NovelToon NovelToon

THE HAUNTED VOW

LANGKAH PERTAMA

PROLOG

Setelah mengucapkan janji sehidup semati dibawah Purnama yang terang sempurna menyinari tepian Danau Lacul Negru. Lucas membimbing Cassandra masuk ke dalam air . Kabut tipis turun menyelimuti permukaan danau. Malam itu begitu hening dan dingin menggigit. 

“Lucas, air danau ini terlalu dingin,” Cassandra memandang wajah Lucas yang tampak lebih pucat dan dingin dari biasanya. 

“Aku akan mendekapmu, kita akan bersama dalam keheningan danau ini,” Lucas berkata lirih sambil perlahan melingkarkan tangannya pada tubuh  Cassandra. 

Perlahan namun pasti Lucas membawa Cassandra berjalan ke arah tengah danau. Ketika kaki mereka sudah tidak lagi berpijak pada dasar danau, ketika air menjadi begitu pekat untuk melihat satu sama lain. Saat itulah Cassandra menyadari bahwa dia seorang diri. Lucas tidak lagi memeluknya. Yang ada hanya dinginnya air danau yang menusuk dan gelap yang tiada bertepi. Cassandra merasa tubuhnya begitu berat, seperti tersedot masuk ke dalam pusaran danau. Terus berputar dan semakin dalam sampai tidak ada tenaga lagi yang tersisa untuk meronta

...*********...

Cassandra Dumont menarik napas dalam-dalam saat taksinya berhenti di jalan berbatu terakhir menuju Valea Umbrella. Rasa penasaran dan semangat yang membuncah di dadanya tak mampu mengalahkan rasa lelah yang mulai menyerang tubuhnya setelah menempuh perjalanan jauh dari Bukares.

Sebenarnya Cassandra menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang menghindari hiruk pikuk kota besar, melainkan sebuah Upaya untuk menemukan kembali inspirasi menulis yang sempat hilang beberapa saat lamanya.

Baginya, desa kecil itu seolah terpenjara waktu. Bangunan-bangunan tua berdinding batu kasar dan beratap genteng merah berdiri berjajar seolah tertinggal zaman.

Di depannya, kabut tipis mengepul di atas tanah, menutupi lembah dengan misteri yang membuat dunia luar tampak tidak relevan.

Mobil Cassandra berhenti di depan sebuah wisma kecil di jalan utama menuju desa. Di depan pintu penginapan, seorang wanita tua berpakaian Rumania, dengan syal gelap menutupi kepalanya, tampak sedang menunggu seseorang.

"Moltomsk," kata Cassandra sambil menyerahkan uang kepada sopir taksi, hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum singkat sebelum kembali ke mobilnya.

Wanita tua itu mendekat dengan langkah pelan namun pasti. "Bună ziua," katanya dengan suara yang dalam, dan bernada kental.

"Bună ziua," jawab Cassandra sambil tersenyum ramah. “Saya Cassandra Dumont. Saya sudah memesan kamar di sini." Wanita tua itu mengangguk, matanya menyipit seolah sedang menilai tamunya.

"Ah, selamat datang, Ny. Dumont. Anda pasti lelah setelah perjalanan jauh. Ayo, aku antar ke kamarmu."

Cassandra mengikuti wanita tua itu masuk ke dalam penginapan. Interiornya polos, dindingnya dilapisi kayu tua dan perabotan tua. Berusia sepuluh tahun. Meski begitu, tempat itu hangat, tidak seperti kabut dingin di luar.

"Perkenalkan nama Saya Elena, “ wanita tersebut berujar sambil menggandeng tangan Cassandra menaiki tangga kayu yang sudah tua. Saya yang mengelola Penginapan ini seorang diri sejak suami saya meninggal dunia beberapa tahun lalu.

Cassandra membungkuk dan memberi hormat,. "Terima kasih, Elena. Tempat ini indah sekali, aku merasa seperti kembali ke masa lalu.

"Elena menoleh, senyum kecil di wajahnya yang keriput. “Desa ini sudah sangat tua. Banyak pengunjung mengatakan waktu seperti berjalan lambat di des aini, semuanya tampak kuno dan antik. Bisa jadi ini karena desa ini memiliki Sejarah yang cukup panjang.”

Sesampainya didepan pintu kamar Cassandra, Elena membuka pintu dan memberi isyarat agar Cassandra masuk. “Saya harap Anda senang dan nyaman di sini. Jika Anda butuh sesuatu, tanyakan saja kepada saya.”

Cassandra tersenyum dan memasuki ruangan. Kamar itu berukuran kecil, tapi sangat nyaman, dengan sebuah jendela dua pintu yang menghadap ke jalan desa. Dari jendela ini juga tampak Hutan yang berada di kejauhan. Setelah elena pamit undur diri, Cassandra duduk diatas tempat tidur dan melihat keluar jendela.

Suasana Desa ini begitu tenang dan nyaman, meskipun tak dapat dipungkiri kesunyian desa ini seperti menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang tak dapat dia jelaskan. Keheningan Desa ini bukanlah satu satunya ciri khas yang langsung dikenali Cassandra, melainkan Lokasi desa ini yang tersembunyi menambah ciri lain yang sulit dilupakan.

Setelah membongkar bawaanya dan beristirahat sejenak, Cassandra pergi mengelilingi desa. Dia berjalan di jalan utama desa, melihat dan memperhatikan setiap detail yang menginspirasinya untuk bahan tulisan terbaru.

