau mau gaji lebih, kerja juga harus lebih giat!" balas Pak Yono dengan nada ketus.
Alzeyroz tertegun dan tampak kecewa, tapi ia tak bisa protes atau ia akan di keluarkan dari pekerjaan ini. Ia butuh pekerjaan ini untuk kebutuhan sehari-harinya.
Meskipun dengan hati yang berat dan tak terima, ia bergegas pergi. Bukan langsung ke rumah, tapi ia menuju ke sebuah toko kue dan toko baju untuk membeli hadiah ulang tahun istrinya.
Setelah membeli hadiah ia terlihat puas dan senang, langkah kakinya mantap. Ia membayangkan bagaimana reaksi istrinya saat ia memberi kejutan. Ia tak sabar untuk segera sampai di rumah, ia pun berjalan setengah berlari agar cepat sampai.
Sesampainya di rumah, Alzeyroz bersiap-siap di pintu dengan senyum mengembang. Ia membuka pintu.
"Selamat ulang tahun Say... ang," ucapnya terputus saat melihat istrinya sedang memeluk seorang pria di sofa ruang tamu. Yang mengejutkan adalah pria di atas tubuh istrinya adalah teman satu kantornya dulu.
"Apa yang kalian lakukan?!" teriaknya dengan membulatkan matanya, seketika rasa bahagia itu hilang, tangannya yang menggenggam erat plastik kue kini lemas, kue dan hadiah itu jatuh di lantai.
Sementara Istri dan temannya segera mengambil kain untuk menutupi tubuh mereka.
"Mas, kok kamu sudah pulang?" tanya Intan terlihat gugup.
"Kalau aku tidak pulang cepat, bagaimana aku tahu jika di rumah ini ada perselingkuhan!" teriak Alzeyroz marah besar hingga terlihat urat lehernya.
"Hey Alzeyroz, kamu jangan salah paham dulu, kami sebenarnya...."
"Sebenarnya apa! Katakan saja jika sebenarnya kalian sudah lama berselingkuh kan! Hari ini adalah hari ulang tahun mu Intan! Aku ingin memberi kau kejutan, tapi aku yang di buat terkejut oleh perilaku tak senonoh kalian! Kenapa kau tega selingkuh di belakang ku Intan! Kenapa!" teriaknya dengan suara tinggi, air matanya mengalir, dadanya sesak setelah melihat pengkhianatan yang ia terima.
"Baiklah, kami tidak ingin menutupi dari mu lagi, sebenarnya aku dan Intan saling mencintai, ku harap kau melepaskan Intan untuk hidup bersama ku," ucap Toni terang-terangan.
"Heh setelah kalian puas berselingkuh baru sekarang kalian terus terang, kenapa tidak dari dulu hah! Setidaknya aku melepaskan Intan dalam keadaan rela. Tapi sekarang sudah terlalu sakit! Aku tidak akan melepaskan kalian. Aku akan panggil warga untuk menghakimi kalian!" ucap Alzeyroz ingin keluar rumah untuk memangil warga.
Belum sempat Alzeyroz keluar dari rumah. Toni dan Intan menjadi panik, Toni mengambil kursi dan melempar bagian belakang Alzeyroz membuat Alzeyroz terjatuh kesakitan.
Intan melihat sebuah gunting di atas meja, ia mengambilnya lalu ia menusuk kedua mata Alzeyroz hingga bola matanya pecah.
"Akhhh! Mata ku!" teriak Alzeyroz memegang kedua matanya yang teramat sakit. Ia menggulung tubuhnya dan kepalanya berdenyut hebat.
"Toni, bagaimana ini?" tanya Intan panik, tubuhnya yang memegang gunting gemetaran.
Toni terdiam sejenak dan melihat Alzeyroz yang mengerang kesakitan dan ia berusaha untuk tenang sambil berpikir. "Sudah cepat pakai bajumu, kita jual saja dia," ucap Toni cepat.
