NovelToon NovelToon

Quadrangle Romance

PROLOG

...Mall Indonesia....

Gadis itu melangkah perlahan memasuki pusat perbelanjaan, seakan menari-nari di atas lantai marmer yang mengkilap. Rambut panjangnya berkilauan seiring langkahnya, mencuri perhatian semua orang yang ada di sekitarnya. Mata gadis itu begitu indah dan menawan, membuat siapa saja yang menatapnya terpaku.

Seiring berjalannya waktu, kerumunan orang mulai mengelilingi gadis itu. Beberapa orang mencoba berbicara dengannya, mengajaknya mengobrol atau bahkan menawarkan bantuan untuk membawakan tas belanjaannya. Namun, gadis itu hanya tersenyum lembut dan menolak dengan sopan.

Sementara itu, di seberang pusat perbelanjaan, ada sekelompok remaja yang terpesona oleh kecantikan gadis tersebut. Mereka saling berbisik, berdiskusi tentang siapa gadis itu, dari mana asalnya, dan mengapa dia begitu cantik. Salah satu dari mereka mencoba mendekati gadis itu, namun sebelum sempat mengajak bicara, ia langsung gugup dan mundur.

Di antara kerumunan orang yang terpesona, ada pula beberapa wanita yang berbisik-bisik, merasa iri dengan kecantikan gadis itu. Mereka merasa tidak senang karena perhatian orang-orang teralihkan dari diri mereka, dan mulai berbicara buruk tentang gadis tersebut.

Namun, gadis itu tetap tenang dan anggun, tidak terpengaruh oleh pandangan mata atau bisikan orang di sekitarnya. Ia melanjutkan langkahnya, mengunjungi berbagai toko dan mencoba pakaian serta aksesori yang Ia sukai. Setiap kali Ia keluar dari toko, orang-orang semakin terpesona dengan penampilan barunya, dan kerumunan semakin membesar.

Tak lama kemudian, pusat perbelanjaan itu hampir seperti tempat wisata, dengan orang-orang yang datang hanya untuk melihat gadis itu. Kecantikannya memang tidak wajar, membuat mereka bertanya-tanya apakah Ia benar-benar manusia, atau mungkin ada sesuatu yang lebih dari itu.

__

____

______

Mandalika adalah seorang gadis kecil berusia tujuh tahun yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di luar rumah. Ia berjalan dengan hati berdebar, menatap dunia yang begitu luas dan asing baginya. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama, saat Ia tiba di sekolah dasar, seorang guru menculiknya dengan alasan kecantikannya yang memikat.

Kedua orang tua Mandalika, terguncang dan trauma atas peristiwa tersebut. Mereka berdua memutuskan untuk melindungi Mandalika sebaik mungkin dengan tidak membiarkan gadis kecil itu keluar rumah lagi. Mereka memilih untuk memberikan pendidikan homeschooling, agar Mandalika tetap mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus menghadapi dunia luar yang penuh bahaya.

Mandalika tumbuh dewasa dalam lingkungan yang terbatas, hanya berinteraksi dengan keluarga dan guru privat yang datang ke rumahnya. Namun, di balik pintu rumahnya, Ia merasa terkurung dan merindukan kebebasan untuk menjelajahi dunia yang belum sempat Ia rasakan.

Setiap hari, Mandalika menatap dunia luar melalui jendela kamarnya, memperhatikan anak-anak seusianya yang bermain dan tertawa bahagia. Hatinya merasa iri, ingin merasakan kebahagiaan yang sama. Namun, Ia tahu bahwa dunia di luar sana bukanlah tempat yang aman baginya, dan Ia harus tetap berada di balik tembok rumah yang melindunginya.

Dalam hati kecil Mandalika, Ia berharap suatu hari nanti akan dapat melangkah keluar dari rumahnya, menyentuh dunia yang penuh warna dan rasa, dan merasakan kebahagiaan yang selama ini Ia dambakan.

Dan inilah tiba saatnya Mandalika dapat keluar dari rumah untuk kedua kali dan merasakan dunia luar.

__

____

______

Sejak saat itu, aku diberi kebebasan dari kedua orangtuaku.

Tidak sedikit Pria tampan yang mendekat dan mengungkap perasaannya.