Kesendiriannya dalam perjalanan keliling desa itu memberi sensasi seolah dia selalu diawasi entah oleh siapa.

Di sebuah sudut desa, tampak seorang pemuda sedang berdiri di depan sebuah rumah yang mungil dan tampak nyaman. Ia sedang memilah-milah tumpukan kayu bakar, namun sesekali matanya melirik ke arah Cassandra.

Cassandra tersenyum dan memutuskan untuk mendekatinya. "Bună ziua," katanya.

Pria itu mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Bună ziua," jawabnya.

“Hai, siapa kamu? Kamu pasti orang baru di desa ini ya. Perkenalkan, nama saya Adrian Petrescu.

"Cassandra Dumont," jawab Cassandra sambil mengulurkan tangan kearah Adrian. “Saya baru tiba hari ini. Saya seorang penulis, saya datang ke sini untuk mencari inspirasi.”

Adrian mengangguk dan tersenyum, “Desa ini memiliki pemandangan yang indah, serta sejarah yang panjang. Hal ini adalah dua hal yang sangat tepat untuk mencari inspirasi bagi buku anda Nona.”

Cassandra bertanya, “Apakah ada legenda di desa ini?

“Tentu saja ada, “ jawab Adrian.

Cassandra kembali menimpali, “Apakah kamu punya cerita tertentu yang menarik?"

Adrian terkekeh. "Oh, banyak yang bisa kuceritakan. Ada legenda terkait jiwa jiwa penasaran yang berkeliaran, Ada juga tentang harta karun. Namun cerita yang paling terkenal adalah tentang Lacul Negru."

"Cassandra bertanya dengan heran. “Lacul Negru? Apa itu?"

"Danau Hitam, atau dalam bahasa kami Lacul Negru. Penduduk desa percaya Bahwa Danau Lacul Negru menanggung kutukan selama bertahun tahun turun temurun. Adrian kembali menjelaskan, "Sebagian penduduk desa percaya itu adalah sebuah mitos belaka. Tetapi Sebagian yang lain meyakini bahwa ada mahluk terkutuk yang menempati Lacul Negru. Sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini."

"Apakah kamu pernah ke sana?" Cassandra bertanya dengan minat yang semakin besar.

“Tentu saja, tetapi tidak Tidak di malam hari. Saya menghargai kepercayaan dan keyakinan penduduk desa ini. Dan saya tidak ingin berbuat yang menunjukkan sikap tidak tepat.” Pungkas Adrian

Insting Cassandra mengatakan, bahwa sejatinya banyak hal yang ingin diungkap oleh Adrian. Hanya saja mungkin Adrian masih enggan membicarakannya.

"Terima kasih atas informasi yang sudah kamu berikan. Aku rasa aku tidak akan mengganggumu lagi,” kata Cassandra sambil tersenyum.

Adrian tertawa. "Anda tidak mengganggu, Nona Dumont, Kami disini menghargai siapapun yang juga menghargai keyakiyan dan kepercayaan kami."

Cassandra mengangguk lalu berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya.

Dalam hati Cassandra berkata, “ Ada desa ini menyompan keindahan sekaligus mungkin rahasia yang menakutkan.“

Saat kembali menerusakan perjalannannya, Cassandra melihat gereja tua yang hampir tidak terlihat di balik pepohonan. Cassandra menghentikan langkahnya.

Gereja itu nampak rusak dan gelap, seperti sudah tidak pernah digunakan lagi. Dinding gereja tampak runtuh di sana sini. Terdapat juga Menara yang menjulang tinggi ke langit, Serta sebuah Pintu kayu besar itu terlihat lama tertutup.

Perlahan Cassandra bermaksud mendekati gereja, Namun sebelum dia sampai pintu gereja, terdengar suara menghentikannya, “Jangan pergi ke sana.” Cassandra menoleh dan dilihatnya seorang wanita tua berdiri di dekatnya.

Wanita itu mengenakan pakaian serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Diatas dikepalnya terdapat syal tebal yang menutupi rambut putihnya.

"Mengapa?" Cassandra bertanya dengan lembut.

Wanita tua itu memandang ke arah gereja dengan ekspresi khawatir. "Gereja itu sudah mau ambruk dan lama tidak digunakan. Bahka ada Sebagian warga yang mempercayai bahwa tempat itu terkutuk."

Wanita itu kemudian berlalu tanpa menoleh ke belakang. Cassandra ingin bertanya, tetapi nampaknya wanita itu tidak akan menjawab sepatahpun lagi. Wanita itu bergegas meninggalkan Cassandra.

"Terima kasih atas peringatannya," Cassandra berteriak. "Aku hanya ingin tahu." Ujarnya kembali.

Wanita itu mengangguk, berbalik, lalu pergi meninggalkan Cassandra seorang diri.

Saat hari mulai gelap, Cassandra kembali ke penginapan dengan pikiran berkecamuk .Desa, penuh dengan hal aneh dan misterius, bahkan saat pertama kedatangannya begitu banyak informasi misterius yang dia dapatkan, tentu saja ini semua diluar ekspektasi Cassandra.

Cassandra yakin, tempat ini adalah tempat yang tepat untuk inspirasi buku barunya. Dia merasa, bahwa Ada cerita yang lebih besar, lebih gelap dan lebih dalam di Valea Umbrelor lebih dari yang dia duga. Cassandra merasa sesuatu yang besar sedang menanti dirinya di desa ini.

