Aku membuka mata dan menatap langit-langit kamar yang sudah sangat kukenal. Sejenak, semuanya tampak normal, namun ada sesuatu yang tidak benar.
"Kapan aku pulang ke rumah?" gumamku sambil berusaha mengingat kembali. Namun, pikiranku terasa kacau, dan tidak ada satu pun ingatan yang terlintas.
Berusaha bangkit dari tempat tidur, tiba-tiba aku merasakan tanganku tenggelam ke dalam kasur. Suara kayu yang patah membuatku terkejut, dan aku memandang tangan yang menembus kasur hingga mematahkan rangka kayu di bawahnya.
“Apa yang terjadi padaku?” tanyaku pelan, terperangah.
Kebingungan melanda. Aku tak ingat pernah memiliki kekuatan sebesar ini. Apakah sesuatu terjadi padaku? Aku mencoba menggali ingatanku, namun setiap upaya terasa sia-sia, seolah ada dinding yang menghalangiku untuk mengingat apapun.
Aku kemudian mencoba merangkai kembali kepingan ingatan ku, “ Sebelumnya aku pergi ke toko untuk membeli makanan yang di pesan ibu, tapi…apa yang terjadi setelah itu?”
Belum sempat aku melanjutkan upayaku, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering, haus yang luar biasa menyerang ku. Rasanya seperti baru saja selesai berlari maraton tanpa meminum air. Aku segera berdiri, mengabaikan suara kayu yang berderit di bawah kakiku, dan menuju ke kamar mandi.
Namun, saat tanganku menyentuh pegangan pintu, pintu itu robek dari engselnya. Aku kaget, tapi rasa haus ini terlalu menguasai, aku tak punya waktu untuk memikirkan kekuatan aneh ini. Aku segera menyalakan keran, namun keran itu pecah, dan air memancar deras. Tanpa berpikir panjang, aku segera meminum air itu langsung dari pancurannya.
Namun, meski air itu mengalir di tenggorokanku, rasa hausku tidak juga reda. Ada sesuatu yang kurang. Aku butuh lebih dari sekadar air.
“Tenanglah,” Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar, lembut namun penuh kekhawatiran, seperti suara malaikat.
Aku terjatuh, nafasku terengah-engah. “Siapa di sana?” tanyaku, namun tak ada jawaban. Dengan susah payah, aku menenangkan diri.
"Demi Tuhan, apa yang terjadi padaku?"
Aku menatap air yang terus mengalir dan sadar bahwa aku harus menghentikannya. Dengan hati-hati, aku mematikan katup lain yang terletak di bawah keran dan air pun berhenti.
Menarik napas panjang, aku berbalik menuju cermin, dan apa yang kulihat membuatku terkejut.
"Apakah itu… aku?"
Tubuhku lebih tinggi, lebih berotot, dengan perut yang sixpack dan lengan yang kuat. Namun, yang paling mencolok adalah kulitku yang sangat pucat, seolah-olah darah telah meninggalkan tubuhku. Mata biruku tampak lebih tajam, dan rambut hitamku berkilauan di bawah sinar lampu.
Apakah aku berubah menjadi seseorang yang berbeda dalam semalam? diriku yang dulu berusia 21 tahun, kurus dan hampir tak bertenaga, sekarang tampak seperti seorang atlet. Apakah aku korban eksperimen rahasia pemerintah?
“Alucard, ada apa? Kenapa ribut-ribut?” Suara lain terdengar, membuatku kembali fokus. Rasa haus kembali menyerang, lebih kuat dari sebelumnya. Aku bisa melihat bayangan ibuku di balik dinding, jantungnya berdetak begitu menggoda…
Namun, suara ibuku membangunkan ku dari lamunan. “Alucard? Ada apa? Suara apa itu?”
Aku menatap diriku di cermin, dan mataku...sekarang berubah menjadi merah darah. "Oh... sial."
Aku harus berpikir cepat. Aku tidak bisa membiarkan diriku menyerah pada dorongan aneh ini. "Bu, aku sedang sibuk sekarang," kataku, berusaha menjaga suaraku tetap tenang.
