NovelToon NovelToon

Kebebasan Berahasia

bab 1

Aku menatap ragu amplop putih yang sedang berada dalam genggaman tanganku padahal nyatanya aku telah memikirkan ini berhari-hari lamanya. Akhirnya keputusanku adalah harus segera mengundurkan diri. "Mbak udah beneran yakin?" tanya Seya, salah seorang rekan kerjaku di Kantor, Manager Produksi. Aku menganggukkan kepala pelan

merespon pertanyaannya. Ya,

menurutku ini adalah keputusan yang

sangat baik dan benar. Sudah 2 bulan

ini aku hukan lagi menantu mereka,

aku tidak berhak lagi bekerja di sini

dengan fasilitas yang sama seperti awal ketika masih berstatus istri dari Refaldi Tano. Oh oke, aku malah jadi membahas Mas Adi. Lelaki menyebalkan yang pernah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta, merasakan indahnya pernikahan. Meskipun itu hanya bertahan 2 tahun lama. Sebelum akhirnya dia berselingkuh dariku. Memikirkan hal itu suhu tubuhku naik dan rasanya ingin meledak saat ini 50

juga.

Hari ini menjadi puncak kesabaranku

bekerja di sini, bukan karena aku

dibully atau rekan kerjaku yang tidak dapat berkerja sama. Namun karena Mas Adi, ya lagi-lagi kerena dia. Sebenarnya aku sudah hampir move on dengan menyibukkan diri, namun lelaki itu malah. memperlihatkan kemesraan bersama sekretarisnya. Setiap hari aku merasa

gondok melihatnya.

Padahal Pak Daud atau biasa ku panggil dengan sebutan papi kalau di rumah. Mantan mertuaku yang juga berstatus CEO Tano Group sama sekali tidak masalah jika mantan menantu kesayangan sepertiku untuk tetap

bekerja di sana. Meskipun aku bukan

lagi bagian dari keluarga Tano.

Mami Deasy, mantan ibu mertuaku

juga menangis-nangis memintaku untuk tidak bercerai dengan putra gugat. Lagipula kata Mami, aku sudah bekerja di Tano Group jauh sebelum pernikahanku bersama Mas Adi. Namun situasi saat ini berbeda dan berubah menjadi canggung apalagi untukku. Mas Adi si brengsek itu bahkan berlaku bahwa aku dengannya seolalt tak pernah bercerai dan terus memperlakukan aku sebagai istrinya meskipun aku memang sudah tidak tinggal dengannya sejak dua bulan

sulungnya, Refaldi Tano dan tetap memintaku bekerja di Tano Group. Namun keputusan finalku saat itu benar-benar tidak hisa diganggu

lalu.

"Tapi apa Pak Adi bakal setuju?"

Kali ini terdengar suara Deon yang lantas membuatku tersentak sadar dari lamunan beberapa saat lalu. Deon ini adalah mahasiswa tingkat akhir yang dua bulan belakangan magang di

kantor,

"Kayaknya nggak bakal setuju

menurutku, apalagi Pak Daud. Kalau

beliau sudah pasti nggak bakal setuju," seru Lilis, asistenku. "Apapun yang kalian katakan, mbak tetap tidak akan mengubah keputusan," putusku. Mereka semua tercengang dengan tindakanku. "Oke maaf atas teriakanku, silakar kembali bekerja," tegasku. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Kanesa Alfira, aku seorang Manager Operasional yang beberapa saat lagi akan mengundurkan diri setelah 6 tahun mengabdi di Tano Group. Tano Group adalah sebuah perusahaan

keluarga Tano yang sudah ada sejak

tahun 2001. Perusahaan ini bergerak

di beberapa bidang idustri yang sudah

memiliki 8 anak perusahaan. Salah

satunya T-book yang merupakan

jaringan toko huku yang menyediakan

berbagai macam buku fiksi dan. non fiksi. Tano Group juga memiliki anak perusahaan penerbitan yaitu T-Pustaka. Ada anak perusahaan Tano Group yang juga bergerak dalam jaringan pertelevisan. Sepertinya sudah cukup aku memperkenalkan sedikit tentang Tano Group, setidaknya kalian sudah bisa mengira kekayaan yang dimiliki oleh

mantan mertuaku.