Desa Yang Tersembunyi

Senja Tiba, Cassandra berjalan menyusuri jalan berbatu yang membelah Valea Umbrelor. Matahari sore memancarkan Cahaya keemasan pada dinding batu di rumah rumah tua sepanjang desa. Sementara bayangan pohon yang menjulang tinggi meninggalkan gambaran hitam memanjang di atas tanah. Suasana yang sungguh tenang jauh dari keramaian, namun sekaligus diliputi aura mistis.

Udara sore itu terasa sejuk, bercampur dengan aroma khas pohon oak yang berasal dari hutan yang Nampak di kejauhan, serta bau tanah yang lembab dan basah akibat kabut yang senantiasa ada sejak pagi hari, menimbulkan ketenangan dan kedamaian. Nampak juga bunga bunga liar warna warni tumbuh di sepanjang tepi jalan.

Valea Umbrelor seperti desa yang terperangkap pusaran waktu. Penduduk desa ini tidak banyak mengalami perubahan sejak jaman nenek moyang mereka. Mungkin yang sedikit berbeda, adalah sekarang sudah terdapat pemancar sinyal ponsel di desa ini.

Masih umum terlihat Wanita tua menenteng tas belanjaan khas Rumania, diiringi suara senda gurau anak anak kecil berlarian kesana kemari bermain riang. Bagi Cassandra nuansa itu sangat jauh berbeda dengan kehidupan metropolis di Paris Prancis tempatnya berasal. Sungguh sebuah nuansa yang sangat jauh dari Moderenitas.

Tak berapa lama berjalan, setelah melewati pertigaan desa, Cassandra bertemu dengan alun laun kecil nan apik. Sepertinya desa ini memprsiapkan tanah lapang ini untuk berbagai kegiatan desa.

Tak berapa lama mungkin setelah berjalan sekitar seperempat kilo meter dari alun alun desa, terdapat sebuah toko kecil di pojok jalan. Toko itu nampak kuno namun cantik, melihatnya seperti Kembali ke era cerita anak anak Hanzel and Gratel.

Dari jendela toko terlihat beraneka kue kue yang tertata di atas piring piring cantik yang juga kuno, sungguh sangat membangkitkan selera. Didepan toko terpampang papan kayu dengan tulisan ukiran yang berbunyi “Magazinul Satesc” atau kalau diterjemahkan kurang lebih berarti “Toko Desa.”

Tertarik dengan aroma wangi dari roti yang menyeruak dari dalam Toko, Cassandra memasuki toko itu untuk melihat suasana dan berbelanja. Pintu toko dilengkapi dengan sebuah lonceng kecil yang akan berdenting setiap kali ada orang keluar masuk.

Begitu masuk dalam toko, semerbak aroma manis Vanila yang berasal dari kue yang baru keluar dari oven, serta berbagai aroma rempah rempah yang khas serta aroma lilin lebah menyambutnya. Didalam toko terdapat rak rak kayu oak, yang berisikan berbagai kebutuhan dapur, sabun artisan, kain tenun khas Rumania dan berbagai macam kue tertata Rapi.

Dipojok toko terdapat meja kasir tua dengan seorang Wanita muda berambut coklat dikepang dua tampak berdiri dengan baju merah dengan corak khas Rumania, tersenyum ramah begitu melihat Cassandra memasuki area toko. Senyumnya yang manis dan mata birunya yang jernih tampak ikut berbahagia menyambut kedatangan Cassandra.

"Bună ziua," Wanita tersebut memberikan salam.

"Selamat datang di toko kami. Saya Emile. Ada yang bisa saya bantu?" Cassandra menyambut sapaan ramah itu dengan senyuman dan mendekat.

"Bună ziua, Emile. Perkenalkan saya Cassandra Dumont, baru tadi pagi tiba di desa ini. Saya seorang penulis, yang sedang berlibur dan yah, mencari inspirasi untuk buku terbaru saya. “

"Oh, jadi Anda pendatang baru di desa kami, dan profesi anda penulis," jawab Emile dengan antusias.

"Saya rasa anda mendatangi tempat yang sangat tepat, Valea Umbrelor adalah tempat yang penuh dengan inspirasi. Desa kami indah walau terpencil. Saya rasa anda akan menemukan banyak inspirasi untuk buku anda. Khususnya jika anda menulis kisah misteri. Nuansa kuno desa ini niscaya akan membuat anda menemukan banyak inspirasi.” pungkasnya.

Cassandra mengangguk dan tersenyum ramah, sambil mengamati sekeliling toko, lalu berkata, “Semua property yang ada didesa ini sangat kuno, kalian pandai memelihara peninggalan leluhur, Kadang terbersit dalam pikiran saya, waktu seolah terhenti desa ini, saya jadi merasa Kembali ke masa kecil saya dulu."

Emile tersenyum mendengar pernyataan Cassandra dan Kembali berujar, "Kami memang sedikit tertinggal dari peradaban diluar. Namun hal itulah yang membuat kami punya persatuan yang kuat. Memang benar yang anda katakan nona, kami sangat menjaga tradisi dan adat kebiasaan yang diwariskan oleh leluhur kami secara turn temurun."

