NovelToon NovelToon

Menjadi Guru Di Dunia Lain

BAB 1: Awal Mulanya

Pernahkah kalian berpikir atau bermimpi menjadi seorang guru? Beberapa diantara kalian pasti ada yang bermimpi sama seperti ku- bermimpi untuk menjadi seorang guru yang menjadi tauladan bagi murid-muridnya, menjadi seorang guru yang bisa mengajarkan banyak ilmu bermanfaat bagi dunia dan juga bekal untuk masa depan anak-anak yang nantinya menjadi fondasi suatu bangsa. Pernahkah bermimpi demikian?

Aku rasa aku tau jawabannya.

Jujur, itulah yang aku mimpikan saat aku meneriakkan cita-cita ku pada saat aku masih berumur 8 tahun di depan kelas yang penuh sesak dengan murid-murid yang isi kepalanya masih ingin bermain dan bermain.

Ibu guru pada saat itu menyuruh teman-teman ku bertepuk tangan setelah mendengar cita-cita ku yang sangat mulia itu, bahkan beliau juga mendoakan ku agar kelak di masa depan aku bisa meraih cita-cita ku itu. Dan sepertinya, doa beliau adalah doa yang bagus sekaligus mimpi buruk untukku. Karena tepat dua puluh tahun setelah kejadian itu, aku benar-benar telah menjadi seorang guru, seperti yang aku cita-citakan.

Tetapi sayangnya, mimpi ku masih belum menjadi sebuah kenyataan, bukannya malah menjadi kenyataan namun sepertinya agak sedikit kelewatan dan sombong bila aku sebut mimpi ku itu akan berhasil.

Semenjak aku lulus kuliah, aku langsung mencoba berkerja sebagai seorang guru, tetapi tidak mudah untuk menjadi seorang guru di negeri ini, ada beberapa tes yang harus diikuti agar benar-benar menjadi seorang guru pegawai negeri. Dan inilah aku, seorang guru honorer yang sudah lebih dari lima tahun mengabdikan diri untuk mencoba mencerdaskan anak-anak bangsa ini.

Tetapi, benar kata orang-orang. Kau boleh bermimpi seperti apapun, namun kau harus tidak lupakan realita yang kau hadapi. Bagaimana bisa aku mencoba untuk mencerdaskan kehidupan bangsa kalau aku yang sebagai seorang guru meskipun tenaga honorer juga dibebankan tugas lain yang jauh dari dunia pengajaran? Administrasi, mengurus finansial sekolah, ikut seminar ini dan itu dan terkadang harus ikut beberapa kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk diikuti namun dengan dalih wajib diikuti agar mendapatkan sertifikat.

Sebagai seorang guru apalagi guru mata pelajaran khusus, aku pun harus membagi waktu yang tidak banyak itu, dan hasilnya adalah terkadang aku tidak masuk ke kelas karena kegiatan yang diluar jam mengajar yang aku sebutkan tadi. Belum lagi soal gaji, dengan banyaknya pekerjaan ku tadi, kalian tau berapa gaji guru honorer di negeri ini? Aku tidak akan mengatakan nominalnya, tapi yang jelas aku harus tiap hari mengelus dada sambil berkata 'sabar' itulah yang terus ku lakukan setiap hari.

Belum lagi ada masalah dengan guru yang lain yang sudah memiliki titel guru pegawai negeri, mereka terkadang iri terhadap orang-orang seperti ku ini. Aku mengajar dengan gaya modern dan sudah cukup berkembang, meninggalkan gaya klasik yang membuat murid-murid tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tetapi saat guru wali kelas kalah popularitas dengan guru mapel, mereka akan protes dan bilang harus mengajar sesuai dengan kurikulum. Yang sebenarnya aku tau, mereka hanya tidak suka dengan gaya mengajarku, itu hanya dalih yang mereka gunakan.

Idealisme? Rasanya sudah lama kubuang, semenjak aku tau bagaimana dunia kerja yang penuh dengan tipu daya dan muslihat ini. Jadi, sekarang aku terus berusaha menjadi manusia yang realistis saja. Sama seperti yang aku lakukan saat ini, setelah aku mengajar pelajaran seni budaya, aku berniat untuk langsung pulang ke rumah karena aku harus istirahat sejenak sebelum pergi berkerja sampingan lagi di sebuah toko fotokopi.

Baru saja aku mengenakan jaket coklat kesayangan ku yang ku beli di pasar Minggu 3 tahun yang lalu, seorang guru pegawai negeri yang cukup senior di sekolah ini memanggilku.

"Pak Arthur! Pak Arthur!" ucap beliau, nafas beliau sengal seperti baru lari satu putaran lapangan sepakbola.

"Ada apa Pak Rifki?" ujarku dengan sopan, ku coba dengarkan apa yang ingin beliau sampaikan. Beliau adalah Pak Rifki, guru senior yang paling senior di sekolah tempat ku mengajar, beliau juga terkenal dengan julukan guru 'killer' oleh banyak murid karena beliau termasuk dalam kategori tegas dengan peraturan yang ada di sekolah.

Pernah suatu waktu Pak Rifki menghukum anak murid kelas 12 yang tidak mengerjakan tugas yang sudah beliau berikan dua Minggu sebelumnya, dan beliau memberikan hukuman yang sangat mengerikan untuk murid-murid itu. Para murid harus menghitung jumlah beras yang ada dalam satu kantong plastik!