Aku pun menjadi sedikit nakal, menikmati permainan cinta, lalu meninggalkan mereka saat bosan.

Satu tahun berlalu begitu cepat, melewati suka tanpa duka di kehidupan baru yang bebas. Begitu banyak Pria yang menjadi korban ketidak jelasan ini. Menerima setiap cinta yang datang, dan dengan seenaknya memutuskan hubungan tanpa alasan yang masuk di akal.

Hingga awal dari kisah ini pun di mulai, sejak aku melakukannya lagi.

"Kita putus!"

...To be continued....

BAB 1: Awal.

Dering panggilan masuk dari ponselku tak berhenti berbunyi, mengganggu ketenangan. Suara itu seperti paku yang terus-menerus dipalu ke dalam kepalaku. Dengan perasaan muak, aku akhirnya menerima panggilan tersebut.

"Siapa?!" tanya Manda dengan nada ketus.

"Ini Kevin," suara di seberang terdengar serak dan penuh emosi. "Apa alasanmu mutusin aku? Padahal aku masih sayang sama kamu."

"Jangan hubungi aku lagi! Nomormu sudah ku blokir!" bentak Manda, kesal. Tangannya gemetar, mencengkeram ponsel terlalu kuat.

"Izinkan aku menanyakan satu hal," pinta Kevin, suaranya hampir berbisik.

"Tidak! Aku tidak punya waktu untuk itu!" jawab Manda dengan nada tajam.

"Aku memenuhi semua keinginanmu... tapi, kau memutuskan ku tanpa alasan. Kenapa?" Pertanyaannya terdengar putus asa.

"Kamu terlalu baik!" bentak Manda, lalu memutuskan telepon dengan kasar. Hawa panas memenuhi ruangan, napasnya terasa berat.

"Manda! Kamu di mana?!" panggil sang Ibu dari arah luar.

"Ada apa sih, Ma? Teriak-teriak begitu! Aku denger 'kok," sahut Manda dari dalam, membuka pintu dengan gerakan cepat.

"Siapa lagi yang nyariin kamu? Banyak banget yang datang ke rumah hari ini... kamu buat masalah apa lagi sih?!" bentak Ibunya dengan tatapan penuh curiga.

"Aku nggak ngapa-ngapain kok. Lagian Mama kenapa nggak usir aja mereka, ribet banget!" oceh gadis remaja itu dengan perasaan kesal.

"Mama nggak mau tau! Temui mereka!" perintahnya, nada suaranya tegas.

"Yaudah... temenin!" jawab Manda, meski dengan nada malas.

"Lagian kamu ini genit banget sih, pacaran kok nggak cukup satu orang!" omel Ibu sembari berjalan ke arah pintu.

"Ya 'kan Manda cantik," sambungnya, berjalan ke arah pintu dengan langkah yang penuh amarah.

Manda membuka pintu dengan kasar dan menatap orang-orang di depannya satu-persatu.

"Ada apa lagi?!" bentak Manda, tidak senang dengan kelancangan mereka yang datang menghampiri.

"Mereka siapa?" tanya Jihan dengan mata menyipit.

"Harusnya aku yang menanyakan itu!" bentak Vino kepada Jihan, suaranya keras.

"Aku pacarnya, kami sudah berpacaran selama satu bulan... Kamu siapanya Manda?" Jihan berkata sembari memegang kerah baju Vino.

"Kalian semua pergi! Aku harus bicara dengannya!" usir Dafa, melangkah ke arah Manda dengan langkah tegas.

"Sayang, jelaskan semuanya! Mereka semua ini siapa?" tanya Arka dengan wajah memelas, suaranya serak.

"Pergi!" sergah Manda, muak dan membanting pintu dengan kuat. Suara benturan kayu membuat jantungnya berdebar kencang.

Sang Ibu yang menyaksikan itu pun terkejut dengan kelakuan putri tunggalnya. Matanya membesar, mulutnya sedikit terbuka.

"Menyebalkan sekali!" gerutu Manda saat ingin kembali ke dalam kamar, menggigit bibir bawahnya dengan keras.

