"Sayang.... " Siska memeluk tubuh Reyner yang duduk di sofa kamarnya.
"Kenapa sayang... Kenapa kau memelukku begitu erat? apa kau sedang ingin.... " Reyner menjeda kalimat nya.
"Ish,, tidak Rey... " Siska menyela.
"Lalu apa? Apa kau sedang merayuku untuk membuat baby? " Tangan Reyner mulai n*k*l.
"Rey aku sedang tidak ingin,,, aku mau meminta izin padamau" Ujar Siska melepas tangan Reyner dari asetnya.
Seketika Reyner menatap intens Siska.
"Mau izin kemana?" dengan dahi Reiner yang masih mengernyit.
"Boleh kah aku merayakan ulang tahunku di bali?"
"Boleh, aku akan mempersiapkan nya? " dengan lembut membelai rambut Siska. Siska kembali berkata.
"Tidak Rey,, kau tidak perlu repot, karena teman-temanku sudah ada disana mempersiapkan semuanya, karena aku sudah lama tidak bertemu mereka, dan mereka ingin memberiku surprise sebagai tanda persahabatan"
Hening
Terdengar aneh memang, surprise sebagai tanda persahabatan? Hah, tapi bukan Siska namanya jika ia tidak bisa merayu suaminya.
"Kenapa harus bersama mereka? Apa aku tidak penting bagimu, sehingga kamu lebih memilih merayakan ulang tahun mu bersama tema-temanmu dan tidak denganku?"
Reyner mulai sedikit cemburu dengan Siska yang lebih senang berpesta dengan teman-temanya daripada dengannya. Padahal Reyner sudah merencanakan untuk pesta ulang tahun Siska di hotel mewah, karena dia ingin menghabiskan waktu dengan istrinya dan membujuk Siska agar siap memberikannya keturunan.
"Ohh..suamiku ini semakin tampan jika cemburu". Rayu Siska dengan merangkul leher Reyner.
"Ayolah sayang itu hanya sebentar, hanya 3 hari... setelah itu aku akan merayakan nya dengan mu... Lagian aku juga sudah lama tidak bertemu mereka, Boleh ya..?"
Rayunya lagi dengan sedikit menggoda Reyner.
Seketika Reyner berfikir, dan Siska masih memandangi Reyner menunggu jawabannya, yang pasti permintaan nya pasti akan di kabulkan oleh Reyner.
"Baiklah"
Bibir Siska seketika mengembang.
"Tapi ada syaratnya. " sambung Reyner
Siska seketika mengernyitkan dahinya.
"Apa syaratnya?"
Reyner menghela nafasnya, memandang dan meletakkan tangan kekarnya pada pinggang Siska, Siska membalas dengan mengalungkan tangannya pada leher Reyner.
"Apakah kau siap menjadi ibu dari anak-anakku?" tanya Reyner dengan wajah yang penuh harap.
Siska merenggangkan pelukanya, ini bukan kali pertama Reyner bertanya mengenai anak, karena sudah 3 tahun mereka menikah Siska selalu menunda kehamilannya dengan suntik KB, ia memang mencintai Reyner tapi dia tidak siap jika harus merawat anak dan menyusui anaknya, itu akan membuat kemolekan tubuhnya berubah, apalagi setelah melahirkan perutnya akan kendor dan tidak menarik lagi, padahal Reyner tidak mempermasalahkan nya.
"Apa tidak ada syarat lain sayang...?" tanya Siska.
"Syaratku sangat mudah sayang, aku sudah lama ingin memiliki buah hati dari rahimmu, aku ingin pernikahan kita semakin lengkap dengan adanya baby" jawab Reyner.
"Dan jika kau masih tidak mau ya lebih baik kita merayakan ulang tahun mu di sini saja bersamaku."
Siska berfikir keras, ia mulai berfikir sedikit licik, biarlah dia menyetujui persyaratan Reyner agar dia bisa bebas pergi ke Bali, tapi dia tetap teguh dengan pendirian nya tidak ingin memiliki anak. Reyner yang selalu meminta untuk siap melahirkan anak darinya, dia bosan dan ingin refreshing dengan temannya.
"Emm baiklah, setelah nanti aku pulang dari Bali aku akan memikirkan nya... " Sahut Siska. Reyner seketika tersenyum lebar.
"Trimakasih sayang... Aku harap kau tidak membuat ku kecewa, aku akan menunggu kepulangan mu dari bali, dan setelah itu kita akan menghabiskan waktu bersama" ucap Reyner dengan memeluk tubuh Siska.
"Aku sangat mencintaimu sayang... " ujar Reyner yang ia kira berhasil membujuk istrinya untuk memiliki anak, dan Siska hanya membalasnya dengan senyuman.
'Maaf Rey aku mengatakan ini hanya agar kau mengizinkan aku pergi ke Bali, dan aku tetap tidak ingin memiliki anak, karena itu akan membuatku tidak cantik lagi' Batin Siska yang masih dalam pelukan Reyner.
.
.
.
Pagi pukul 06.00 Siska sudah siap dengan 2 koper nya, ia masih duduk didepan meja riasnya, sementara Rey yang mendengar istrinya sedang berhias membuka matanya.
"Sayang kau sudah bersiap sepagi ini? Sepertinya kau bersemangat sekali untuk bertemu teman-temanmu?"
Siska tersenyum dan menghampiri Reyner.
"Sayang... Kita janjian di bandara jam 9, aku harus segera berangkat karena aku tidak mau mereka terlalu lama menunggu ku"
"Baiklah aku akan bersiap untuk mengantarmu ke bandara"
"Sayang, tidak usah... aku sudah janjian sama Gea dia OTW kesini"
Reyner berhenti dari pergerakan nya.
"Oh baiklah, aku akan tenang karena ada Gea yang menemani mu"
Sementara Gea kini sudah berdiri didepan gerbang dan Siska melambaikan tangannya, dan memberi kode untuk menunggu nya.
"Sayang aku berangkat dulu ya... ?"
Tanpa memperdulikan wajah Reyner yang sedikit sedih karena istrinya pergi.
"Kamu hati-hati sayang... Ingat jangan nakal"
"Iyaaa. Bye" ujar Siska sembari memberi kecupan pada pipi Reyner. Reyner tersenyum dan melambaikan tangannya pada Siska.
"Aku juga akan memberikanmu kejutan nanti disana sayang" teriak Reyner, entah Siska mendengar nya atau tidak, namun Siska memandangnya dengan senyuman, dan akhirnya mobil itu melaju meninggalkan rumah Reyner.
*
*
Sampai di bali Gea dan Siska si jemput temanya di bandara.
