Pemulihan energi spiritual terjadi dan bumi mengalami perubahan yang signifikan.
Berbagai dunia menyatu dan bumi membengkak hingga berkali-kali lipat.
Manusia dan seluruh makhluk hidup di bumi mengalami kebangkitan dan mulai berkultivasi.
Namun di samping berkah tersebut, bersamaan dengan bersatunya dunia, berbagai ras asing dan monster mulai bermunculan dan datang ke Bumi.
Pada masa itu, Bumi mengalami zaman yang disebut sebagai Era Kekacauan.
Era itu berlangsung selama ribuan tahun. Perang, Pembantaian, dan Pembunuhan antar ras dan monster merajalela. Banyak orang yang kehilangan nyawanya selama era tersebut.
Namun ini adalah masa 10.000 tahun setelah Era Kekacauan tersebut.
Perang antar ras telah lama berhenti, namun ancaman dari monster dan ras asing yang berasal dari retakan dimensi masih terus berlanjut.
Dan di suatu tempat... Di dalam retakan dengan Level ancaman tingkat sepuluh, pasukan manusia dan ras asing saling berperang.
Di tengah-tengah peperangan yang sedang berlangsung, muncul sesosok makhluk besar raksasa bermata satu dengan gigi taring yang besar serta sebuah kapak dari kubu ras asing.
Hanya dengan satu teriakannya raksasa tersebut berhasil mengacaukan mental pasukan manusia.
Namun setelah teriakkan tersebut, tiba-tiba seorang manusia muncul di depan wajah raksasa tersebut dan langsung memukulnya dengan sangat keras.
"BOOOMM!!!"
Hanya dengan satu pukulan pria itu menghancurkan setengah kepala raksasa tersebut dan membuatnya jatuh serta mati seketika.
Beberapa saat kemudian setelah kematian Sang Raksasa, pasukan manusia berhasil memenangkan peperangan.
Ditengah sisa-sisa peperangan dan mayat yang berserakan, Pria itu duduk di atas sisa kepala raksasa yang ia kalahkan.
Pria itu adalah Wu Chen, seorang jenius dengan kekuatan tak tertandingi.
Pada saat itu, sembari menatap para pasukan yang sedang membersihkan sisa-sisa musuh, tanpa bersuara Wu Chen berkata dalam benaknya.
'Membosankan..... Bahkan setelah semua ini, tidak ada hal yang terasa menyenangkan! Sangat membosankan....'
Usia Wu Chen saat ini adalah 28 tahun, tapi dia sudah mengalami banyak pertarungan dan pertempuran yang tak terhitung jumlahnya.
Namun setelah banyaknya pertarungan dan pertempuran yang dia alami, Wu Chen mulai merasa jenuh dan bosan. Tidak ada hal baru yang menarik.
Kemudian ketika Wu Chen sedang melamun dalam kebosanan, dari belakang seorang pria dengan wajah yang menawan datang untuk memberikan laporan.
"Tuan, sisa-sisa musuh sudah selesai di bersihkan dan hasil rampasan juga sudah di kumpulkan. Setengah jam lagi pintu Retakan akan segera tertutup, mari kita kembali, para prajurit sudah menunggu anda!" kata pria itu kepada Wu Chen.
Pria itu bernama Li Hansen, dia merupakan bawahan setia sekaligus orang kepercayaan Wu Chen.
Wu Chen yang mendengar laporan Li Hansen kemudian berkata kepadanya.
"Baiklah, mari kita kembali!" kata Wu Chen.
Namun saat Li Hansen hendak berbalik pergi, Wu Chen lanjut berkata lagi.
"Li Hansen!" panggilnya.
"Ya, Tuan! Apakah anda punya pesan lain?" sahut Li Hansen.
"Tidak ada. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu!" kata Wu Chen.
"Bertanya sesuatu pada saya?" kata Li Hansen merasa heran dan penasaran.
"Li Hansen, kamu sudah mengikuti ku cukup lama dan menjadi orang kepercayaan ku. Aku yakin, tidak ada orang yang lebih mengenalku di dunia ini daripada dirimu!"
"Akhir-akhir ini, aku merasa kalau hidup ku mulai terasa membosankan. Tidak ada hal baru atau menarik yang terjadi. Setiap hari, hanya ada pertarungan dan pertempuran yang membosankan!"
"Aku sudah memenangkan banyak pertarungan dan pertempuran yang tak terhitung jumlahnya, hingga pada suatu titik aku mulai merasa bosan dengan semua ini!"