Ketukan heels putih tulang yang

sedang kupakai terdengar cukup

menggema ketika aku berjalan di

lorong lantai 11 di mana tempat

direktur alias bosku berada. Gedung

Tano Group terdiri 15 lantai.

Lantai 1 khusus resepsionis, beberapa

resto dan kafe. Sementara lantai 2-8

khusus divisi masing-masing. Lantai 9

khusus ruang rapat meeting khususnya

rapat-rapat besar perusahaan.

Lantat 10, Ruangan khusus para

dewan direksi. Lantai 11, tempatku

berada sekarang itu ruangan khusus

direktur utama perusahaan. Lantai

12, ruangan khusus CEO. Sementara

lantai 13 tempat olahraga untuk semua

karyawan, lantai 14 bioskop dan

kolam. Sementara atap gedung ini bisa

gunakan sebagai landasan Helikopter.

Setelah menceritakan ini, ku harap

kalian tidak pingsan karena masih

ada 8 anak perusahaan lain yang juga

tak kalah mewah. Pasti kalian merasa

bahwa aku adalah perempuan paling

beruntung karena pernah menjadi

menantu keluarga Tano. Yap, aku juga

merasa demikian.

Aku memang bukan berasal dari

keluarga kurang mampu, tapi hidupku.

berkecukupan dengan usaha tokoh roti

ayahku yang sudah tersebar hampir

diseluruh pulau Jawa. Tapi ketika

menikah dengan pewaris Tano Group

hidupku semakin sejahtera tentunya,

"Bu Nesa," sapa perempuan cantik

yang ruangannya tepat bersebelahan

dengan ruangan direktur namun

miliknya lebih kecil.

Sebenarnya aku tidak berharap

bertemu dengannya bersamaan

dengan aku yang sedang

menggenggam surat pengunduran diri.

Namun nasib sial rupanya menimpaku

siang ini, ruangan perempuan itu

terbuka lebar sehingga dengan jelas

dia dapat melihatku melangkah

menghampiri ruangan direktur

kesayangannya.

"Halo, Tatiana," halasku dengan

senyuman manis.

Meskipun hatiku cukup gondok,

namun memperlihatkan senyum

padanya adalah suatu keharusan agar

perempuan itu tidak mengira bahwa

aku helum move-on yang nyatanya

belum 100%.

Oh sial

"Pak direktur ada di dalam?" tanyaku

cepat.

Aku jelas muak berbicara dengan

perempuan ini

"Ya, pak direktur baru saja selesai

rapat bersama dewan direksi beberapa

saat lalu," jelasnya.

"Oh baiklah, saya ada keperluan

dengan beliau."

"Perlu saya temani?"

Aku menoleh dengan hati yang

semakin gondok. Aku bukan orang

buta yang tidak tahu jalan sampai

harus ditemani segala.

"Oh tidak, urusan kali ini cukup

pribadi. Terima kasih Tatiana.

Aku melengos pergi dari hadapan

Tatiana, sebelum perempuan itu

sempat membalas ucapanku. Biar saja

dia mengira aku ini orang yang kurang

sopan, toh beberapa saat lagi aku tak

akan bekerja di sini lagi.

Setelah mengetuk pintu mewah itu,

ku dengar dari dalam suara yang

mempersilakan aku masuk.

Aku menelan saliva setelah berhasil

masuk ke dalam. Lelaki itu menatap

dari ujung kaki sampai kepala dengan

tatapan tajam dan menusuk. Ada

apalagi kali ini? Aku masih berpakaian

cukup wajar dengan blus berwarna

biru muda dan rok pensil berwarna

putih selutut. Ya, meskipun ada sedikit

belahan di samping kirinya.

"Duduk," perintahnya.

"Ada perlu apa sampai harus ke

ruangan saya?" tanyanya dengan mata

yang masih menatap tajam.

