NovelToon NovelToon

Pelukan Mantan Ketua Gangster

Bab 1

Alunan musik romantis terdengar sendu di udara. Hembusan nafas dari desahan kecil bercampur dengan canda tawa singkat. Seorang wanita yang mengenakan kaos ketat dan celana pendek di atas lutut berdiri di dekat lemari pendingin, dan seorang pria memeluknya dari belakang.

Dia menjelajahi leher wanita yang jenjang itu di balik rambut panjangnya. Dia menciumnya sesekali yang menciptakan sensasi geli yang tak tertahankan.

"Ahh Alex, jangan seperti itu. Bagaimana kalau Flo datang dan melihat kita..," ucap wanita itu padanya berharap dia tak meneruskan niatnya.

"Tidak akan, dia bilang akan terlambat. Kita bisa melakukannya sekali," Alex memutar tubuh wanita itu dalam sekali gerakan hingga menghadap tepat ke arahnya. Dia tersenyum, "Keila, kau sangat menggoda malam ini," ucapnya sambil melirik Keila dari mata, bibir lalu turun ke leher sampai paha mulus wanita itu. Tak terlewat satu bagian pun, sebelum kembali lagi ke atas.

Mata mereka bertatapan lama, seakan apa yang ada dipikiran mereka adalah sama. Alex sedikit menunduk dan mendekatkan wajahnya, "Kita lakukan disini saja," bisiknya sebelum mencium Keila dengan penuh hasrat membara. Ciuman panas itu berlangsung lama, Keila mengalungkan tangannya di leher Alex saat pria itu mengangkat tubuhnya terduduk di meja.

Mereka melakukannya, tanpa tahu jika ada seseorang yang sedang mengintip apa yang mereka lakukan. Florin berdiri di depan jendela dengan koper di samping kakinya yang panjang. Senyumnya yang sumringah dan penuh kebahagiaan seketika sirna saat dia mengintip lewat jendela, pintunya terkunci dan tidak ada satupun dari mereka yang menjawab panggilan nya. Tidak kekasihnya ataupun sahabat nya..

"Apa yang.. mereka lakukan!?" tukas Flo terkejut dan melangkah mundur. Seharusnya itu adalah pesta kembalinya dia dari luar kota yang baru saja selesai melakukan pemotretan. Dia punya pekerjaan: seorang model, punya kekasih dan punya sahabat. Dia sudah menjalin hubungan hampir lima tahun dengan pria bernama Alex, pria yang sedang bercinta dengan sahabat nya dari SMA, Keila.

"Ini tidak benar, kan?" Flo masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Dia kembali menelfon mereka berdua bergantian namun tetap tak ada jawaban. Tangannya gemetar, kakinya lemas dan jantungnya berdetak kencang. Dia sungguh tak bisa mempercayai matanya sendiri.

Air matanya mulai mengenang, dia menahannya agar tidak jatuh membasahi pipinya. Dengan cepat, Flo mengambil koper nya dan kembali masuk ke dalam mobil yang dia kendarai untuk sampai di rumah sahabatnya itu. Berniat untuk menghabiskan malam bersama kekasih dan sahabat nya setelah berada di luar kota selama seminggu lebih.

"Bagaimana mungkin, bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku.. Brengsek!" Flo menggenggam stir mobilnya dengan sepenuh tenaga, berharap bisa menyalurkan rasa sakit yang dia rasakan. "Aaa! Aaaa! Bodohnya aku.." Flo memukul stir itu beberapa kali mencoba meredakan amarah yang sedang menguasai nya.

Flo kembali pada ingatan masa lalunya, dimana gerak-gerik Alex dan Keila terasa berbeda. Dimana mereka sering datang bersama saat janji temu dengan alasan kebetulan, saat tatapan mereka yang berbeda dari biasanya, dan bahkan perlakuan sama yang dirasakannya selama ini adalah jawaban dari apa yang baru saja dia lihat.

Dan tadi dia berbohong mengatakan terlambat akan datang karena ingin memberikan kejutan pada mereka, tapi sepertinya dia lah yang mendapatkan kejutan. Sebuah kejutan yang tak pernah dia duga.

Ting.

Layar ponsel Florin menyala, sebuah pesan masuk. Flo mengangkat kepalanya perlahan dan melirik pada ponsel yang dia lempar ke kursi di sebelahnya saat masuk. Dia bisa melihat pesannya.