"Aku ingin meninggalkan hari-hariku yang membosankan ini. Aku butuh tantangan baru yang bisa menghilangkan rasa bosan ku dan memberikan aku kesenangan!"
"Li Hansen, sebagai orang yang dekat dengan ku, aku ingin bertanya pada mu, apakah kamu punya cara untuk menghilangkan rasa bosan ku?" tanya Wu Chen.
Mendengar pertanyaan Wu Chen tersebut, Li Hansen terdiam sejenak dan kemudian berkata.
"Saya tidak tahu apakah saran ku ini akan membantu persoalan anda atau tidak. Tetapi, mungkin, anda bisa mencoba mencari murid!"
"Murid?"
"Benar, anda bisa mencoba untuk menjadi seorang Guru. Mencari satu atau beberapa orang murid untuk anda latih dan ajari!"
"Hmm...." Wu Chen yang mendengar saran tersebut hanya diam dan berpikir.
"Sebenarnya satu bulan lalu saat saya kembali ke rumah, saya bertemu dengan sepupu perempuan saya yang mengajar di sebuah sekolah kecil. Saat aku mengobrol dengannya, dia berkata kepadaku, bahwa menjadi seorang guru memberikan kesenangan dan tantangan tersendiri dalam hidupnya. Mungkin ini bisa menjadi solusi terhadap persoalan yang sedang tuan alami!" kata Li Hansen menambahi.
Setelah mendengar kata-kata Li Hansen dan berpikir sejenak, Wu Chen lalu tersenyum dan berkata kepada Li Hansen.
"Itu ide yang bagus. Terima kasih atas saranmu. Setelah kita kembali ke benteng, datanglah dan temui aku. Sekarang, mari kita keluar dari tempat ini!" kata Wu Chen.
"Baik Tuan!" jawab Li Hansen dengan patuh.
Kemudian mereka meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke markas mereka.
Setelah itu pada malam harinya, Kota Pertahanan Utara, Kediaman Jenderal.
Li Hansen datang ke sebuah ruangan untuk bertemu dengan Wu Chen yang sudah menunggunya.
Dari luar nampak Li Hansen yang berdiri di depan pintu.
"Tuan, saya datang sesuai perintah anda!"
"Masuklah!" jawab Wu Chen dari dalam ruangan.
Kemudian Li Hansen masuk ke dalam ruangan tersebut.
Namun alangkah terkejutnya Li Hansen saat melihat Wu Chen dengan jaket kasualnya.
Dengan rasa penasaran Li Hansen kemudian bertanya.
"Anda ingin pergi kemana?" tanya Li Hansen.
"Bukankah kamu sudah tahu? Aku ingin pergi mencari murid!" jawab Wu Chen dengan santai dan senyum di wajahnya.
Li Hansen yang mendengar itu seketika dibuat terkejut dan kebingungan.
"Apa? Tidak mungkin! Sekarang ini?" tanya Li Hansen dengan wajah terkejut dan keheranan.
"Ya! Aku tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Kesenangan tidak boleh ditunda-tunda!" jawab Wu Chen.
"Aku pikir....."
"Apakah kamu pikir aku bercanda?" ucap Wu Chen.
"Jadi anda benar-benar serius?" ucap Li Hansen masih sulit untuk mempercayainya.
"Tentu saja! Aku sudah merasa jenuh dgn hari-hariku berada disini, aku ingin pergi untuk merasakan tantangan dan pengalaman baru!"
"Terima kasih atas saranmu, sekarang aku telah menetapkan tujuan baru ku!" kata Wu Chen.
"Jika anda pergi, bagaimana dengan para prajurit dan kota ini?"
"Bukankah ada kamu? Bahkan tanpa diriku tempat ini tetap akan selalu aman!" jawab Wu Chen.
Li Hansen yang mendengar jawaban itu hanya diam tanpa suara. Lalu Wu Chen lanjut berbicara lagi.
"Baiklah, sekarang aku akan pergi. Jagalah kota ini, dan jika ada sesuatu yang tidak bisa kamu tangani carilah aku. Aku percaya, kamu pasti bisa menemukan diriku!" kata Wu Chen.
Melihat Wu Chen sudah membuat keputusan, maka tidak mungkin bagi Li Hansen untuk menahan Wu Chen untuk pergi.
"Baiklah! Saya pasti akan menjaga kota ini sesuai perintah anda!" ucap Li Hansen.