"Leon?" Sapa Siska dari kejauhan yang melihat Leon, dan di barengi dengan temannya yang lain yaitu Monika.
"Siska, Gea" teriak Monika, yang juga berlari dan memeluk sahabat nya itu.
"Apa kabar kalian aku kangen banget" Ujar Monika memeluk mereka bergantian.
"kita baik-baik aja Mon.. " jawab Siska.
"Hai Sis.. Hai Mon... " Leon ikut menyapa.
Dan keduanya sama-sama menjawab 'baik'.
Kini mereka meninggalkan bandara menuju tempat mereka berkumpul untuk merayakan ulang tahun Siska, dan ini adalah kali pertama, karena setiap kali Siska ingin mengadakan acara ulang tahunya di Bali dia selalu dilarang oleh mertuanya yaitu orang tua Reyner yang selalu menginginkan Siska selau memprioritaskan suaminya, akhirnya Siska hanya merayakan ulang tahunya di Jakarta bersama suaminya.
Di tengah-tengah perbincangan para sahabat nya Siska berkata.
"Eh.. aku nginap di hotel lain ya... Soalnya suamiku sudah memesankan hotel disebelah gedung acara ulang tahunku" Alasan Siska, padahal buka suaminya yang memesankan tapi Doni, dia adalah sahabat mereka juga, tapi jarang mau berkumpul.
"Yahhh padahal aku ingin cerita banyak denganmu karena aku akan menikah, jadi aku ingin tau pengalaman darimu" sahut Monika.
Siska tersenyum "kau bisa menanyakan apapun nanti setelah acara ulang tahunku, sekarang aku ingin istirahat dan kita akan berkumpul di gedung xx untuk bepesta, oke?"
Monika menjawabnya hanya dengan mengangguk, Leon akhirnya mengantarkan Siska ke hotel yang disebutkan, dan mereka kembali ke apartemen milik Leon yang juga tidak jauh dari gedung acara ulang tahun Siska, sekitar 15 menit.
"Gea kenapa Doni belum ada kabar ya apa dia jadi ikut ke Bali? " tanya Monika pada Gea di tengah perjalanan mereka.
"Tadi sih aku sudah di hubungi, katanya dia sudah sampai, dan sekarang masih ada dirumah tantenya. "
Dan Monika hanya ber"oh" ria.
*
*
"Hai sayang..."
"Jangan memanggilku seperti itu Don... Kau bukan pacarku atau suamiku,,"
Begitu lah Siska setelah sampai di hotel ternyata dia menemui Doni yang sudah menunggunya.
"Oke.. Baiklah,,, apa perjalanan mu menyenangkan?"
"Ya, aku sedikit lelah, tapi aku butuh refreshing"
Doni berdiri dari duduk nya menghampiri Siska,
"Apa kau butuh pelampiasan?" ujar Doni dengan tangan yang sudah meremas **k*ng Siska, dan di balas Siska dengan s*ntuh*n di bagian pusaka Doni, dan itu sangat m*ngg*irahkan bagi mereka yang sekarang sudah saling melumat b*b*r.
sensor
"Oke baby." Doni mengangkat tubuh Siska seperti koala dan memulai pergulatan.
Dan siang itu mereka terhanyut dalam panasnya penyatuan yang tak akan pernah mereka sadari bahwa yang mereka lakukan akan berkibat fatal nantinya.
*
*
Dret.... Dret... Dret...
Sorenya dengan mata yang masih terpejam, Siska dengan malas mengangkat panggilan telepon,
"Ada apa Mon....?"
"Jadi kan acara nanti malam..?" tanya Monika.
"Hmmm sory Mon,,, kayaknya acaranya ditunda besok deh... Karena aku capek banget gak tau kenapa badanku meriang, aku sudah konfirmasi pihak gedung kalau acara aku tunda besok malam"
Alasan Siska berbohong, padahal ia baik-baik saja, hanya saja Siska masih ingin berc*nt* dengan Doni hingga benar-benar pu*s, padahal siang tadi sudah dua ronde mereka melakukan itu, tapi, entah mengapa Siska masih ingin lagi dan lagi, beruntung Doni bisa menuruti kemauannya.
"Apa jangan-jangan kau hamil ya?" canda Monika yang tau sahabat nya tidak mau hamil karena belum siap.
"Enak saja, aku kan selalu suntik K* aku hanya kelelahan biasa Mon... Mungkin sudah lama aku tidak naik pesawat"
"Oke, kalu gitu kau istirahat saja dulu... Berarti besok kita pestanya ya? " ulang Monika.
"Iya.. Sorry... Bye Mon... Jangan lupa kabarin yang lain...!"
"Oke, Bye... "
Pukul 19.00 malam dikamar hotel Siska dan Doni.
"Don... Aku pengen lagi.." rengek Siska.
"Apa? kau mau lagi apa yang tadi siang masih kurang?"
"Entahlah Don aku selalu ingin lagi dan lagi"
"Apa suami mu tidak pernah memberi kepu*s*n seperti aku?", tanya Doni.
"Entahlah... Sebenarnya dia juga perkasa, tapi, saat aku menginginkannya dia selalu membahas tentang anak, aku jadi tidak berselera untuk melakukannya"
"Oh begitu tapi sekarang kamu dalam keadaan masih KB kan?"
Siska masih diam dan berpikir tanggal saat terakhir KB.
"Seperti nya aku belum waktunya kembali untuk KB, dan masih bulan depan"
"Apa kau benar mengingat nya, karena dari tadi siang aku mengeluarkan nya didalam"
"Sebentar lagi", tidak tinggal diam, Doni mengambil alih permainan.
Begitulah mereka, nafas mereka masih memburu usai pelepasan. Dan tanpa mereka sadari ada dua orang berdiri di samping pintu mereka yang berhasil dibuka menggunakan kunci cadangan yang diberikan oleh resepsionis hotel, dia adalah Reyner, ya, Reyner dan asistennya Jai yang sudah lama berdiri di pintu hotel kamar mereka.
Entah berapa banyak tetesan air mata yang di jatuhkan oleh Reyner, mendengar perkataan Siska pada Doni yang dikenal Reyner adalah sahabat istrinya sendiri, hati Reyner terasa seperti di tusuk-tusuk oleh belati tajam, sakit sangat sakit bahkan dengan sadar istrinya mengatakan itu.
Tanpa suara dan tanpa gerakan apapun Reyner lagi-lagi meneteskan air mata dan akhirnya ia menundukkan kepalanya untuk mengusap air matanya, asistennya mengusap pundak bosnya untuk memenangkan nya.