"Demikian juga saat hari minggu kektika ada acara misa di gereja desa, kami juga membawa roti persembahan hasil karya kami sendiri. Disini juga banyak anak anak kecil yang berlarian ke sana ke mari bermain gembira, kadang juga sampai ke tepi hutan sana. Sungguh nuansa yang tidak akan mungkin anda temui di kota besar tempat anda berasal,” celoteh Emile.

"Apakah di desa ini terdapat tempat wisata khas yang bisa saya kunjungi?" tanya Cassandra sambil mengambil beberapa potong kue dan madu dari rak.

“Jika anda ingin merasakan jantung desa ini, kunjungilah alun alun desa tempat berbagai kegiatan kami adakan, serta gereja kami yang ada di atas bukit. Kami memiliki dua gereja, satu terdapat dijalanan dekat penginapan anda, dan satu lagi diatas bukit. Hemm anda pasti menginap di penginapan ibu Elena bukan?” Tanya Emile.

Cassandra menjawab sambil mengangguk, “Ah ya saya menginap di penginapan milik Elena.

”Warga desa setiap minggu melaksanakan misa di Gereja St Antonius yang terletak di atas bukit. Arsitektur Gereja itu sangat indah. Dibangun atas swadaya Masyarakat, dengan mengundang arsitek dari Bukarest. Cobalah nanti berkunjung ke sana. Buktikan keindahan gereja kami, " kata Emile.

"Dan satu lagi ada sebuah danau Tua di desa ini yang secara turun temurun dianggap menyimpan misteri. Kami percaya danau itu tempat berkumpulnya mahluk halus gentanyangan yang belum menemukan kedamaian. Sehingga, kami dilarang mendekati danau utamanya pada malam hari. " tambah Emile, nada suaranya sedikit berubah menjadi serius.

"Lacul Negru, nama danau itu. Sebuah tempat yang penuh misteri," bisiknya

Seketika Cassandra menatap Emile, dan berkata, "Saya pernah mendengar tentang danau itu, dari seseorang, ketika saya baru datang di desa ini. Apakah ada cerita khusus yang perlu saya ketahui?"

Raut wajah Emile sedikit berubah, senyum tipis tersungging, tetapi matanya menunjukkan ketegangan. "Banyak sekali versi cerita tentang danau itu. Selain beberapa orang orang tua yang mengatakan, bahwa Lacul Negru, merupakan tempat roh-roh jahat berkumpul, ada juga lainnya yang mempercayai bahwa danau itu merupakan gerbang portal menuju ke dunia lain. Suatu saat mungkin anda perlu mendengar langsung dari tetua desa ini, mereka pasti lebih tau dan punya lebih banyak cerita.”

Setelah membeli beberapa kue, Cassandra berkata, “Terimakasih untuk pelayananmu Emile, kau sangat baik dan bersahabat. Aku merasa terhibur. Kue kue ini juga terlihat sangat lezat. Saya tidak sabar ingin mencobanya.”

Emile membalas ucapan Cassandra dengan ramah. "You are Welcome , Cassandra. Senang bisa melayanimu. Jika nanti ada sesuatu yang kau butuhkan jangan sungkan untuk datang ke sini. Aku siap membantumu. "

Cassandra tertawa riang dan kembali berkata, "Dan, jika kamu ada waktu, mampirlah ke penginapanku di penginapan Nyonya Elena. Saya ingin mengajakmu ngobrol dan mendengar lebih banyak tentang kehidupan warga di sini.”

Emile membalas dengan senang. "Tentu saja, saya akan mampir. Pasti menyenangkan berbicara dan jalan jalan denganmu mengelilingi desa.”

Dengan perasaan puas dan bahagia, Cassandra meninggalkan toko kecil itu, dan berjalan perlahan mengikuti papan petunjuk desa yang memberikan informasi Lokasi Danau Lacul Negru.

Sambil membawa kantong belanjaan di tangannya, Cassandra mengikuti petunjuk arah menuju ke jalan setapak yang semakin lama semakin jarang dilewati orang. Jalanan mulai menanjak, menembus ke dalam tepian Hutan yang mengelilingi Valea Umbrelor.

Setelah beberapa saat berjalan, dari kejauhan Cassandra melihat kilauan cahaya.Ternyata Cahaya itu berasal dari air danau yang berkilauan terkena matahari sore. Lacul Negru. Cassandra mempercepat langkahnya, rasa penasaran kembali memuncak melihat apa yang ditemukannya. Tak berapa lama akhirnya dia mencapai tepi danau, pemandangan yang terhampar di depannya benar-benar memukau.

Cassandra terdiam membeku, terpana oleh keindahan yang saat ini tergelar dihadapannya. Dia mendekat ke tepi danau, lalu duduk di sebuah batu besar yang menghadap langsung ke air. Angin sepoi-sepoi menyapu rambutnya, membawa aroma segar dari hutan di sekitarnya.

"Danau ini Sungguh indah," pikir Cassandra dalam hati. "Bagaimana mungkin tempat seindah ini dikaitkan dengan begitu banyak cerita mengerikan?"

Batin Cassandra kembali berkata, "Mungkin warga desa ini hanya terlalu takut dengan apa yang mereka tidak pahami. Atau Mungkin mereka tidak pernah melihat keindahan Lacul Negru yang memukau di sore hari macam ini, sehingga bayangan ketakutan dan misteri sajalah yang menguasai pikiran mereka.”