"Aku percayakan para prajurit dan kota ini padamu. Selamat tinggal!" ucap Wu Chen sembari tersenyum.
Kemudian Wu Chen pergi meninggalkan Li Hansen dan Kota Pertahanan Utara.
Lalu beberapa kilometer dari kota Pertahanan Utara, tampak Wu Chen yang sedang terbang di udara.
"Sekarang, sebelum aku mencari murid, pertama-tama mari kita temui orang tua itu terlebih dahulu!" pikir Wu Chen di benaknya.
Lalu Wu Chen menambahkan kecepatannya dan terbang menuju ke suatu tempat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
................
................
Wu Chen terbang melintasi langit dengan sangat cepat, hingga tidak butuh waktu lama dia sampai ke tempat tujuannya.
Kota Naga (Dragon city), Universitas Tujuh Naga (Seven Dragon University).
Di sebuah ruangan kantor, tampak seorang pria paruh baya yang sedang sibuk membaca sebuah dokumen.
Pria paruh baya itu bernama Hu Jinhong, seorang Kepala Sekolah di Universitas Tujuh Naga.
Kemudian disaat Hu Jinhong sedang membaca dokumen di tangannya, perlahan dirinya menurunkan dokumen tersebut dari pandangannya.
"Sungguh kemampuan yang luar biasa. Jika dirimu tidak dengan sengaja membocorkan auramu, aku tidak akan sadar bahwa dirimu berada tepat di depan ku!" ucap Hu Jinhong.
Hu Jinhong lalu melihat ke depan, disana sudah ada Wu Chen yang sedang duduk di hadapannya.
"Lama tak jumpa, Dekan Hu?" sapa Wu Chen dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Ya, mungkin sekitar sepuluh tahun. Tapi untuk seseorang yang berada jauh di Kota Pertahanan Utara datang ke tempat ini, tidak mungkin hanya untuk menyapaku bukan? Apa tujuan kamu datang ke sini, Wu Chen??" tanya kepala sekolah Hu Jinhong agak dingin.
"Jangan bersikap dingin seperti itu. Bukankah aku juga merupakan alumni dari Universitas ini?" ujar Wu Chen dengan santai.
"Kamu hanya berada di universitas ini selama se-minggu, bagaimana bisa kamu merupakan alumni dari sini? Katakanlah, apa sebenarnya tujuan kamu datang ke sini?" tanya kepala sekolah Hu Jinhong mengulangi.
Wu Chen yang melihat respon dan sikap Hu Jinhong, kemudian tidak ingin berbasa-basi lagi.
"Baiklah, aku akan mengatakan tujuan aku datang ke sini. Aku ingin meminta 10 Tiket Emas Universitas Tujuh Naga untuk tahun ini!" kata Wu Chen.
Hu Jinhong yang mendengar permintaan itu seketika terkejut.
"Apakah aku tidak salah dengar?" tanya Hu Jinhong dengan sangat keheranan.
"Anda tidak salah mendengarnya. Aku menginginkan 10 Tiket Emas Universitas Tujuh Naga tahun ini!" Wu Chen menjawab dengan yakin.
Disisi lain, kepala sekolah Hu Jinhong yang mendengar itu mencoba untuk tetap tenang. Dia lalu bertanya kepada Wu Chen.
"Apakah kamu tahu apa itu Tiket Emas?"
"Tentu saja aku mengetahuinya! Bukankah itu adalah tiket yang bisa membuatmu masuk ke universitas tujuh naga tanpa harus mengikuti ujian? Dan Tiket itu juga hanya ada dua belas setiap tahunnya, apakah diriku benar?" jawab Wu Chen.
"Kamu sudah tahu itu, tapi kamu masih berani untuk memintanya?!" ujar Kepala Sekolah Hu Jinhong merasa kesal.
"Ya, karena aku tahu itu, makanya aku memintanya. Jadi, bisakah anda memberikan Tiket Emas itu padaku?" tanya Wu Chen.
"Kamu bahkan bukan merupakan guru dari universitas ini! Tidak ada alasan bagiku untuk memenuhi permintaan mu!" kata Hu Jinhong dengan tegas menolak permintaan tersebut.
Namun itu tidak menghentikan Wu Chen untuk mendapatkan Tiket Emas yang dirinya inginkan. Dia lalu berkata kepada Hu Jinhong.
"Bukankah anda hanya butuh sebuah alasan? Kalau begitu, bagaimana kalau aku menjadi Guru di universitas ini?" tanya Wu Chen.