Dengan sedikit gemetar aku

menyerahkan amplop putih itu di atas

meja kerjanya. Lelaki itu mengambil

dan membacanya, hal itu membuatku

menahan nafas selama beberapa detik.

"Kamu mau mengundurkan diri?"

tanyanya dengan mata lebih tajam.

"Iya pak," jawabku tegas.

"Alasannya?"

Aku tahu dia pasti akan menanyakan

hal ini, maka itulah aku telah

menyiapkan dan menghapal alasan.

yang cukup logis

"Saya diminta ayah saya untuk

mengurus usaha keluarga, maka itu

saya memilih untuk berhenti."

"Oh baiklah, alasanmu diterima."

Aku tersenyum senang.

"Tapi saya tidak bisa menerima surat

pengunduran diri kamu."

Aku melotot mendengar ucapan itu.

"Kenapa pak? Saya mohon, saya nggak

apa-apa kok meskipun nggak dapat

pesangon," jeritku.

Meskipun dalam hati aku langsung

menyesal karena mengatakan

tidak apa-apa meskipun

tanpa

pesangon padahal aku sangat

mengharapkannya. Apalagi Tano

Group yang tidak mengikuti

Undang-undang yang mengatur

hiaya

pesangon untuk karyawan yang resign.

Ya, Tano Group perusahaan yang

sangat loyal. Uang pesangon bagi

karyawan yang mengundurkan diri di

perusahaan ini malah hampir

setara

dengan pesangon ketika mendapat

PHK sepihak dari pihak perusahaan.

Jumlahnya dilihat dari riwayat kerja

dan jabatan.

Senang sekali kan bekerja di

sini. Apalagi mengingat gaji dan

kedudukanku di Kantor yang sudah

lumayan menjanjikan. Namun

bodohnya aku malah mau resign.

Kalau kalian tanya apakah aku sudah

pernah mengajukan pengudurun diri

sebelumnya? Ya, sudah. Sebulan lalu

tepatnya dan pihak HRD mengatakan

untuk mengantar surat pengunduran

diri ke Direktur setelah mereka sudah.

mendapatkan calon pengganti yang

tepat.

"Pokoknya saya bilang tidak!"

kukuhnya.

"Saya sudah usul ke HRD sebelum

bilang ke bapak, Pak Daud juga sudah

setuju."

"Tapi saya tidak setuju."

Aku mulai kesal

"Terserah bapak deh, lagi pula Pak

Daud sudah perintah ke HRD untuk

memilih calon pengganti saya sejak

sebulan lalu."

Ucapanku berhasil membuat, Mas Adi

melotot.

Aku harus segera keluar dari sini

sebelum lelaki menyebalkan ini

mengamuk layaknya singa.

"Saya permisi," tuturku lalu berlalu

menuju pintu namun sebelum aku

berhasil meraih handel pintu.

"Kamu tidak bisa keluar Fir," teriaknya.

Benar saja, pintu itu sudah dia kunci secara otomatis menggunakan remot di tangannya dan penutup jendela juga.

"Apa mau bapak?"

Aku berbalik dengan wajah kesal.

"Kamu."

"Aku mau kamu Fir."

bab 2

"Mas Deon, lihat Bu Nesa nggak?" tanya Egal salah seorang office boy

yang biasanya memang membawakan cappuccino untuk Nesa. "Lagi ke ruangan pak Adi, kamu letakkan aja kopinya di atas meja Mbak Nesa nanti saya bilang kalau

kamu yang buat," balas Deon. "Oke, makasih yang Mas," sahut lelaki muda itu dengan ramah. Setelah Egal pergi dari sana, Deon melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Sudah lebih dari 30 menit sejak Nesa memutuskan ke ruangan Direktur dan sampai sekarang belum

kembali.

"Mbak Lis," teriak Deon.

Divisi Operasional siang ini cukup sunyi. Hanya ada ada Deon, Lilis, Miranda, Sania dan Dedi Sementara 5 karyawan yang lain sedang ada tugas di luar kota.