Mereka bergegas memakai baju, Toni berlari menuju mobil yang ia letak cukup jauh dari rumah Alzeyroz, sementara Intan mengikat tubuh Alzeyroz.
"Maafkan aku Alzeyroz, siapa suruh kamu di pecat dari perusahaan dan hidup miskin. Setelah kita berpisah, rumah peninggalan orang tuamu ini akan ku jual untuk kebutuhan ku. Anggap saja hutang mu kepada ku karena kau tidak bisa memenuhi keinginan ku," ucap Intan untuk yang terakhir kalinya sebelum di di bawa.
...********...
2 tahun berlalu begitu saja, Alzeyroz di nyatakan buta permanen. Ia di jual dengan bos pengemis dengan harga 5 juta. Dirinya kini milik bos pengemis bernama Yanto.
Ia di paksa mengemis di lampu merah, dan semua pendapatan akan di ambil Bos Yanto. Ia sangat ingin lari, tapi tidak bisa karena ia terus di kawal oleh para anak buah Yanto. Jika ia menolak untuk mengemis, maka akan di siksa sampai ia mau mengemis kembali. Bukan hanya tidak mau mengemis di siksa, mendapatkan setoran sedikit juga di siksa. Lagian orang buta bisa apa? Seakan dunia begitu gelap baginya.
Bukan hanya dirinya sendiri yang menjadi tawanan Bos Yanto, ada puluhan orang lainnya tapi berbeda tempat. Ada anak-anak yang di jual oleh penculikan anak. Ada juga ibu-ibu yang tua renta di jual anaknya. Tapi ada juga yang berusaha melarikan diri, sayangnya ia mati di bunuh oleh Bos Yanto.
"Jangan pernah berpikir untuk kabur, nyawa kalian adalah milik kami." Begitulah ucapan Bos Yanto.
Meskipun begitu, niat untuk membebaskan diri sangatlah besar, ia tidak ingin putus asa untuk memerdekakan dirinya walaupun ia tahu punya keterbatasan.
Saat ia berpindah ke lampu merah lainnya, ia tersandung oleh sesuatu lalu terjatuh di aspal yang cukup panas karena terikat matahari yang kuat. Jalanan itu sangat ramai, tapi satu pun orang tidak ada yang membantunya. Alzeyroz meraba-raba untuk mencari tongkat kayunya, tapi ia memegang sesuatu.
"Apa ini?" tanya meraba-raba benda yang ia pegang.
"Ah, ini sepertinya kacamata, aku pakai saja, setidaknya ini bisa melindungi mataku dari sinar matahari," ucap Alzeyroz.
Ia memakai kacamata tersebut, lalu meraba kembali aspal itu untuk mencari tongkat kayunya.
[Ting]
Sebuah bunyi yang membuat Alzeyroz terkejut.
"Bunyi apa itu? kenapa sangat dekat?" tanyanya memperkuat pendengarannya. Tapi bunyi itu sudah menghilang, ia pun tak ambil pikir lagi, ia terus meraba mencari tongkat kayunya.
Tapi ada sebuah keajaiban, perlahan-lahan ia merasakan sebuah cahaya yang masih buram. Alzeyroz menghentikan gerakannya.
"Aku bisa merasakan kehadiran sebuah cahaya di depanku, cahaya apakah ini? Apa seorang Peri yang datang pada ku?" tanyanya berpikir.
Alzeyroz bahkan sedikit melihat sebuah kayu di depannya, kemungkinan itu adalah tongkatnya. Ia mengambil tongkat itu dan kembali berdiri.
Perlahan-lahan cahaya itu menjadi tajam, hingga ia bisa melihat bahwa ia sedang berada di pinggir jalan yang di mana banyak sekali orang berlalu lalang di jalan raya.
Ia bahkan bisa melihat gedung yang tinggi, berbagai toko menjual kebutuhan sehari-hari, orang-orang sedang berbicara, duduk, bersepeda dan aktivitas lainnya.
