Bukan Sebatas Istri Status (1)
Brakkkk
" Aaaaaaaa!!!!!"
Suasana seketika mencekam. Suara benturan yang keras di sertai suara teriakan yang memekakkan telinga saling bersahutan.
Sesosok lemah tergolek tak berdaya di atas aspal. Kerudung dan gamisnya mulai berubah warna. Darah mulai menggenang.
"Bunda, Zura mau pulang," lirihnya di sertai lelehan air mata.
Ia lelah. Tak pernah mengusik orang lain pun, dirinya tetap di usik. Berusaha tidak menyakiti siapapun, dirinya sengaja di lukai.
Beberapa saat yang lalu, ia baru saja bertemu seseorang yang ia sukai sejak lama . Abizar. Pertemuan yang tidak di sengaja.
Flashback on
" Jangan ganggu Fiza lagi!,"
Deg
Suara dingin nan penuh intimidasi itu begitu menusuk hati.
" Aku tidak pernah mengganggu Fiza," jawab Azzura tanpa berani mengangkat wajahnya melihat wajah sang pemuda.
"Munafik." Desisnya. "Aku kira kamu itu paham agama. Untuk apa kerudung di lebarkan jika hatimu tetap busuk. Atau mungkin untuk menutupi kebusukan hatimu?,"
Jlebbb
Di bawah meja, kedua tangan Azzura saling meremas. Ia tak mengerti kenapa pemuda di hadapannya ini selalu saja memfitnah dirinya. Kesalahan apa yang sudah ia perbuat?
" Maaf, Kak. Aku tidak tahu hal apa yang membuat kakak berpikir aku munafik. Juga perbuatan seperti apa yang kakak maksud mengganggu Fiza.
Aku merasa tidak melakukan apa yang kakak tuduhkan," Azzura merasa diamnya selama ini ternyata malah membuat fitnah itu semakin besar layaknya bola salju.
" Kamu bilang padanya agar dia jangan mendekati aku lagi karena aku sudah di jodohkan denganmu. Kalau bukan mengusik Fiza, lalu apa namanya?,"
Azzura tersenyum miris. Bagaimana bisa ada perempuan yang pandai memutarbalikkan fakta. Padahal, Hafiza sendiri yang mengancamnya untuk tidak mendekati Abizar.
" Aku tidak akan mengatakan apapun. Karena apapun yang aku katakan pastinya kakak tidak percaya. Tapi, satu hal yang insya allah akan aku janjikan. Aku tidak akan ada lagi di sekitar kakak ataupun Hafiza. Permisi. Assalamu'alaikum,"
Azzura langsung pergi dari sana. Hatinya sudah tak tahan. Matanya sudah memanas. Ia bertahan di kota ini karena terlanjur nyaman dengan dunia yang ia geluti.
Mengajar anak-anak usia dini.
Namun, jika adanya dia disini hanya malah membuat hidupnya semakin tak nyaman, lebih baik ia pergi saja.
Hingga langkahnya terhenti saat melihat Hafiza dari kejauhan.
Gadis yang cantik nan rupawan itu tampak berjalan di pinggir jalan. Kerudungnya berkibar-kibar.
Hati manusia memang tidak ada yang tahu. Ucap Azzura dalam hati.
Saat akan berbalik dan menjauh dari sana, tiba-tiba Azzura melihat sebuah mobil hilang kendali dan melaju kencang menuju Hafiza.
Hatinya tetap saja ingin menolong. Ia pun berlari mendorong Hafiza, namun naas malah tubuhnya yang tertabrak.
Flashback end
Patah tulang parah membuat kakinya tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya.
Azzurra hanya menatap nanar kakinya. Samar-samar ia mendengar penjelasan dokter mengenai kakinya.
" Ini saatnya aku berhenti berharap. Entah kenapa Kak Abi sangat membenciku."
Azzurra tidak ingin berburuk sangka pada Hafiza. Walaupun ia yakin ini ada sangkut pautnya dengan gadis yang dicintai Abizar.
Menjelang malam keluarga Azzurra yang dihubungi langsung terbang dari kota tempatnya tinggal.
" Sebenarnya apa yang terjadi?,"
Langkahnya cepat di lorong rumah sakit.
"Zura kecelakaan. Kondisi kakinya parah."
Jeduarrr
" Astaghfirullah. Putriku," Batin Kenan, ayah Azzurra.
" Bagaimana bisa terjadi?,"
" Dia menolong seseorang yang hampir tertabrak. Tidak di sangka malah dia yang tertabrak dan terluka parah.
" Siapa yang dia tolong?,"
" Hafiza,"
Ayah Azzurra mengerutkan keningnya. Ia tak mengenal nama itu. Siapa Hafiza?.
Berbeda dengan kakak Azzurra yang langsung tahu siapa wanita yang ditolong adiknya.
Hafiza, dialah perempuan yang dicintai laki-laki yang dicintai adiknya. Rumit. cinta bertepuk sebelah tangan.
Azzurra mencintai Abizar, Abizar mencintai Hafiza begitupun sebaliknya. Hafiza mencintai Abizar.
Kisah cinta adiknya memang menyedihkan.
" Bagaimana kondisi wanita itu?,"
" Hanya lecet biasa,"
" Alhamdulillah. Syukurlah kalau orang yang Azzurra tolong tidak apa-apa,"
Ucapan Kenan mendapat delikan sang putra.
Seandainya ayah tahu siapa yang Azzura tolong. apa ayah masih bisa se-bersyukur itu?
.
.
Di depan ruang rawat Azzurra, Abizar terus berusaha masuk ke dalam.
" Kenapa kakak menghalangi ku?," kesalnya
" Tenangkan dirimu. Zura butuh ketenangan. Dia sedang istirahat,"
" Bagaimana bisa aku tenang? Fiza terluka gara-gara dia," emosinya memuncak saat wanita yang ia cintai terluka. Sebenarnya hanya tergores biasa. Tapi, Hafiza mendramatisir keadaan untuk menarik simpati laki-laki yang ia cintai.
Sang sepupu yang menahan Abizar menarik Abizar menjauh dari depan pintu. Ia tidak akan membiarkan Abizar mengganggu Azzurra.
" Zura bahkan terluka lebih parah. Itu karena..."
" Itu karma. Dia ingin mencelakai Fiza. Karena itu dia sendiri yang terluka,"
" Astaghfirullah. Jangan menuduh sembarangan,"
Abizar menatap tajam sang sepupu.
" Aku tidak menuduh. Fiza yang mengatakan semuanya padaku,"
" Itu tidak benar. Zura tidak berniat mencelakai Fiza. Ia justru ingin menolongnya,"
Abizar tidak mempercayai perkataan Ilham. Baginya ucapan Hafiza yang benar. jika ada yang mengatakan sesuatu yang berbanding terbalik dengan ucapan Hafiza, maka ucapannya salah. Sekalipun itu keluarganya.
" Sadarlah Abi!!!," bentak Ilham emosi.
Abi terkejut dengan teriakan Ilham. Laki-laki penyabar itu membentaknya.
Dada Ilham kembang kempis. ia beristighfar berkali-kali di dalam hati.
Keributan itu tertangkap mata keluarga Azzurra.
" Zura bagaimana, Ham?,"
"Dia sudah sadar. Om bisa melihatnya ke dalam,"
Ayah Azzurra tak memperdulikan Laki-laki yg bersama Ilham Karena tidak mengenalnya.
Berbeda dengan kakak Azzurra yang langsung melirik Abizar dengan tajam.
Abizar terkejut mendapat tatapan tajam itu. Mereka tidak punya Maslaah apapun. Itu menurut pandangan Abizar.
Sementara bagi laki-laki yang tidak lain adalah kembaran Azzurra, Abizar adalah laki-laki yang paling ia benci karena susah melukai hati saudarinya.
"Bawa dia pergi dari sini. Aku tidak mau keberadaannya membuat Zura tidak nyaman,"
" Baik. Ayo, Abi," Ilham menyeret sepupunya dari sana.
" Apa yang kakak lakukan? Aku ingin membuat perhitungan dengan Azzurra!!,"
" Jangan sekarang," tegas Ilham.
.
.
" Ayah... Kak Ivan?," Panggil Azzurra lirih. Air matanya langsung mengalir.
Kedua laki-laki berbeda usia itu langsung menghambur ke arah Azzurra. Dia tampak tak berdaya dengan kaki di gips dan perban di kepalanya.
" Kami sudah datang. Insyaallah semua akan baik-baik saja,"
Azzurra mengangguk. air matanya menetes. Ia menunggu kedatangan ayahnya dari tadi.
" Ayah...,"
" Ada apa sayang?,"
" Zura mau pulang. Zura tidak mau ada disini lagi. Tolong bawa Zura pulang," pinta Azzurra dengan air mata berlinang.
" Tunggu kondisimu membaik ya," Ayah Azzurra tidak langsung menyanggupi. Ia hanya khawatir dengan keadaan Azzurra.
" Zura mau sekarang,"
" Tapi,..."
" Kita akan pulang. Secepatnya," Kaivan menyela ucapan ayahnya.
.
.
TBC
Bukan Sebatas Istri Status (2)
" Neng Zura sudah ada kabar, ustadzah?," tanya penjual sayur keliling pada seorang wanita berhijab.
" Tidak ada kabar lagi, Bi. Sejak hari itu, kami tidak tahu kemana Zura pergi. Katanya di bawa keluarganya berobat. Tapi, tidak tahu kemana.
Rasa sedih menggelayut di hati Nissa. Dia adalah Ibunda Abizar. Pemilik sekolah Paud tempat Azzura mengajar.
" Malang sekali nasibnya ya, Ustadzah."
" Azzura wanita kuat. Insya Allah akan kembali seperti sedia kala," do'a tulus Nissa.
"Aamiin"
" Katanya dia begitu karena menolong Neng Fiza, ya. Para pedagang di pasar yang melihat langsung kejadiannya cerita sama Bibi,"
" Iya. Ilham juga cerita begitu." Nissa hanya menghela nafas. Sedih karena Hafiza malah cerita bahwa ia celaka karena Azzura. Padahal, Azzura yang menyelamatkan dia.
" Jadi, berapa semuanya, Bi?,"
" Enam puluh ribu, Ustadzah,"
Setelah selesai membayar, Nisa kembali ke rumah.
" Jadi, benar? Azzura menolong Fiza, Mi?," tanya Abizar.
Ia tadi berniat menyusul ibunya karena ada yang ingin ia beli. Tapi, ia enggan saat tahu ibu dan Bi Lilis membahas kecelakaan Azzura.
Ia hanya malas mendengar tentang Azzura. Tapi, kenyataan bahwa Azzura menyelamatkan Hafiza membuat ia penasaran tentang apa yang terjadi.
" Zura mendorong Fiza untuk menyelamatkannya dari mobil yang hampir menabraknya. Kalau saja tidak ada Zura, Fiza yang akan celaka,"
" Kamu tahu, karena kecelakaan itu. Azzura mangalami kelumpuhan. entah bisa berjalan normal seperti sedia kala atau tidak,"
Ucapan Ilham terngiang-ngiang di telinga Abizar. Ia awalnya tidak percaya. Ia lebih percaya ucapan Hafiza.
Namun, kini ia mendapatkan info dari orang lain bahkan sumbernya dari orang yang melihat kejadiannya secara langsung.
Apa benar Fiza berbohong?
Nissa mengajak sang putra duduk di kursi. Ia meletakkan sayur yang baru ia beli di atas meja.
" Seperti yang Abah kamu bilang. Zura menolong Fiza,"
Abizar diam.
Benar. Ayahnya juga mengatakan hal demikian. Tapi, ia masih tak percaya. Kalau di pikir-pikir, bagaimana bisa ia tidak mempercayai ayahnya sendiri.
" Ummi tahu Zura dimana?," tanya Abizar penasaran.
" Ummi tidak tahu. Keluarganya membawa pergi Zura untuk berobat entah kemana," terdengar helaan nafas Nissa.
" Ummi merasa sedih tidak bisa melakukan apapun. Padahal dulu, saat kamu kecelakaan dan butuh pertolongan, Zura mau mendonorkan darahnya. Dia bahkan rela datang malam-malam ke rumah sakit,"
Deg
Abizar terdiam. Kenapa malah Zura, bukankah yang mendonorkan darahnya adalah Hafiza?
" Tunggu. Maksud Ummi, yang mendonorkan darahnya untuk Abi saat itu adalah Zura?,"
" Ya, tentu saja. Kamu pikir siapa? Fiza?" Nissa terkekeh. " Golongan darah kalian kan berbeda,"
Jeduarr
Kenapa Fiza bilang dia yang mendonorkan darahnya? Lalu apa ini? Golongan darah kami berbeda? Astaghfirullah. Jadi, selama ini Fiza bohong padaku?. Batin Abizar.
" Jangan melamun." Nissa menepuk pundak Abizar.
" Ummi, siapa saja yang tahu kalau Zura mendonorkan darahnya untuk Abi?,"
" Abahmu, om dan Tantemu juga Ilham pun tahu,"
Abizar masih termenung saat ibunya pergi ke dapur.
Tanpa pikir panjang, Abizar langsung pergi ke rumah tantenya . Niatnya bertemu dengan Ilham sang sepupu.
.
.
" Bang..."
" Astaghfirullah, Abi. Salam dulu. Bukannya malah mengagetkan begini." Ilham mengusap d@danya karena terkejut. Bersyukur ia belum meminum kopi panas yang sudah di sediakan ibunya.
" Maaf. Hehe," Abizar meringis saat mendapati pelototan Ilham.
" Assalamu'alaikum,"
" Wa'alaikumsalam," Ilham menggelengkan kepalanya, masih kesal dengan sikap sang sepupu.
" Apa Abang tahu Zura dibawa kemana oleh keluarganya?," tanya Abizar to the poin.
" Tidak." jawab Ilham singkat. "Lagi pula untuk apa kamu menanyakan itu?. Jangan berpikir untuk melukainya lagi. Dia sudah melakukan apa yang kamu mau. Pergi jauh dari sini."
Ilham sebenarnya kesal dengan sikap Abizar. Kalau tidak suka tidak perlu juga dengan menyakiti hati Azzura.
" Karena kamu, bahkan kami tidak diberi tahu kemana Zura pergi,"
" Kenapa salah Abi?," Abizar menunjuk dirinya sendiri. Tak merasa punya salah apapun.
" Kaivan bilang, dia tidak mau bersinggungan dengan kamu lagi juga dengan orang-orang terdekatmu. Bahkan Om Kenan menutupi kemana mereka membawa Zura berobat."
" Mereka memutuskan silaturahmi dengan kita?,"
" Tidak. Om Kenan bukan orang yang awam akan agama. Dia tetap menjalin silaturahmi bahkan kemarin masih bertukar kabar. Hanya saja Om Kenan menutup akses kita untuk menemui Zura bahkan nomor ponsel Zura pun sudah tidak aktif,"
...*****...
Di kota yang jauh, Azzura memulai lembaran barunya. Ia melakukan pengobatan di sebuah rumah sakit ternama. Sudah lebih dari dua Minggu dia ada di kota ini.
"Freya suka?," Zura melihat ke arah gadis kecil yang juga sedang duduk di kursi rodanya sama seperti dirinya.
Gadis kecil itu tersenyum dan mengangguk kecil sambil menatap burung origami miliknya. Berwarna pink, warna kesukaannya.
" Mami, kapan kesini lagi?," tanya Freya.
Mami adalah panggilan Freya untuk Azzura. Ia memintanya . Karena ingin merasakan memiliki ibu. Ibu kandungnya tidak pernah ingin menemuinya.
" Beberapa hari lagi," jawab Azzura tersenyum.
Ia mengabulkan keinginan Freya memanggilnya Mami. Toh saat ia mengajar pun, anak-anak didiknya memanggil dengan panggilan Bunda.
" Kenapa?," tanya Azzura. Ia merasa iba atas kondisi sang gadis kecil. penyakitnya membuat tubuhnya lemah. Bahkan sering bolak-balik ke rumah sakit. Seperti dirinya yang bulak balik ke rumah sakit namun, untuk melakukan terapi pada kakinya.
" Yaya besok sudah pulang. Mungkin tidak bisa bertemu Mami lagi," ucapnya sedih.
" Yaya, kamu disini rupanya." seorang laki-laki yang memakai jas dokter mendekat ke arah Freya.
" Iya. Yaya bosan. Minta Tante suster antar ke sini,"
" Iya. Lain kali tunggu Daddy ya. Tante Eli lupa memberi tahu Daddy. Jadi Daddy khawatir," Eli sang suster lupa memberitahukan keberadaan Freya di taman.
" Dokter Fatur ayahnya Freya?," tanya Azzura terkejut.
Dokter Fatur adalah dokter yang menanganinya. Sebenarnya kalau ada dokter lain, Azzura lebih nyaman dengan dokter wanita. Tapi, Dokter Fatur terkenal dan lebih berpengalaman.
" Ah, Zura. Kamu kenal Yaya?," Fatur tidak sadar jika sang putri bersama orang lain.
" Iya. Kami berkenalan lebih dari seminggu yang lalu,"
" Daddy kenal Mami Zura?,"
Deg
Fatur menatap Azzura dan Freya bergiliran.
" Mami?,"
" Iya. Ini Mami nya Yaya. Mami Zura," jawab gadis berusia enam tahun itu.
Azzura meringis melihat tatapan Dokter Fatur padanya. Juga tatapan polos Freya.
" Kami hanya bermain peran,Dok. Saya tidak tega menolak keinginan Freya," jelas Azzura tak ingin dokter Fatur salah paham.
"Bermain peran?"
" Ya, kurang lebih begitu. Freya bilang ingin merasakan punya ibu, karena itu memanggil saya dengan sebutan Mami. Sementara saya juga saat mengajar anak-anak di paud, sudah terbiasa dengan panggilan Bunda. Maaf kalau saya sudah lancang," ucap Azzura di akhir penjelasannya.
" Jangan salahkan Mami. Yaya yang mau. Yaya bahkan tidak pernah melihat Mommy. apa Mommy hanya sayang dengan Kak Sisi?,"
Deg
.
.
TBC
Bukan Sebatas Istri Status (3)
Fatur mendorong kursi roda Freya. Kembali ke kamar rawatnya. Pikirannya melayang pada sang mantan istri.
Hatinya tercubit saat Freya meminta orang lain untuk ia panggil Mami sementara ibu kandungnya sendiri tak pernah menunjukkan batang hidungnya semenjak Freya di lahirkan.
Flashback on
"Aku akan merawatnya. Jangan buang dia," tegas Fatur saat mendengar rencana Dara yang akan menggugurkan janin di dalam kandungannya. Padahal usianya kandungnya sudah cukup besar.
" Kamu tidak jadi menceraikan ku, Mas?," mata Dara berbinar. Ia pikir sang suami memaafkannya. Buktinya dia mau menerima janin yang ia kandung.
" Aku tetap pada pendirianku untuk menceraikan mu. Tapi, janin itu tidak bersalah. Ia hadir karena kesalahan kalian," Jelas Fatur dingin.
Rasa cinta pada sang istri menguap saat perselingkuhan itu terbongkar. Yang lebih menyakitkan, Dara berselingkuh dengan Erlangga, sang kakak.
Dara akhirnya tidak jadi menggugurkan janin yang ia kandung. Membiarkannya tumbuh dan berkembang hingga ia dilahirkan.
" Aku tidak ingin melihatnya. Bawa saja dia sekarang juga," tegas Dara saat Freya kecil baru di lahirkan.
" Dia masih membutuhkan ASI. kamu tega padanya?,"
Dara hanya memandang sinis Fatur. " Asal kita rujuk, aku akan mau memberikannya ASI,"
Beberapa saat lalu, setelah Dara melahirkan, Fatur memang menjatuhkan talak padanya.
" Aku pergi. Sisi akan ikut denganku. Kau bebas mengejar karirmu," Fatur hanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah Dara.
Sementara Dara tak peduli. Ia tak akan mau melihat anak itu. Anak yang membuatnya berpisah dengan Fatur. Kalau saja dia tidak ketahuan hamil, perselingkuhannya dengan kakak iparnya tidak akan terungkap.
Flashback end
" Daddy marah?," tanya Freya sambil menundukkan kepalanya.
Tangan kecilnya meremas baju yang dia pakai.
" Kenapa marah?,"
" Karena Yaya manggil Tante Zura dengan sebutan Mami," cicit Freya dengan suara kecil.
Fatur berjongkok di hadapan Freya. Mereka hampir sampai di ruang rawat Freya.
" Tidak. Lakukan apapun yang kamu suka." Fatur sudah memutuskan untuk membiarkan saja apa yang diinginkan Freya.
Gadis kecilnya tak pernah mengenal sosok ibu dalam hidupnya. Keberadaan Oma ataupun tantenya dalam hidup Freya ternyata tidak bisa mengisi kekosongan itu.
" Daddy serius?," Freya mengangkat wajahnya. Matanya berbinar.
" Ya. Lagi pula, Mami Zura tidak keberatan bukan saat Yaya panggil Mami?,"
" Terimakasih, Dad. Sayang Daddy," Freya memeluk Fatur.
Ceklek
Pintu kamar rawat Freya terbuka dari dalam. Menampilkan sosok cantik yang masih memakai seragam sekolah.
" Kalian dari mana saja?," kesalnya.
Freya dan Fatur melihat ke sumber suara.
" Dari taman," jawab Freya
" Kamu sudah pulang? Di antar siapa ke sini?,"
" Mommy,"
Deg
...******...
" Kakak baru tahu, Yaya itu anaknya dokter Fatur," Kaivan mendorong kursi roda Azzura.
Ia terkejut saat kembali menemui Azzura setelah selesai menelpon ternyata mendapati dokter Fatur disana.
" Aku juga,"
" Kasihan anak itu. Merindukan ibunya sampai meminta untuk memanggilmu dengan sebutan Mami,"
" Ya. Aku juga kasihan. Karena itu aku membiarkannya. Entah apa dokter Fatur akan mengizinkan atau tidak. Harusnya aku tidak selancang itu kan? Membiarkan Yaya memanggilku dengan sebutan Mami," Azzura masih berpikir bahwa dokter Fatur marah. Karena ia tak mengatakan apapun sebelum pergi mengantarkan Freya ke ruang rawatnya.
" Menurut ku tidak. Dokter Fatur hanya terkejut karena Freya bisa semudah itu memanggil orang yang baru ia kenal dengan sebutan Mami. Itu saja,"
" Ya. Semoga saja." harap Azzura. " Apa Mbak Fira tidak masalah kakak sering mengunjungi ku?," seminggu yang lalu Kaivan datang. Minggu ini pun sama.
" Tidak. Bahkan kakak iparmu itu ingin ikut. Tapi, aku larang. Kandungannya masih awal, masih rentan,"
Azzura mengangguk membenarkan.
" Oh iya, Bang Ilham menelpon,"
" Menanyakan keberadaan ku lagi?,"
" Hmm,"
Kaivan mengangkat tubuh Azzura memasukkannya ke dalam mobil.
" Bagaimana menurutmu. Dia juga katanya ingin bertemu. Ingin minta maaf,"
Azzura melihat ke arah Kaivan yang baru menutup pintu mobil. Bersiap menjalankan mobilnya.
" Dia siapa?,"
Kaivan mencebik. Ia tak suka menyebut nama laki-laki itu.
" Abizar. Dia bilang ingin bertemu kamu,"
Azzura menghembuskan nafasnya. Ia melihat keluar jendela. Menatap langit biru yang cerah.
" Jangan beritahu mereka. Biarkan tetap seperti ini. Lagipula untuk apa menemui ku ?,"
" Katanya ingin minta maaf. Dia sudah tahu semuanya. Ia merasa bersalah,"
" Katakan saja aku sudah memaafkannya. Namun, tak ingin lagi bertemu dengannya,"
" Baiklah,"
Azzura tak mau lagi ada masalah kedepannya. Hafiza, perempuan itu tidak akan tinggal diam jika ia masih ada di sekitar mereka.
" Oh iya, apa kamu tidak berpikir untuk menjadi Mami sesungguhnya untuk Freya? Aku setuju kalau kamu dengan dokter Fatur." ucap Kaivan melirik Azzura yang mendelik padanya
Kaivan hanya tertawa dengan respon Azzura.
...******...
Suasana menjadi hening sejak Daisy, kakak Freya mengatakan pergi ke rumah sakit di antarkan Mommy nya.
Freya sedih. Kenapa ibunya tidak menjenguknya?
" Jangan sedih ya. Ada Daddy," Fatur mengusap kepala sang putri. Ia sangat membenci sikap pilih kasih Dara. Padahal keduanya adalah anak kandungnya.
" Mommy minta maaf karena tidak bisa menjenguk. Ada pemotretan," jelas Daisy berbohong.
Dara tidak mengatakan apapun saat ia mengajak menemui Freya. Ibunya itu hanya diam. Terlihat jelas keengganan di matanya.
" Tidak apa-apa. Pekerjaan Mommy lebih penting," jawab Freya mencoba berbesar hati.
karena aku tidak penting bagi Mommy. Batinnya.
Daisy semakin bersalah. Seharusnya ia ak menyinggung masalah mommy nya itu di hadapan Freya. Gadis berseragam SMP itu keceplosan. Padahal ia tahu hubungan Mommy dan adiknya tidak sedekat ia sang mommy. entah Kenapa.
" Sayang .." Fatur tidak suka melihat Freya bersedih.
" Dad,besok Yaya sudah pulang ke rumah. Yaya pasti kesepian dan tidak bisa bertemu Mami lagi. Nanti minta nomor ponsel Mami ya. Yaya mau nelpon," wajah Freya kembali ceria sengaja memotong ucapan ayahnya.
Hanya dengan mengingat Azzura ia sudah sangat bahagia seolah melupakan penolakan ibu kandungnya terhadapnya.
" Insya Allah. Nanti Daddy minta kan ya," Fatur langsung menyanggupi. Apapun yang bisa membuat Freya bahagia, akan ia lakukan.
" Mami siapa?," tanya Daisy. Jika itu sang mommy, tentu tidak perlu meminta nomor kan? Daddy nya sudah punya.
" Mami Yaya. Namanya Mami Zura," jelas Freya bahagia.
" Mami Zura?," Daisy memicingkan matanya ke arah sang ayah seolah meminta penjelasan.
" Sebenarnya itu pasien papi yang sedang melakukan terapi pada kakinya. Entah bagaimana ceritanya dia dan Yaya berkenalan sampai adikmu memanggilnya dengan sebutan Mami," Jelas Fatur.
" Kenapa Yaya panggil dia Mami?," Daisy jelas tak terima jika ada perempuan lain yang di panggil dengan sebutan Mami atau sejenisnya selain Sang Mommy.
" Karena Mami Zura baik. Suka bercerita, membuatkan Yaya berbagai macam bentuk origami.
Yaya senang. Sekarang Yaya punya Mami sendiri. Mami Zura. Seperti Mommy Dara,mommy nya kak Sisi,"
Deg
Daisy dan Fatur saling pandang. Mungkinkah Freya tidak lagi menganggap Dara sebagai ibu kandungnya. Kini ia mulai menyerah mengharapkan kasih sayang sang ibu?
.
.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!