"Kenapa Yon?" tanya Lilis yang masih

sibuk dengan komputernya. "Mbak Nesa udah setengah jam nggak nurun, sepertinya terjadi sesuatu." Lilis langsung meninggalkan mejanya setelah mendengar pembicaraan menarik yang disampaikan rekan kerjanya itu.

"Mulai deh ngerumpi," cibir Sania.

"Ikutan dehh," teriak Miranda sambil lari-lari meninggalkan beberapa kertas yang harusnya segera dia copy. "Aku nggak ikutan ya kali ini, Ac di lantai 7 lagi bermasalah aku mau hubungi tukang Ac buat benerin."

"Heleh, alasan aja kamu Mas, bilang

aja mau ngechat istri."

Sania mendengus. "Ya, sekalianlah."

Mereka terbahak.

"Mungkin nggak sih Mbak Nesa sama Pak adi, sementara bikin anak?"

Semua orang melotot.

"Mulutmu Mir,"seru Lilis. "Ya, mungkin juga," sahut Deon dan

mereka kembali terbahak.

Enak memang ngerumpi di kantor seperti ini apalagi membahas mantan

pasangan fenomenal. Kanesa Alfira dan Refaldi Tano.

Aku menatap gusar lelaki di depan

sana yang sedang fokus dengan komputernya, sudah 20 menit aku dikurung dalam ruangannya. Bahkan ketika Tatiana mengetuk pintu lelaki itu hanya mengatakan bahwa dia

sedang tidak ingin diganggu.

"Pak," seruku lagi.

"Panggil Mas, kita hanya berdua Fira."

Oke, dia memang mamaksaku

memanggilnya dengan sebutan Mas

sejak tadi.

"Oke Mas Adi, tolong biarkan saya mengundurkan diri dan keluar dari rungan ini."

"Aku setuju kamu berhenti dari perusahaan ini kalau kamu nginap di rumah malam ini."

Aku melotot.

"Aku nggak bisa. Kita udah cerai Mas." Gila saja menginap di rumahnya malam ini. Diserang warga sekompleks

baru tahu rasa din. "Hanya nginap aja,nggak ngapa-ngapain," tegasnya.

Aku menghela napas pelan. "Oke, hanya malam ini," putusku akhirnya.

Aku malas berdebat semakin lartia

dengan Mas Adi karena lelaki

itu bisa-bisa menjadi semakin

menyebalkan.

Aku balik ke lantai 6. Para rekan kerja terlihat berpencar kembali ke tempat

mereka masing-masing.

"Jangan berpura-pura, kalian lagi ngerumpiin saya kan?" todongku. Deon yang pertama kali kulihat banya

cengengesan, dasar mereka ini. "Gimana Mbak, pengunduran dirinya disetujui nggak?" tanya Lilis.

Aku mengulas senyum. "Iya dong. Besok mbak udah boleh beres-beres," seruku dengan senang. Wajah mereka tiba-tiba murung.

"Nggak apa-apa, Mbak Dewi bakal jadi

pengganti di sini kok."

Mereka melotot.

"Ih kok mbak Dewi sih," seru Miranda

tidak terima.

Memang banyak karyawan yang tidak

suka dengan mantan sekretaris Mas

Adi itu, karena dia cukup sombong,

banyak memerintah dan suka sekali

mengomplen.

"Doain aja semoga Mbak Dewi udah

tobat," tutur Deon.

Aku tersenyum melihat mereka.

ada rasa sedih tersendiri harus

meninggalkan mereka. Aku sudah

bersama-sama dengan mereka sejak 2

tahun dan mereka adalah rekan kerja

yang menyenangkan.

"Besok Mbak traktir deh."

"Yest" sorak mereka semua.

Aku melepas heels putih itu dari

kakiku dan mengantinya dengan

sendal rumah.

Aku baru sampai di apartemen, setelah menempuh waktu 30 menit perjalanan. Padahal dari kantor ke

apartemen itu tidak terlalu jauh, kalau jalan kaki mungkin membutuhkan waktu 10 menit namun karena aku mengendari mobil bersamaan

dengan kemacetan kota Jakarta, sudah

risikonya.

Saat aku baru saja akan membuka

kulkas untuk mencari air mineral

yang biasa kuletakan di sana, ponselku

berbunyi.