Beberapa detik kemudian, Doni dan Siska akhirnya mulai tenang dan perjanjian mereka inilah yang terakhir mereka melakukan itu, karena Siska tidak ingin suaminya tau dan berimbas pada rumah tangganya, ia ingin fokus pada suaminya, namun sayang nasi sudah menjadi bubur dan Reyner sudah mengetahui semua penghianatanya.
"Apa kalian sudah puas berc*nt*?" suara bariton dan terdengar serak itu mengagetkan keduanya, Siska sampai terlonjak dan menampilkan d*d*nya yang masih terbuka, dan langsung menutupinya dengan selimut.
"Rey...... "
Siska segera berdiri dan menghampiri Reyner, Siska kelagapan dan tidak menyangka bahwa Reyner akan datang ke Bali dan memergoki kelakuannya selama ini.
"Rey aku bisa jelaskan sayang, ini tidak seperti yang kau lihat, aku di jebak sama Doni sayang, aku tidak tahu tiba-tiba aku sudah berada di sini dan Doni menyentuhku sayang, please jangan salah paham Rey, aku.... "
"DIAM!!!!! " bentak Reyner yang membuat Siska terlonjak kaget.
Sementara Doni hanya ternganga mendengar pembelaan Siska, dan itu terlihat lucu karena sebenarnya Siska lah yang memintanya untuk melakukan percintaan itu.
"Mengapa kau tega melakukan ini padaku Sis,,, apa kurangku padamu?"
"Rey ini tidak seperti yang kau lihat, aku tidak mau melakukan itu Rey, tapi Doni terus memaksa dan aku tidak bisa apa-apa karena dia mengancamku akan merusak hubungan rumah tangga kita sayang... "
Kilah Siska masih membuat mulut Doni menganga dan membulatkan kedua matanya.
"Apa aku tidak salah dengar", batin Doni yang masih asyik menyaksikan pertengkaran mereka.
"Cukup Siska!" Lagi lagi bentakan itu keluar dari mulut Reyner, yang kini wajahnya begitu memilukan, dan masih tersisa air mata disana.
"Aku sudah mendengar semuanya, jadi inikah alasan mu tidak mau memiliki anak dariku, kau ingin mencari kepuasan pada pria lain?"
"Tidak Rey,,, aku minta maaf, aku menyesal, aku tidak akan melakukan nya lagi Rey,, aku janji ini yang terakhir, tolong beri aku kesempatan, aku akan setia padamu Rey, dan kita akan membuat bayi yang kau inginkan"
"Kau sudah sangat terlambat Siska,, mengapa tidak dari dulu kau mengatakan nya, kau telah menyakiti perasaanku Sis..."
"Rey... Tolong percaya padaku ini yang terakhir tolong maafkan aku, aku akan setia setelah ini sayang"
Siska berurai air mata memegang lengan Reyner, dan kini dia bersimpuh di hadapan Reyner, karena Siska mengira hati Reyner akan luluh, karena itulah yang biasa dia lakukan saat ia melakukan kesalahan, tapi keslahan ini sangat fatal dan tidak mungkin Reyner memafkan nya begitu saja.
"Dengan kejadian ini kau masih bisa bicara tentang kesetiaan? Bulsh*t!! tidak ada kata maaf bagi seorang penghianat sepertimu Siska!" Masih dengan teriakan Reyner dan tatapan amarah yang menggebu.
"Bangunlah Sis.... " Siska mendongakkan wajahnya, ia kira Reyner akan memafkan nya, dan kini dia berdiri menatap suaminya.
Reyner menghela nafasnya dalam- dalam, dia ingin secara sadar mentalak istrinya.
"SISKA AURORA, HARI INI AKU REYNER PUTRA RAJASSA MENGUCAPKAN TALAK TIGA PADAMU, DAN KAMU BUKAN LAGI ISTRIKU HARI INI DAN UNTUK SELAMA NYA!!"
Bagai sambaran petir Siska terkejut mendengar penyataan Reyner, ia yang masih belum siap akan bercerai dengan suaminya mematung tanpa sepatah kata pun, karena ia sadar ini semua kesalahannya dan keegoisanya, ia memandang punggung Reyner yang belum jauh akan meninggalkan kamar hotel mereka.
"Jai,,, Urus perceraian ku secepatnya, dan blokir semua kartu yang pernah kuberikan padanya", ujar Reyner tanpa menatap asistennya itu.
"Baik bos". Reyner melewati Jai begitu saja dan melangkah pergi menjauh dari mereka, Reyner akan kembali ke Jakarta tanpa menunggu Jai.
"Rey tunggu.... Jangan seperti itu Rey aku masih sangat mencintaimu Rey.... "
Teriak Siska yang tanpa didengar oleh Reyner.
"Maaf Nyonya, sebelum saya kembali ke Jakarta saya ingin menyampaikan bahwa saya sudah memblokir kartu kredit ataupun debit anda atas perintah tuan Rey, dan beberapa hari lagi akan ada surat panggilan dari pengadilan agama untuk perceraian Nyonya dan Tuan, Terimakasih, saya permisi". Jai meninggalkan tempat itu.
Siska yang lemas mendengar semua penjelasan dari Jai itu jatuh ke lantai karena tidak kuat menopang tubuhnya sendiri, ia masih tidak terima dengan kenyataan yang hari ini menimpmya, Padahal Reyner sudah memberikan segalanya untuk Siska, Reyner adalah suami idaman para wanita karena sifat kasih sayang dan penuh tanggungjawab, sehingga banyak wanita yang ingin bersanding dengannya, tapi setelah menikah dengan Siska hanya Siska lah yang ada di hatinya, Reyner selalu menjaga hati istrinya dengan tidak merespon wanita lain, tapi kini Siska lah yang akhirnya menyesal, dia tidak pernah bersyukur memiliki suami seperti Reyner. Inilah Kado ulang tahun Siska yang sebenarnya.
# flashback of Reyner #
Reyner menelepon asistennya.
"Jai, kita ke Bali hari ini, siapkan pesawat pribadi"
"Baik Bos, apa ada hal lain lagi yang anda perlukan? "
"Ah, iya, siapkan hadiah terbaik untuk istriku, hari ini dia ulang tahun, aku ingin memberikanya kejutan"
"Siap Bos"
Asistennya sangat mengerti selera keduanya, dan itu yang membuat Reyner mempercayakan hal apapun pada Jai yang selama ini bertahun-tahun bekerja denganya, termasuk mencari hadiah untuk istrinya Siska.
*
*
*
Sementara itu di Bali Rey dan Jai sudah sampai didepan gedung tempat pesta ulang tahun Siska.