Entahlah akibat pengaruh cerita Emile dan Adrian, atau karena memang suasana waktu itu, tiba-tiba Cassandra menjadi sedikit gelisah. Seuntai pertanyaan kembali bergelora dalam benaknya, “Apakah ketenangan ini hanya sementara? Mungkinkah secara tiba tiba muncul hal mengerikan dari dasar Danau ke permukaan?”

“Mungkinkah justru ini bahaya Lacul Negru? Pemandangan indah yang menipu dan ketenangan yang menutupi sesuatu yang sedang bergejolak di dalamnya?” suara hati Cassandra seperti mengingatkan.

Cassandra kembali teringat cerita emile tentang mitos berkumpulnya roh roh jahat di danau Lacul Negru serta gerbang portal menuju alam lain yang entah dimana posisinya di danau ini.

"Tapi bagaimana mungkin sesuatu yang begitu tenang dan indah bisa menjadi berbahaya?" Cassandra bertanya kembali pada dirinya sendiri.

Kemudian Cassandra menghela nafas panjang, dia berusaha menikmati momen indah di Lacul Negru. Namun karena kesendiriannya, dan karena sudah begitu banyak mitos menakutkan tentang Lacul Negru, tetap saja perasaan aneh membayangi pikirannya.

Kembali Cassandra bergumam sendiri, "Mungkin aku terlalu mengingat hal-hal yang tidak perlu, Atau mungkin masih terdapat banyak hal lain lagi yang perlu aku pelajari tentang danau dan desa ini. “

Matahari semakin tenggelam memasuki peraduannya, bergegas Cassandra berdiri dari tempatnya melamun, dan memutuskan kembali ke penginapan. Namun, sebelum dia beranjak pergi, sekali lagi dia menoleh ke arah Danau, cahaya matahari terakhir menciptakan bayangan di permukaan air yang tenang.

Cassandra terkesiap, untuk beberapa saat dia seperti menangkap bayangan hitam berkelebat didalam air. Namun pikiran itu kembali ditepisnya jauh dan berkata dalam hati, “Ah, hanya bayangan,” gumamnya, menutupi ketakutan yang mulai merambat dan tak mau pergi

***

Sesampai di penginapan, Elena menyambutnya, "Bună seara, Nona Dumont," sapanya dengan suara yang dalam dan serak. "Bagaimana perjalanan Anda? Apakah anda sudah menemukan apa yang Anda cari?"

"Terima kasih Elena, perjalanan saya cukup menyenangkan. Desa ini benar benar cantik.” Ujar Cassandra.

Elena mengangguk pelan, lalu wajahnya kembali berubah serius. "Saya ingin memberi Anda sebuah peringatan, Nona Dumont. Ada baiknya anda menjauhi Lacul Negru khusunya saat malam hari. Tidak ada manfaatnya sama sekali datang ke tempat itu setelah Matahari terbenam. Justru saya mengkhawatirkan keselamatan anda di sana.”

Cassandra tersenyum dan berkata pelan, "Terima kasih atas peringatannya Elena, Saya akan ingat pesanmu."

Elena hanya mengangguk, lalu berkata, "Makan malam sudah disiapkan di ruang makan. Anda bisa makan sekarang, tetapi ingat, dapur akan tutup pada pukul 19.00. Setelah itu, saya tidak melayani apa pun sampai besok pagi. Jadi, jika Anda membutuhkan sesuatu, lebih baik Anda minta sekarang."

"Apakah ada tamu lain di penginapan ini?" tanya Cassandra, penasaran.

Elena menggeleng. "Tidak ada. Anda adalah satu-satunya tamu kami hari ini. "

***

Setelah menyantap makan malam, Cassandra bergegas kembali ke kamarnya. Dia duduk diatas tempat tidur, memandang ke luar jendela yang menyajikan pemandangan hutan gelap yang nampak di kejauhan. Bayangan pohon-pohon yang bergerak tertiup angin tampak seperti sosok-sosok misterius yang menari di bawah cahaya bulan yang redup.

Pikirannya melayang pada kehidupan cintanya hancur berantakan beberapa bulan lalu. Pria yang dia cintai, mengkhianatinya dengan cara yang paling kejam yang tak pernah dia bayangkan. Dan sekarang, dia berada dalam fase menyembuhkan diri sendiri dengan datang ke Valea Umbrelor.

Tak terasa, air mata mulai mengalir di pipinya. Kenangan pahit itu masih terasa segar, menusuk-nusuk hatinya seperti duri yang tak bisa dicabut. Namun, kelelahan yang dia rasakan mengalahkan kesedihannya.

Matanya perlahan tertutup, dan dalam sekejap dia pun tertidur , terbenam dalam dunia mimpi. Mimpinya terasa aneh, dalam mimpi, Cassandra berlari tanpa henti melewati hutan yang gelap, dengan nafas terengah-engah.

Sampai akhirnya, dia melihat cahaya berkilauan, Cahaya dari Lacul Negru. Airnya tampak, keemasan di bawah cahaya bulan. Tanpa ragu, dia melompat ke dalam air, serta merta merasakan dingin air danau seperti es membeku yang segera menyelimuti tubuhnya.

Tak berapa lama, dingin yang semula Nampak wajar berubah menjadi semakin menakutkan, Rasanya seperti ada sebuah kekuatan kegelapan yang menariknya ke bawah, terus semakin dalam, hingga dia merasa tenggelam dalam kegelapan yang tak berujung.