"Apa ini? Kenapa aku bisa melihat? Bukannya mataku sudah rusak dan di nyatakan buta permanen?" tanyanya tak mengerti.
Ia membuka kacamata itu karena penasaran, tapi dunia jadi gelap seperti sebelumnya, Alzeyroz memakai kacamata itu lagi dan ia kembali melihat indahnya dunia.
"Hey Alzeyroz! Cepat jalan!" titah Azlan, anak buah Yanto.
Alzeyroz melihat ke arah pemilik suara yang ia kenali, terlihatlah seorang pria dengan pakaian baju kaos hitam dengan tato di seluruh lengannya.
"Oh jadi dia Azlan?" batinnya.
"Iya, aku pergi sekarang." angguk Alzeyroz. Ia berjalan menuju lampu merah yang tidak jauh darinya. Alzeyroz berhenti di sana dan duduk seperti biasa ia lakukan sambil menampung sebuah wadah untuk ia mengemis.
[Ting]
[Locked, system owner]
Sebuah suara muncul lagi, Alzeyroz melihat ke kiri dan kanan tapi hanya suara kendaraan yang terdengar. Mendadak ia melihat sebuah hologram muncul dari kacamatanya.
"Eh apa ini?" tanyanya bingung sekaligus panik karena ada sebuah data di depannya.
[Selamat datang di Sistem Kacamata Super: Smart Glasses. Anda adalah pemilik sistem super canggih ini]
"Ha? Sistem kacamata super? Apa ini?" tanya Alzeyroz bingung, orang melihat ia berbicara sendiri sambil memegang wadah.
[Ya, Ini adalah sistem kacamata super yang akan mengubah hidup Anda. Kacamata Super ini akan membantu menyembuhkan mata Anda secara perlahan. Kacamata ini tidak akan bisa di lepas sebelum mata Anda sembuh permanen. Sistem ini akan memberi Anda misi melalui program kacamata super ini untuk melakukan kebaikan]
Alzeyroz menekuk alisnya. "Misi? Kebaikan?"
[Ya, sebuah Misi atau perintah dari sistem untuk melakukan sesuatu dalam hal kebaikan]
"Oke," ucap Alzeyroz mengangguk-angguk meskipun ia masih bingung.
[Keunggulan kacamata super ini adalah, bagian kacamata kiri bisa melihat suatu benda dengan tembus pandang. Memprediksi jarak, waktu, masa, gerakan dan benda. Anda bisa mengaktifkan mode navigasi pada kacamata, sebuah peta digital akan muncul di hadapannya. Kacamata ini bukan sembarang kacamata, ia dilengkapi dengan teknologi canggih yang dapat menunjukkan antara aman dan bahaya. Tentunya kemampuan memprediksi dan kekuatan Anda semakin meningkat setiap naik level. Sedangkan kacamata bagian kanan, adalah notifikasi misi sistem, penyelesaian misi dan lain-lain berhubungan dengan misi]
"Memprediksi? Lantas apa aku bisa memprediksi masa depan?" tanya Alzeyroz penasaran.
[Tidak, Takdir masa depan adalah rahasia. Dan Sistem juga akan memberikan reward sepantasnya dengan misi yang Anda kerjakan. Untuk mengetahui notifikasi misi, tekan tombol di samping kacamata Anda. Dan terakhir, kacamata ini sudah kontrak seumur hidup dengan Anda, hanya Anda saja yang bisa menggunakannya. Selamat mencoba]
Seketika suara itu hilang membuat Alzeyroz mencari-carinya.
"Hey! Di mana kau!" teriak Alzeyroz berdiri sambil membuang wadah tersebut.
Melihat Alzeyroz meninggal lampu merah, Azlan menjadi geram, ia pun mendekati Alzeyroz.