Pak Rifki berjalan lebih mendekat ke arahku setelah berhasil mengejar ku sebelum aku pulang, beliau lalu berkata dengan sedikit senyuman diwajahnya. "Pak Arthur sibuk tidak? Saya mau minta tolong sesuatu" ujar beliau, yang membuatku sudah curiga dan cuma bisa tersenyum manis.

Melihat ku yang hanya tersenyum manis bagai pejabat yang ketahuan melakukan korupsi, Pak Rifki langsung berasumsi aku menerima permintaan beliau. Padahal aku belum berkata apapun, dan kalau sudah begini tidak ada cara lain untuk keluar dari masalah ini.

Pak Rifki meminta tolong padaku agar dibuatkan Modul Ajar, sebuah pegangan untuk guru dalam melaksanakan tugas sebagai seorang tenaga pengajar selama satu semester nantinya, istilah lainnya adalah kurikulum pengajaran.

"Pak Arthur mau kan menolong saya? Pak Arthur kan mengerti kalau saya ini sudah tua dan gaptek! Mana mengerti saya buat yang begitu-begitu" kata Pak Rifki lagi dengan sedikit tertawa kecil yang bahkan aku tidak tau harus berekspresi seperti apa.

Akhirnya terpaksa ku penuhi permintaan Pak Rifki, masih ada beberapa jam sebelum aku harus pergi ke tempat fotokopi tempat ku bekerja sampingan, tetapi niatku untuk sedikit bersantai di indekos sebelum pergi bekerja lagi sudah pupus. "Baik pak, saya akan bantu bapak semampu saya ya?" jawabku dengan sopan sambil sedikit membungkukkan badan, lalu aku kembali duduk di meja kerja, sambil membuka laptop milik sekolah yang memang difungsikan untuk hal-hal seperti ini.

Aku pun mulai fokus mengerjakan tugas tadi, Pak Rifki masih berada didekat ku melihat ku dengan tatapan kebingungan di matanya. Tidak lama setelah itu beliau menepuk pundakku beberapa kali sambil tertawa yang dipaksakan. "Saya pusing lihat kamu mengerjakan ini Pak Arthur, saya mau ngopi dulu ya?" Lalu beliau pergi begitu saja, bahkan tidak ada niatan untuk bertanya padaku apakah aku mau dibawakan kopi juga. Tetapi sudahlah, aku juga tidak berharap banyak pada beliau.

Aku cuma mengangguk pelan dan kembali fokus mengerjakan tugas tadi. Beginilah kehidupan guru honorer di negara ini, banyak memiliki tugas-tugas tambahan yang seperti ini namun gaji kami masih dibawah rata-rata, bahkan di beberapa kota ada yang cuma digaji 300 ribu dan itu belum dipotong banyaknya pajak yang harus dan wajib dibayar.

Kalau aku? Ya sudahlah, sama saja seperti mereka-mereka. Bahkan terkadang duit gajih hanya sekedar lewat semata.

Sudah hampir satu jam aku mengerjakan modul ajar milik Pak Rifki tadi, dan beliau benar-benar tidak kembali ke kantor dan tidak membawakan ku kopi untuk pemanis. Aku harus pergi lagi ke toko fotokopi untuk kerja sampingan, aku matikan laptop dan menyimpan pekerjaan ku tadi untuk dikerjakan besok lagi.

Berjalan ku ke tempat parkiran, ku lihat hanya ada beberapa motor saja lagi di parkiran. Tidak ada lagi motor Pak Rifki, jadi aku berasumsi beliau sudah pulang setelah selesai ngopi tadi. Aku tidak peduli, ku langsung nyalakan motorku dan pergi dari sana juga sebelum ada yang melihatku dan malah meminta bantuan ku lagi.

Aku harus menempuh jarak 3 kilometer perjalanan dari sekolah tempatku mengajar ke tempat fotokopian tempat ku bekerja sampingan. Cukup jauh memang, namun ini untuk uang yang bisa ku simpan dan menjadi modal tambahan untukku yang seorang perantauan. Belum lagi aku juga harus memikirkan bayar tagihan indekos yang setiap bulannya sebesar 500 ribu rupiah, jika berharap dengan gaji ku sebagai guru honorer saja maka itu tidak akan cukup.

Berfoya-foya? Pergi berlibur di tempat yang indah? Sepertinya itu masih angan-angan saja bagiku yang terkadang bingung harus makan apa lagi agar menghemat pengeluaran. Bahkan aku membayangkan menu makan malamku nanti disepanjang jalan menuju tempat fotokopian.

Saat di perjalanan, aku yang mengendarai motor dengan kecepatan yang bisa dibilang santai tiba-tiba saja di salip oleh ibu-ibu yang membawa motor dengan cara ugal-ugalan dan bahkan tidak mengenakan helm saat berkendara, padahal ini dijalan raya yang besar dan cukup ramai. Ibu-ibu itu marah padaku karena aku berkendara dengan kecepatan yang pelan. Aku diam saja, malas berdebat dengan orang yang lebih pintar dariku itu.