Keila

Flo, ada apa? Apa terjadi sesuatu?

Ting.

Love

Sayang, kau sudah dimana?

Apa terjadi sesuatu?

Mau ku jemput?

Flo tersenyum sinis melihat pesan yang dia terima, dia menyandarkan tubuhnya ke kursi kemudi. Mencoba menenangkan dirinya, "Kalian menanyakan hal yang sama, ya." Flo melirik lama pada rumah minimalis yang berada di depannya sebelum dia menyalakan mobil dan melesat pergi dari pekarangan rumah itu.

Perasaan campur aduk yang menyesakkan, Florin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi berusaha fokus ke jalanan dan membuang beban pikiran yang baru saja dia dapat. Dering ponselnya seakan tak terdengar sedikitpun, atau dia hanya—tak ingin mendengarnya.

Hotel bertingkat yang mewah, Florin Pearl memarkirkan mobilnya di lahan parkir luas hotel. Dia menurunkan kopernya dan berjalan tegak menuju pintu masuk, seakan tak memiliki beban sama sekali. Dia tidak akan pulang ke rumahnya malam ini, dia akan menginap. Dia tak ingin didatangi oleh seseorang atau dua orang yang sangat tak ingin dia temui.

...----------------...

Bab 2

Matahari bersinar terang di langit biru, Florin ada jadwal pemotretan hari ini. Manajernya, Dean menjemputnya pagi-pagi sekali. Dia meninggalkan hotel menjelang subuh untuk kembali ke rumahnya, dia bahkan tak bisa tidur semalaman. Dan berharap bisa tidur di kamarnya sendiri, meski hanya beberapa jam. Dia sudah tidur berjam-jam selama perjalanan, jadi tak masalah baginya.

Mereka berada di jalan raya sekarang.

Kring. Kring. Kring.

Ponsel Florin terdering tanpa henti sejak dia masuk mobil. Namun dia hanya mengabaikannya sambil menutup mata dan bersandar ke kursinya. Sudah hampir sepuluh menit sejak dia duduk disana, dan teleponnya masih berdering.

"Kenapa kau tidak menjawabnya?" tanya seorang pria yang sedang mengemudikan mobil itu.

"Tidak penting," jawab Flo cepat tanpa berpikir.

"Ehh? Kau cuma punya tiga kontak di ponselmu, pacarmu, Keila dan Aku. Karena aku disini, berarti di antara mereka berdua."

"Tak perlu dijelaskan Dean. Itu Alex," ucap Flo pasrah. Dia tahu dengan jelas jika pria itu tak akan berhenti bicara sampai dia mendapatkan jawaban yang dia mau.

"Bukannya kau selalu menunggu telepon darinya, kenapa? Kalian bertengkar?" tanya Dean sambil melirik Flo dari kaca spion depan.

"Hah,.." Florin menghembuskan nafasnya yang terasa sangat berat ke udara. "Kami sudah putus."

Ciitt..

Mobilnya mendadak berhenti, menciptakan gesekan yang cukup keras untuk bisa di dengar. "Apaaa?!" Dean mengerem mobilnya mendadak di tengah jalan.

Tiitt. Tiitt.

Bunyi klakson panjang dari mobil yang lewat di kanan dan kiri berbunyi nyaring bergantian.

"Ahh," Flo mendesis sakit di keningnya yang berdenyut. Kau gila? Kenapa berhenti mendadak seperti itu!? Ck." protes Flo yang marah karena kepalanya terbentur ke kursi depan. Dia tak memakai sabuk pengamannya, sangat jarang. Bisa di bilang tidak pernah dia pakai.

"Maaf-maaf..," Dean yang masih terkejut dan penasaran mencoba untuk kembali melajukan mobilnya kembali. "Bagaimana—.."

"Jangan bertanya, aku tak ingin membahasnya." Florin langsung berkata sebelum Dean selesai dengan ucapannya.

"Hemmm, baiklah."

Kring. Kring.

Ponselnya berdering lagi, Dean kembali melirik dari kaca spion tanpa berkata sepatah kata pun. Dia dapat melihat wajah Flo yang kesal dan marah, tapi matanya jelas mengutarakan kesedihan. Dia tahu betapa Florin sangat mencintai dan menyayangi pacarnya, dia tak pernah menduga jika hubungan mereka akan berakhir. Banyak yang ingin dia tanyakan tapi tampaknya Flo bukan dalam situasi yang bisa menjawab pertanyaan darinya sekarang.