"Apa yang kau lakukan! cepat sana mengemis!" bentak Azlan. Dari kacamatanya, Alzeyroz bisa melihat raut wajah Azlan yang sedang marah.
"Aku mau cari sesuatu," jawab Alzeyroz beralasan.
"Tidak! sebelum kau dapat uang yang banyak kau tidak boleh pergi!" bentak Azlan.
"Tapi aku harus cari sesuatu itu!" jawab Alzeyroz bersikeras.
"Kurang ajar! Dasar si buta payah! cepat sana mengemis!" ucap Azlan ingin memukul Alzeyroz.
Alzeyroz melihat tanda bahaya dari kacamatanya, ia melihat gerakan mengarah pipi kanannya. Dan benar saja, pukulan itu memang mengarahkan ke arah kiri. Alzeyroz secepatnya menghindarinya.
"Wah, aku beneran bisa menghindari pukulannya? Ternyata kacamata ini sangat keren," ucap Alzeyroz sangat senang.
"Sialan! Beraninya kau menghindar! Kau minta ku hajar!" teriak Azlan semakin geram.
Ia kembali melayang pukulannya, sebelum pukulan itu sampai ke arah Alzeyroz, ia bisa memprediksi ke mana arah gerakan itu.
Sayangnya pukulan itu mengenai keningnya membuat ia mundur beberapa langkah. "Sepertinya aku kurang cepat? Bener juga kecepatan juga tergantung levelnya," gumam Alzeyroz sambil memegang pelipisnya.
Tiba-tiba saja Azlan menarik kacamatanya, tapi kacamata itu tidak bisa di tarik dan lengket di mata Alzeyroz.
"Ah kenapa kacamata ini tidak bisa di buka," ucap Azlan berusaha untuk melepaskan kacamata itu dari Alzeyroz.
Alzeyroz juga bingung karena kacamata itu lengket padanya. Tapi ia tak punya waktu. "Ah aku tidak punya waktu untuk meladeni mu," ucap Alzeyroz menendang perut Azlan membuat Azlan terlepas dari kacamatanya.
Alzeyroz langsung pergi, ia mengambil wadah dan lari.
"Hey Alzeyroz jangan lari kamu!" teriak Azlan.
Tapi Alzeyroz sudah lari duluan sambil mengangkat wadahnya, ia menyeberang jalan raya yang cukup besar itu, dari kacamatanya, ia bisa melihat prediksi kendaraan mana ya melaju cepat, dan kendaraan mana yang menuju ke kiri dan ke kanan.
Ia mengaktifkan mode navigasi pada kacamata, sebuah peta digital muncul di hadapannya. sebuah peta menunjukkan rute-rute yang aman untuk dilewati.
"Heh! Beruntung kau masih mau mengemis," ucap Azlan memegang perutnya yang sakit.
Dengan langkah cepat, Alzeyroz berhasil menyebrang. Ia melihat seorang pengemis sedang duduk di pinggir jalan. Ia pun mendekati pengemis itu.
"Alzeyroz, mau kemana kamu?" tanya pengemis itu. Mendengar namanya di sebut, itu berarti pengemis itu satu tempat tinggal dengannya, dan juga ia kenal suara tersebut.
"Aku mau ke sini, aku ingin mendapatkan uang yang banyak," jawab Alzeyroz bersemangat.
"Ah baguslah," jawab pengemis yang bernama Ryan itu tersenyum getir, ia merasa iri dengan Alzeyroz, padahal ia buta tapi semangatnya sangat besar, sementara ia masih merenungi nasibnya yang nggak jelas ini.
Alzeyroz menatap wajah Ryan yang sedih, ia sungguh terpukul melihat wajah putus asa itu.
Saat lampu merah, Alzeyroz pun beranjak untuk mengemis agar mendapatkan uang yang banyak.
"Alzeyroz hati-hati, kau kan tidak bisa melihat, nanti kau terluka," ingat Ryan yang ingin menahan Alzeyroz.