Bisikan Masa Lalu

Cassandra terbangun dengan setengah menjerit, keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya. Dadanya terasa sesak, seperti ada beban tak terlihat yang menekan paru-parunya, membuatnya sulit bernapas. Dia terengah-engah, berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Matahari belum terbit, dan kamar hotel masih gelap, hanya diterangi oleh cahaya remang-remang dari lampu jalan yang menerobos melalui tirai tipis jendela.

Cassandra bangkit dengan gemetar, matanya terarah pada meja kecil di sudut kamar. Dengan tangan yang gemetar, dia meraih gelas dan menuangkan air ke dalamnya. Dia meminumnya dengan tergesa-gesa, berharap kesegaran air dingin itu bisa mengusir rasa takut yang menggigit di dadanya. Namun, setelah gelas itu kosong, yang tersisa hanyalah keheningan yang menyesakkan, seolah-olah dunia di sekitarnya tiba-tiba berhenti bernafas bersama dengannya.

Keheningan itu berlangsung lama, mencekam, hingga membuat telinganya terasa berdenging. Kemudian, dari arah yang tak jelas, Cassandra mulai mendengar suara. Bisikan samar dalam bahasa yang asing, sebuah bahasa yang tidak dia pahami—Rumania, mungkin, namun kata-kata itu terasa aneh, kuno, seolah-olah berasal dari masa yang sangat jauh, dari zaman yang sudah lama dilupakan oleh dunia.

Bisikan-bisikan itu datang dari segala arah, seolah-olah dinding-dinding kamar berbisik padanya, atau mungkin dari sudut-sudut gelap yang tak terlihat oleh matanya. Suara-suara itu berdesir seperti angin yang berhembus melewati daun-daun yang kering, membawa pesan yang entah apa artinya. Kata-kata yang terdengar seperti mantra-mantra kuno, dilantunkan dalam nada yang melodius namun penuh dengan nada menakutkan.

Cassandra menutup matanya, berusaha menyingkirkan suara-suara itu dari pikirannya, tetapi semakin dia berusaha, semakin jelas bisikan-bisikan itu terdengar. Suara-suara itu mengelilinginya, mengikat kesadarannya dalam lingkaran yang tak terlihat, menariknya ke dalam kegelapan yang tak terjamah oleh cahaya. Dan dalam sekejap, dia merasakan dirinya tersedot ke dalam kesadaran lain, sebuah dunia yang bukan miliknya, tetapi yang terasa begitu nyata.

Saat dia membuka matanya kembali, dia tidak lagi berada di kamar hotel yang nyaman. Dia berdiri di tengah-tengah desa Valea Umbrelor, tetapi desa ini bukanlah desa yang saat ini dia kenal. Ini adalah Valea Umbrelor di masa lalu—jauh sebelum zaman modern mengambil alih dunia. Bangunan-bangunan di sekitarnya tampak lebih tua, dibangun dari batu kasar yang sudah mulai retak oleh waktu. Jalan-jalan berbatu yang dia kenal berubah menjadi jalan tanah yang berlumpur, dan aroma asap kayu yang terbakar memenuhi udara, bercampur dengan bau busuk tanah basah dan lumut yang tumbuh di sudut-sudut bangunan.

Kemudian, pandangannya tertuju pada sosok seorang wanita di kejauhan. Wanita itu berdiri di tepi Lacul Negru, yang tampak lebih kelam dan lebih menakutkan dalam penglihatan ini. Air danau itu tidak lagi memantulkan cahaya matahari yang hangat, melainkan tampak gelap seperti cermin yang memantulkan kegelapan itu sendiri. Angin dingin berhembus dari arah danau, menggetarkan permukaan air dan menciptakan riak-riak yang menari di atasnya.

Wanita itu membelakangi Cassandra, tetapi ada sesuatu yang familiar tentangnya. Rambutnya panjang, tergerai lepas oleh angin, dan gaun yang dikenakannya berwarna pucat, mengingatkan pada era abad ke-19. Ketika wanita itu perlahan-lahan menoleh, wajahnya terlihat jelas di bawah cahaya bulan yang redup. Cassandra terkejut—wajah itu sangat mirip dengan dirinya sendiri, seolah-olah dia melihat cerminan dirinya dalam sosok wanita dari masa lalu.

Wanita itu tampak kebingungan, matanya berkeliling dengan ekspresi ketakutan yang begitu dalam, seolah-olah dia menyadari bahwa ada sesuatu yang sangat salah di sekelilingnya. Bibirnya bergerak, berusaha mengatakan sesuatu, tetapi suara yang keluar hanyalah bisikan yang dipenuhi ketakutan. Wanita itu mulai melangkah mundur, menjauh dari danau, tetapi kakinya terasa berat, seperti terjebak di dalam tanah yang menahan langkahnya.

Cassandra mencoba bergerak untuk mendekatinya, tetapi tubuhnya terasa kaku, seolah-olah terjebak dalam mimpi buruk di mana dia tidak bisa bergerak. Hanya matanya yang bisa bergerak, menatap wanita itu dengan putus asa. Kemudian, tiba-tiba, bayangan gelap muncul dari dalam air danau, perlahan-lahan merayap ke arah wanita itu. Bayangan itu bergerak dengan cara yang tidak alami, seolah-olah ditarik oleh kekuatan yang tidak terlihat, dan ketika akhirnya mencapai kaki wanita itu, bayangan itu membelitnya seperti akar yang menjalar ke atas.