Florin mematikan ponselnya saat dering selanjutnya terdengar berisik di telinganya, dia tak bisa lagi menahannya. Dia langsung mengirimkan pesan berisikan pernyataan jika dia ingin putus pagi tadi, bukan permintaan atau pertanyaan. Tapi sebuah pernyataan singkat, padat dan jelas yang dia utarakan.

Dan panggilan masuk dari pacarnya—mantan pacarnya tak henti-henti sejak dia mengirim pesan itu. Pria itu membalas pesannya, tapi Florin bahkan tak melirik layar ponselnya.

Pemotretan nya berlangsung lama, Flo tidak bisa fokus sehingga fotografer nya melakukan take banyak kali untuk mendapatkan hasil yang bagus.

"Kita rehat dulu, Flo fokuslah." ucap pria dengan sebuah kamera tergantung dilehernya. Fotografer.

"Maaf," Florin berjalan keluar dari zona pemotretan. Dia mendekat pada Dean yang berada tak jauh dari sana. Dean memandang Flo cemas setelah wanita itu mengambil botol minum darinya. Tak biasanya pemotretan berlangsung lama.

Flo meneguk habis minumnya begitu dia duduk di kursi. "Ayolah, Flo. Fokus.. Fokus..," dia mencoba menyemangati dirinya untuk tak mencampurkan perasaan pribadi dengan pekerjaannya. Dia melamun sebentar, hingga seseorang menghalangi pandangannya. Flo mendongak ke atas melihat siapa orangnya.

Keila Maureen, wajahnya tampak bahagia dengan make up tebal yang selalu dia kenakan. "Ada apa?" tanya Flo santai tanpa menujukkan kekecewaannya, seakan tak terjadi apa-apa.

"Kau putus dengan Alex?" tanya wanita itu tiba-tiba, Flo berpikir jika dia akan menanyakan keadaannya yang tidak datang dan menghilang semalam. Sungguh pertanyaan yang tak terfikirkan olehnya.

Flo tersenyum sinis sebelum berdiri, dia menatap Keila yang sedikit lebih pendek darinya. Namun dia langsung menunda ucapan nya saat melihat seorang pria yang dia kenal berjalan mendekat ke arah mereka.

"Apa kalian datang bersama?" Flo mengalihkan pandangannya, tertuju pada Alex yang semakin dekat. Keila berbalik untuk melihat siapa yang di maksud oleh Florin.

"Oh, pasti kebetulan.." Flo kembali berhadapan dengan Keila, dia juga kembali menatap Florin sehingga matanya bertemu seakan memancarkan percikan di antaranya. Keila mengernyit heran.

"Flo, kita perlu bicara," ajak Alex yang tiba-tiba muncul dan menarik tangannya.

"Jangan sentuh aku," dengan cepat Flo menarik tangannya lepas dari genggaman pria itu. "Aku bisa jalan sendiri." Mereka berdua melangkah keluar dari ruang pemotretan, meninggalkan Keila yang hanya terdiam menatap kepergian mereka.

Tangganya tampak sepi, dengan pemandangan kota yang bisa dilihat dari jendela kaca gedung. Florin dan Alex berdiri berhadapan. Flo menyilangkan kedua tangannya, berharap pria itu tak menyentuh tangannya lagi.

"Flo.. Kenapa—"

"Sejak kapan?" Flo tak ingin mendengar apapun dari pria itu selain jawaban dari pertanyaan yang dia ajukan.

"Apa maksudmu?" Kerut di kening Alex Orion memperlihatkan betapa dia tak merasa bersalah sedikitpun.

"Kau dan Keila."

"Keila? Aku tak datang dengannya, aku datang sendiri."

"Ahaha," Flo hanya bisa tertawa kecil saat pria itu masih berpura-pura. "Semalam, kau tau pasti apa yang ku maksud."

"Kau melihatnya?" Alex bertanya dengan hati-hati, dia tampak panik.

Flo mengalihkan pandangannya ke tempat lain, berusaha untuk tidak menangis di depan pria itu. Dia mengepalkan tangannya erat menahan rasa sakit atas pengkhianatan yang dia dapat.

"Sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku sibuk." Flo berpaling darinya.

"Flo..," Alex meraih tangannya, namun Flo menepisnya dengan mudah. "Ini juga salahmu, kau tak pernah mengizinkan aku menyentuhmu," lanjutnya.