"Tidak apa-apa, aku hafal jalannya." Alzeyroz tersenyum. Ia pun mulai berkeliling.
Setelah lampu kembali hijau, ia pun kembali. Karena waktunya sudah sore hari, mereka semua harus kembali ke tempat tinggal mereka yang di kawal oleh beberapa orang anak buah Yanto.
Azlan sedang duduk di kursi berhadapan dengan para pengemis tersebut untuk menerima setoran, yang itu nanti akan di setor kepada Yanto.
[Ting]
Sebuah bunyi notifikasi masuk, Alzeyroz melihat ada sebuah laporan masuk. Ia menekan tombol di samping kacamatanya tersebut.
[Misi baru]
[Bantu satu pengemis agar tidak mendapatkan hukuman]
"Misi?" tanya Alzeyroz bingung.
"Tutu, maju!" panggil Azlan.
Bu Tutu, seorang wanita tua berumur 60 tahun, dengan gemetar mengambil langkah ke depan ketika namanya dipanggil oleh Azlan. Dengan tangan yang sudah keriput, ia membawa sebuah wadah yang berisi sumbangan dari para orang-orang di lampu merah. Mata Azlan membelalak saat ia menerima wadah dari Bu Tutu. Dengan geram, Azlan mengamati isinya dan segera wajahnya berubah menjadi marah.
"Apa-apaan ini! Kenapa kau dapat sedikit sekali!" bentak Azlan dengan suara meninggi. Suara Azlan yang keras membuat beberapa orang di sekitarnya menoleh dengan rasa ketakutan.
Bu Tutu yang sudah renta itu terkejut dan tubuhnya mulai gemetar. Ia menundukkan kepala, takut akan kemarahan Azlan yang bisa berujung pada tindakan yang lebih keras. Kedua matanya berkaca-kaca, sambil memegang erat tepi baju yang sudah usang.
"Ta-tadi tidak banyak yang memberi," ucap Bu Tutu dengan suara yang gugup dan serak, mencoba menjelaskan.
"Alasan! Pasti kau sembunyikan!" teriak Azlan tanpa percaya, matanya menatap tajam ke arah Bu Tutu yang semakin menunduk dalam ketakutan. Azlan, dengan geram, membuang wadah tersebut ke samping dengan kasar, membuat suara benda jatuh yang cukup keras, menambah ketegangan yang sudah terasa di lapangan tersebut.
Seperti biasa, jika seseorang tidak memenuhi target pencapaian perhari maka dia akan di siksa, termasuk Bu Tutu yang tua renta.
Sorot mata Azlan menyala penuh amarah, tangannya yang terangkat tinggi membeku di udara, siap untuk melayangkan pukulan ke arah Bu Tutu yang renta. Tubuhnya yang kurus kering tampak menggigil, memejamkan mata rapat-rapat, menunggu pukulan yang akan datang.
Dari sudut pandang Alzeyroz dari kacamatanya, adegan itu terlihat sangat jelas. Detik-detik yang mencekam seolah berjalan dalam gerakan lambat. Dengan refleks cepat, Alzeyroz melompat ke depan, menempatkan dirinya di antara Azlan dan Bu Tutu.
“Hey! Apa yang kau lakukan!” teriak Azlan, matanya terbakar dengan amarah yang tak terbendung saat melihat tangan Alzeyroz yang menahan tangannya lalu menghempasnya dengan kuat.
“Jangan pukul dia,” kata Alzeyroz dengan suara yang tenang namun tegas. Kedua pria itu saling tatap, satu penuh dengan kemarahan, satunya lagi dengan ketegasan yang dingin.
"Oh jadi kau juga ingin di pukul!" teriak Azlan.
"Tolong lepaskan Bu Tutu. Tadi Bu Tutu memberikan uang kepada ku agar aku tidak di marahi, jadi ku kembalikan uang ini kepadanya," ucap Alzeyroz memberikan selembar uang kepada Azlan. Itu adalah uang hasil mengemisnya tadi.