"Mama udah pusing banget, kamu mending jangan pacaran lagi! Mama udah gak bisa ngehadapi orang-orangmu itu lagi. Mama heran deh sama kamu!" decaknya kesal, tatapannya tajam menembus diri Manda.

"Mama tidak mau dengar alasan apapun lagi, Manda... Mama kirim kamu ke luar negeri!" lanjut Ibu, nadanya tak terbantahkan.

"Mama mau ngebuang aku? Mama nggak sayang Manda lagi?" Manda terkejut dengan kedua mata yang berbinar, suaranya menggigil.

Mama mencubit pipi Manda, seraya berkata. "Kamu harus dewasa, Manda. Umurmu sudah 23 tahun... Kamu sudah dewasa, sayang. Mama Papa nggak mau lihat kamu gini terus," Menghela napas, menatap wajah putrinya yang cantik, tetapi selalu membuatnya mengelus dada atas kelakuan Manda.

"Mama tunggu Negara mana pilihanmu, jangan membantah!" tegasnya di akhir ucapan.

"Mama!" bentak Manda, kesal dengan menghentakkan kedua kakinya.

"Bersikap dewasalah!" balas Ibu, matanya memancarkan ketegasan.

Dengan perasaan kesal, Manda pun beranjak pergi, dan membanting pintu kamar. Suara benturan pintu menggema di seluruh rumah, seperti cerminan kekacauan yang ada di dalam hatinya.

"Aku harus melakukan sesuatu, mereka benar-benar membuatku kesal!" gerutu Manda sembari menggigit kuku jari tangannya.

__

____

______

Malam tiba, di ruang keluarga..

"Papa... pinjam mobil," pinta Manda, duduk di dekatnya dengan tatapan memohon.

"Gak usah dikasih, Pa! Itu pasti mau keluyuran!" sahut Ibunya yang kebetulan ada di sana juga.

"Mama kok gitu ih! Papa, pinjam Pa!" rayunya memelas, sembari memeluk lengan sang Ayah.

"Nih, tapi Manda harus pulang cepat ya!" ujar Ayah, tersenyum lembut.

"Terima kasih, Papa sayang!" ucap Manda mencium pipinya dan meraih kunci mobil tersebut, kemudian beranjak pergi dengan langkah cepat.

"Kalau pulang larut malam, Mama kunciin pintu!" ancam Ibu.

Manda berbalik ke arahnya. "Aku pulang cepat kok," ucapnya pelan sembari tersenyum penuh arti, bibirnya melengkung tipis.

Manda meraih ponsel yang ada di dalam tasnya dan menghubungi Caca, teman dekatnya saat itu. "Ca? Lo di mana? Udah di jalan nih!"

"Ke rumah aja, Gue nungguin di depan."

...Kediaman Caca....

"Lo tadi ngomong apaan? Balas dendam? Balas dendam ke siapa?" tanya Caca, setibanya Manda di hadapan.

"Jadi gini, pria-pria brengsek itu datang ke rumah dan protes karena Gue putusin. Mama marah, dan mau kirim Gue ke luar negeri. Mereka menempatkanku dalam masalah kali ini," ujar Manda kesal, bibirnya mengerucut.

"Jadi gimana? Gue harus apa?" tanya Caca, matanya membulat dengan rasa penasaran.

"Begini, Lo panggil pacarmu, gih!"

"Oke, tunggu Gue hubungin Angga dulu," jawab Caca, meraih ponselnya.

Beberapa saat kemudian..

"Pacar Lo lama banget sih, Ca?!" tanya Manda, berdecak. Matanya melirik ke arah jalan.

"Itu dia! Lama banget sih, Ga?" tanya Caca sembari berjalan ke arah Angga yang baru tiba.

"Aku tadi beli martabak dulu buat kalian, nih!" jawab Angga, tersenyum sambil mengangkat bungkusan martabak.

"Aduh sayang, kamu manis sekali," ucap Caca, dengan mencubit pipi Angga.

Pria itu langsung tersenyum melihat sikap pacarnya, matanya berkilau.

"Cie... kalian manis sekali. Angga, bantuin aku dong!" selaku ketika dua orang itu sedang terkekeh bersama.

"Apa itu? Aku akan melakukannya dengan senang hati," Angga bertanya dengan antusias, wajahnya penuh semangat.