Hu Jinhong yang mendengar itu seketika terkejut dan menatap Wu Chen yang ada di hadapannya.
"Apa!?? Kamu ingin menjadi guru di universitas ini??" tanya Hu Jinhong terheran-heran.
"Benar sekali! Dengan aku menjadi guru di universitas ini, apakah itu memberikan anda alasan yang cukup?" tanya Wu Chen.
"Walaupun kamu menjadi guru di universitas ini, aku tetap tidak bisa memberikan Tiket itu kepadamu!" jawab Hu Jinhong tetap menolak permintaan Wu Chen.
"Kenapa?" Tanya Wu Chen penasaran.
"Dua belas Tiket Emas adalah jumlah kuota untuk murid Kelas S. Kelas yang hanya diisi oleh para individu terbaik dari yang terbaik. Jika aku memberikan Tiket Emas itu kepada kamu, siapa yang tahu, apa yang akan kamu lakukan dengan Tiket tersebut?" ujar Kepala Sekolah Hu Jinhong.
"Tentang itu anda tidak perlu khawatir. Aku tidak datang ke sini untuk bermain-main. Aku pasti akan menggunakan tiket emas tersebut dengan baik!"
"Dan aku berjanji, aku akan membawakan anda para individu terbaik dari yang terbaik untuk universitas ini. Anda bisa memegang kata-kataku!" ucap Wu Chen mencoba untuk meyakinkan
Namun, bahkan setelah semua kata-kata itu, Kepala Sekolah Hu Jinhong tetap tidak goyah.
"Maaf, tapi aku tetap tidak bisa memberikan Tiket Emas itu kepada mu. Itu berada di luar wewenang ku!" kata Hu Jinhong menolak permintaan Wu Chen.
Disisi lain Wu Chen yang permintaannya terus-menerus ditolak hingga berulang kali mulai merasa tidak senang.
"Dekan Hu..."
Wu Chen dengan tatapan dingin menatap Hu Jinhong yang ada di hadapannya. Suasana di ruangan itu seketika menjadi mencekam.
"Aku sudah menghormati anda dengan datang ke sini dan melakukan permintaan dengan sopan, namun anda terus menolak permintaan ku dan bersikap dengan dingin. Haruskah aku menghancurkan sekolah ini dan menghajar mu terlebih dahulu untuk mendapatkan Tiket Emas itu?"
Wu Chen menunjukkan keseriusan dalam kata-katanya, dan itu terlihat dari matanya yang menunjukkan niat membunuh.
Hu Jinhong yang mendengar ancaman itu akhirnya menyadari siapa yang sedang duduk di hadapannya.
Bahkan hanya dengan nafas dan tatapan matanya membuat Hu Jinhong tidak bisa bergerak dan sulit bernafas.
'Aku lupa bahwa orang yang sedang duduk di hadapanku ini adalah Wu Chen, orang terkuat di dunia!'
'Dia bisa melakukan apa pun yang dia mau tanpa ada yang bisa menghalanginya! Kalau dia mau, dia bisa langsung mengambil Tiket Emas itu tanpa harus memintanya padaku!'
'Namun karena dia datang dan memintanya pada ku, itu berarti dia sudah bersikap sopan dan menghormati diriku. Aku sungguh bodoh karena tidak menyadari itu!'
'Sekarang, kalau aku tidak memberikan apa yang dia inginkan, mungkin dia benar-benar akan menghancurkan sekolah ini!" pikir Hu Jinhong di benaknya.
Lalu Hu Jinhong berhenti bersikap dingin kepada Wu Chen dan berbicara dengan lebih sopan.
"Maafkan aku! Ini adalah kesalahan ku! Aku bisa memberikan Tiket Emas itu kepada mu, tetapi aku tidak bisa memberikan tiket emas dengan jumlah yang kamu mau. Aku hanya bisa memberikan sembilan Tiket Emas kepada mu!" kata Hu Jinhong.
"Hanya sembilan? Kemana tiga tiket emas lainnya?" tanya Wu Chen masih dengan wajah yang dingin.
"Tiga tiket lainnya telah aku berikan kepada orang lain. Jadi hanya ada sembilan tiket emas yang tersisa!" jawab Hu Jinhong.
"Aku harap kamu tidak berbohong kepada ku!" ujar Wu Chen mengingatkan.
"Aku tidak akan berani!" kata Hu Jinhong meyakinkan Wu Chen.