Langkah Florin terhenti, tapi hanya sekejap. Dia tak berbalik, dia perlahan kembali melangkah dan menjauh meninggalkan Alex tanpa sepatah katapun, dia tak ingin meladeninya. Hatinya semakin tersayat saat kembali mengingat apa yang dia lihat semalam. Pria itu bahkan tidak mengelaknya dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi.

Flo menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum masuk ke ruang pemotretan. Wanita itu masih disana, Keila duduk di kursinya. Untuk ke sekian kalinya dia mencoba tenang hari ini, dia tak ingin meledak-ledak di tempat kerjanya.

"Pergilah, dia menunggu mu." ucap Flo tanpa basa-basi untuk menyuruh Keila pergi.

"Flo, apa yang terjadi? Tak bisakah kau memberitahuku dulu?" Keila meraih tangannya dan menuntut jawaban.

"Sepertinya aku tak perlu memberitahukan apapun lagi padamu. Dan mulai sekarang kita bukan lagi sahabat." Flo menarik tangannya.

"Aku.. Aku tidak mengerti, ada apa denganmu? Flo—"

"Ayo pergi," suara serak seorang pria muncul di tengah-tengah mereka. Dia menarik Keila, namun wanita itu menepisnya.

"Tidak, Flo.. Katakan dulu apa yang terjadi."

Florin melirik pada Alex sehingga matanya bertemu sebentar, Keila masih menatapnya penuh rasa ingin tahu.

"Dia sudah tau," ucap Alex tak ingin memperlama masalahnya. Mata Keila langsung beralih darinya dan tertuju pada Alex, dia mendekat pada pria itu dan berbisik, "Dia tahu kita.."

"Ya."

Keila menatap Florin cemas, namun dia hanya mendapat tatapan tajam dari Flo, tatapan yang tak pernah di lihatnya selama ini.

Tanpa percakapan lagi, Alex menarik Keila keluar dari sana. Semua mata yang ada di ruangan itu tertuju pada mereka, beberapa diantaranya berbisik-bisik tentang apa yang terjadi.

Tak lama setelah apa yang terjadi, Florin hanya duduk di kursinya. Dean mendekat, "Ayo, kita pulang. Aku sudah mengatur ulang jadwalnya."

"Terimakasih," Florin akhirnya bangkit dari duduknya yang memancarkan aura negatif dari tadi. Dia melangkah keluar di ikuti oleh Dean di belakangnya. Dia tak berpamitan pada fotografer dan kru-kru lain seperti biasanya. Dia hanya langsung pergi. Berharap hari ini berlalu dengan cepat.

...----------------...

Bab 3

Tirai jendela tertutup rapat, tak memperbolehkan cahaya matahari masuk sedikitpun. Seorang wanita berbaring di atas tempat tidur, tertutup oleh selimut dan hanya menampakan rambut panjangnya yang hitam lurus. Florin sudah terjaga pagi-pagi sekali tapi dia enggan untuk bangun dari tempat tidurnya.

"Apa kau akan tidur seharian?" ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke kamarnya, dia menarik selimut dan menatap Florin yang tampak kusut dan berantakan, dia berdiri di tepi tempat tidur sambil berkacak pinggang.

"Aku masih ingin tidur," balas Flo memelas. Dia kembali menarik selimutnya tanpa mengindahkan tatapan Dean yang penuh tuntutan.

"Cepat bangun, kau harus menemaniku sarapan pagi ini." Dean menggeleng dan berjalan menjauh dari tempat tidur, dia menarik tirai hingga kamar yang awalnya penuh dengan kegelapan itu sekarang seakan di berkahi oleh sinar matahari.

"Kenapa jugak aku harus sarapan dengan mu," gumam Flo menolak. Dia sungguh tak ingin melakukan apa-apa hari ini.

"Tak tahu terimakasih ya, aku sudah mengkosongkan jadwalmu ya minggu ini. Kalau tidak, kau tidak akan bisa berbaring disana sekarang."

Florin langsung duduk, dia mencoba membuka matanya yang silau karena sinar matahari. Rambutnya kusut dan matanya menyipit layu. "Iya, iya..," Flo menghempaskan nafasnya kasar ke udara. Berharap masalah yang sedang berkecamuk di kepalanya ikut keluar.

**

Cahaya matahari masih terasa hangat meskipun sudah hampir jam sepuluh pagi. Florin dan Dean baru saja menghabiskan sarapan mereka di sebuah Kafe yang berada tak jauh dari rumahnya.