Tetapi tiba-tiba saja aku seakan mendapatkan firasat yang buruk, ada perasaan aneh yang tumbuh dalam diriku, perasaan yang bahkan aku tidak mengerti dan bingung bagaimana menjelaskannya setelah ibu-ibu tadi memarahiku. Aku kembali melihat ke arah ibu-ibu tadi, beliau masih mengendarai motor dengan ugal-ugalan dan bahkan terkesan beliau tidak mengerti caranya berkendara dengan benar, beliau menyalip beberapa motor dan mobil yang bahkan sampai membuat orang geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

Ibu-ibu itu sudah tidak terlihat lagi, tetapi perasaan aneh itu malah semakin lebih kuat lagi. Seperti membuatku langsung merasakan mual, rasa asam mulai naik ke atas tenggorokanku dan aku semakin bingung. Beberapa lama kemudian, aku kembali melihat ibu-ibu tadi, beliau ingin belok ke kanan dengan lampu sein yang menyala ke arah kanan, jadi aku pun mengambil jalur yang berlawanan dari beliau. Tetapi anehnya, ibu-ibu tadi malah belok ke kiri dengan begitu tajamnya, aku sampai terkejut dan menekan tuas rem cakram sambil membanting stir ke arah kiri demi menghindari beliau.

Tetapi karena itu motorku jadi sangat liar dan aku berusaha untuk mendapatkan kendali lagi, nahasnya saat aku berusaha melakukan itu, ada motor yang melaju kencang di lajur kanan dan aku menabraknya yang membuat kecelakaan di jalanan itu.

Aku terpental cukup jauh dari motorku, ku coba gerakan tubuhku namun terasa nyeri dan sakit di sekujur tubuhku. Pendengaran ku mulai menghilang, pandanganku mulai buram, aku bahkan tidak tahu dimana aku saat sekarang ini dan apa yang terjadi pada tubuhku. Sayup-sayup ku mendengar suara orang-orang yang panik, mereka datang melihat ku dengan wajah yang panik, marah seperti sedang menyuruh seseorang agar segera menolongku.

Tetapi sayangnya aku tidak bisa mendengar mereka semua, suara-suara sayup itu sedikit demi sedikit menghilang, rasa sakit di sekujur tubuhku yang ku rasakan sedari tadi juga mulai ikut menghilang. Lalu aku tiba-tiba melihat beberapa rekaman tentang masa kecilku, masa-masa indah bersama teman-teman ku di kampung dulu. Lalu ada kedua wajah orang tuaku yang tersenyum padaku, aku mengumpat! Ah sial sekali! Aku tidak ingin mati seperti ini! Aku masih belum menjadi apa-apa.

Tubuhku mulai dingin, cuplikan masa-masa indah hidupku mulai menghilang dan semuanya menjadi hitam gelap, tidak ada cahaya lagi yang ku lihat. Aku rasa, ini lah akhirnya. Akhir hidup seorang Arthur Fandi pemuda 27 tahun yang bahkan belum menjadi apa-apa.

Setidaknya itulah yang ku ingat, sebelum sekali lagi cahaya mulai bisa kulihat lagi. Perlahan cahaya yang masuk ke dalam mataku semakin membuat ku silau, memaksa diriku untuk membuka mata secara perlahan-lahan, yang mana ku dapati diri berada di sebuah ruangan yang tidak ku kenali sama sekali dan sangat asing.

"Dimana aku?" itulah pertanyaan ku pertama. "Apakah aku sudah mati?" itu menjadi pertanyaan kedua ku. "Lalu apakah ini surga atau apakah ini neraka?" itu pertanyaan ku yang ketiga, tetapi sepertinya pertanyaan ketiga ku itu akan cukup sulit untuk dijawab.

Aku terbangun di sebuah ruangan, seperti sebuah kamar dengan ukuran 3x3 bergaya klasik, semua ruangan ini terbuat dari kayu. Hal yang aneh dan asing bagiku, seingat ku ruangan rumah sakit sudah lebih modern dari ini. Rumah sakit? Apa benar aku di rumah sakit? Aku tiba-tiba berpikir seperti itu, lalu aku mencoba untuk bangun.

Ku rasakan semua rasa sakit yang ku alami saat kecelakaan tadi tidak berasa lagi, ku coba cek tangan dan kakiku untuk mencari luka, namun tidak kutemui. Dan lebih aneh lagi, ku mulai menyadari kalau warna kulit dan kepadatan tubuhku juga sedikit berbeda.

Langsung saja aku mencari-cari sebuah kaca atau cermin, ku temukan ada di sudut ruangan dan langsung aku berkaca. Dan benar saja, tubuhku lebih kurus dari sebelumnya, dan warna kulitku lebih putih. Dan yang semakin membuatku terkejut adalah, wajahku juga berbeda dan terkesan lebih muda dari yang sebelumnya. Pakaian yang ku kenakan juga sangat berbeda, terkesan seperti gaya berpakaian orang-orang pada era kerajaan Prancis.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" aku bertanya-tanya sendiri, lalu aku teringat akan sebuah teori dari kepercayaan buddhisme yaitu tentang reinkarnasi. Apa benar aku telah mengalami reinkarnasi? Kalau benar begitu mengapa aku kembali ke masa lampau? Itu yang ku tanyakan pada diriku sendiri yang masih mengalami kegalauan, sebelum aku dikejutkan oleh sebuah tulisan yang anehnya bisa ku mengerti tiba-tiba muncul di hadapan ku.