Mendengar jawaban normal ku, ibuku tampaknya mulai tenang. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang melambat, meski aku tidak bisa melihat wajahnya.
"Bisakah kamu buka pintunya?"
“Aku tidak bisa… aku tidak sedang memakai baju,” jawabku dengan nada canggung.
"Oh," Ibuku terdiam sejenak, lalu akhirnya menjauh. Aku menghela napas lega.
Aku melihat jam. Sudah pagi, dan aku seharusnya kuliah. Tapi dengan keadaan seperti ini, aku tidak bisa keluar rumah. Pandanganku beralih ke kamar yang berantakan—lantai rusak, pintu kamar mandi terlepas, dan air menggenang di mana-mana. “Aku harus membereskan kekacauan ini.”
---
Dua jam kemudian, saat merapikan kamar, aku menemukan banyak hal aneh tentang diriku. Kekuatan fisikku jauh lebih besar dari sebelumnya, tetapi ini justru membuatnya sulit dikendalikan. Segala sesuatu terasa lebih intens—pendengaran, penglihatan, penciuman—semua meningkat tajam. Aku bisa mendengar segala sesuatu yang terjadi di rumah bahkan hingga ke luar. Suara-suara itu terlalu banyak, membuatku sulit berkonsentrasi. Aku harus melatih diri untuk fokus pada satu suara di tengah keramaian.
Namun, yang paling aneh adalah kemampuan baru yang kutemukan: sebuah penglihatan lain. Saat beralih ke penglihatan ini, dunia di sekitarku berubah menjadi merah, dan aku bisa melihat segala sesuatu dengan jelas, termasuk siluet manusia dengan jantung mereka yang bersinar merah terang.
Meski baru menguji kemampuan ini sejenak, aku segera menyadari apa yang terjadi padaku. Aku telah berubah menjadi sesuatu yang bukan manusia lagi, mungkin vampir, atau sesuatu yang serupa. Kulit pucat, mata merah, kekuatan fisik yang super kuat, dan rasa haus yang tak terpuaskan menjadi tanda-tandanya.
Kelemahan khas vampir mulai terlintas di benakku: bawang putih, salib, sinar matahari. Namun, saat aku menguji satu per satu, tidak satupun dari mereka tampaknya berpengaruh padaku. Aku tidak merasakan apa-apa saat menyentuh kalung salib, atau saat memakan bawang putih. Bahkan sinar matahari yang seharusnya membahayakan ku tidak membuatku terluka.
Aku duduk di tepi tempat tidur, merenung. “Kalau begitu, aku ini sebenarnya apa?”
Meski aku memiliki kekuatan baru yang luar biasa, aku tak merasakan kelemahan yang biasanya menyertai vampir. Pagi ini terasa begitu aneh. Namun, satu hal yang pasti—aku tak hancur di bawah sinar matahari, dan itu cukup melegakan. Aku tertawa kecil, mencoba menenangkan pikiranku yang terus berputar sebelum akhirnya kelelahan mengalahkan rasa penasaranku, dan aku tertidur kembali.
Malam yang kelam...
Aku terbangun dari tidur dengan napas terengah, merasakan rasa haus yang mendesak di tenggorokanku. Kali ini, aku tahu aku berada di ambang kehilangan kendali. Ketakutan menguasai pikiranku—takut bahwa aku akan melakukan sesuatu yang tak dapat diperbaiki, sesuatu yang akan menghancurkan kehidupan ku.
Aku membuka jendela dan melompat keluar tanpa berpikir panjang. Suara retakan kecil di bingkai jendela terdengar samar di telingaku saat aku terjun ke dalam gelapnya malam.
Di bawah naungan malam, kekuatanku tampak lebih kuat. Indraku semakin tajam, mampu mendeteksi setiap suara dan aroma di sekelilingku. Namun, aku kehilangan kendali atas hasratku. Aku mencoba mengendalikan diri, tetapi rasa haus akan darah terlalu kuat—rasanya seperti mencoba mengendarai mobil dalam keadaan mabuk berat.