Alzeyroz dengan berani mengembalikan uang kepada Azlan, namun suara tinggi Azlan memecah kesunyian. "Hey ini kurang!" bentaknya dengan raut muka yang menegang.
"Itu sudah cukup jika untuk mencapai target hari ini. Jangan bilang kalau kau ingin menyimpan uang itu sendiri?" tantang Alzeyroz, matanya menatap tajam ke arah Azlan lewat kacamatanya, seolah-olah mencoba membaca pikiran pria itu.
Azlan terkejut, alisnya terangkat, dan raut wajahnya berubah menjadi lebih gelisah. "Beraninya kau melawan ku! Sini ku hajar kau!" teriaknya sambil melangkah cepat mendekati Alzeyroz, tangannya terkepal, siap untuk melayangkan pukulan.
Namun, Alzeyroz tidak bergeming, dia tetap berdiri tegak, menatap Azlan dengan penuh keberanian. Dia tahu risiko yang dia hadapi, tapi dia tidak bisa membiarkan Bu Tutu terus menderita karena ulah Azlan.
"Azlan, kau bisa menyiksa orang, tapi harus tau batas, jangan orang tua renta seperti Bu Tutu juga ingin kau siksa. Jangan berpikir kalau kau tidak akan tua suatu saat nanti, kita semua punya giliran masing-masing untuk menjadi tua. Kau pikir kau selama akan di pakai oleh Yanto? Jika kau sudah tak berguna maka kau juga akan di buang. Setidaknya berbuat baiklah sedikit agar hari tua mu tidak terlalu berat," ucap Alzeyroz berharap agar Azlan melepaskan Bu Tutu.
"Jangan kau ajar aku!" serunya dengan tatapan tajam.
Alzeyroz, dengan tenang, menghadapi tatapan maut Azlan. "Kau tahu, Azlan," ujarnya dengan suara rendah namun jelas, "Setiap perbuatan buruk akan kembali padamu. Lihatlah Bu Tutu, dia tua dan lemah. Apa untungnya menyiksanya?"
Azlan menggertakkan gigi, tangannya terkepal keras. Dia menoleh ke arah Bu Tutu, matanya berkaca-kaca memandang Azlan dengan ketakutan.
Azlan menatap Alzeyroz tajam. "Baiklah, aku akan melepaskan Bu Tutu, tapi aku merasa kacamata mu ini sedikit spesial, bagaimana kalau kau berikan kacamata mu," ucap Azlan tersenyum licik.
"Kalau kau bisa sila ambil sendiri," ucap Alzeyroz.
Azlan menarik kacamata Alzeyroz dan berusaha menariknya sekuat mungkin. Tiba-tiba ia menarik kembali tangannya, ia merasa kesakitan, Alzeyroz juga tidak tahu kenapa.
"Ugh! Sialan!" umpatnya mengibaskan tangannya.
Alzeyroz mendekati Bu Tutu, mengusap punggungnya yang bungkuk, memberikan kenyamanan. "Ayo, Bu, semuanya akan baik-baik saja," bisiknya, berusaha menenangkan.
Bu Tutu mengangguk, ia merasa aman saat di bantu oleh Alzeyroz. Alzeyroz membawanya ke belakang dan membiarkan Bu Tutu duduk karena tubuh Bu Tutu terlihat gemetaran.
[Ting]
Sebuah notifikasi masuk. Alzeyroz menekan tombol di samping kacamatanya.
[Misi selesai]
[Reward \= uang 500.000]
[Penyembuhan mata \= 1%]
[Kemampuan pertahanan diri \= 1%]
[Kecepatan \= 1%]
[Kemampuan navigasi \= 1%]
[Smart Glasses level 1]
[Status : Belum bisa melepas kacamata]
"Waw, aku mendapatkan uang?" tanyanya tak percaya.