Tulisan itu berbunyi seperti ini "Selamat datang tuan Arthur, anda telah berhasil di reinkarnasi ke dunia yang berbeda dari dunia anda sebelumnya! Di dunia ini, anda akan menjadi seorang guru di sebuah akademi sihir dan pendekar paling terkemuka di Kerajaan Fonterra! Anda mendapatkan sebuah kemampuan khusus yaitu Sistem Perpustakaan Dunia"

Aku tidak mengerti tentang semua itu, semua kejadian ini terlalu begitu cepat dan membuat kepalaku hampir meledak. Yang jelas aku mengerti adalah, aku sudah mati di dunia sebelumnya dan hidup kembali di dunia sekarang namun aku langsung hidup menjadi seorang pemuda yang mengajar di sebuah Akademi Sihir dan Pendekar? Apa-apaan itu? Mengapa aku harus kembali menjadi seorang guru meski sudah bereinkarnasi?

BAB 2: Arthur Westwood

Aku masih duduk di sisi kasur dengan wajah yang penuh dengan kebingungan menyerang diriku. Terus ku coba pahami apa yang sebenarnya terjadi, dan semakin aku berpikir maka semakin pusing kepalaku rasanya.

"Apa aku benar-benar telah bereinkarnasi?"

"Apa aku sudah mati?"

"Dan dunia yang berbeda? Apa maksudnya itu?"

Semua pertanyaan itu menghujam kepalaku bagai peluru serdadu di medan perang. Dan satu lagi yang membuatku bingung, yaitu Sistem Perpustakaan Dunia. Apa maksudnya itu, perpustakaan dunia? Apa aku memiliki akses untuk ke perpustakaan yang ada di semua dunia ini?

Aku masih dalam kebingungan, berdiri ku menghadap cermin sekali untuk memastikan diri ini kalau memang saat ini aku masih hidup dan ini adalah realitas milikku yang baru. Aku lalu membongkar semua isi lemari, yang kutemukan adalah baju gaya era Victoria saja yang kutemukan dan beberapa buku yang anehnya meskipun aku tidak mengenali tulisan itu, aku mampu membacanya dengan lancar.

Selain itu aku menemukan sebuah kartu identitas yang sepertinya adalah milikku di dunia sekarang ini. Di dunia saat ini namaku juga sama seperti namaku di dunia sebelumnya, Arthur. Hanya saja sekarang aku memiliki marga dibelakang namaku, Arthur Westwood. Sebuah kebetulan yang sangat aneh menurutku, atau memang ini adalah diriku di dunia yang berbeda, karena aku pernah membaca sebuah teori dari ilmuan kalau sebenarnya ada beberapa dunia di dunia ini, alias istilahnya adalah dunia pararel. Sebelumnya aku adalah orang yang tidak percaya dengan teori itu, namun sempat berkhayal bagaimana jika sejatinya dunia pararel itu benar adanya? Dan sepertinya keraguan ku selama ini terbayarkan.

Sekarang di dunia yang berbeda ini, aku Arthur Westwood tetap menjadi seorang guru. Bedanya adalah, aku menjadi seorang guru di Akademi Sihir dan Pendekar yang sebelumnya tidak ada di dunia ku yang dahulu. Oh ya, mungkin ada karena aku sempat melihat itu di film legendaris yang diperankan oleh seorang anak laki-laki lugu dengan kacamata besar ikoniknya itu.

Aku lanjut mencari-cari benda yang bisa ku jadikan sebagai informasi tambahan untukku. Selain kartu identitas tadi, aku menemukan kartu pengenal sebagai pengajar di akademi sihir ini, yang ku tahu adalah salah satu akademi sihir terbaik di Kerajaan Fonterra, yaitu Akademi Sihir Bridestones.

Ternyata umurku di dunia ini tidak jauh berbeda dari umurku di dunia sebelumnya, bahkan sedikit lebih muda. Disini aku sebagai Arthur Westwood berusia 24 tahun, ini adalah tahun kedua ku mengajar di Akademi Sihir Bridestones, namun aku masih belum tahu bagaimana sistem pengajaran dan kurikulum pendidikan di dunia ini. Apakah sama dengan duniaku yang dulu? Ataukah lebih bagus dan rumit lagi?

Seketika aku teringat kalau aku punya kemampuan Perpustakaan Dunia itu tadi. Ku coba memfokuskan diriku, lalu tiba-tiba aku terbawa ke dalam alam bawah sadarku. Di sana aku melihat beberapa buku yang melayang-layang di atas kepalaku, ruangannya serba putih dan banyak sekali buku yang sampai aku pun tidak tahu pasti berapa jumlahnya.

Buku-buku itu masih melayang dan tersusun rapi, aku mencoba mengambilnya namun tidak bisa. Sepertinya ada yang salah, lalu aku menyebutkan buku yang hendak ku cari seperti kurikulum pendidikan di dunia ini. Rak buku menghilang, tiba-tiba saja ada beberapa buku tebal yang sepertinya itu membahas soal pendidikan di dunia ini.