Bau darah yang menggoda menusuk hidungku, memicu insting liar di dalam diriku. Tanpa sadar, taring tajam mulai muncul di mulutku.
Aku mendarat di atas sebuah bangunan, mengabaikan beton yang hancur saat tubuhku menghantamnya, dan berlari mengikuti aroma darah yang semakin kuat.
Aku hampir kehilangan kesadaran, berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar, menolak menjadi binatang yang diperbudak oleh haus darah. Dalam waktu singkat, aku sampai di sebuah gang gelap, dan perlahan dunia dalam penglihatan ku mulai berubah menjadi warna merah darah. Di sana, aku melihat empat siluet.
Tiga pria dan satu wanita. Dua pria memegangi lengan wanita itu, sementara pria ketiga menodongkan senjata ke lehernya. Pandanganku tertuju pada jantung para pria itu— namun cahaya hati mereka tampak lebih lemah dibandingkan ibu ku.
"Siapa kau?! Pergi dari sini!" salah satu dari mereka berteriak, tapi aku tidak peduli. Perhatianku teralih ke wanita itu. Dia berbeda; hatinya tidak bersinar merah seperti yang lain. Sebaliknya, lehernya yang menarikku.
Pria dengan senjata mendekatiku dengan niat jahat, tapi langkahnya terhenti begitu dia melihat senyum predator di wajahku. Taringku tajam seperti dracula, yang bisa dengan mudah merobek daging dan tulang. Ketiga pria itu terdiam, wajah mereka pucat seperti melihat mimpi buruk terburuk mereka.
"M-Monster..." suara salah satu pria gemetar. Mereka mencoba melarikan diri, tapi ketakutan telah melumpuhkan mereka.
Dengan tenang, aku mendekat. Mata mereka terjebak dalam tatapanku, seperti babi yang akan disembelih. Dalam sekejap, aku muncul di depan pria yang memegang senjata, tanganku menembus dadanya dan mencabut jantungnya. Aku memandang organ berdetak itu dengan ketertarikan, tapi entah kenapa, darahnya tak menggugah seleraku. Aku menjatuhkannya ke tanah.
Yang terjadi selanjutnya adalah teriakan histeris pria yang memegangi wanita itu. Dia mencoba lari, tapi tak berdaya. Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, aku muncul di belakangnya dan memisahkan kepalanya dari tubuhnya. Aku meraih kepalanya dan menjilat darah di wajahnya, Tapi yang kurasakan hanya merasa jijik.
"Menjijikkan," gumamku sambil meludah ke tanah.
Aku beralih ke pria terakhir, dan dengan satu gerakan cepat, tubuhnya terbelah dua. Ia hanya sempat melihat tubuhnya jatuh sebelum nyawanya benar-benar hilang.
Aku mabuk dalam kenikmatan membunuh dan aroma darah yang memenuhi udara. Kesadaranku berayun antara terjaga dan tidur, seperti terjebak dalam mimpi yang kabur.
Tawa lembut seorang wanita memecah kesunyian.
Aku menatapnya, penglihatan ku kembali normal. Dia adalah wanita cantik dengan kulit pucat, rambut putih panjang terikat rapi, dan mata ungu yang tajam. Gaun hitam bergaya gothic yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan keanggunan tubuhnya.
"Seperti yang kuduga, kau melampaui harapanku, Alucard," katanya, suaranya mengingatkanku pada bisikan yang kudengar saat terbangun pagi ini.
Saat aku akan menanyakan banyak hal, dia meletakkan jarinya di bibirku, "Ssst. Kau harus memuaskan dahagamu dulu. Darahku akan memberitahumu semua yang perlu kau ketahui, Sayang." Dengan perlahan, dia membuka gaunnya, memperlihatkan sebagian lehernya.
Inderaku meledak dalam keinginan yang tak terkendali. Aku menelan ludah, memeluknya erat, dan menggigit lehernya.
"Ahhh~! Kau begitu kejam," desahnya, tapi aku mengabaikannya, hanya terfokus pada darah yang kini mengalir ke tenggorokanku. Rasanya lebih nikmat daripada apa pun yang pernah kurasakan. Setiap tegukan darahnya adalah kenikmatan yang tak terbandingkan, dan aku merasakan hubungan yang kuat terbentuk di antara kami, sebuah koneksi yang aneh namun tak terelakkan.