"Mengapa sepi sekali dan sepertinya tidak ada tanda-tanda ada acara apapun?, aku masih ingat Siska bilang hari ini pesta ulang tahunnya digelar tepat jam tujuh malam" heran Reyner dengan sedikit celingukan mencari keberadaan istrinya.
Reyner melirik Jai dan berkata
"Jai coba lacak handphone istriku!"
"Baik bos"
Beberapa detik kemudian...
"Lokasi Nyonya terakhir ada di hotel ZZ bos"
Reyner sedikit terhenyak, "itu tidak jauh dari sini Jai, sepertinya ada kendala dan acaranya di tunda, ayo kita kesana Jai, aku khawatir terjadi apa-apa dengan istriku"
Begitulah Rey yang selalu mengkhawatirkan istrinya, itu membuat Jai terharu dan menyukai sikap bosnya yang penyayang penuh tanggungjawab kepada orang yang dicintai nya.
Mereka tiba dihotel dan bergegas menuju resepsionis.
"Selamat malam Pak,,,? Ada yang bisa saya bantu?"
"Malam, apa istriku menginap disini?" tanpa babibu pertanyaan Reyner membuat resepsionis hotel terheran.
"Maaf istri bapak atas nama siapa?"
"Siska Aurora"
Resepsionis hotel segera mencari data nama tamu yang namanya disebutka oleh Reyner.
"Maaf pak, tidak ada penyewa atas nama Siska Aurora" ujar resepsionis setelah usai mencari data tamu yang berkunjung.
Reyner terkejut, pasalnya handphone yang dilacak asistennya menuju ke hotel ini, dia mengingat teman istrinya yang bernama Gea yang pagi tadi menjemputnya, pikirnya, mungkin dia yang memesan kamar hotel.
"Kalau atas nama Gea Aprilia?" Tanya Rey seketika.
Dan resepsionis itu segera mencari nama yang disebutkan oleh Rey.
"Tidak ada atas nama tersebut pak"
"Kalau Monika Anjani?" Tanya Rey lagi.
"Tidak ada juga yang bernama Monika Anjani pak", resepsionis itu kembali menjawab tidak ada.
"Ah iya,, Leonard Cohen pasti dia yang memesan kamar hotel disini, coba kau cari nama itu"
...
"Atas nama Leonard Cohen juga tidak ada pak"
Rey sudah meng absen semua teman Siska.
Reyner menghela nafasnya kasar sembari berpikir, jika teman-teman Siska tidak berada disini lalu mengapa Siska berada disini dengan siapa dia dihotel ini, berbagai pertanyaan muncul dibenaknya.
Seketika Reyner masih mengingat-ingat siapa lagi teman istrinya yang akan ikut merayakan ulang tahunnya, akhirnya dia mengingat satu nama teman istrinya.
"Tolong kau cari nama Doni setyawan?" Sembari menunjuk pada resepsionis yang masih setia melayani.
Dan saat itu wajah resepsionis terheran pasalnya Doni adalah pelanggan setia hotel itu
"Ohhh bapak mencari pak Doni dia memang ada dihotel ini, dia pelanggan setia kami, sudah dua orang yang mencari nya hari ini"
"Benarkah? siapa orang pertama yang mencarinya?"
"Emmmm... "
Belum sempat ia menjawab, Jai dengan cepat merogoh ponselnya dan menunjukkan foto Siska pada resepsionis itu.
"Apakah wanita ini yang mencari pak Doni?"
"Jai!!" Rey melirik sinis asistennya, entah mengapa Jai menunjukkan foto istrinya itu, Jai memiliki insting yang kuat dan ia tidak pernah salah tebak.
"Yah benar pak, itu wanita yang tadi mencari pak Doni dan mungkin sekarang masih disini, mereka ada dikamar 306", sahut resepsionis itu.
Keduanya terkejut dengan penuturan resepsionis hotel itu, Rey saling berpandangan dengan Jai, berbagai macam pertanyaan dan dugaan berputar dikepala mereka.
"Berikan kunci cadangan kamar 306", kata Rey dengan wajah dinginnya.
"Maaf pak,,, ini melanggar privasi, kami tidak berani, kami taku di pecat karena melakukan kesalahan"
"Tidak usah takut, hotel ini milik sahabatku, kau tidak akan dipecat"
Akhirnya melalui perdebatan yang tidak panjang dengan resepsionis hotel itu, ia memberikan kunci cadangan kamar Doni.
"Baik pak, ini kuncinya"
"Terimakasih"
Tanpa ada kata apapun lagi keduanya melangkah menuju kamar Doni, disela langkahnya,,,
"Apa kau berpikiran yang sama dengan yang aku pikirkan Jai?"
"Iya bos," jawab Jai.
"Bagaimana jika yang aku pikirkan ini terjadi?"
Jai masih tersenyum dan memberi asumsi positif pada Reyner.
"Jangan berfikir negatif dulu bos, mungkin Nyonya dan temannya ada dikamar Doni"
"Yah kau benar, ayo!"
Dan pintu akhirnya terbuka.
Deg
Pertama kali yang terdengar adalah suara Siska dikamar itu. Suara manja istrinya yang ingin bercinta dengan sahabatnya.
Itulah kejadian sebelum Rey tau bahwa Siska telah menghianati dirinya.
***
Sampai di Jakarta, Rey berlari menuju kamarnya tanpa menjawab sapaan dari pelayan-pelayan di rumahnya, dan membuat mereka ketakutan.
Terdengar dari bawah suara terikan frustasi Reyner.
"HWAAAAAA........"
Reyner menjambak rambutnya frustasi, airmatanya kembali jatuh tak terkendali, dia membanting semua benda yang ada dihadapannya dengan sesekali berteriak.
"Kau tega Siska...... " teriaknya dengan membanting peralatan make-up Siska yang ada di meja rias.
Dadanya masih sesak, Reyner mengepalkan tangannya dan meninju kaca meja rias yang sering digunakan Siska, hingga darah meluncur deras di tangannya.
Isakan tangis yang tanpa henti, Reyner mengamuk selama 2 jam tanpa keluar kamar, Rey benar-benar terpuruk dengan kejadian yang menimpa nya hari ini.
.
Sementara di lantai bawah Jai yang baru sampai segera berlari menuju kamar Reyner, dan Jai masih mendengar suara amukan bosnya itu, suara benda yang dibanting pun juga masih terdengar sampai lanati bawah, yang membuat semua penghuni rumah ketakutan, karena menurut pelayan, Rey adalah pribadi yang lemah lembut tidak pernah marah seperti sekarang.