Pak Direktur Calling...

Kenapa lagi lelaki ini?

"Halo," sapaku dengan nada malas

"Aku sudah di depan pintu apartemen

kamu, jangan lupa sama janji kamu."

Kabar buruknya. Aku lupa.

"Saya harus mandi dan-"

"Kamu bisa mandi di rumalı, Aku

tunggu satu menit."

Double sialan! Refaldi Tano ini

memang sudah gila.

Tak ada yang membuka suara, hanya

suara alunan lagu milik Dewa 19 yang

berjudul pupus yang dicover oleh

Hanindya yang terdengar pelan di

dalam mobil ini.

Aku juga malas bersuara, memilih

menikmati udara malam dari kaca

jendela yang sengaja kubuka.

"Bulan depan pertunangan Gisha sama

Daru."

Tiba-tiba Mas Adi membuka suaranya.

Aku menoleh sambil mengangkat alis

seolah sedang bertanya, "lalu?"

"Ya, Aku cuma ngomong siapa tahu

kamu belum tahu bahwa adik ipar

kamu mau tunangan."

"Mantan adik ipar," seruku

mengoreksi.

Mas Adi diam tak menanggapi. Lelaki

ini memang kadang berubah menjadi

dingin, cuek dan kanebo. Sudahlah,

aku juga tak ambil pusing lagi pula aku

sudah terbiasa dengan sikapnya yang

seperti itu.

Tak berapa lama akhirnya kami tiba di

rumah, rumah Mas Adi.

"Kamu mandi duluan, Aku mau ke

ruang kerja dulu," ucapnya datar.

Terserahlah, aku kemudian hendak

menuju kamar tamu namun lenganku

tiba-tiba ditahan olehnya.

"Ke kamar utama. Semua kamar tamu

sudah Aku kunci memakai sidik jari."

Aku melotot.

"Jadi"

"Ya, kita akan tidur di kamar utama,"

sahutnya dan setelahnya pergi

melangkah ke arah ruang kerjanya.

What the Hell?

Mas Adi memang sudah gila. Semoga

ini menjadi malam terakhir aku

berada di rumah ini.

Setelah beberapa saat akhirnya

kuputuskan untuk masuk ke dalam

kamar yang pernah menjadi tempat

tidurku selama 2 tahun. Ah, baunya

masih sama, maskulin bercampur

citrus yang sangat kusuka.

Selesai mandi aku membuka lemari

dan benar saja, pakaianku masih ada.

dan tertata rapi di sana. Sepertinya

Mas Adi ini salah satu pria yang

akan mengoleksi pakaian mantan

istrinya. Tiba-tiba aku tertawa dengan

pemikiranku

sendiri.

"Kenapa ketawa?"

Aku terlonjak dengan pintu yag

tiba-tiba terbuka dan aku yang masih

memakai bathrobe.

"Nggak," teriakku lalu terbirit ke

kamar mandi setelah mengambil

pakaian.

Sudah ku bilang dari awal bahwa Mas

Adi selalu bersikap seolah kami masih

pasangan suami istri dan aku berniat

mengakhiri semua ini.

Aku sudah menyusun strategi setelah

resign aku akan pergi liburan sebelum

kembali ke rutinitas bersama orang

tuaku di Bandung dan mengelolah

bisnis keluarga. Semoga saja kali ini

berhasil, aku benar-benar sangat

berharap menjalani kehidupan normal.

tanpa bayang-bayang Mas Adi dan

keluarganya.

bab 3

Entah sudah berapa lama kucoba untuk memejamkan mata namun sama sekali tidak hisa tidur. Padahal biasa setelah pulang kerja aku langsung mengantuk. Mungkinkah karena keberadaan Mas Adi di sebelahku.

Astaga, cobaan apalagi ini?

"Kamu nggak bisa tidur?" Terdengar suara Mas Adi namun aku enggan menoleh. Ya, posisiku berada di kanan kasur dan memunggunginya. Aku juga meletakan guling di antara kami, menjaga jarak aman dari lelaki itu.