"Sepertinya kau menikmati darahku, bagus." Senyum genit menghiasi wajahnya saat dia tiba-tiba menggigit leherku. Sensasi dari gigitannya memperdalam koneksi kami, dan kenangan-kenangannya membanjiri pikiranku.
Aku melihat dunia melalui matanya—pasar yang familiar, bangunan yang terbengkalai, dan tubuhku yang terluka parah terbaring di tanah. Wanita itu seperti membuat sebuah lingkaran sihir di tanah lalu mengigit tangannya untuk meneteskan darahnya ke bibirku, dan saat itu, Tubuhku mulai beregenerasi dengan kecepatan yang luar biasa dan lingkaran sihir mulai berputar di tanah. Saat tubuhku berhenti beregenerasi, lingkaran sihir itu tiba-tiba menghilang.
Wanita itu menampilkan senyum puas, "Sukses."
Seketika, aku membuka mata dan menemukan diriku kembali di gang gelap, di hadapan wanita berambut putih itu.
"Ngh~~, Alucard....apakah kau ingin membunuhku? Kau sudah puas, kan?" senyumnya bermain di bibirnya.
Aku berhenti menggigit lehernya dan menatapnya. Pikiranku dipenuhi pertanyaan, aku akhirnya menyadari bahwa sebenarnya aku ini vampir, begitupula dengan wanita itu. Tapi yang pertama kali kutanyakan adalah, "Siapa namamu?"
Wanita itu menampilkan senyum terindah yang belum pernah kulihat. "Luna…Luna Ravenclaw."
Aku tersenyum kecil, meski terasa canggung. "Nama yang indah, cocok denganmu."
"Haha, Terimakasih," katanya sambil tertawa.
"Alucard…Alucard morningstar" jawabku memperkenalkan diri.
"Aku baru menyadari bahwa nama mu itu kebalikan dari kata Dracula" komentarnya sambil tertawa kecil.
"Ya begitulah, aku tidak tau kenapa orang tua ku memberikan nama yang begitu menyeramkan untuk ku" jawabku sambil mengangkat bahu.
Kini, dengan kesadaranku yang perlahan kembali, aku melihat mayat-mayat yang berserakan di sekitarku. Perutku bergejolak, merasa ingin muntah, tapi tubuhku menolak. Perasaan aneh merayap dalam diriku—antara jijik dan ketidakpedulian yang dingin.
Luna melihat kebingungan di wajahku, "Ayo, kita pindah dari sini."
Aku mengangguk setuju. Dia mendekat, "Cobalah untuk mengikuti ku. Aku akan melambat."
Dengan dorongan ringan, Luna melompat ke atap gedung, dan aku mencoba mengikuti, meski tanah di bawahku hancur akibat loncatan ku yang terlalu kuat. Dalam perjalananku mengikutinya, perasaan aneh mulai muncul. Meski aku tahu dia adalah penyebab dari perubahan ini, aku tidak bisa merasa curiga padanya. Ada sesuatu tentangnya yang terasa akrab, seperti aku pernah bertemu wanita ini sekali di masa lalu, tapi aku tidak ingat kapan.
Satu langkah demi langkah, aku mencoba memahami situasi ini. Tapi untuk saat ini, aku hanya bisa mengikuti vampir cantik itu.
Aku menemani Luna menuju sebuah rumah yang sangat megah. Tempat itu sangat luas; seperti sebuah rumah bangsawan di film-film.
Saat aku mencoba memasuki rumah Luna, aku seperti dihadang oleh sesuatu, seolah-olah ada semacam dinding tak terlihat yang mencegah ku untuk masuk.
Seorang wanita berpakaian seperti pelayan kerajaan muncul. Begitu wanita itu masuk ke dalam pandanganku, aku menyadari dia bukan vampir.
Dia memiliki rambut pirang yang diikat dengan kuncir kuda, mata biru, dan tubuh yang sederhana. Umurnya tampaknya berkisar antara 25 hingga 30 tahun. Tingginya agak pendek, mungkin sekitar 165 cm?