Jai saat ini bingung harus bagaimana menenangkan bosnya, ia masih mondar-mandir dan di hampiri oleh pelayan yaitu Bi Sri, ia adalah pelayan kepercayaan Reyner, yang sudah 10 tahun lebih mengabdi di keluarga Rajassa, dan kini beliau berusia 40 an.
"Jai,,, ada apa? kenapa tuan Reyner mengamuk seperti itu?", Jai yang masih mondar-mandir pun akhirnya terhenti, menatap pelayan yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.
"Nyonya Siska Bu.."
"Ada apa dengan Nyonya Siska?"
"Nyonya Siska selingkuh"
Bi Sri seketika membulatkan matanya dan menutup mulutnya terkejut.
"Bagaimana bisa Nyonya Siskaselingkuh, padahal pagi tadi masih baik-baik saja?"
Akhirnya Jai menceritakan semua pada Bi Sri yang sudah ia anggap ibunya, tentang kronologi yang terjadi antara Reyner dan Siska, sehingga membuat Reyner frustasi seperti sekarang.
"Astaga.... Kenapa Nyonya Siska tega sekali? Apa kau sudah menghubungi Tuan Bima?"
Jai seketika menoleh pada Bi Sri, kenapa dia tidak kepikiran dari tadi.
"Yah Bu, ibu benar aku akan menghubungi Tuan Bima"
Jai mengambil ponsel nya, dan sedikit menjauh dari kamar Reyner.
"Selamat malam tuan Bima?"
"Ada apa Jai, mengapa kau menelponku selarut ini"
"Pak Reyner tuan"
"Ada apa dengan Reyner?"
"Pak Reyner mengamuk karena Nyonya Siska.... "
"Kenapa Siska?"
"Nyonya Siska selingkuh dengan pria lain tuan"
"Apa!!!!"
Usai menelpon orang tua Reyner yang masih ada di Semarang, Jai sedikit lega karena dia tau yang bisa menenangkan Reyner hanyalah keluarga nya.
.
.
Di Semarang kedua orang tua Reyner bersiap menuju Jakarta, tanpa peduli malam semakin larut.
"Ayo cepat pa,,, mama tidak tenang". Mama Reyner, Arini begitu mencemaskan putranya.
"Sabar ma... Alex masih mempersiapkan pesawat pribadi kita"
"Mama tidak habis pikir pa, kenapa Siska begitu tega pada Reyner, yang begitu mencintai nya, apa kurangnya Rey, sehingga Siska tega berbuat seperti itu", Arini masih sedih dengan cerita Bima tentang Siska menantunya.
"Papa juga tidak tau ma,, mungkin sudah takdir Reyner seperti ini,,, kita tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan", jawab Bima lembut.
*
*
2 jam menunggu keluarga Reyner, Jai masih setia berada didepan kamar bosnya, ia sedikit membujuk Reyner, yang mustahil Reyner bisa terbujuk.
Brum.... Brum...
Jai mendengar suara mobil yang ia yakin itu adalah mobil orang tua Reyner. Jai bergegas melangkah dengan sedikit berlari menuju lantai bawah menyambut orang tua Reyner.
"Dimana putraku Jai,,,,," tanpa jeda, Arini menanyakan keadaan putranya pada Jai.
Arini segera berlari menuju kamar Rey diikuti semua penghuni rumah Reyner.
"Cepat ambil kunci cadangan kamar Reyner!" Perintah Arini pada salah satu pelayan.
"Ini Nyonya" salah satu pelayan yang sudah menyiapkan kunci itu segera memberikannya pada Arini.
Arini segera membuka kamar Reyner, dan begitu dibuka pemandangan yang memilukan terlihat oleh orang tua Reyner dan seluruh penghuni rumah, mereka semua menatap iba pada tuannya yang begitu menyedihkan.
Arini berjalan dengan hati-hati karena banyak pecahan kaca yang berserakan, dan ia mendekati Rey dan segera memeluk putranya dengan penuh kasih sayang.
"Reyner..."
Reyner yang menoleh mendengar suara ibunya langsung membalas pelukan hangat ibunya itu, dan Reyner kembali menagis sejadi-jadinya.
"Maa....."
"Menangis lah nak.. Menangis lah dipelukan mama,,,mama selalu ada disamping mu... Kau tidak sendirian.. "
Ibunya sengan lembut mengusap ramput anaknya, Arini juga merasakan sakit yang dirasakan oleh anaknya itu pun ikut terisak.
"Ma,,, aku yang bersalah ma, aku yang terlalu terburu-buru ingin memiliki anak, dan akhirnya Siska menghianatiku ma,,, aku yang salah ma,, aku tidak bisa menjaga istriku dengan baik ma... " disela tangisnya itu Reyner mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya.
Semua pelayan yang mendengar penuturan Reyner itupun ikut meneteskan air mata karena tidak tega melihat tuanya tersakiti.
"Tidak sayang... Ini bukan salah mu nak,,, ini sudah takdir, kau tidak boleh seperti ini Rey,,, "
"Ini sangat sakit sekali ma,,, sangat sakit,,, aku tidak kuat dengan penghianatan ini ma,,, aku orang yang tidak berguna ma,,, aku tidak becus menjadi suami, apa aku salah jika aku ingin memiliki anak darinya ma?" Reyner yang masih menekan dadanya dengan uarian air mata yang semakin mengalir deras.
Reyner merasa menjadi seorang yang tidak berguna, harga dirinya sudah dinjak-injak oleh Siska dan selingkuhan nya, karena perkataan Siska yang masih terbayang-bayang dibenaknya.
"Ssst... kau tidak salah sayang,,, karena wanita kodratnya adalah mengandung melahirkan dan menyusui anaknya kelak, kau adalah suami yang baik", semangat Arini pada Reyner agar ia tidak kehilangan kepercayaan dirinya.
Selama ini Arini paham jika menantunya akan malas bercinta dengan Reyner jika Reyner membahas tentang keturunan.
Reyner masih memegangi dadanya yang sesak, Arini kembali menyemangati putranya, dan menangkup wajah putranya.
"Kau adalah putra mama, putra mama yang kuat, kau tidak boleh seperti ini, kau harus kuat sayang,,, karena semua ini pasti ada campur tangan Tuhan,,, kau tidak boleh larut dalam kesedihan", sesekali Arini mengusap rambut Reyner seperti bayi.
1 jam terlewati, penuh haru dan tangis, dan kini Reyner kembali tenang, tertidur di pangkuan ibunya.
.
.