"Emm, karena mereka gak kenal kamu. Gimana kalau kamu berpura-pura jadi pacarku untuk malam ini aja. Aku ingin mengunggahnya di sosial media untuk sementara... dengan begitu, mungkin mereka nggak akan berani gangguin aku lagi, gimana?" jelas Manda dengan nada serius.

"Wah, mau banget! Aku mau! Kamu serius kan?" jawab Angga kegirangan, takut Manda hanya menggodanya saja.

"Eee, kamu oke 'kan, Ca? Please, Ca!" tanya Manda, memelas.

"Hmm, tapi untuk malam ini aja 'kan?!" jawab Caca masih dengan perasaan campur aduk, matanya menyipit sedikit.

"Tenang aja.. karna semuanya sudah sepakat. Ayo langsung ke kafe!"

...Café XYZ....

Suasana ramai dengan suara obrolan dan alunan musik lembut di latar belakang.

"Aku mau dua jus, satu kopi, dan tiga steak," pesan Manda kepada pelayan.

"Baik, silakan menunggu pesanannya. Terima kasih," jawab pelayan dengan sopan.

"Tadi gua lihat mantan lu di parkiran deh... kalau nggak salah, dia itu yang namanya Kevin," ujar Caca tiba-tiba.

"Biarin, Ca. Aku juga nggak peduli," jawab Manda, acuh tak acuh.

"Apa Gue juga harus pergi untuk lebih merealisasikan rencana Lo?" saran Caca kemudian.

"Sepertinya memang harus begitu, Ca. Kamu tunggu kami di pojok sana ya," ucap Manda sambil menunjuk ke arah pojok Café.

"Oke, sukses ya!" ucap Caca, menyemangati Manda sebelum beranjak pergi.

Manda mengedipkan sebelah matanya ke arah Caca, lalu melihat ke arah Angga. "Kau harus melakukannya dengan baik, oke!" ucapnya antusias.

Beberapa saat kemudian, Kevin menghampiri meja mereka. Matanya menyala penuh kemarahan.

"Dia siapa?" tanya Kevin, suaranya memotong keheningan.

Angga pun langsung menoleh ke arah orang yang bertanya itu.

Manda mencoba tidak memperdulikan pertanyaan dari orang itu dan mengabaikan kedatangannya.

"Manda, jawab aku!" bentak Kevin, nadanya penuh emosi.

Seketika Manda melihat ke arah Kevin. "Kenapa membentak?!" tanyanya dengan suara yang tak kalah meninggi, hingga beberapa pengunjung Café melirik ke arah mereka.

"Aku tanya dia siapa?!"

"Pacar Gue! Lo seharusnya menghargai dia dan jangan pernah ngusik hidup Gue lagi!" jawab Manda tegas, dan mengalihkan pandangan ke arah Angga.

"Mengusikmu? Hey, Kita baru putus! Apa secepat itu ngelupain aku?!" Kevin benar-benar tersulut emosi melihat Manda dengan pacar barunya.

"Pergi!" tukas Manda, dengan wajah datar.

Kevin melihat ke arah mereka berdua. "Kamu akan benar-benar menyesal telah membuatku seperti ini!"

"Dan aku benar-benar tidak perduli!" Tukas Manda lagi tersenyum tipis. Kevin pun pergi meninggalkan mereka dengan kekesalannya.

"Tampan sekali, kenapa menyia-nyiakannya?" Tanya Angga.

Malam itu, di sebuah restoran elegan dengan suasana temaram, Manda memotong steak di piringnya sambil melirik Angga yang duduk di seberang. Manda menghela napas, sedikit merasa tidak nyaman dengan situasi ini, namun berusaha untuk tetap tenang.

"Dia hanya pelampiasanku, ini bukan kali pertama aku melakukannya... hal seperti ini sudah biasa. Aku tidak benar-benar mencintai mereka," ucap Manda, memecah keheningan sembari menikmati potongan steak yang lembut.

Angga menatap Manda dengan mata yang penuh kekaguman. "Ngedapetin kamu sulit banget ya? Aku tidak bisa mempertanyakan, itu karena Kamu memang terlahir sangat cantik," ujarnya. Suara Angga terdengar tulus namun aneh di telinga Manda.