Ada pendidikan tata krama, tata kota, panduan awal sihir dan sebagainya. Kucoba baca semuanya, dan anehnya saat aku baru menyentuh sekali saja buku itu, seakan-akan semua isi buku itu terserap semua ke dalam diriku dan membuatku sedikit sakit kepala karena terlalu banyak menyerap informasi dalam satu waktu.

Aku tersungkur, memegangi kepalaku yang begitu sakit, seperti inikah rasanya menjadi orang jenius? Aku bergumam sendiri seperti orang aneh.

Aku bangkit kembali, lalu kembali mengakses Perpustakaan Dunia sekali lagi, kali ini aku sudah mengerti bagaimana sistem ini berkerja, bagaikan mesin pencarian di internet. Aku cari langsung 'sistem pendidikan di Akademi Sihir Bridestones' lalu muncul dua buku yang sangat besar. Sepertinya itu adalah buku panduan akademi ini yang tidak berubah dari masa ke masa. Langsung ku serap agar aku bisa mengetahui bagaimana sistem pengajaran di akademi sihir ini.

Setelah menyerap dan merasakan sakit kepala lagi, rasanya aku mulai berpikir aku telah menjadi orang yang ketagihan dengan rasa sakit. Pengetahuan tentang sistem pendidikan di Akademi Bridestones sudah kudapatkan, ternyata sungguh berbeda dengan sekolah-sekolah di dunia ku yang sebelumnya.

Akademi Bridestones terbuka untuk semua umum, tetapi biasanya paling banyak yang masuk ke dalam Akademi Bridestones adalah orang-orang dari kalangan atas yang punya uang banyak, karena biaya untuk mendapatkan pelajaran di akademi ini termasuk cukup mahal.

Tetapi, Akademi Bridestones juga memberikan sebuah bantuan semacam beasiswa untuk murid-murid yang punya potensi yang sangat cerah, tapi tidak banyak dari mereka juga merupakan anak-anak dari kalangan bangsawan juga namun untuk yang kelas bawah.

Sistem penerimaan murid di Akademi Bridestones juga sedikit unik, setiap guru berhak menentukan siapa saja yang bisa masuk ke dalam kelasnya, tidak ada sistem seperti di sekolah pada umumnya yang mengharuskan guru mengajar murid yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini cukup bagus menurutku, karena mungkin guru bisa menjelaskan dan mengajarkan banyak hal pada murid-muridnya dengan sangat efektif dan efisien.

Akan tetapi, kelas umum juga ada di sini. Kelas umum diperuntukkan untuk murid-murid buangan, ya maksudnya adalah murid-murid yang tidak dipilih oleh guru-guru yang ada di Akademi Bridestones. Mungkin dirasa tidak memenuhi syarat atau kriteria yang dicari oleh sang pengajar, atau bisa juga karena tidak terlihat potensi dalam dirinya. Dan sepertinya aku tahu aku seorang guru apa di Akademi Bridestones, ya betul sekali guru kelas khusus dan ini akan menjadi tahun ketiga ku.

Dan menurut apa yang kutemukan dari berbagai macam petunjuk tentang diriku saat ini, sepertinya reputasi ku sebagai seorang guru benar-benar gawat! Aku menemukan sebuah surat dari dalam lemari pakaian, surat itu berisikan sebuah ancaman untukku kalau aku tidak bisa mengajar dengan benar selama satu semester ini, maka aku akan benar-benar dikeluarkan dari akademi ini.

Ternyata permasalahan yang dialami oleh diriku saat ini benar-benar rumit, mungkin itu sebabnya aku menemukan sebuah cangkir kosong yang disampingnya ada semacam obat berwarna hijau yang sangat mencurigakan. Menurut hematku saja, obat itu adalah benda berbahaya yang bisa mengancam nyawa. Sekarang aku tahu mengapa aku bisa bereinkarnasi ke dunia ini.

Oke sekarang aku sudah mengerti sistem pendidikan di sini, aku mulai bersemangat untuk mengubah persepsi orang-orang atas diriku selama ini. Aku akan buktikan, betapa hebatnya mantan guru honorer ini, hahaha. Namun aku perlu satu hal lagi, yaitu aku harus memiliki sebuah kemampuan. Apa jadinya seorang guru tidak memiliki kemampuan yang mumpuni? Bakat Lionel Messi akan sia-sia jika Frank Rijkaard dan Pep Guardiola tidak mengasahnya. Bakat membalap Valentino Rossi juga tidak akan meledak jika ayahnya tidak mendorongnya menjadi seorang pembalap.

Maka dari itu aku harus mendalami diriku sendiri untuk saat ini, aku duduk bersila sekali lagi di atas kasurku. Ku pejamkan mata, lalu aku bisa melihat tulisan melayang yang ku lihat di alam bawah sadar ku. Semuanya tertulis di sana tentang diriku, dari nama, tanggal lahir ku, umur, status apakah aku sudah menikah atau belum, golongan darah, surat berkelakuan baik, tunggu dulu. Ini seperti Curriculum Vitae yang aku buat untuk melamar pekerjaan.