“Nona Luna, tampaknya Anda membawa tamu,” ujar pelayan itu dengan nada netral yang tidak menunjukkan emosi.
“Natalia, bisakah kamu melepaskan sihir penghalang rumah ini dan mengundangnya masuk?, aku bisa menjamin bahwa dia bukan ancaman” Luna bertanya dengan nada ramah.
“Ya, Nona Luna” jawab Natalia
“Kamu bisa masuk,” ujar Natalia, dan aku merasakan kekuatan yang mencegahku masuk seolah-olah sudah menghilang.
“Ayo, Alucard. Pasti ada banyak yang ingin kau tanyakan, kan?” Luna tersenyum lembut.
Aku mengangguk dan mengikuti Luna. Di dalam mansion, aku melihat sekeliling dan menemukan bahwa semua orang bersembunyi di balik tembok.
Aku melihat 4 siluet perempuan dan 2 siluet laki-laki, aku melihat hanya satu siluet yang hati nya bersinar merah sedangkan sisanya pasti vampir.
Menyadari perhatian ku, Luna langsung berkata, "Pergi!"
Begitu Luna berbicara, semua orang di balik tembok menghilang.
“Abaikan mereka, mereka hanya melindungi ku. Keluargaku terlalu protektif,” Ucap Luna
Sesampainya di ruang tamu, aku duduk di sofa sementara Luna duduk di sampingku.
'Hmm, aromanya sangat menggoda…' Batin ku
Aku menggelengkan kepala beberapa kali untuk menahan dorongan untuk mengigit dan menghisap darah nya.
“Heh~, kamu mengendalikan dirimu dengan baik meski baru menjadi vampir,” Luna berkomentar dengan senyum kecil. “Kupikir kau akan langsung menyerang ku di sofa ini dan mengacak-acak aku sembari memamerkannya kepada para pelayan… sayang sekali~.”
Aku merasa mataku sedikit berkedut mendengar komentarnya.
“Walau tawaran itu menarik, tapi aku tidak akan melakukan hal tersebut. yang aku inginkan saat ini adalah jawaban untuk rasa penasaran ku” kataku.
“Hee~” Luna menyeringai manis mendengar perkataan ku, "Kalau begitu sebelum aku menjelaskan lebih lanjut, kamu tahu kita ini apa, kan?”
“Mungkin Vampir…atau sesuatu yang mirip seperti vampir,” jawabku.
“Kenapa kamu berpikir begitu?”
“Awalnya Aku tidak yakin bahwa aku ini vampir karena aku tidak memiliki kelemahan vampir pada umumnya seperti dalam film yang ku nonton. Aku sudah mencoba memakan bawang putih, terkena sinar matahari, mendekati salib, dan sebagainya, dan aku masih baik-baik saja. Akan tetapi ciri-ciri fisik ku sangat serupa dengan vampir; kulit pucat, haus darah, taring tajam, dan lain-lain. Sehingga aku berpikir bahwa aku ini vampir atau sejenisnya” Jawabku
“Ditambah lagi, aku juga belum pernah melihat vampir dengan kemampuan melihat ‘Red world’ sehingga aku kurang yakin bahwa aku ini vampir.” Lanjut ku
Luna tampak terkejut mendengar penjelasanku dan bertanya, “Red world?”
“Ketika aku terangsang oleh bau darah, penglihatan ku terhadap sekeliling berubah menjadi merah semua. Dunia terlihat seperti tidak ada halangan seperti dinding atau tembok, semua nya menjadi dataran dengan berbagai siluet manusia,, aku dapat melihat jantung merah mereka berdetak, seolah mengundangku untuk meminum darah mereka. Aku menyebutnya 'Red world' karena tidak kepikiran nama yang lebih baik.” Jawabku
Aku menatap Luna, tepatnya lehernya lalu berkata "Akan tetapi kamu berbeda, ketika aku melihat mu mengunakan penglihatan Red world, aku hanya bisa melihat lehermu yang bersinar merah"
Luna terkesan dengan perkataan ku, dan melihat ku seolah-olah melihat makanan yang dia impikan dan belum pernah cicipi semasa hidupnya berada di hadapannya.