[Ting]
Sebuah notifikasi masuk. Alzeyroz menekan tombol di samping kacamatanya.
[Silakan tekan tombol di samping kacamata Anda lagi untuk mengambil reward]
Alzeyroz menekan tombol itu lagi, dari cahaya sensor kacamata tersebut keluar 5 lembar uang keluar dari kacamata dan jatuh ke tanah yang sedikit gelap karena malam sudah mulai datang.
Secepatnya ia mengambil uang tersebut dan melihat ke kiri dan kanan memastikan tidak ada yang lihat uang itu jatuh. Alzeyroz pun secepatnya langsung menyimpan dalam saku celananya.
Alzeyroz menatap semua wajah pengemis yang lelah, Kumal, putus asa dan pasrah dengan keadaan mereka.
"Sedikit lagi, aku pasti akan membantu dan membebaskan kalian dari penjara Bos Yanto. Dulu, tidak bisa dan berharap ada keajaiban datang. Dan sekarang aku sudah mendapatkan keajaiban, aku janji akan membasmi kejahatan ini agar tidak ada korban di masa depan. Aku mohon bertahanlah sebentar lagi dan jangan menyerah," ucap Alzeyroz dalam hati menggenggam erat tangannya menatap semua wajah mereka yang menyedihkan itu.
Alzeyroz langsung memberikan sebagian uangnya kepada Ryan uang yang ia dapatkan dari misi tadi.
"Kenapa kau beri aku uang, nanti kau di siksa," bisik Ryan.
"Tidak apa-apa, aku masih ada uang," jawab Alzeyroz masih tersenyum.
"Sekarang giliran Ryan, cepat maju," ucap Azlan. Ryan dengan gugup maju ke depan dan memberikan setorannya.
"Hm bagus, tumben kamu mendapatkan banyak hari ini, kali ini kau lepas dari hukuman," ucap Azlan tersenyum senang.
Terlihat Ryan mendekatinya dengan senyum yang mengembang, Alzeyroz secepatnya berdiri tegap seolah-olah tidak ada kejadian.
"Alzeyroz, terima kasih banyak, kalau bukan karena bantuan mu, aku sudah di siksa," ucap Ryan memegang tangan Alzeyroz.
"Tidak apa-apa, Kita kan teman," ucap Alzeyroz merangkul pundak Ryan. Ryan merasa terharu. menatap Alzeyroz dari balik kacamata hitam tersebut.
Setelah Azlan pergi dengan membawa uang setoran tersebut, mereka pun duduk berkumpul bersama-sama.
Malam itu, suasana di ruang bawah tanah tempat mereka ditahan terasa lebih gelap dari biasanya. Lampu remang-remang menyinari wajah-wajah yang penuh kecemasan namun juga bersemangat. Alzeyroz, dengan sorot matanya yang tajam, duduk bersila di tengah lingkaran yang terbentuk dari teman-temannya.
Ryan, dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya, menepuk bahu Alzeyroz dengan penuh kebanggaan. "Wah Alzeyroz, kamu sekarang udah jadi orang yang pemberani sekali, keren banget," puji Ryan, suaranya bergema kecil di ruangan sempit itu.
Alzeyroz mengangguk sambil tersenyum. "Ya, mulai sekarang kita harus berani melawan kejahatan. Doakan semoga kita bisa bebas dari tempat ini secepatnya," katanya dengan suara yang mantap
Itu semua agar bisa membangkitkan semangat juang kepada orang-orang yang sudah lama di penjara oleh Bos Yanto.
Namun, Anton, terlihat kekhawatiran di wajahnya. "Tapi bagaimana kita bisa bebas, mereka semua punya senjata api, kalau kita berani kabur kita bakal dibunuh," ucapnya, suara yang sedikit gugup, terdengar ketakutan yang mendalam.
Semua mata langsung tertuju pada Anton, suasana menjadi hening. Mendengar ucapan Anton membuat mereka semua yang terkurung itu merasa lesu.