Andai saja di dunia sebelumnya aku bisa melakukan hal seperti ini, mungkin aku sudah menjadi orang yang sangat hebat. Karena, aku saat ini bisa tahu apa yang cocok untuk diriku dan aku harus mengikuti saran dari sebuah sistem yang telah memandu diriku ini. Sistem Perpustakaan Dunia menunjukkan statusku, aku punya potensi yang tidak terkira. Maksudnya adalah, aku bisa mempelajari semua jenis elemen sihir di dunia ini, lalu aku juga bisa menggunakan senjata seperti pedang, tombak, panah dan lainnya, serta aku juga memiliki keterampilan cukup tinggi dalam bidang penempaan.

Tetapi dengan semua itu, Arthur Westwood disepanjang masa hidupnya hanya bisa mengeluarkan sihir dasar elemen api saja. Yang membuatku berpikir lagi, bagaimana caranya Arthur ini bisa mengajar di sekolah ternama semacam Bridestones? Tetapi ya sudahlah, itu adalah Arthur Westwood yang dulu sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Sekarang ada Arthur Westwood yang masih memiliki ingatan tentang kehidupan ku di dunia yang sebelumnya, aku akan benar-benar mengubah takdir Arthur Westwood di sini menjadi lebih baik lagi dari hari ini.

Tetapi sebelum melakukan itu, aku harus mempelajari beberapa sihir dahulu untuk bekalku dalam memberikan pelajaran nantinya, karena aku sudah tidak sabar menemukan beberapa murid yang terbuang atau tidak dipilih oleh guru-guru yang lain dan aku akan membimbing mereka menuju potensi emas mereka semua. Akan ku lakukan hal itu demi diriku yang sekarang!

BAB 3: Mendapatkan Murid

Ku sakiti diriku sendiri demi mendapatkan banyak ilmu pengetahuan tentang hal apapun di dunia ini. Mulai dari sejarah, sihir, teknik beladiri sampai bahkan aku mempelajari bagaimana caranya memancing ikan yang baik dan benar. Ya aku memang melakukannya, karena sedari dulu aku ingin sekali bisa memancing, sayangnya aku selalu tidak punya waktu untuk melakukannya.

Semalaman penuh aku mempelajari banyak hal tentang dunia ini di perpustakaan dunia, sekarang aku seperti seorang pertapa yang mendapat bisikan wahyu, sangat bijak, arif dan melankolis. Tidak, untuk itu aku hanya sedikit melebih-lebihkan saja.

Tidak berasa pagi mulai menyingsing, rasanya waktu berlalu begitu cepat saat aku menghabiskan waktu di perpustakaan dunia yang ada di dalam alam bawah sadarku sendiri. Dan anehnya, aku tidak merasa ngantuk sama sekali meskipun semalaman aku belajar di dalam sana. Mataku masih segar dan berasa lebih segar dan siap menjalani hari ini, hari di mana pendaftaran murid baru Akademi Bridestones akan dimulai dan inilah waktu untukku menunjukkan sinar ku!

Tetapi sebelum itu aku bersantai sejenak, aku menyeduh teh yang berada di lemari kecil di dekat tempat yang terlihat seperti wastafel di dunia ku sebelumnya. Aku menekan sebuah batu berwarna biru di dekat bak itu, lalu tiba-tiba air mengalir. Canggih sekali! Aku tidak tahu kalau sihir bisa sangat berguna seperti ini, jadi rupanya di sini tidak ada perusahaan air minum yang melakukan monopolisisasi.

Aku lalu memasak air dari sihir elemen air tadi, lalu saat sudah matang aku mulai menyeduh teh yang kutemukan tadi. Pertama ku rasakan aromanya terlebih dahulu. Ada aroma yang membuat tenang dan santai, lalu ada kesan wangian bunga yang kuat, ah aku tahu teh ini jenis teh jasmine!

Setelah menikmati teh dengan santai, aku pun mencoba keluar dari tempat tinggalku. Rupanya letaknya berada di paling ujung, jauh sekali dari gedung utama Akademi Bridestones ini. Tetapi tidak apa-apa, hitung-hitung aku bisa sedikit melakukan pemanasan atau lari pagi kecil-kecilan tiap harinya.

Udara dingin pagi hari yang masih berembun menyapa diriku, burung-burung dengan asik bersenandung ria di atas pepohonan yang tinggi, aku menghela nafas panjang puas sekali, aku sangat merindukan sensasi seperti ini di dunia yang dulu. Aku seperti terbawa ke masa saat aku kecil dulu, di mana masih banyak ruang terbuka hijau sebelum pengusaha-pengusaha tajir melintir menghabiskan uang mereka untuk membuka lahan dan menjadikan bisnis properti perumahan.

Aku berjalan santai ke gedung utama sambil menikmati indahnya pagi hari di dunia yang baru ini, lalu aku melihat seorang perempuan muda yang sedang membawa banyak buku, nampak kesulitan dan tidak ada yang peduli. Perempuan itu terus berusaha mengangkat buku yang banyak itu meskipun ia kesulitan dan seperti sedang menahan rasa kebas di tangannya, sepertinya perempuan itu sudah membawa buku itu dari tempat yang lumayan jauh.

Saat aku memfokuskan pandanganku pada perempuan itu, aku bisa melihat identitas dan semua ciri-ciri yang ia miliki. Namanya adalah Jade. Jade perempuan muda, usianya masih dua puluh tahun, dia berkerja sebagai seorang penjaga perpustakaan di akademi ini dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Pantas saja tidak ada yang peduli dengannya, sepertinya aku harus melakukan sesuatu untuknya.