Manda mengerutkan keningnya, merasa sedikit terganggu dengan pujian Angga yang terlalu berlebihan. Manda mengalihkan pandangannya ke arah Caca yang duduk sendirian di meja sebelah.

"Em, kamu panggil Caca gih! Kasian Caca sendirian," ujar Manda, mencoba mengubah topik pembicaraan.

Angga menaikkan suaranya sedikit. "Caca!" panggilnya, melambai.

Caca menghampiri dengan langkah cepat. "Gimana? Berhasil?" tanyanya antusias.

Manda tertawa kecil. "Dia benar-benar terlihat sangat kesal," jawabnya, mencoba menahan tawa.

Caca ikut tertawa. "Terus, sekarang gimana?"

Manda memberikan ponselnya pada Caca. "Fotoin Gue sama Angga dong, Ca!"

Caca mengambil ponsel tersebut. "Oke! 1 2 3... Cisss," serunya sambil memotret mereka berdua.

Di parkiran, Manda berterima kasih pada mereka. "Makasih banget buat hari ini! Kalian memang pasangan yang serasi..,"

"Semoga rencanamu berhasil," kata Angga, tersenyum.

"Aku harus pulang, sampai jumpa," pamit Manda, melambaikan tangan ke arah Caca dan Angga sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Setibanya di kediaman Caca, suasana berubah menjadi lebih tegang. Angga mendekati Caca dengan ekspresi serius.

"Ca, mari bicara..,"

Caca menatap Angga dengan senyum tipis. "Apa Sayang?"

"Sebelumnya, aku ingin minta maaf, karena... aku ingin mengakhiri hubungan ini," ucap Angga pelan namun tegas.

Darah Caca seolah berhenti mengalir dan jantungnya berdegup kencang. Ia terdiam, mencoba mencerna kata-kata yang terucap dari Angga.

"Apa kamu sadar dengan ucapanmu ini, Angga?!" bentaknya, air mata mulai menetes di pipinya.

"Aku menyukai temanmu, Aku ga bisa membohongi perasaanku lagi, tolong mengertilah!" Angga memohon sambil mencoba memegang tangan Caca, namun wanita itu menepisnya.

Dengan marah, Caca menampar Angga. "Dasar pria brengsek! Pergi!" sergahnya, menunjuk pintu keluar dengan tegas.

__

____

______

Di rumah, Manda langsung menuju kamar dan melempar tubuhnya ke ranjang. Memainkan ponsel, sembari melihat hasil foto yang baru saja diambil.

"Hmm, aku unggah yang mana dulu ya," gumamnya.

Dering panggilan masuk dari ponsel, membuatnya mengernyitkan kening. "Eh, Caca?" tanya Manda dalam hati, lalu menerima panggilan tersebut.

"Hai, Ca. Ada apa?"

"Sialan! Angga mutusin Gue gara-gara Lo!" bentak Caca, suaranya terdengar parau dan penuh emosi. Manda yakin, bahwa Caca pasti habis menangis karena Angga.

Seketika membuat Manda terkejut saat mendengarnya. Matanya melebar, perasaan campur aduk menyelimuti pikiran.

...To be continued....

Please Like, Comment & Vote, Guys!

BAB 2: Pandangan pertama.

"Lho, Ca! Gue salah apa?"

Suara Manda terdengar serak dan putus asa. Tetapi, jawab Caca tak memberikan penghiburan, malah menambah luka.

"Lo nggak salah, Gue yang salah! Ngenalin Angga ke cewek genit kayak Lo!" Bentaknya. Suara itu keras dan tajam, seperti pisau yang menyayat telinga Manda. Tanpa menunggu balasan, Caca menutup telepon dengan kasar. Membuat Manda seketika terdiam.

"Ca! Hallo, Ca!" Teriaknya, memanggil dalam keputusasaan. Tapi tidak ada jawaban.

"Argh! Pria sialan!" Kemarahan meledak, dan ponselnya terbang menuju cermin. Suara kaca pecah mengisi ruangan, serpihan kecil berserakan di atas meja rias, berkilauan di bawah cahaya lampu.