"Fira, kalau malam itu Aku tidak bersama Tatiana apakah kamu tetap percaya?" Kali ini aku menoleh.

Pertanyaan Mas Adi cukup menarik. perhatianku.

Aku tersenyum remeh lalu berkata, "Kalau malam itu saya tidak melihat pemandangan itu, saya pasti akan menyesal seumur hidup karena

mempercayai seorang pengkhianat." "Kamu benar-benar tidak percaya padaku?" tanya Mas Adi dengan nada lirih. Entah nada itu sengaja dia buat atau memang benar adanya.

Aku diam.

"10 Tahun kita saling mengenal

dan kamu sepertinya masih tidak benar-benar mengenalku." Setelah berucap seperti itu, Mas Adi kemudian berbalik memunggungiku.

"Tidurlah, besok Aku nggak akan ganggu kamu lagi."

Ucapan itu, entah kenapa membuat sudut hatiku terasa nyeri. Bukankah ini yang ku inginkan?

Aku mengusap pelan mataku saat merasa cahaya matahari sudah menyinar begitu terang, sepertinya gorden kamar sudah dibuka. Aku

mengedarkan pandangan ke segala arah, Mas Adi tidak ada. Kuputuskan untuk turun dari ranjang dan mengambil ponselku di atas nakas. Pukul 09.30 WIB

Astaga. Sudah hampir siang ternyata. Selama 2 bulan ini aku tak pernah bangun tidur sampai sesiang ini.

Mungkin karena aku tidur di kasur empuk milik salah satu konglomerat terkenal di Indonesia? Sudahlah, aku tak ingin ambil pusing.

Pak Direktur

Aku udah buatin sarapan dan untuk uang pesangon kamu, sudah aku email. Kamu sudah bisa cek hari ini.

Pesan dari Mas Adi. Dengan cepat aku membuka email

dan langsung terlonjak kaget melihat.

nominal pesangonku. Gila. Tano Group terlalu royal.

Aku tidak mengira pesangon seorang manager sampai sebegini banyak. Kalau tahu begitu aku sudah resign dari jauh-jauh hari. Eh tidak aku. bercanda.

Pukul 1 siang aku sampai di kantor, rencananya hari ini aku membereskan beberapa barangku di kantor serta berpamitan dengan rekan kerja dan

menaktrir anggota divisiku.

"Selamat Siang Bu Nesa," sapa Aryo,

salah satu satpam di kantor. "Selamat Pagi juga Yo," balasku sembari mengulas senyum.

"Mbak Nes." teriak Intan heboh. Perempuan yang sudah 3 tahun terakhir bekerja di bagian resepsionis

itu menatapku dengan bibir sedikit

mencebik. "Beneran udah resign?" tanyanya.

Ku anggukkan kepala, hal itu sontak membuatnya langsung memelukku erat.

"Ihh nggak ada lagi yang ngajak aku

minum cappuccino di depan kantor hanya untuk melihat hamparan cogan."

Aku terkekeh mendengar ucapannya. "Entar mbak rekomendasiin Lilis buat nemanin kamu," tuturku sembari mengusap pundaknya.

Setelah beberapa saat berbincang dengan Intan, aku lalu memutuskan naik ke lantai 6, di mana divisiku berada.

Sekitar sejam aku membereskan beberapa barang dan mengirimnya ke

apartemen.

"Mbak, tahu nggak?'t anya Miranda. Sudah tak heran aku akan

keberadaannya, perempuan itu pasti mengajak rumpi lagi. "Kenapa? Gosip apa lagi kali ini?" tanyaku tanpa menoleh.

Saat ini aku sedang membuat cappuccino yang kebetulan sudah tersedia di pantri. Hari ini Egal tidak masuk dan aku tidak bisa meminum

kopi buatan OB atau OG yang lain.

"Mbak Tatiana mau tunangan.

Tanganku yang sedang mengaduk kopi

terhenti begitu saja. Aku menoleh.

"Iya Mbak, si Mak lampir mau

tunangan tapi nggak sama pak Adi.

Aneh kan?"