Aku berjalan pelan mendekatinya, lalu aku menyapanya dengan sangat sopan dan lembut. "Hai nona Jade! Sepertinya kau perlu bantuan" ujarku lalu sambil tersenyum ke arahnya.

Ku perhatikan ekspresi wajahnya, bola matanya yang berwarna biru sedikit gelap itu menatapku dengan tajam. Bukan karena marah ataupun kesal, tapi sepertinya lebih condong ke arah kebingungan.

"Aku bisa bawakan beberapa buku untukmu, tenang saja!" ucapku lagi meyakinkan dirinya.

Jade membuka mulutnya hendak berbicara, tetapi ia tarik lagi. Kepalannya menggeleng, matanya menatap jauh ke kakinya. "Tidak perlu, terima kasih sudah peduli denganku" ucapnya lembut sekali, lalu Jade mencoba untuk berjalan lagi.

Tiba-tiba saja aku mendapatkan kilasan balik tentang Jade di dalam kepalaku. Rupanya karena Jade berasal dari kalangan masyarakat kelas bawah, ia menjadi pribadi yang tertutup dan malu. Di ingatanku tentang Arthur Westwood, ia juga sering ingin membantu Jade namun selalu ditolak juga meski sudah melakukan berbagai macam cara. Langsung saja aku berinisiatif untuk mengambil beberapa buku dari tangannya Jade tanpa memperdulikan protes darinya, dan berjalan di sampingnya menuju ke perpustakaan yang masih lumayan jauh tempatnya.

"Pak guru Arthur tolong jangan bantu aku, nanti akan ada banyak masalah yang terjadi. Aku bisa membawa buku ini sendirian, jadi tolong hiraukan saja diri ku ini" ucap Jade sekali lagi saat aku mengambil buku darinya. Wajahnya benar-benar khawatir, pupilnya sedikit mengecil karena memikirkan hal yang membuatnya sedih.

Aku sudah tahu akan hal seperti itu, tetapi aku tetap tidak peduli. "Kau tenang saja Jade, aku akan melindungi mu oke?" aku berkedip sambil terus berjalan. "Lagi pula aku tidak peduli dengan mereka semua, aku melakukan apapun yang ku mau dan tolong panggil aku Arthur saja oke?"

Jade tidak protes lagi jadi aku pun terus membawakan beberapa buku yang sangat tebal dan berat untuknya di bawa ke Perpustakaan. Sampai di sana aku juga membantu Jade untuk menyusun buku-buku tadi untuk ditaruh di rak buku, sesuai dengan kategori buku itu sendiri. Misal seperti buku yang ku pegang saat ini adalah buku tentang mantra sihir jadi aku pun menaruhnya ke rak buku tentang sihir, atau buku yang berisikan sejarah-sejarah maka akan diletakkan pada rak kategori sejarah.

Jade menyeka keringat di wajahnya yang tirus dan putih pucat, rambut hitam panjangnya yang terawat sangat cocok berpadu, wajahnya kini mulai bercahaya dan ceria dari sebelumnya. "Akhirnya selesai juga! Terimakasih pak guru Arthur, kalau tanpa bantuan anda, aku mungkin tidak akan menyelesaikan ini dengan cepat"

"Sama-sama nona Jade" ujarku sambil menutup buku yang aku baca dan mengembalikannya ke tempat semula. "Tapi tolong jangan panggil aku pak guru.... rasanya akan lebih nyaman jika kau panggil aku Arthur saja ya"

Ku terus perhatikan ekspresi wajahnya itu, kini mulai terlihat cahaya yang sangat indah. Jade mulai ceria dan terlihat kepercayaan dirinya mulai keluar meskipun itu karena ada aku disini.

"Baiklah kalau begitu aku akan memanggilmu Arthur mulai sekarang, jadi apakah kamu sudah siap untuk mendapatkan murid baru hari ini Arthur? Aku dengar-dengar ini adalah kesempatan terakhir mu menjadi pengajar di Akademi Bridestones. Apa kamu tidak takut kalau tidak mendapatkan satupun murid hari ini Arthur?" Jade bertanya dengan wajah yang jelas menunjukkan sedikit simpati dan khawatir pada diriku.

Mungkin ia mengingat betapa menyedihkannya Arthur di semester yang lalu, hanya mendapatkan satu murid dan bahkan mendapatkan masalah karena melakukan malpraktek pada muridnya itu sehingga Arthur harus membayar ganti rugi dan membuat reputasinya jatuh tangga ke dasar yang paling dasar.

Aku mencoba untuk tetap tegar, menunjukkan semangat pada Jade dengan wajah yang punya energi banyak. "Apa aku terlihat takut Jade?" aku memberikan senyuman kemenangan, ku lihat Jade tersenyum lalu memandang ke arah rok berwarna hijau tua yang ia kenakan pagi ini.

"Tetapi, Arthur harus punya setidaknya dua murid kan untuk tetap di sini? Apa Arthur perlu bantuan ku? Aku bisa menjadi salah satu murid mu?"

Aku tercengang dan terkejut, sebab tidak kusangka Jade malah menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi murid ku. Apakah itu mungkin? Aku pun bertanya padanya apakah kemungkinan itu benar-benar bisa, dan Jade bilang itu bisa terjadi.