"Aku tak menyangka kau akan keluar dengan memakai itu," ucap Dean tak suka setelah menyesap nikmat secangkir kopi panas yang dia pesan.

"Memangnya yang kupakai kenapa?" Flo bergantian menatap pakaian tidur bulu yang dia kenakan dengan pakaian kasual yang dipakai Dean.

"Aiish, kau tak lihat semua orang menatapmu dari tadi. Kau bahkan bisa menghabiskan sarapanmu tanpa merasa malu sedikitpun." Dean menggeleng-geleng. Dia tak bisa berkata-kata saat wanita itu masuk mobilnya dan memakai pakaian tidur, dan dengan bangganya masuk ke dalam Kafe memakai sandal beruang bulu yang senada dengan pakaian tidurnya.

"Lah? Kenapa harus malu, kan aku masih memakai baju. Tidak telanjang juga," balas Florin tak ingin kalah, dia kembali menikmati teh hangat nya sambil melihat keluar Cafe. Tak peduli dengan orang-orang yang melihat ke arahnya dalam Cafe itu.

"Ckckckck," Untuk kesekian kalinya Dean menahan kekesalannya dan hanya bisa menggeleng-geleng. Dia menarik nafasnya perlahan dan ikut memandang keluar jendela. Tampak orang-orang berlalu lalang dan hanya fokus pada kesibukan masing-masing.

"Kau baik-baik saja? Aku tidak melihat kau menangis dari kemaren. Kau menahannya seperti itu, apa tidak sakit?" tanya Dean penuh kehati-hatian.

"Entahlah, aku ingin menangis tapi dia tak ingin jatuh. Hanya menggenangi mataku sebentar dan kemudian hilang. Mungkin hubungan mereka bukanlah sesuatu yang harus kutangisi."

"Jujur saja, kau menahannya kan. Jangan sok puitis begitu. Tak apa, kau bisa menangis. Harusnya begitu, seorang wanita yang di selingkuhi pacarnya dengan sahabatnya sendiri harus nya menangis tersedu-sedu sekarang."

"Apa kau sedang menyumpahi ku?" Ketus Flo dengan suara lantang hingga membuat sekelompok orang yang duduk di dekat meja mereka terkejut.

"Hei, hei. Tenanglah, sshhh." Dean mengalihkan pandangannya pada Flo, dia menatap balik wanita yang sedang menatapnya dengan marah itu dari atas hingga batas meja. "Aku jadi tahu alasan dia selingkuh, emosi kau yang meledak-ledak seperti ini sungguh menakutkan."

"Kau tahu, teh ku ini masih panas," ucap Flo tenang sambil mengelus lembut cangkir teh nya. Dia menatap teh dan Dean bergantian.

"Aish, Flo yang malang." Bibir cerewet pria itu masih saja tak ingin mengalah hingga tatapan tajam yang Florin berikan dan cangkir teh yang sudah dia genggam siap untuk di eksekusi padanya membuat dia akhirnya bungkam dan menutup kedua bibir nya rapat.

Dean tak bermaksud memperburuk keadaan, malahan dia berniat untuk menghibur Florin yang sedang patah hati. Tapi sepertinya apa yang keluar dari mulutnya tidak membantu sedikitpun. Untuk sekarang, hanya Dean yang Flo punya.

Sejak kecil dia tinggal bersama pamannya setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan, namun saat dia menginjak usia remaja pamannya menikah dan mereka tinggal terpisah. Meskipun begitu, pamannya selalu mencukupi kebutuhannya hingga dia lulus kuliah.

Pamannya pindah ke luar negeri beberapa bulan lalu, dan mereka tak lagi berkomunikasi. Waktu SMA, Keila dan Alex yang selalu menemaninya dan saat kuliah dia mengenal Dean Gionino yang menawarkannya menjadi seorang model di bawah naungan perusahaan modeling tempat dia bekerja. Hingga sekarang, dia tetap menjadi model di tempat itu.

Sudah tiga tahun berlalu sejak dia menjadi seorang model dan masih berlangsung, tapi hubungan yang dia bina sejak lima tahun lalu sudah berakhir. Tak hanya itu, persahabatan nya pun juga berakhir di waktu yang bersamaan. Dihancurkan oleh pengkhianatan dari dua orang yang dia sayangi dan percayai.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!