Mentari pagi yang masih belum sempurna terbit, Reyner dan ibunya masih tertidur dengan posisi Arini yang memangku putranya. Sementara Bima ayah Reyner datang ke dalam kamar Reyner dan menghampiri keduanya, Bima membelai pipi Arini penuh cinta, ia terharu dengan kasih sayang Arini pada semua anak-anaknya, Arini membuka matanya karaena merasakan sentuhan dipipinya.
"Terimakasih", turur Bima, dengan senyuman.
Arini membalas senyuman Bima dan menganggukkan kepalanya, ia melihat putranya yang masih tertidur di pangkuan nya, ia mengusap lembut rambut putranya.
Reyner tiba-tiba membuka matanya, membuat Bima dan Arini terkejut menantikan reaksi apa yang akan terjadi pada Reyner selanjutnya.
"Pa,, ma,,"
Reyner duduk dan melihat wajah ibunya yang penuh senyuman.
"Maaf ma,,, aku ketiduran, pasti mama capek ya?" Rey sadar jika ia sudah tidur terlalu lama dipangkuan ibunya.
"Tidak sayang....", Arini mengusap wajah Reyner.
"Bagaimana perasaanmu Rey?" Tanya Bima.
Hening
Rey menarik nafas panjang, ia sudah memikirkan semalam saat dia kembali tenang, ia tidak ingin larut dalam kesedihan, ia ingin orang tuanya tidak mencemaskannya, karena mereka adalah orang yang selama ini selalu ada untuknya.
"Ma... Aku ingin menjual rumah ini!"
Bima dan Arini bernafas lega, karena masih takut jika anaknya kembali bersedih berlarut-larut.
"Aku akan ikut papa dan mama ke Semarang, kita beli rumah disana, aku akan mengubur dalam-dalam luka ini", lanjut Reyner penuh yakin.
"Baiklah Rey,,, itu adalah keputusan yang tepat", sahut Bima.
"Oke, sekarang bersihkan dirimu dan mama akan mengobati lukamu, setelah itu kita sarapan, nanti siang kita berangkat ke Semarang," Arini memutus pembicaraan tanpa protes apapun, karena ia yakin bahwa Reyner sudah memikirkannya semalam.
Keterpurukan itu akhirnya usai, kini Reyner dan kedua orang tuanya memboyong seluruh pelayan dan asisten Jai ke Semarang, karena nanti Reyner akan di pindah alihkan diperusahaan Bima, dan suami adiknya Hanafi akan di pindah alihkan ke Jakarta, Bima dan adik nya Rena adalah saudara kembar mereka tidak pernah berselisih walaupun Reyner lebih banyak memimpin perusahaan milik Bima.
.
.
Sementara Siska yang sudah mendapatkan amukan dari ayahnya pun merasakan penyesalan yang begitu dalam, karena telah menghianati Reyner yang begitu mencintainya tanpa kurang suatu apapun.
"D*s*r anak tidak tahu terimakasih, susah payah aku merayu Bima untuk mendekatkan kalian, tapi kau malah membuat ku kehilangan muka, dasar anak sial*an!"
Berbagai macam umpatan di lontarkan oleh Wahyu ayah Siska, yang sudah sering menjalin kerja sama dengan Bima ayah Reyner. Dan kini apa yang ia harapkan untuk mendapatkan suntikan dana Bima pun pasti akan kandas.
Siska berjalan gontai, ia benar-benar menyesal dengan perbuatannya.
"Ngapain kamu masih disini? Pergi kau dari rumahku? D*s*r anak tidak tahu diuntung"
***
2 tahun berlalu, Reyner melaluinya dengan tidak mudah, dan ia masih trauma dengan wanita yang mendekatinya, kini ia dikenal pria dingin kutub utara, semua yang melihat nya tidak akan berani menatap nya.
Didepan cermin Rey menatap dirinya yang sudah rapi dengan setelan jas abu-abu, ia berkali-kali menyemangati dirinya, agar tidak lagi mengenang masa lalunya.
Kini ia bergegas menuju lantai bawah yang pasti kedua orang tuanya sudah menunggu untuk sarapan.
"Selamat pagi pa,,, ma,,?" dengan senyum yang mengembang Reyner menyapa kedua orang tuanya.
"Pagi Rey,,, " jawab keduanya hampir serempak.
"Pagi-pagi kau sudah rapi? Apa ada pekerjaan penting sampai berangkat sepagi ini?" Tanya Arini pada Reyner, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Iya ma hari ini ada perekrutan karyawan baru, dan Elisa memintaku untuk datang langsung, karena dia sedang cuti melahirkan, tidak ada yang bisa memutuskan selain aku atau Elisa". Jelas Reyner
"Ohh baiklah... semangat kerjanya ya Rey,,, dan semoga kau segera membuka hati untuk menikah lagi,,," ucap Arini sedikit menundukkan sedikit kepalanya.
Wajah Rey sedikit membeku namun tetap dengan senyuman yang tulus pada ibunya, ia tahu ibunya tidak bermaksud seperti itu.
"Ma,,, jika sudah waktunya aku akan menikah lagi, tapi tidak sekarang, karena aku masih trauma ma, tolong mama sabar ya,,,!" Jelas Rey lembut.
"Ini sudah 2 tahun lamanya Rey.."
"Yah, 2 tahun atau 3 tahun bahkan 5 tahun pun Rey akan berusaha membuka hati"
"Jangan lama-lama Rey nanti itumu karatan", celetuk Bima yang sedari tadi diam, dan berhasil mengundang gelak tawa Reyner dan Arini.
"Memang besi pa karatan?"
"Ya kalau bukan karatan lalu apa, layu?atau kusut dan tidak bisa berdiri lagi?" Bima semakin menjahili Reyner dengan kata-kata ambigu, Arini membulatkan matanya dan sedikit mencubit Bima
"Auw... Sakit Ma,,, kenapa sih Mama selalu mencubit Papa?" Bima meringis dengan mengusap bekas cubitan Arini.
"Makanya jangan mesum!"
Reyner bahagia melihat kedua orang tuanya yang saling mencintai dan menjaga kesetiaan, karena dalam rumag tangga yang bahagia harus ada komitmen yang kuat, komunikasi dan kesetiaan tentunya.
"Sudah Pa, Ma jangan berantem, gak malu apa sama aku yang masih jomblo ini hihi"
Reyner menimpali dengan candaan,dan mereka tertawa bersama pagi itu, semua pelayan yang menyaksikan ikut terharu bahagia, melihat tuannya yang sudah mulai kembali tertawa.
*
*
*
Perjalanan menuju kantor Reyner masih sibuk dengan Tab nya, tiba-tiba...
Bugh
Ciitt...
Jai segera menepikan mobil Reyner, dan membuat Reyner terkejut.