Dan jawaban dari Jade lebih membuatku tercengang, dia bilang itu bisa saja terjadi. Karena sebenarnya Jade juga ingin menjadi seorang yang menimba ilmu di tempat ini, namun karena kurangnya biaya dan tidak ada yang mau mengangkatnya sebagai murid, ia menghabiskan waktu untuk membantu di perpustakaan dan mencoba belajar dari sana seorang diri selama bertahun-tahun.

Aku berjalan mendekat ke arahnya, Jade sedikit ketakutan dan sepertinya mulai membayangkan hal-hal buruk akan segera terjadi. "Tenang saja, aku tidak berniat menyakitimu Jade" aku harus menjelaskan hal itu padanya sebelum Jade berpikir yang tidak-tidak dan semakin memperparah reputasi ku. "Kau mau jadi murid ku?"

Ku lihat Jade mengangguk pelan, namun sedikit kurang yakin dengan keputusannya. Aku tersenyum miring, mulai memikirkan hal hebat untuk membuatnya tercengang dan berpikir kalau aku bukanlah Arthur yang dulu.

Aku mulai menanyakan beberapa hal padanya seperti tentang sihir yang ia kuasai, apa yang ia sukai, ataupun hal-hal tidak penting sama sekali. Yang jelas aku hanya ingin kenal lebih dalam lagi dengan Jade dan ingin membantunya.

Jade mulai memberitahukan apa saja yang ia sukai. "Aku menguasai sihir api, beberapa hal yang ku sukai adalah makanan manis dan gula-gula. Aku juga anak kucing" Jade mulai kehilangan kendali dan menyebutkan banyak sekali hal yang ia sukai, sampai Ia menyadarinya Jade langsung tertunduk malu menutupi kedua wajah nya dengan jubah panjangnya.

Aku sedikit tertawa geli. "Itu bagus Jade! Tidak ada yang salah dengan itu semua" ucapku mencoba memberikan semangat, namun aku masih tertawa geli yang malah membuatnya semakin merasa malu.

"Arthur! Jangan menggodaku seperti itu"

"Oke-oke baiklah kita fokus saja, sekarang coba tunjukkan padaku bagaimana caranya kau mengeluarkan sebuah sihir. Dimulai dengan sihir tingkat dasar saja, aku ingin kau mengeluarkan sihir api dari tangan mu Jade" ucapku memberikan aba-aba yang jelas.

Jade agak ragu untuk sesaat, lalu dengan mengucapkan beberapa mantra sebuah bola api muncul begitu saja di telapak tangannya. "Seperti ini kan? Semua murid di sini juga bisa melakukan ini" ucapnya sedikit kecewa, namun semuanya belum usai dan bahkan baru saja dimulai.

"Apa kamu merapal mantra yang cukup panjang untuk memunculkan bola api itu?" tanyaku penuh selidik.

"Ya itu benar, mantranya adalah, 'Wahai api yang memberikan cahaya dan kehangatan, tunjukkan wujudmu pada diriku...Fire!' Seperti itulah" ucap Jade dengan santai.

Aku tersenyum. "Apa kamu tahu, kalau aku bisa mempersingkat mantra itu?"

Jade tidak yakin, namun ia penasaran.

Ku rapal mantra yang sama namun lebih ku persingkat lagi. "Fire!" Api mulai menari-nari di atas telapak tanganku, rasanya cukup panas namun tidak membahayakan tanganku anehnya. Ini pertama kalinya aku merapal mantra dan mengeluarkan sihir, rasanya sungguh asik.

Ku singkap tanganku dan api kembali menghilang. Jade langsung terperangah dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. "Bagaimana caranya? Kenapa bisa seperti itu?"

Aku belum selesai, dan masih ada satu trik yang akan ku perlihatkan padanya. "Lihat ini Jade" ucapku dengan senyuman percaya diri lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun, api mulai kembali menari-nari di atas telapak tanganku dan bahkan lebih terang dari yang sebelumnya.

"Sihir tanpa rapalan! Pak guru Arthur bagaimana caranya? Dan sejak kapan pak guru bisa melakukan itu?" Jade langsung kehilangan kendali, ia bahkan kembali memanggilku dengan embel-embel 'pak' sekali lagi.

Dan dari situ, aku berhasil menggaet satu hati untuk menjadi muridku. "Aku akan mengajarkannya padamu saat kau benar-benar menjadi muridku nanti Jade! Tidak hanya ini, aku akan membuatmu menjadi penyihir yang hebat karena aku tahu potensi yang kau miliki Jade! Soal bayaran, tenang saja aku akan memikirkannya untuk mu itu"

Jade hampir menangis, namun langsung saja ku hibur dia lagi. Dan sepertinya misi hari ini akan berjalan lancar, aku harus mencari beberapa murid lagi untuk ku gaet menjadi murid. Namun untuk sekarang, lebih memilih menghabiskan waktu bersama Jade di perpustakaan karena waktu pendaftaran masih cukup lama sebelum benar-benar nantinya akan banyak para pendaftar yang datang dari berbagai tempat dan berniat menimba ilmu di Akademi Sihir Bridestones yang sudah melegenda ini.

Ahhhh! Rasanya sudah tidak sabar diri ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!