Entah kenapa aku malah lega

mendengarnya. Tapi kenapa? Selama

ini orang kantor tahu bahwa mereka

berdua itu ada affair apalagi setelah perceraianku dengan Mas Adi. "Ya udahlah bukan urusan kita, doain

aia semoga tunangannya kali ini bukan

suami orang."

Miranda malah terbahak-bahak setelah mendengar ucapanku.

"Iyalah, yang udah pengalaman

dipelakorin." Sialan bocah itu. Sebelum aku mengamuk dia malah melengos pergi.

"Nes, Pak Daud manggil ke ruangannya."

Tiba-tiba suara Mas Gibran, kepala.

divisiku terdengar.

"Bapak Mertua manggil tuh Mbak,"

ejek Deon.

"Mantan ya Mantan," teriakku kesal. Sementara orang-orang yang ada di sana hanya terbahak, memangnya sangat menyenangkan ya membuatku

kesal.

"Selamat siang Pak," sapaku sopan.

"Selamat siang Nesa, bagaimana kabar.

kamu? Istri saya lagi rindu masakan

kamu," tuturnya.

Aku tersenyum canggung.

Bagaimanapun Pak Daud pernah

menjadi mertua kesayanganku. Beliau

dan istrinya memperlakukanku begitu.

baik sampai Gisha yang merupakan anak bungsu mereka kadang merasa iri dengan cara mereka menyayangiku.

Sayangnya, hubungan antara mantu

dan mertua harus berakhir dua bulan

lalu. Saat itu, ketika ku putuskan meminta izin untuk pulang ke rumah. orang tuaku, Mami Deasy bahkan sampai berlutut di kakiku memohon

agar aku tidak gegabah mengambil

keputusan.

Aku kadang sedih ketika

memikirkannya, tapi mau bagaimana.

Aku juga tidak bisa bertahan

dengan hidup penuh kesakitan dan.

pengkhianatan.

"Waduh, nanti kalau ada waktu saya

ke sana dan masak untuk beliau."

"Nes, Papi tahu kamu dan Adi udah

nggak sama-sama. Tapi Papi mohon

kamu untuk tetap menganggap papi

sama mami orang tua kamu.

Aku adalah orang yang dasarnya

jarang menangis, tapi kalau orang

tua laki-laki sudah berbicara padaku

dengan nada sesedih ini. Aku tidak

bisa menahannya. Air mataku tumpah

ruah di depan Papi.

"Maafin Nesa Pi," ucapku sembari

terisak hebat.

"Kamu nggak salah Nesa, anak Papi.

Anak Papi yang salah."

Papi malah ikut menangis membuatku semakin mengeraskan tangisan, untungnya ruangan Papi ini sedikit kedap suara sehingga suara isakkan

karni tidak terlalu terdengar.

"Pokoknya setelah ini kamu harus

hidup dengan sehat ya Nes, Jangan

lupa untuk sering-sering datang ke rumah Mami dan Papi. Jangan kuatir masalah Adi, Papi bakal usahain kamu

nggak ketemu sama dia."

Aku mengambil tisu dan mengusap

wajahku sembari menganggukkan

kepala.

"Iya Pi, papi sama Mami juga

sehat-sehat ya."

"Oh iya nomor rekening kamu masih

yang

lalu kan? Papi ada sedikit hadiah

buat kamu.

"Enggak nggak usah Pi," seruku.

Tadi pagi aku baru saja mendapatkan

pesangon yang sangat-sangat cukup

dan kali ini mantan mertuaku

itu

malah hendak memberi hadiah lagi. "Enggak apa-apa, anggap ini hadiah

dari mami sama papi," ucap pria paruh

baya itu sembari mengusap puncak

kepalaku.

"Makasih ya Pi

Setelah beberapa saat, akhirnya aku pamit keluar dari ruangan itu. Saat di lift, bunyi notifikasi ponselku terdengar.

3 digit?

Aku shok. Papi baru saja mengirimkan

hadiah yang dia maksud tadi dengan jumlah yang membuat kakiku lemas. Kok sepertinya hari ini aku lagi sangat-sangat beruntung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!