"Ada apa Jai? "
"Mobil kita diserempet orang bos, sepertinya dia terjatuh, saya akan memeriksanya".
Jai bergegas membuka pintu mobil dan sedikit berlari menghampiri orang yang menyerempet mobilnya, karena penasaran Reyner pun juga ikut keluar.
"Nona, anda tidak apa-apa?"
Gadis dengan paras cantik dan imut, dan masih berusia 22 tahun itu segera mendongakkan wajahnya pada pria dihadapannya, Jai terpesona dengan kecantikan gadis itu, ya dialah Syavira yang biasa dipanggil dengan Syava, ia kemudian menggeleng pada Jai tanda ia baik-baik saja.
"Auww sakit.... ", Syava masih memegang sikunya yang berdarah karena terjatuh.
Jai segera berlari menuju mobil untuk mengambil kotak P3K.
Sementara Reyner masih berdiri dihadapan Syava.
"Tuan, tolong maafkan saya tuan,,, saya tidak sengaja menyerempet mobil anda"
Syava berdiri di hadapan Reyner dan menangkup kedua tangannya. Reyner tetap diam.
"Tuan jangan laporkan saya ke polisi ya,,, saya juga tidak punya uang untuk memperbaiki mobilnya", Syava masih berbicara tanpa dipedulikan oleh Reyner.
"Saya baru akan melamar pekerjaan tuan, jadi saya belum punya gaji tetap. Ah iya.. Tuan juga sepertinya sangat kaya, dan tuan juga sangat tampan pasti tuan tidak akan mempermasalahkannya kan..", rayu Syava dengan mengedipkan matanya centil, memberi kesan lucu pada yang melihat.
Jai yang melihatnya ikut tersenyum tapi tidak dengan Reyner.
"Terlalu banyak bicara, karenamu aku terlambat ke kantor"
Dan Syava tidak mau kalah,
"Aku juga terlambat tuan,,, bukan hanya anda saja yang terlambat"
Seketika Reyner menatap tajam gadis itu, tapi gadis itu hanya memberi senyuman dengan menampilkan giginya, tidak lupa tangannya mebentuk 2 jari tanda "peace".
Jai akhirnya kembali dan memberikan kotak P3K pada gadis itu, dan kembali melajukan mobilnya menuju perusahaan milik Bima, yang sudah dialihkan menjadi milik Reyner.
.
"Dasar pria tua sombong", tentu saja itu ditujukan pada Reyner, karena dia lah yang bersikap dingin.
Dret... Dret... Dret...
Sahabatnya menelpon, Leni, sahabat Syavira dari SMP hingga kini mereka melamar pekerjaan juga di perusahaan yang sama.
"Sya, lo dimana sih? kenapa belum datang, gue udah jamuran nih nungguin lo, kalo kita nanti telat interview gimana? "
"Iya ini gue udah hampir sampai kok,, tadi ada kecelakaan sedikit"
"Apa lo kecelakaan, lo gak papa kan? "
Teriaknya dan khawatir.
"Ish jangan teriak-teriak Len... Jebol nih lama-lam telinga gue"
.
Akhirnya Syavira atau biasa dipanggil Syava itu sampai di perusahaan tempatia akan interview.
Leni yang melihat Syava langsung berhambur dan mengecek semua tubuh Syava
"Lo baik-baik aja kan Sya? "
"Gue baik-baik aja Len,, lo lebay dehhh, gue tadi cuma kesenggol mobil doang terus gue jatuh, dan gue yang salah karena bawa motor gak bener".
"Hahhh syukur deh kalo gitu, apa yang lo senggol mobilnya itu minta ganti rugi?"
"Tidak, mungkin karena tidak terlalu parah dan hanya penyok sedikit, lagian dia sepertinya orang kaya, untung dia tidak mempermasalahkan nya,,,"
Ujar Syava sembari bernafas lega.
"Apa dia cowok?"
"Ya"
"Pantesan,,, cowok kalo udah liat elo,pasti dia akan klepek-klepek dan tidak masalah jika elo ngerusakin mobilnya"
Syava mengingat Reyner yang bersikap dingin.
"Yee kata siapa?, dia sudah tua, dan sepertinya dia orang kaya, gue berharap gue gak ketemu lagi sama pria itu, dia itu dingin dan sombong, gue tidak suka pria seperti itu".
Tanpa mereka tau, asisten Jai dan Reyner sudah berada di belakang mereka sejak tadi.
"Siapa yang kau bicarakan", suara itu mengagetkan mereka.
Keduanya mengalihkan tubuhnya ke arah suara.
"Hah? Tuan? Apa anda mengikuti saya? Apa anda masih mempermasalahkan kejadian tadi?".
Reyner hanya menatap tajam Syava tanpa menjawab apapun, Reyner kembali melangkahkan kakinya lebar.
Sementara Jai tersenyum pada mereka.
"Maaf Nona, beliau adalah pemilik perusahaan ini, dan beliau juga yang akan merekrut karyawan hari ini"
"What?? Benarkah?" Seketika wajah keduanya berubah pucat pasi.
Sementara Jai tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, ia meninggalkan kedua gadis bar-bar itu.
Mereka seketika lemas, harapan untuk bekerja di perusahaan ternama sepertinya akan pupus.
"Oh my God...tamatlah riwayatku", Syava menghela nafasnya kasar.
"Gue juga bingung Sya... Kalo kita gak ketrima gimana dong Sya,,, cari kerja kan susah", Leni sedih karena dia sudah lama mengincar pekerjaan ini, untuk biaya pengobatan ibunya yang sakit ginjal dan harus melakukan cuci darah 2 kali dalam seminggu.
Syava bebalik dan menatap sahabatnya.
"Tenang Len,,, gue yang salah pada Pak Reyner bukan elo"
"Tapi tetep aja gue khawatir sama elo Sya,,,"
"Lo kenal gue sejak kapan Len,,, gue adalah pejuang sejati, walaupun gue gak diterima di perusahaan ini gue masih banyak opsi di perusahaan lain, dan gue masih bisa berjualan kue kok, lo tenang aja lo pasti diterima bekerja disini,oke. Ayo kita ke ruangan interview! ".
Keduanya menuju ruangan interview yang sudah disediakan.
.
.
Sementara di ruangan HRD, yang harusnya Elisa yang menangani permasalahan karyawan baru, tapi karena ia cuti Reyner lah yang berhak memutuskan. Terlihat Reyner sedikit tersenyum tipis memperhatikan tabnya, entah apa yang ia lihat.
Didepan ruangan interview,
"Atas nama Syavira Harsya? Silahkan masuk untuk melakukan interview!"