Alzeyroz yang penuh percaya diri menatap Anton dan yang lainnya. "Bertahan sedikit lagi, kita pasti bebas, kalian harus semangat," katanya dengan suara yang lebih lembut namun tegas. Wajahnya yang tenang seolah memberikan harapan di tengah kesengsaraan yang mereka alami demi bisa membuat mereka bersemangat untuk keluar dari penjara Bos Yanto.
Ryan menatap Alzeyroz bingung. "Tapi bagaimana? Apa kau punya rencana?" tanya Ryan penasaran, ia berharap jika Alzeyroz punya jalan keluar.
"Iya, tapi bukan sekarang. Saat ini aku hanya bisa mengumpulkan kekuatan dulu agar aku bisa membantu semua orang bisa bebas," jawab Alzeyroz tersenyum dengan suara yang mantap, matanya berbinar penuh dengan keyakinan.
Anton yang duduk disamping mereka, menarik napas panjang. Kedua tangannya terlipat di dada, dan wajahnya terlihat muram.
"Aku percaya padamu Alzeyroz, tapi aku tak ingin berharap lebih, karena terlalu berharap itu sangat menyakitkan. Aku lebih baik memikirkan besok bagaimana dapat uang yang banyak agar tidak disiksa lagi," ucapnya dengan suara lemah sambil menghela nafas berat, menunjukkan jika ia susah pasrah dengan kehidupannya sekarang, ia sudah lelah selama ini berusaha untuk kabur tapi tidak bisa, ia pasrah sambil menatap langit-langit ruangan tersebut.
Alzeyroz terdiam, mungkin sulit baginya untuk menyakinkan mereka, karena mereka sudah lama terkurung di sini. Jika mereka tidak bisa, maka Alzeyroz harus berusaha untuk bebas secepatnya dari tempat tersebut.
"Lupakan itu, ngomong-ngomong kau dapat kacamata dari mana ini Alzeyroz?" tanya Ryan penasaran dengan kacamata hitam yang di pakai oleh Alzeyroz.
Ryan memperhatikan dengan seksama kacamata hitam yang dipakai Alzeyroz.
"I-ini aku menemukan di jalan, aku pikir bagus juga untuk melindungi mataku yang buta ini dari sinar matahari," jawab Alzeyroz, suaranya tenang berusaha untuk menyembunyikan sesuatu agar tidak ketahuan Ryan, kalau sampai ketahuan bakal banyak yang mengincar kacamatanya itu.
"Wah, boleh aku pinjam?" tanya Ryan antusias. Ia sangat ingin tahu dan mendekatkan wajahnya hampir menyentuh kacamata itu. Alzeyroz segera mundur kebelakang, menjaga jarak antara kacamata dan tangan Ryan yang hampir menyentuhnya. Sebisa mungkin ia harus melindungi kacamata itu, meskipun Ryan adalah teman dekatnya di penjara itu.
"Mana boleh, ini hanya aku sendiri yang bisa pakai, orang lain mana bisa," ucap Alzeyroz dengan nada yang lebih tegas, matanya yang terlindung di balik lensa hitam itu menatap Ryan, seakan ada rahasia besar yang tersembunyi.
Ryan mengerutkan keningnya, ia semakin curiga. "Tapi dari yang ku lihat kau kenapa seperti bisa melihat dengan kacamata ini?" tanyanya, tidak puas dengan penjelasan Alzeyroz.
"Mana bisa aku lihat, kamu jangan aneh-aneh deh, aku kan hanya terbiasa dan pendengar ku juga sangat tajam," jawab Alzeyroz beralasan yang padahal saat ini ia bisa melihat Ryan dari balik kacamata hitamnya itu.
"Ah benar juga, mungkin kau sudah terbiasa dengan hal itu," ucap Ryan akhirnya membetulkan posisi duduknya kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!