Pada saat itu, Wu Chen hanya diam dan melihat wajah Hu Jinhong yang tertunduk ketakutan.
'Sepertinya dia berkata jujur!' ucap Wu Chen di benaknya.
Karena merasa Hu Jinhong berkata jujur, maka Wu Chen tidak ingin memperpanjang masalah tersebut.
"Baiklah, kalau begitu berikan sembilan Tiket Emas yang tersisa kepada ku!" kata Wu Chen memerintahkan.
"Baik, tunggu sebentar!" jawab Hu Jinhong segera bangkit dari tempat duduknya.
Lalu Hu Jinhong mengambil sebuah koper dari salah satu lemari di belakangnya. Ketika koper itu dibuka tampak sembilan Tiket Emas yang tersisa ada di dalamnya.
"Aku akan mengambil sembilan tiket ini!" kata Wu Chen kepada Hu Jinhong.
Dia lalu mengangkat tangannya di atas sembilan tiket tersebut dan menyimpannya ke dalam telapak tangannya. Setelah itu Wu Chen kemudian bangkit berdiri.
"Terima kasih atas kerjasama mu, Dekan Hu! Sekarang, aku harus pergi. Aku akan kembali dalam waktu 3 bulan. Selama waktu itu, anda harus menyiapkan semua yang aku butuhkan. Dan sebagai gantinya aku akan membawakan murid yang anda inginkan! Sampai jumpa tiga bulan lagi!" ucap Wu Chen berbalik badan.
Kemudian dia langsung menghilang tanpa suara meninggalkan ruangan tersebut.
Sementara itu, Kepala Sekolah Hu Jinhong yang masih berada di dalam ruangan kantor nya, tampak duduk dengan lemas.
Dia menghela nafas dan menatap langit-langit.
"Apakah aku sudah membuat keputusan yang benar? Sekarang aku hanya bisa berharap dia tidak menyebabkan masalah!" ucap Hu Jinhong merasa pasrah.
Dia berharap tidak akan ada sesuatu yang terjadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
..........
..........
Pada saat yang sama, disisi lain, tampak Wu Chen yang sedang berjalan dengan santai di lapangan universitas.
'Tiketnya sudah aku dapatkan. Sekarang untuk mencari murid pertamaku, kota mana yg harus aku kunjungi terlebih dahulu?' pikir Wu Chen di benaknya.
Namun, tanpa terlalu banyak berpikir, Wu Chen langsung menetapkan kota tujuan pertamanya.
"Baiklah, mari kita kunjungi kota terdekat terlebih dahulu!"
Wu Chen kemudian terbang tinggi ke udara dan dengan cepat menuju ke Kota terdekat, yaitu Kota Besi Hitam (Black Iron City).
Beberapa saat kemudian, hanya dalam waktu singkat Wu Chen tiba di Kota Besi Hitam.
Di jalanan pusat kota, tampak Wu Chen yang sedang berdiri di tengah keramaian.
Banyak orang berlalu-lalang melewati dirinya. Wu Chen melihat ke atas dan melihat banyak gedung tinggi dan kapal terbang melayang di langit.
"Kota ini masih tidak banyak berubah!" kata Wu Chen dengan senyuman di wajahnya.
'Karena aku sudah sampai di sini, haruskah aku mencari tempat untuk menginap terlebih dahulu?" pikir Wu Chen dalam benaknya.
Sepuluh ribu tahun setelah Era Kekacauan, teknologi berkembang dengan sangat pesat.
Alat Transportasi, Komunikasi, dan lainnya mengalami kemajuan dan perubahan secara signifikan.
Hal-hal menjadi semakin modern dan canggih. Akan tetapi, walau dengan semua kemodernan dan kecanggihan tersebut peran manusia tetap tidak bisa tergantikan.
Kemudian....
Di lantai atas sebuah gedung pencakar langit, tampak Wu Chen yang sedang berdiri melihat pemandangan kota.
"Pemandangan disini cukup bagus!" ucap Wu Chen.
Dia tampak mengagumi pemandangan Kota Besi Hitam di hadapannya. Namun itu bukan tujuan utamanya datang ke tempat ini.
"Sekarang haruskah aku mencari murid pertama ku?" pikir Wu Chen di benaknya.
Kemudian Wu Chen menggunakan kemampuannya.
"MATA MAHA TAHU!"
Pada saat Itu kedua mata Wu Chen seketika bersinar emas layaknya bintang. Akan tetapi yang lebih menakjubkan bukanlah itu.