"Ck! Hidup lebih lama di sini akan membuatku gila!" Geramnya kesal, tangan terkepal dan napas tersengal.

Keesokan harinya, aroma masakan Mama menyapa dari dapur. Manda berjalan dengan langkah berat, pikirannya masih diselimuti amarah dan kesedihan.

"Manda sudah memikirkannya," ucapnya pelan, membuka lemari dan meraih gelas. Air es dingin mengalir ke gelas, berharap dapat mendinginkan kepalanya yang hampir meledak.

Mama menoleh, matanya penuh kasih sayang namun khawatir. "Apa? Ke luar negeri?"

"Iya lah, ke mana lagi?! Manda udah mutusin buat pergi ke Korea. Karna Manda sedikit memahami bahasanya," jawab Manda tegas, duduk di kursi meja makan, menatap Mamanya dengan penuh tekad.

Mama Manda menghela napas panjang. "Baik, Kamu akan menempuh pendidikan kuliahmu di sana. Mama berharap kamu dapat merubah kelakuanmu itu," ucapnya lembut namun tegas.

Manda mengangguk, merasa sedikit lega. "Its okay, aku setuju itu!" serunya, meskipun hati masih bergolak.

"Mama akan mengurusnya. Kau harus bersiap!" Mama melanjutkan memasak, sementara Manda kembali ke kamarnya, membawa beban pikiran yang masih berat.

__

____

______

Dua minggu kemudian, di bandara, suasana haru dan cemas terasa kental. "Sudah siap? Ada yang terlupa?" tanya Mama, matanya penuh perhatian.

"Tidak, Mama Papa nanti jenguk Manda kan?" Suara Manda hampir tak terdengar, getar emosinya jelas.

"Tentu saja, Papa Mama jenguk kamu kok. Kamu belajar yang giat di sana ya, Nak!" Papa mengelus rambutnya, mencoba menenangkan.

"Jaga kesehatanmu, Nak!" Mata Mama berkaca-kaca, dan Manda merasa sesak melihatnya.

"Baik, Manda pergi dulu, sampai jumpa," pamit Manda, melambaikan tangan dengan perasaan campur aduk.

...Bandara Incheon, Korea....

Setelah melewati berjam-jam perjalanan yang melelahkan, Manda tiba di Bandara Incheon. "Haduh, jemputannya lama banget sih!" keluhku, mata ini sibuk mencari sosok yang ditunggu.

Beberapa saat kemudian, seorang supir taksi datang tergopoh-gopoh. "Bapak dari mana aja? Aku udah di sini satu jam loh, Pak!" Ocehnya, nada suaranya tak bisa menyembunyikan kesal.

Supir taksi itu tampak terpesona sesaat, kemudian cepat-cepat memasukkan koper Manda ke bagasi. "Maafkan saya, saya pergi ke suatu tempat," ucapnya terbata-bata.

"Tolong bawa saya ke alamat ini, udah capek banget nih!" Manda duduk dengan nyaman di kursi penumpang, berharap segera sampai ke tempat tujuan.

Sesampainya di Apartemen, Gangnam, Korea. Manda langsung melempar tubuhnya ke ranjang setelah memasuki kamar tidurnya. "Capek banget, aku harus tidur," gumamnya, dan seketika jatuh dalam tidur yang dalam.

Pagi berikutnya, pukul 09.18, Manda terbangun dengan rasa lapar. "Sepertinya, aku harus keluar. Tidak ada stok makanan di tempat ini," gumamnya, bersiap untuk keluar.

Di perjalanan menuju swalayan terdekat, Manda merasa tatapan orang-orang tertuju padanya. Rambut panjangnya terurai, badan tinggi dan langsing, kulit putih bersih—dia tahu, penampilannya menarik perhatian.

Di swalayan, seorang pria mendekatinya. "Permisi, bisakah saya mendapatkan nomor telepon Anda?" tanyanya sopan, mengulurkan ponsel.

Manda berpura-pura tidak mengerti. "Maaf, saya tidak mengerti, permisi," katanya, dan pria itu mundur dengan wajah malu.

Manda menyelesaikan belanjanya secepat mungkin dan bergegas kembali ke apartemen, merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang.