Wanita itu menjerit tanpa suara, wajahnya penuh dengan ketakutan yang tak terungkapkan. Matanya bertemu dengan mata Cassandra sejenak sebelum bayangan itu menariknya ke dalam air, menyeretnya ke kedalaman Lacul Negru yang gelap. Dalam sekejap, wanita itu hilang dari pandangan, tenggelam dalam kegelapan yang tak berujung.

Cassandra terkejut, dia mencoba berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Dan sebelum dia bisa melakukan apapun, kesadaran itu memudar, dan dia kembali terjaga di kamar hotelnya—sendirian, dengan nafas terengah-engah dan rasa dingin yang menjalar di sekujur tubuhnya. Kegelapan masih menyelimuti kamarnya, tetapi mimpi itu, atau mungkin penglihatan itu, meninggalkan bekas yang mendalam di pikirannya. Dia tahu, apapun yang dia lihat, itu bukan hanya mimpi biasa. Ada sesuatu yang menghubungkannya dengan masa lalu yang kelam dan misterius dari desa ini. Sesuatu yang menunggu untuk diungkap.

***

Pagi itu, Cassandra terbangun dengan rasa gelisah yang masih menyelimuti pikirannya. Mimpi malam sebelumnya terus menghantui pikirannya, bayangan wanita yang tenggelam di Lacul Negru masih begitu jelas dalam benaknya. Dia merasa perlu mencari tahu lebih banyak tentang danau itu dan apakah pernah ada kejadian tragis yang melibatkan seorang wanita seperti dalam mimpinya. Mungkin itu bukan sekadar mimpi, mungkin ada sesuatu yang lebih, sesuatu yang terkait dengan sejarah desa ini.

Cassandra teringat pada Adrian, pria yang ditemuinya kemarin yang tampak sangat mengenal desa dan sejarahnya. "Aku harus menemuinya," pikir Cassandra dalam hati. "Dia mungkin tahu sesuatu tentang ini." Tapi sebelum itu, dia memutuskan untuk turun dan sarapan, berharap mendapatkan sedikit kejelasan dari percakapannya dengan pemilik penginapan, Elena.

Di ruang makan yang sederhana, Elena sudah menyiapkan sarapan untuknya. Aroma kopi segar dan roti panggang menyambut Cassandra saat dia duduk di meja kayu tua yang sudah mulai memudar warnanya. "Selamat pagi, Nona Dumont. Tidur nyenyak?" tanya Elena dengan suara tenang.

Cassandra tersenyum tipis, meskipun hatinya masih dipenuhi kegelisahan. "Pagi, Elena. Tidurku cukup nyenyak, meski ada mimpi yang agak aneh semalam."

Elena hanya mengangguk sambil meletakkan secangkir kopi di depan Cassandra. "Mimpi yang aneh sering terjadi di tempat seperti ini. Desa ini memang penuh misteri."

Setelah beberapa suap makanan dan beberapa teguk kopi, Cassandra memutuskan untuk langsung ke intinya. "Elena, apakah pernah ada cerita tentang seorang wanita yang tenggelam di Danau Lacul Negru? Mungkin dari masa lalu? Saya merasa... entah kenapa, seolah-olah saya melihatnya dalam mimpi."

Elena terdiam sejenak, ekspresinya berubah menjadi ragu. Dia tampak bimbang, seolah sedang mempertimbangkan apakah akan mengungkapkan sesuatu yang telah lama disimpan dalam ingatannya. "Lacul Negru... memang tempat yang penuh misteri," katanya akhirnya, suaranya terdengar lebih pelan dari biasanya. "Ada cerita lama di desa ini, tentang seorang wanita."

Cassandra menatap Elena dengan penuh perhatian, berharap mendapatkan jawaban yang dia cari. "Wanita? Siapa dia, Elena? Apa yang terjadi padanya?"

Elena menghela napas panjang, seolah mencoba mengumpulkan kekuatan untuk mengingat kembali masa lalu yang kelam. "Dulu, ada seorang wanita muda yang sering sekali pergi ke Lacul Negru. Dia sangat mencintai tempat itu, mungkin lebih dari siapapun di desa ini. Setiap hari, dia akan berjalan ke sana dan menghabiskan waktu berjam-jam duduk di tepi danau, hanya untuk menikmati pemandangan. Warga desa sering melihatnya, dan semua orang tahu tentang kebiasaannya itu."

Cassandra merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Wanita ini mungkin adalah sosok dalam mimpinya. "Lalu apa yang terjadi padanya?" desaknya.

Elena mengangkat bahu, matanya sedikit berkabut oleh kenangan lama. "Suatu hari, wanita itu menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi. Penduduk desa mencarinya ke mana-mana, termasuk di sekitar Lacul Negru, tapi mereka tidak pernah menemukannya. Ada desas-desus yang beredar bahwa dia tenggelam di danau itu, tetapi tidak ada yang bisa memastikan. Fakta sebenarnya tidak pernah diketahui."

Kata-kata Elena menggantung di udara, meninggalkan perasaan tidak menentu di hati Cassandra. Apakah wanita itu benar-benar tenggelam? Atau ada sesuatu yang lebih gelap yang terjadi? Cassandra merasakan dorongan kuat untuk mencari tahu lebih jauh. Ada sesuatu yang sangat salah di sini, dan dia merasa terikat untuk mengungkap kebenarannya.