Di saat yang bersamaan, dua buah mata raksasa berwarna emas muncul dan melihat ke seluruh kota.
Mata Maha Tahu adalah kemampuan yang dapat memperlihatkan informasi suatu target atau objek.
Mata ini bisa digunakan dalam sekala luas maupun kecil tergantung kemampuan penggunanya.
"Dengan ini, aku akan dapat melihat informasi semua orang yang ada di Kota Besi Hitam. Sekarang, mari kita cari calon murid pertamaku!" kata Wu Chen.
Dia kemudian mulai mencari calon murid pertamanya ke seluruh penjuru kota.
Dengan kemampuan Mata Takdir, Wu Chen dapat melihat jendela informasi semua orang di Kota Besi Hitam.
Wu Chen terus mencari tanpa henti.
Hingga setelah beberapa saat kemudian, pencarian akhirnya berhenti pada seorang remaja laki-laki yang berada di kamar rumah sakit.
Remaja laki-laki itu tampak sedang duduk mengawasi seorang wanita tua yang terbaring koma di ranjang pasien.
Dari informasi yang di tampilkan oleh Mata Maha Tahu, remaja laki-laki itu bernama Lin Yinghan, berusia delapan belas tahun dan belum terbangkitkan.
Remaja itu lalu menggenggam tangan wanita tua itu dengan lembut dan berbicara padanya.
"Nenek, besok adalah hari ujian kebangkitan. Jika besok aku mendapatkan hasil yg bagus, aku berjanji akan belajar dan berlatih dengan rajin. Aku akan bekerja keras dan diterima di Universitas terkenal. Aku juga akan mengumpulkan uang untuk menyembuhkan nenek. Dan setelah nenek sembuh, kita akan bisa berkumpul bersama lagi. Jadi kumohon, bertahanlah sampai saat itu tiba!" ucap Lin Yinghan penuh harapan.
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Lin Yinghan kemudian keluar dari kamar pasien.
Namun ketika dia baru saja keluar dan berjalan ke ruang administrasi, dia melihat kakeknya yang sedang dimarahi oleh seorang staf rumah sakit.
"Saya mohon, tolong beri saya waktu lagi. Saya berjanji, saya pasti akan melunasi semua biayanya!" ucap Sang Kakek memohon kepada staf tersebut.
"Sudah berapa kali anda mengatakan itu? Faktanya sampai sekarang anda belum bisa melunasinya! Kami menjalankan rumah sakit bukan badan amal! Besok adalah hari terakhir. Kalau besok anda masih tidak dapat melunasi semuanya, maka kami akan dengan terpaksa menghentikan perawatan dan mengeluarkan istri anda dari rumah sakit ini. Sekarang, menyingkir lah dari hadapanku!"
Staf tersebut kemudian berjalan pergi meninggalkan Sang Kakek.
Setelah staf tersebut pergi, Lin Yinghan dengan terburu-buru datang menghampiri kakeknya.
"Apakah kakek tidak apa-apa?" tanya Lin Yinghan.
"Tidak apa-apa, Yinghan! Kakek baik-baik saja!" jawab Sang Kakek mencoba untuk tersenyum.
Lin Yinghan yang melihat Kakeknya yang berpura-pura tersenyum, hanya bisa diam tanpa bisa berbuat apa-apa. Hatinya benar-benar terasa sakit.
Ditengah suasana tersebut, Sang Kakek mencoba mengalihkan pembicaraan mereka untuk mengubah suasana.
"Apakah kamu sudah selesai melihat nenekmu?" tanya Sang Kakek dengan lembut.
"Ya, sudah!" jawab Lin Yinghan.
"Baiklah, sekarang mari kita pulang. Besok adalah hari ujian kebangkitan. Kamu harus bangun pagi supaya tidak terlambat!" kata Sang Kakek sembari tersenyum.
Mendengar itu, Lin Yinghan hanya menganggukkan kepalanya.
Kemudian Lin Yinghan dan kakeknya pulang dan meninggalkan rumah sakit.
Sementara itu di sisi lain, Wu Chen yang dari tadi mengawasi Lin Yinghan dari kejauhan, kemudian mengakhiri pengawasannya.
Kedua mata Wu Chen berhenti bersinar, begitu pula mata raksasa tersebut yang ikut menghilang.
"Sepertinya aku sudah menemukan calon murid pertamaku!" kata Wu Chen sembari tersenyum dan menyeringai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
..........
..........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!