"Baik Bu, Terimakasih", jawab Syava sedikit membungkuk kan badannya.
Sebelum masuk ia menarik nafasnya dalam, ia tau apa yang akan terjadi padanya, dan dia akan tetap menerima apapun hasilnya nanti, diterima bekerja atau tidaknya.
Leni menggenggam tangan Syava,
"Sya.... Gue deg-deg an nihhh"
"Gue yang di panggil kenapa jadi elo yang deg-deg an, udah santai aja, do'a in gue ya...", Dengan senyum ia meyakinkan sahabatnya, dan melangkah menuju ruangan interview.
Deg deg deg
Jantung Syava berirama sangat cepat karena gugup.
"Selamat pagi pak... ", Syava meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan menahan kegugupan nya, walau itu hanya sedikit berhasil, tangannya tetap gemeteran hingga berkeringat.
Reyner yang kaku dan berwajah dingin memandang Syava,
"Duduk! " perintah Reyner, dan seketika Syava duduk didepan Reyner yang hanya terhalang meja.
"Siapa namamu? "
"Syavira Harsya pak"
"Berapa usiamu? "
Syava sedikit mendongak menatap wajah Reyner, Syava masih heran dengan pertanyaan Reyner yang bertanya tentang riwayat hidupnya, bukankah dia sudah membaca berkas-berkas milik Syava sebagai persyaratan lamaran kerja.
"Usia saya 22 tahun pak", tetap Syava jawab.
"Kenapa kau ingin bekerja diperusahaan ini?" Tanya Reyner dengan tatapan yang tidak kalah dingin, membuat Syava semakin gugup dan memainkan jarinya.
"Karena saya butuh biaya untuk hidup saya pak,,,?"
"Kenapa kau bekerja? dimana orang tuamu? ", Syava yang sedikit bingung dengan pertanyaan Reyner yang diluar pembahasan dari layaknya calon karyawan, Syava akhirnya tidak tahan.
"Kenapa bapak menanyakan kedua orang tua saya? Apa bapak mau melamar saya, kan disini saya yang melamar pekerjaan pak,,, harusnya bapak menanyakan apa skill yang saya punya, dan pekerjaan yang cocok untuk saya dong pak...."
"Siapa kau berani mengaturku? "
Seketika mulut Syava terdiam
"Maaf pak,, "
Reyner bersedekap dan menyandarkan tubuhnya pada kursi besarnya.
"Kau tidak diterima bekerja diperusahaan ini, karena kau sudah merusak mobilku, dan kau juga sudah menghinaku".
Syava sudah menduga akan hal itu, dia sedikit memajukan bibirnya.
" Tapi pak,, saya kan sudah minta maaf,,, dan saya juga tidak menghina bapak, saya hanya bicara sesuai fakta saja"
"Apa kau bilang? fakta? Jadi kau mau menghinaku lagi sekarang? "
"Ah tidak pak,,, kan bapak memang sudah tua kan,, kenapa bapak marah? Betulkan pak Jai", Syava melirik Jai yang setia di samping Reyner.
"Betul Nona....
Reyner menatap sinis Jai, Jai seketika meralat ucapannya "ah,, ti-tidak,, Nona, maksud saya itu tidak benar, pak Reyner usianya masih 30 tahun dan itu tergolong masih muda", jawab Jai cepat.
"Apa? 30 tahun, tapi kenapa pak Reyner seperti umur 40 tahun", timpal Syava yang seketika menutup mulutnya.
"Pfth... ", suara Jai, yang langsung mendapatkan tatapan bengis Reyner, seketika wajah Jai berubah datar.
"ups maaf pak saya keceplosan " sahut Syava.
Wajah Reyner penuh emosi.
"Dasar bocah! "
"Saya sudah besar pak,, memang saya sering dikira masih bocah pak hehe...,
Karena saya rajin tersenyum dan selalu menyapa orang dengan ramah, dan itu membuat wajah kita tidak suram seperti wajah bapak", ceplos Syava yang seketika ia membungkam mulut nya yang losss, ia merutuki dirinya yang selalu ceplas ceplos, Syava menatap Reyner yang sudah menggertakkan rahangnya.
"Ah maafkan saya pak,,"
Jai masih tersenyum tipis dia tidak ingin lagi mendapat tatapan tajam Reyner, ia kagum dengan gadis itu yang berani mengomentari bosnya.
Syava masih menundukkan kepalanya.
"Cepat keluar! ", perintah Reyner tanpa menatap Syava.
Syava menghela nafas dalam.
"Baiklah pak,, jika saya tidak diterima diperusahaan ini,,, saya ikhlas,, tapi,, tolong terima sahabat saya bekerja disini ya pak,, karena dia punya seorang ibu yang sedang sakit dan harus cuci darah dua kali seminggu sekali,,, jika dia tidak bekerja dia tidak bisa mengobati ibunya".
Wajah Reyner sedikit menatap Syava dan kembali menatap ponselnya, hatinya sedikit terketuk karena gadis yang ada dihadapanya begitu peduli dengan orang lain. Begitu pun Jai yang juga tersenyum melihat Syava keluar dari ruangan Reyner.
Reyner menoleh memperhatikan asistennya.
"Kenapa? Kau suka dengan gadis itu" tanya Reyner pada Jai.
"Ah tidak pak saya hanya kagum" jawab Jai dengan cengiran.
Syava pun keluar dari ruangan tersebut.
Dan kini giliran Leni yang sedang di interview.
15 menit kemudian, Leni sudah selesai interview.
" Terimakasih banyak pak,,, karena sudah menerima saya kerja di perusahaan ini".
"Ya sama-sama", jawab Reyner
Saat hendak pergi Leni menyampaikan pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepalanya.
"Pak boleh saya bertanya? "
Reyner meberi kode 'ya' dengan kelima jarinya.
"Kenapa bapak tidak menerima Syava kerja disini pak..? Apa bapak masih marah karena dia merusak mobil bapak? "
"Kenapa kalian sama-sama banyak sekali bicara? "
"Maaf pak, tapi saya kasihan pak sama Syava dia anak yatim piatu pak,,, dan bekerja disini adalah harapan satu-satunya agar dia tidak lagi berjualan kue keliling pak,,,"
Reyner sedikit terkejut dengan pernyataan Leni, ia jadi merasa bersalah karena sudah lancang menanyakan keberadaan orang tua Syava, gadis itu pasti sekarang sedih mengingat orang tuanya.
Reyner menghela nafasnya karena sudah keterlaluan pada Syava, tapi gengsi nya masih terlalu tinggi untuk mengakuinya.
"Pergilah", ucap Reyner sedikit lembut.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!