"Terima kasih, Elena," kata Cassandra akhirnya, meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. "Mungkin saya akan pergi ke danau lagi hari ini... hanya untuk melihat-lihat."

***

Setelah perbincangannya dengan Elena di ruang makan, Cassandra merasa pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Wanita yang sering menghabiskan waktu di tepi Lacul Negru, yang kemudian menghilang tanpa jejak—apakah dia yang hadir dalam mimpinya? Apakah mimpi itu lebih dari sekadar ilusi? Dengan langkah yang sedikit berat, Cassandra meninggalkan ruang makan dan naik kembali ke kamarnya di lantai dua. Pikirannya berputar-putar, berusaha memahami informasi yang baru saja diterimanya.

Saat dia melangkah ke lorong menuju kamarnya, suasana di sekitar mulai berubah. Udara terasa lebih dingin, seperti ada kabut tipis yang tiba-tiba menyelimuti seluruh lantai. Langkah kakinya yang berderit di atas lantai kayu tua terdengar semakin keras, menggema di sepanjang lorong yang seolah-olah semakin panjang. Jantungnya berdegup lebih cepat tanpa alasan yang jelas, dan perasaan tidak nyaman mulai merayapi dirinya.

Ketika dia mendekati pintu kamarnya, Cassandra tiba-tiba mendengar sesuatu—bisikan-bisikan aneh yang sepertinya berasal dari segala arah. Suara itu lembut namun jelas, sebuah bahasa yang meskipun samar-samar, masih bisa dia kenali. Telinganya menajam, mencoba menangkap kata-kata itu, namun suara tersebut terus berdesir seperti angin, seolah-olah sengaja ingin membuatnya penasaran.

Tangan Cassandra gemetar hebat saat dia meraih gagang pintu kamarnya. Bisikan itu semakin jelas, berputar-putar di sekelilingnya, dan kali ini kata-kata yang terdengar membuat bulu kuduknya meremang. "Lacul Negru... Cassandra... kembali... menunggu..." Bisikan itu seolah-olah memanggilnya, menuntutnya untuk kembali ke danau, seakan ada sesuatu—atau seseorang—yang sedang menunggu di sana.

Cassandra merasakan kepalanya berdenyut, pusing yang tiba-tiba menyerangnya membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Dinding di sekitarnya seolah-olah bergerak, berputar-putar, membuatnya merasa limbung. Suara-suara itu semakin intens, semakin menekan, seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang mencoba merasuki pikirannya, memaksanya untuk mendengarkan.

Dia berusaha mengabaikan suara-suara itu, tetapi kata-kata itu semakin mendesak, semakin memaksa. "Kembali ke danau... Cassandra... menunggu..." Suara itu penuh dengan kepedihan dan keputusasaan, seperti panggilan terakhir dari seseorang yang terperangkap dalam kegelapan abadi.

Dengan tangan yang gemetar, Cassandra berhasil membuka pintu kamarnya dan nyaris terjatuh ke dalam ruangan. Dia menutup pintu di belakangnya dengan cepat, berharap suara-suara itu akan hilang, tetapi bisikan-bisikan itu terus berlanjut, berdesir melalui celah-celah pintu, menembus dinding, menghantui pikirannya tanpa henti.

Dia terjatuh di tempat tidur, seluruh tubuhnya gemetar hebat. Kegelapan di kamar seolah-olah semakin pekat, dan bayangan-bayangan di sudut ruangan tampak bergerak-gerak, seolah-olah hidup dan mengintainya dari kejauhan. Cassandra memejamkan mata, mencoba menghalau ketakutan yang semakin mendalam, namun bisikan itu terus mengganggu pikirannya.

Kemudian, dalam sekejap, bisikan itu berubah menjadi jeritan yang tiba-tiba, tajam dan menusuk. "Cassandra! Kembali ke danau! Menunggu...!" Jeritan itu begitu nyata, begitu mencekam, membuat seluruh tubuh Cassandra terasa lumpuh oleh ketakutan. Dia menutup telinganya, mencoba mengusir suara itu, namun jeritan itu terus menggema di dalam kepalanya, tak mau pergi.

"Apa yang terjadi padaku?" bisiknya dalam hati, sambil memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil ketakutan. Pikirannya kacau, terbelit oleh kata-kata yang tak dimengerti namun begitu menakutkan. Bisikan-bisikan itu seolah-olah datang dari masa lalu, dari sesuatu yang sangat tua, sangat kuno, dan penuh dengan kesedihan serta kemarahan.

Cassandra merasa seperti di ambang kegilaan. Suara-suara itu semakin keras, semakin mendesak, dan dia tahu, dalam hatinya, bahwa apapun itu, sesuatu yang mengerikan sedang menunggunya di Lacul Negru. Apakah ini semua hanya permainan pikiran? Ataukah ada kekuatan lain yang sedang berusaha menariknya ke dalam kegelapan?

Dia memejamkan matanya erat-erat, berdoa agar semuanya segera berakhir. Tapi jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa ketenangan tidak akan datang dengan mudah. Ada sesuatu yang menunggu di Lacul Negru—dan entah bagaimana, Cassandra merasa bahwa dia tidak akan bisa menghindarinya. Sesuatu yang lebih besar, lebih kelam dari mimpi buruk terburuknya, sedang mengintai di sana, menantinya untuk datang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!