Dalam perjalanan pulang, tanpa sengaja Manda menabrak seseorang. Ia terjatuh, dan pria yang ditabraknya cepat-cepat mengulurkan tangan. "Apa kau terluka? Kenapa terburu-buru? Seseorang mengganggumu?" tanyanya khawatir.

Manda mencoba bangkit sendiri. "Tidak apa-apa," katanya singkat, lalu segera pergi.

__

____

______

Satu minggu kemudian, di taman Universitas Korea pukul 08.00 pagi, Manda duduk termenung. "Membosankan sekali," keluhnya.

Segerombolan mahasiswa menghampirinya. "Permisi, apa kau kebingungan?" goda salah satu pria.

"Tidak!" jawab Manda ketus, tanpa menatap mereka.

"Mungkin kau membutuhkan teman?" tambah yang lain.

Manda menatap mereka tajam. "Mau apa?!" bentaknya, merasa terganggu.

"Berikan nomor teleponmu, maka kami akan pergi!" bujuk pria pertama.

"Cih! Tidak punya!" jawabnya sambil mengalihkan pandangan.

"Kau bercanda?" pria lain seloroh, duduk di dekat Manda.

Manda berdiri marah, menatap Pria pertama yang menyapanya. "Dasar geng ga jelas! Ketuanya juga sama-sama ngga jelas!" Bentaknya dan berlalu pergi.

Pria yang dipanggil Gyumin mengejarnya. "Hei, Tunggu! Ah, kenapa wanita itu sombong sekali!" keluhnya.

Salah satu teman menarik tangannya. "Sudahlah, Gyumin. Kau takkan bisa mengejarnya," ujarnya sambil tertawa.

Jun ki menepuk bahu Gyumin. "Sepertinya, kau sudah tidak menarik lagi." selorohnya.

"Hah?! Kau serius? Sudahlah. Ayo, makan!" Gyumin mengajak teman-temannya ke Restaurant kampus.

Beberapa saat kemudian, Manda memasuki kelas tanpa mendongakkan kepalanya, dan duduk bersebelahan dengan tempat Gyumin, karena hanya kursi itulah yang tertinggal.

"Gyu! Lihat, gadis itu!" bisik Jun ki, saat Gyumin tengah bergurau bersama dengannya.

Gyumin menoleh ke arah gadis yang di maksud, matanya tak bisa lepas. Manda menyadarinya dan merasa tidak nyaman, Ia dengan segera mengenakan masker.

"Selamat pagi," sapa Dosen Kim, memasuki kelas.

"Pagi, Pak!" jawab semua mahasiswa.

"Kita kedatangan mahasiswi baru di kelas ini. Harap berdiri dan perkenalkan diri!" ucap Dosen Kim.

Dengan perasaan malu, Manda bangun dan melepas maskernya. Semua mata tertuju padanya, terpesona oleh kecantikannya.

"Tolong perkenalkan diri kamu," kata Dosen Kim.

"Selamat pagi, perkenalkan, saya Mandalika. Kalian bisa memanggilku dengan nama Manda. Dan saya berasal dari Indonesia, terima kasih," ucap Manda, melukis senyuman indah di bibirnya.

Seisi kelas pun bersorak, pujian dan godaan datang dari segala penjuru, terkecuali Gyumin yang hanya diam, menatap Manda dengan penuh cinta.

Jun ki yang menyadari keanehan dari Pria di hadapannya, Ia dengan sengaja menggebrak meja Gyumin, yang membuatnya seketika terkejut dan kesal. Dengan spontan Gyumin mengumpat kepada Jun ki yang cekikikan menertawakannya.

"Sudah cukup, harap tenang. Silakan duduk kembali, mari kita lanjutkan," titah Dosen Kim.

__

____

______

Setelah kelas berakhir, Dosen Kim memanggil Manda yang hendak melangkah keluar dari ruangan tersebut.

"Manda, ayo, ikut dengan Bapak!" Panggilnya, berjalan menghampiri Manda dan mengulurkan tangannya.

Gyumin tiba-tiba menggapai tangan Manda dari arah belakang. "Kau berjanji pergi denganku, ayo tepati!" Tatapannya penuh harap. Manda terdiam, terkejut dengan keberanian Gyumin.

...To be continued....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!