Lily. Sebuah nama untuk seorang gadis tidak beruntung itu. Tidak beruntung, memang benar itulah faktanya karena gadis itu mendapatkan namanya karena merasa kasihan. Gadis tidak beruntung itu setelah lima tahun lebih lamanya hadir di dunia ini kenyataan tidak memiliki nama karena orang tuannya tidak menginginkannya. Setelah lima tahun lebih lamanya hidup di panggil dengan sebutan ‘hei’ akhirnya gadis itu memiliki nama — meski terlalu pendek tapi gadis itu menyukai nama itu.
Lily mendapat nama itu dari istri ayahnya. Benar—istri ayahnya, karena ayahnya tidak menikahi ibunya. Ini fakta yang harus Lily terima karena Lily adalah hasil produk dari hubungan terlarang antara ayahnya bersama ibunya dibelakang istri sah ayahnya. Meski Ibu Hanna telah memberikan sebuah nama untuknya, bukan berarti wanita itu telah menyayanginya. Tapi Lily dapat memaklumi sikapnya, lagipula orang gila mana yang mau menerima dan merawat anak dari hasil selingkuhan suaminya sendiri. Tidak ada. Ibu Hannah juga terpaksa membiarkannya tinggal bersama mereka.
Ayahnya bersama istrinya-ibu Hannah memiliki seorang putri bernama Dara. Usianya berjarak dua tahun lebih tua dari Lily. Dara sangat beruntung karena anak kesayangan orang tuanya.
Hidup yang dijalani oleh Lily dipenuhi lika-liku. Tidak ada satu kebahagiaan pun yang mau datang pada takdirnya. Lily sampai bertanya apa arti bahagia yang sesungguhnya?
Banyak yang bilang katanya definisi bahagia itu sebenarnya sederhana, seperti melakukan apa yang membuat kita senang, dan mensyukuri apa yang kita punya dan kita dapatkan.
Tapi bagi Lily bagian mana yang harus dia syukuri, karena dari kelahirannya saja yang tidak diinginkan oleh ayah dan ibunya. Apa itu bisa disebut dengan bahagia? Kenapa rasanya begitu menyakitkan ketika mendengar fakta itu di saat usia Lily yang masih kecil?
Kejadian itu masih membekas dalam ingatannya, di saat ayahnya secara terang-terangan mengatakan dia anak yang tidak diinginkan oleh siapapun. Miris.
Rupanya benar tentang fakta yang menyebutkan bahwa tidak semua orang bisa menjadi orang tua. Seperti ayahnya contohnya. Dia bisa menjadi ayah yang baik untuk Dara tapi tidak untuknya. Lily tidak bermaksud untuk mengatakan hal yang buruk mengenai ayahnya, tapi itulah sebenarnya faktanya. Sampai saat ini Lily belum merasakan peran ayah dan ibu yang sebenarnya dalam kehidupannya.
Bagi mereka Lily adalah aib, maka dari itu asal-usul Lily sangat ditutup rapat baik-baik agar jangan membuat nama ayahnya menjadi buruk. Identitas Lily sebagai anak kandung ayahnya harus disembunyikan. Jadi dibagian itulah mungkin Lily harus merasa bersyukur karena dia masih mau ditampung oleh ayahnya meski hanya diakui sebagai anak angkat dalam keluarga ayahnya.
Meski begitu Lily selalu berusaha untuk mendapatkan hati ayahnya, namun semuanya harus berakhir sia-sia karena ayahnya tetap saja menganggapnya ada namun tidak dianggap. Lily bahkan harus kerja banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sendiri meski dirinya tinggal bersama ayahnya yang sangat berkecukupan. Lily memang dibiayai untuk bersekolah, namun untuk kebutuhan sekolah dan untuk kebutuhan pribadi, Lily haruslah mencari sendiri. Lily pandai membagi waktunya untuk sekolah dan bekerja tapi tetap saja membuatnya batin dan fisiknya menjadi lelah.
Lily harus bisa menerima keadaannya. Dan Lily kini didewasakan oleh keadaan juga. Tidak ada kehangatan dan kenangan masa kecil yang manis, semuanya terasa pahit membuat Lily ingin melupakan masa-masa suram itu.
Lily tidak menapik kemungkinan bahwa hati kecilnya sangat ingin disayang dan ingin mendapatkan cinta yang dibalut oleh kehangatan dari ibu kandungnya tapi keinginannya itu sepertinya hanya bisa menjadi angan-angan saja. Ibu kandungnya tidak memperdulikan keadaannya. Sampai sekarang Lily tidak tahu dimana keberadaan ibunya. Terakhir dia dititip oleh ibunya saat dia berusia empat tahun setelah itu ibunya pergi entah kemana meninggalkan bersama ayahnya, lebih tepatnya membuangnya pada ayahnya. Entah apa yang dikatakan oleh ibunya sampai membuat ayahnya akhirnya bersedia menerimanya Lily hidup menumpang di dalam keluarga kecil ayahnya.
Lily tidak merasa bahagia meski telah tinggal bersama ayah biologisnya. Andai dia bisa meminta kepada Tuhan, Lily memilih untuk menolak takdirnya untuk lahir ke dunia kalau tau nasibnya akan berakhir seperti ini. Seharusnya, ada baiknya jika dia meninggalkan ketika dilahirkan oleh ibunya.
Jika saja tahu kalau dirinya tidak diinginkan Lily juga tidak ingin dilahirkan. Mereka yang menghadirkannya ke dunia ini tapi kenapa setelah mendapat enaknya mereka justru menyalahkan dirinya atas kesalahan yang bukan berasal darinya. Bukankah pilihan aborsi adalah yang terbaik untuk ibunya jika mereka tidak menginginkannya. Lily meminta maaf pada Tuhan karena perkataan jahat itu terlintas dalam benaknya.
Saat usia enam tahun Lily membuatnya ayahnya marah untuk pertama kalinya. Itu bermula ketika Lily tidak sengaja memakan makanan yang dibawa oleh ayah selepas pulang dari kerja. Lily tidak tahu apa-apa, selayaknya anak kecil pada umumnya ketika merasa lapar dan melihat ada makanan, Lily tanpa pikir panjang langsung memakannya.Tapi naas saat sedang asik makan, ayahnya datang dari lantai atas langsung menghampiri Lily dan membentaknya. Tak hanya itu, bahkan ayahnya juga ikut lalu tangan dengan menampar Lily karena sudah lancang memakan makanan itu tanpa ijinnya. Ibu Hanna yang melihat kejadian itu hanya berdiri diam menyaksikannya tanpa mau menolongnya. Alhasil sejak kejadian itu Lily jadi tidak berani menyentuh makanan sebelum diijinkan untuk mengambilnya.
Lily takut tinggal di rumah itu, tapi dia juga takut untuk keluar karena dia tidak memiliki siapa-siapa di luar sana. Kemana dia harus pergi ketika ingin minggat dari rumah ini? Alhasil Lily hanya bisa menerima keadaannya, dan memperkuat batin dan fisiknya karena ayahnya kerap mau main tangan bila Lily melakukan kesalahan di rumah itu.
Setiap hari Lily harus memperhatikan pemandangan yang membuatnya iri karena Dara sangat diperlakukan beda darinya. Dara sangat disayang dan disanjung. Wajar saja. Dara anak kandung mereka, jadi sudah sepantasnya Dara mendapatkan semua kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Memangnya dirinya itu siapa? Lily bukanlah siapa-siapa dikeluarga kecil itu. Lily mencoba untuk menyingkirkan rasa iri itu menjauh darinya agar rasa benci itu tidak timbul dalam hatinya.
Lily sudah beranjak usianya juga bertambah, kini tidak terasa Lily sudah duduk dibangku SMA. Itulah yang menjadi awal Lily bersahabat dengan seorang gadis bernama Shylla Azalea. Shylla berteman dengan Dara—kakak Lily dan juga satu kelas. Karena Shylla sering berkunjung ke rumah Dara untuk bermain dan kerja tugas sekolah membuat Lily menjadi dekat dengannya.
Lily senang karena akhirnya ada yang mau berteman dengannya. Karena Lily sangat introvert dan tertutup membuat Lily selama ini sangat sulit menemukan teman.
Suatu hari Shylla mengadakan ulang tahun yang ke delapan belas dan dia turut mengundang Lily untuk ikut hadir ke acara pestanya. Pada saat itulah Lily bertemu dengan seorang pria yang membuat Lily terpesona untuk pertama kalinya. Lily terpaku di tempatnya melihat si pemilik mata tajam itu dengan seksama. Jantungnya berdegup kencang saat kedua mata tajam itu mengarah ke arahnya membuat Lily diam-diam jadi salah tingkah.
Ada perasaan aneh mulai menjalar pada tubuhnya ketika ditatap seperti itu oleh pria itu. Lily jatuh hati pada pandangan pertama padanya. Telinga Lily tidak sengaja menangkap suara yang menyebutkan nama pria yang menatapnya tadi. Theo namanya. Dapat Lily perkirakan kalau Theo berusia antara dua puluh empat atau dua puluh lima melihat dari perawakannya.
Seorang pria datang berbicara dengan Theo, entah apa yang mereka bicarakan yang jelas setelah selesai berbicara pria yang berbicara dengan Theo tadi mulai datang menghampiri ke arahnya. Lily terkejut ketika orang itu datang menyodorkan sebuket bunga dan paperbag dari produk ternama kepadanya. Meski bingung Lily menerimanya sambil tersenyum.
“Ini dari bosku. Selamat ulang tahun.”
Belum reda dengan rasa kebingungannya, Lily dibuat deg-degan saat tidak sengaja melihat melihat Theo yang mengakhiri perbincangannya dengan sekolompok orang penting di sana dan datang menghampiri mereka. Seharusnya Lily merasa senang, tapi siapa sangka kalau kedatangan Theo membuat Lily ingin menguburkan dirinya jauh ke liang tanah saat Theo datang mengambil kedua barang di tangannya dengan kasar dari tangan Lily.
“Kenapa kau beri padanya?”
“Bukankah dia Shylla?” tanya orang itu menunjuk ke arah Lily.
“Sejak kapan tipeku berubah? Bisa-bisanya kau salah orang.”
Theo berteriak marah lalu menatap nyalang ke arah Lily.
Perdebatan itu menarik perhatian oleh orang sekitarnya. Theo mengabaikan, dia berdiri dihadapan Shylla dan menyodorkan sebuket bunga daisy dan paperbag itu kembali pada pemilik yang sebenarnya.
“Selamat ulang tahun Shylla. Maaf kesalahan Darek. Dia baru datang dari singapura, jadi dia belum mengenalmu.”
“Tidak apa-apa kak Theo. Terima kasih atas kadonya.” Shylla tersenyum manis dan memberikan sebuah pelukan hangat pada Theo.
Di sisi lain, Lily merasa malu apalagi tamu-tamu undangan Shylla kini menatap ke arahnya dengan ekspresi yang hampir sama. Semua tamu yang datang rata-rata satu sekolah mereka.
“Malu nggak dia tuh? Kalau aku jadi dia udah dari tadi aku lari dari tempat ini saking malunya.”
“Besok dia pasti jadi bahan ledekan anak-anak kelas.”
“Yoi. Kalian lihat nggak tadi dia dengan pedenya ngambil bunga dan kado tadi.”
“Kayaknya Shylla dan pak Theo ada something gitu. Soalnya pak Theo sering kali pas datang ke acara undangan sekolah selalu mandang ke arah Shylla.”
Mulai terdengar omongan yang menceritakan ketiga orang itu. Terlebih Lily yang mendapat gunjingan dari beberapa teman-temannya. