“LUNAAA!!!”
Gadis berambut hitam lurus sepunggung sedikit ikal dibagian bawahnya menoleh cepat. Ia terpaksa menghentikan tangannya yang tadi sedang menulis diatas sebuah koran. Elova langsung duduk tanpa permisi didepannya. Tidak begitu peduli, dia kembali menunduk untuk melanjutkan aktifitasnya.
“Udah libur semester jalan yuk!” Seru Elova antusias.
Sedangkan Luna menulikan telinga dari seruan Elova. Dia masih sibuk membolak balikan koran dihadapannya, melingkari beberapa tulisan dengan stabilo kuning miliknya.
“Kali ini aku jamin nggak ngebosanin. Kaya trip gitu, ngunjungin beberapa tempat, menantang, menggantung, mengelinding. Pokoknya cocok buat kamu yang suka uji nyali.”
“Air, udara, api, tanah. Semua ada, Aku yakin kamu pasti suka Lun.” Elova terus berbicara dengan semangatnya, dia tidak perduli suasana kantin kampus yang cukup ramai
“Avatar dong?” Sahut luna dengan santainya.
“Ihh Luna, aku serius.”
Luna yang sejak tadi menunduk akhirnya mengadah, menarih stabilo yang dipegang diatas meja. Menghelai nafasnya panjang.
“Emang benar kan, yang bisa ngendaliin Air, udara, api, tanah cuman Avatar. Elova”
“Tapi aku nggak ngebahas Avatar Luna. Kita udah libur semester, jadi waktunya liburan.” Kata Elova memperjelas.
“Dikamus Briana Luna nggak ada kata libur.”
“Kali ini aja Lun. seenggaknya sekali seumur kuliah kita liburan.” Mohon Elova. “Mau ya?!”
“Hem…” Luna menggeleng. “Ajak abang kamu aja.” Pinta Luna.
“Realy? Kamu nyuruh aku Ngajak abang Kelen? Lebih baik aku bersemedi dirumah. Niat liburan untuk senang-senang, eh ujung-ujungnya mala stres.” Kata Elova frustasi.
“Ya tetep aja aku nggak bisa.” Saking seringnya Lova mendengar jawaban yang sama dari bibir Luna, spontan membuat gadis itu mengikuti cara berbicara Luna hanya dengan menggoyangkan bibirnya.
“Hampir tiga tahun jawaban kamu itu mulu. Jadi, bisanya kapan Luna?” Sungut Elova.
“Dari pada kamu ngomong nggak jelas nggak ada faedahnya, mending bantuin aku cari kerjaan atau lowongan gitu! Seenggaknya selama libur semester aku bisa ngasilin duit.” Pinta Luna.
Wajah Elova memelas, kadang gadis itu merasa kasihan dengan sahabatnya. Selama ini dia bekerja hanya untuk membayar biaya hidup selama tinggal dirumah ayah angkatnya.
“Kamu masih ngasih uang ke keluarga papa angkat kamu?”
Luna mengangguk pelan.
“Emang biada* ya mereka. Tanah kuburan mama kamu belum kering papa kamu nikah lagi, sekarang dia malah meras kamu karena udah makan dan tinggal disana. Wah nggak bisa dibiarin Lun!” Elova beranjak dari duduknya, menarik pergelangan Luna. “Yuk ke kantor polisi, laporin mereka! Mereka udah keterlaluan sama kamu.”
“Ahh… Aku cari kerjaan bukan masalah Lova. Duduk!”
“Mereka nggak bisa seenaknya sama kamu.”
“Duduk Elova!”
Elova dengan patuh kembali duduk dikursinya, menghelai nafasnya panjang setelah emosinya perlahan reda. Elova langsung mengotak-atik ponselnya mencari sesuatu di galeri yang sempat dia scranshoot beberapa hari yang lalu di sosial medianya. Beberapa saat kemudian gadis itu mengulurkan ponselnya ke Luna yang langsung mengambilnya.
“Dicari penjaga rumah? Apa ini kata lain dari pembantu Lov?” Kata Luna masih membaca judul lowongan kerja yang ada di ponsel Elova.
“Kayaknya iya sih.”
Luna kembali fokus pada ponsel Elova.
“ Udah skip aja! Aku tanya abang Kalen aja siapa tau perushaannya butuh…”
“Hanya memastikan keadaan rumah baik-baik saja, tidak ada penyusup, orang asing, bla.. bla” Luna enggan membacanya lebih jelas. “Persyaratan… Yang penting bernyawa, siap mental, tidak penakut, siap tinggal di tempat anda bekerja.”
“Lun..”
“OKE SETUJU!!! KIRIM LINK-NYA.” Potong Luna semangat.”
Tanpa embel-embel pengalam kerja atau ijasa terakhir membuatnya gelap mata. Sejauh ini hanya pekerjaan ini tidak menerapkan standar yang membuat Luna kesusahan setiap kali ingin melamar kerja.
“Lun, bukannya kamu penakut?”
“Tidak ada lebih menakutkan didunia ini kecuali nggak punya duit Lov.”
“Ya tapi Lun ini…”
“Udah cepetan kirim, nggak tau kenapa jiwa ku kaya kebakar api semangat. KIRIM!!!”
“Terus kemarin kamu nangis pas mati lampu di kontrakan, mohon-mohon mau ditemenin itu apa Luna?”
“Hem?” Luna cengoh seolah tidak pernah mengenal gadis beberapa hari yang lalu mengemis seperti hidupnya sudah diujung tanduk karena takut dengan kegelapan. “Gak kenal tu. Cepet deh kamu kirim.”
Elova menarik ponselnya yang masih ada digenggaman Luna. “Gimana mau dikirim kalau hpnya ada di kamu.”
“Udah aku kirim di WA, coba cek.”
Luna langsung meraba kantong belakang lalu kedepan namun tidak menemukan ponselnya. “HP aku mana?” Gadis itu masih melakukan hal yang sama.
“Kenapa? HP kamu ilang?”
Untuk sesaat Luna berfikir, mengingat dimana gadis itu terakhir meletakkan ponselnya. “Ah, nggak bawa HP tadi. Lupa.”
“LUNA???”
*
*
*
“Silahkan!”
Pria dengan tubuh menjulang setengah inci dari tubuhnya menarik kursi lalu duduk sebelum Luna ikut duduk.
Apa dia pemilik rumah yang akan ku jaga?
“Saya sekertris Donny.” Pria itu meletakkan sebuah amplop besar berwana coklat diatas meja. Luna menatap benda itu
Downi? Pewangi pakaian?
Lagi-lagi Luna bergumam sendiri, dia sudah bertekad ingin melakukan pekerjaan ini meski perasaan ragu mulai menjalar saat melihat perawakan seketaris Don yang sedikit menyeramkan dan mencekam.
“Perkenalkan nama saya…”
“Briana Luna?” Potong Sekertaris Don. “Saat ini anda kuliah di Universitas Athena jalur beasiswa, mahasiswa semester 6, fakultas arsitektur.” Don menilik setiap inci wajah Luna begitu detail, semua persis dengan difoto. Tak ada yang dimanipulasi kecuali rambutnya kini berubah warna dan sedikit lebih panjang.
“Excus me sir, anda memata-mataiku?” Protes Luna geram.
Sekertaris Don menatap Luna datar.
“Ini bagian dari prosedur nona, jika anda keberatan kita bisa membatalkan pertemuan ini dan saya bisa pergi sekarang!.”
Cih, dasar pemarah.
“Ahh… baik. Aku akan mendengerkan.” Kata Luna pada Sekertaris Don yang hendak meninggalkan kursinya. “Sekarang katakan, pekerjaan seperti apa yang akan aku kerjakan nantinya?” Sambung Luna dan gadis itu duduk dengan sikap angkuh namun masih meninggalkan kesan anggun.
......................
Selama bekerja anda harus tinggal dirumah tuan muda, hidup layaknya hantu, tak boleh terlihat atau bahkan sampai ketahuan oleh tuan muda! Anda hanya perlu menyiapakan sarapan untu tuan muda tepat pukul 07 lewat 10 menit dan itu salah satu hal yang wajib anda lakukan setiap pagi. Setelah itu anda biasa melakukan apapun, aktifitas pribadi atau semacamnya sampai malam tiba, tepat pukul 07.45 apapun yang terjadi anda harus berada dirumah ini , membuat teh hijau khas Jepang kesukaan tuan muda. Jika sudah menyelesaikan tugas itu jangan pernah berkeluyuran disisi rumah bagian mana pun. Itu adalah larangan yang harus anda patuhi.
Dan satu hal lagi, selama bekerja dirumah ini. Anda tidak boleh mengatakan apa yang anda lihat, dengar atau apapun yang terjadi didalam rumah ini, karena jika itu terjadi saya tidak bisa menjamin keselamatan anda nona.
Bulu kuduk Luna merinding setiap kali mengingat setiap kata yang keluar dari mulut sekertaris Don. Namun, jumlah gaji yang dijanjikan untuk Luna sudah sangat cukup untuk membayar semua utang pada keluarga angkatnya.
Ayo Luna semangat! Hanya satu bulan, kau akan memiliki uang sebanyak 90 juta. Kapan lagi? Ngelont* aja nggak mungkin dapat uang sebanyak itu dalam sebulan.
SEMANGAT!!!
Disinilah Luna tepat didepan sebuah rumah. ahh.. ralat! Ini bukan rumah melainkan sebuah istana megah milik seorang pangeran. Luna mengedarkan pandangannya melihat segala sisi, sebuah taman disebelah kanan membuatnya mengenyerit. Pepohonan juga beberapa bunga melayu seperti tidak terawat, rumput liar merayap hampir menutupi gazebo, kolam kecil itu bahkan dipenuhi lumut membuat Luna mengenyerit geli. Di benci lumut.
“Apa anda membawa kontraknya?”
Luna menyentak kaget, bukan hanya merobohkan kesadaran gadis itu suara sekertaris Don berhasil membuat jantung Luna nyaris melompat keluar. Sesuram-suramnya taman itu, lebih suram lagi wajah sekertaris Don. Seketika pertanyaan menggelitik terbesit diotak Luna, apa pewangi pakaian ini memiliki kekasih? Bagaimana kekasihnya bertahan dengan sikpanya seperti es? Apa dia romantis? Bagaimana dia berciuman? Pertanyaan itu benar-benar menggelitik Luna membuat dirinya tersenyum sendiri.
“Nona Luna, apa anda membawa kontraknya?”
“Luna, just Luna.” Protes gadis itu dengan nada menekan. Dia menyerahkan amplop coklat yang sudah dia tandatangani.
Cukup lama Sekertaris Don memeriksanya begitu teliti, bahkan dia memakai sebuah alat untuk memeriksa tandatangan Luna.
“Padahal aku hanya jadi pembantu tapi kau memeriksanya sedetail itu.” Lirih Luna sedikit kesal, kesannya gadis itu seperti seorang penipu handal yang sudah menipu puluhan bank dikota ini.
“Ikut saya!”
Sekertaris Don memutar langkah menuju arah timur, belok kesamping menuju sebuh pintu yang ada dibelakang mansion. Luna mengekor dengan susah paya, kaki sepanjang itu harus berkelahi dengan kaki yang panjangnya tidak seberapa, belum lagi koper segede hutangnya membuatnya susah bergerak cepat.
Lagi-lagi Luna takjub saat pertama kali menginjakkan kakinya didalam rumah itu, nuansa emas bercampur maron, dengan berbagai lukisan Yunani menggantung indah dinding, Keramik berharga fantastis, lampu kristal dan semua keindahan yang ini tidak lah murah.
Meski dengan keindahan dan kemewahan ini, rumah ini begitu suram. Luna bisa merasakan kesedihan dan kesepian yang mendalam.
“Ini kamar anda nona.” Kata Sekertaris Don setelah membuka pintu kamar yang akan Luna tempati. Kamar itu sangat jauh dari ruang utama dan kamar tuan muda.
“Anda sudah mengingat semua yang saya katakan tempo hari.”
“Hem.” Luna mengangguk. “Aku sangat mengingatnya bahkan aku tidak bisa tidur karena terus mengingatnya.”
“Bagus. Mulai hari ini anda bekerja dirumah ini nona, ingat…”
“Aku akan hidup layaknya hantu, tuan muda tidak boleh tahu atau bahkan melihat jika ada makhluk secantik Briana Luna tinggal dirumah ini kan.” Potong Luna.
“Saya tidak pernah bilang kalau anda cantik.”
Sia-sia, dia orang yang membosankan.
“Jika sudah tidak ada yang ingin anda tanya kan saya pergi. Kita ketemu saat tuan muda selesai sarapan.”
Sekertaris Don hendak mengakhiri pertemuannya dengan Luna, ingin melangkah pergi namun gadis itu lebih dulu meloncat dan memblokir jalannya.
“Apa begini cara kerjamu sekertaris Don?”
Pria itu mengenyerit, menarik mundur selangkah kebelakang.
“Sejak kita bertemu, kau hanya mengatakan aku akan bekerja di rumah tuan muda, untuk tuan muda. Siapa tuan muda yang kamu maksud? Aku tidak punya maksud apa-apa, setidaknya kau memberi tahu dengan siapa aku bekerja? Siapa atasnku?”
“…” Sekertaris Don tak menjawab, hanya menatap Luna datar. “Bukannya anda hanya ingin uang itu nona luna?”
“Maaf saya tidak percaya dengan perempuan yang begitu menyukai uang.”
Untuk sesaat Luna terdiam, sampai pada akhirnya smrik tipis tertarik diwajah cantiknya. “Aku memang begitu menyukai uang tapi sejauh ini aku belum pernah melanggar janjiku.” Luna menarik kopernya, melewati sekertaris Don dengan angkuhnya.
“Scott Diego Nevalion”
Langkah Luna mendadak berhenti, memutar badannya melihat ke arah sekertaris Don. Navalion? Diamana Luna pernah mendengar nama itu. Disaat seperti ini gadis itu bahkan sudah hampir melanggar janjinya saat nama Elova tiba-tiba terlintas begitu saja.
“Tuan Scott. Anda akan bekerja dengannya. Dan saya harap anda benar-benar menepati janjin itu!”
“Dimana aku mendengar namanya?”
Bisik Luna sedikit bergumam, jam sudah menujukkan pukul dua dini hari gadis itu masih saja terjaga. Luna sedikit memberanikan diri keluar dari kamar, lagi pula tidak mungkin juga tuan muda misterius itu berjalan kebelakang ditengah malam gelap gulita seperti ini kan.
Cahaya lampu disepanjang taman redup dimakan malam. Tidak ada sinar rembulan, bahkan bintang-bintang seolah menjauh dari bumi. Lampu-lampu di mansion sudah padam satu persatu, mungkin sekertaris Don atau siapapun yang memadamkannya karena sejauh ini Luna hanya bertemu dengan sekertaris ‘pewangi pakaian’ itu.
Langkah Luna semakin menjauh dari kamarnya, melewati beberapa ruangan yang tak memiliki pencahayaan apapun.
Srettt…
“Aww, sial.” Umpat gadis itu saat sebuah benda tajam menggores lengannya. “Orang gila seperti apa tinggal seorang diri dirumah sebesar ini?” Lagi-lagi gadis itu bergumam, sampai pada akhirnya langkah gadis itu terhenti didepan sebuah ruangan yang membuatnya sedikit penasaran.
Jika dilihat strategi ruangan tersebut , dekat dengan ruang keluarga dan pintu utama, tidak mungkin itu kamar tuan Muda. Sedikit memberanikan diri, Luna membuka lalu mendorong pintu itu.
“Gelap sekali.” Luna meraba, berharap menyentuh sesuatu benda yang menajadi tumpuannya, namun
Brak!!! Crankk!!!
Entah benda apa yang jatuh, tapi itu cukup membuat keributan hebat dimalam pekat ini. Luna masih dengan keberaniannya melangkah maju, tangan kecilnya seperti menyentuh meja.
Bukkk!!!
“Awww..”
“Siapa disana?”
Nada yang sangat berat keluar dari tenggorokan seoarang lelaki membuat tubuh Luna membeku. Tentu itu bukan suara sekertaris Don, dirumah ini tidak ada siapapun yang tinggal kecual tuan muda dan dirinya. Tunggu! Apa suara itu milik tuan Muda? Suaranya sangat menusuk dan menggema.
Luna gugup, sangat takut membuat gadis itu kehilangan arah dimalam gelap gulita. Entah kemana langkah kakinya saat ini, yang dia tahu saat ini ruangan itu sepertinya sangat berantkan, entah berapa benda asing menancap di kulit kakinya. Sepertinya langit menolongnya kali ini , Diantara tirai-tirai putih di ruangan itu, sesekali tampak cahaya kilat dari langit menelusup keruangan itu, memberi kesempatan sepersekian detik untuk Luna mencari arah. Dia langsung memutar tubuhnya hendak mencari jalan keluar namun…
Deg!!!
Bersamaan dengan datanagnya cahaya kilat, betapa terkejudnya Luna ketika sorot matanya menangkap sosok seorang laki-laki bertubuh tinggi dihadapannya, tengah memegang pisau.
“Don? Itu kau?”
Deg!!!
Luna semakin kaku ditempatnya saat merasakan langkah kaki pria itu mendekatinya.
Aku mohon jangan mendekat. Luna menarik mundur langkahnya sambil meraba, berharap tidak ada apapun dibelakang sana memblokir jalannya.
Meski minim percahayaan Luna bisa melihat sluet pria bertubuh jakung dengan bahu lebar, melangkah mendekatinya. Aroma yang menyeruak dari tunuh pria itu sangat memabukkan, menagih, bahkan disaat seperti ini Luna masih memikirkan merek parfum yang pria itu gunakan.
Seperti adegan slowmo, keduanya saling berhadapan namun pekat lebih kental sehingga mereka berdua hanya saling meraba pandangan dalam kegelapan. Air keringat bercucuran membela leher Luna bahkan menelusup diantara kedua belahan dadanya. Gadis itu masih menahan nafas.
“Hanya seekor tikus.” Katanya memalingkan muka yang hanya beberapa senti dari wajah Luna. Hingga gadis itu bisa menghembuskan nafas yang sejak tadi tertahan.
*
*
*
Luna berlari didalam kegelapan rumah mewah itu, tidak perduli dengan perabot yang menghantam kaki dan lengannya. Dia hanya ingin sampai dikamarnya detik ini juga. Kejadian barusan seperti adegan horor yang mencekam bahkan lebih dari itu. Luna bahkan melupakan betapa takutnya dia dalam kegelapan.
“Siapa dia? Apa dia tuan Scott?” Gumam gadis itu. Setelah mendudukkan tubuhnya dengan gelisa diatas ranjang. Rasa gelisa bercampur takut menjadi satu, kilas sorot mata tajam yang indah milik pria itu kembali berputar diotaknya. “Demi Tuhan, dimana aku pernah mendengar namanya.” Disaat seperti ini Luna sangat ingin mengbungi Elova. Namun jam dinding menujukkan pukul empat lewat dini hari, gadis pemalas itu tidak mungkin menjawab panggilannya.
Berdebat dengan pemikirannya, Luna memilih berjalan kedapur. Menyiapkan menu sarapan seperti yang ditugaskan sekertaris Don. Gadis itu bahkan menata meja makan dengan indah.
Aku tidak tahu apa yang dia suka, seketaris Don hanya mengatakan jika tuan muda tidak boleh makan daun bawang dan seledri. Padahal kedua daun itu sengat nikmat jika dimakan dengan semangkuk bakso
Luna hanya membuatkannya nasi goreng, karena hampir semua bahan dikulkas sudah expayer. Untung saja ada sekotak nasi kemasan dan dua butir telur.
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!