“Aku mengerti, jadi itu adalah sifat vampir 'kampungan' mu. Seperti yang kupikirkan! menggubah mu menjadi vampir adalah keputusan yang sangat tepat, kamu benar-benar spesial" Luna tampak bersemangat sambil memelukku dan mendekatkan wajahnya ke leherku.
“Jelaskan padaku apa yang terjadi!” Aku menarik wajahnya dari leherku, wanita ini benar-benar haus akan darah!
Luna berpura-pura batuk dan menjauh dari leherku. Dia mengambil postur wanita bangsawan dan melanjutkan penjelasannya, meskipun posisinya sedang duduk di pangkuanku.
“Mari kita mulai dari awal. Ada dua jenis vampir di dunia ini: vampir bangsawan seperti aku, dan vampir kampungan yang akan kau temui suatu hari nanti.”
“Keduanya memiliki kesamaan dan perbedaan. Vampir bangsawan dapat memiliki anak, dan anak-anak vampir bangsawan akan mewarisi karakteristik orang tua mereka, hanya saja karakteristiknya jauh lebih kuat.”
“Keluarga Ravenclaw, tempatku berasal, memiliki sifat api. Kami dapat mengendalikan api dan memiliki kekebalan penuh terhadap sinar matahari. Biasanya, sifat ini tidak diturunkan kepada vampir lain yang dibesarkan dalam keluarga kami, tetapi tampaknya kamu berbeda.” Katanya dengan nada senang
Aku membuka mataku sedikit… “Jadi, aku mewarisi…”
“Ya, kamu mewarisi sifatku. Semua vampir memiliki kelemahan terhadap sinar matahari, tetapi hanya beberapa keluarga yang memiliki ketahanan tertentu. Keluargaku adalah satu-satunya yang memiliki kekebalan penuh terhadap sinar matahari.”
Aku menelan ludah memikirkan risiko yang kuhadapi. “Apa yang terjadi pada vampir biasa jika terkena sinar matahari?”
Luna tersenyum lembut. “Mereka berubah menjadi abu.”
Aku terkejut. Ya tuhan, aku hampir menjadi abu.
“Seperti yang kukatakan, karakteristik keluarga kami adalah mengendalikan api.” Luna mengangkat tangannya dan memunculkan bola api kecil. “Keluargaku sangat ditakuti di dunia vampir. Dengan kemampuan seperti ini, kami bisa membakar vampir hingga menjadi abu.”
“Apa bedanya dengan vampir kampungan?” tanyaku.
“Mereka tidak dapat memiliki anak dan karakteristik mereka tergantung pada kepribadian mereka. Vampir kampungan biasanya adalah vampir hasil ciptaan vampir bangsawan.”
“Jadi...aku adalah vampir kampungan?” tanyaku, bingung.
“Ya dan tidak,” jawab Luna. “Kamu terlahir sebagai vampir kampungan, tetapi karena kamu mewarisi sifatku, kamu menjadi vampir bangsawan dari House Ravenclaw.”
Luna membisik di dekat telingaku, “Ingat kekuatan Red world yang kamu sebutkan? Itu adalah sifat vampir kampungan mu, yang kamu peroleh saat aku mengubahmu menjadi vampir. Dan apakah kamu ingat kekebalanmu terhadap sinar matahari?” Dia bertanya sambil menjilati telingaku, membuatku merasakan aliran listrik di seluruh tubuhku. Aku merasakan dorongan seksual yang tak tertahan.
“Ya,” jawabku dengan suara serak.
“Kamu mewarisi sifat ini dariku. Biasanya tidak mungkin, tetapi kamu istimewa; darahmu istimewa,” Luna melanjutkan sambil menjilati leherku. “Kekebalan Mu terhadap sinar matahari menjadikanmu vampir bangsawan dari House Ravenclaw.”
Meskipun terangsang, pikiranku masih bisa berpikir jernih, Luna akhirnya menarik diri dariku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!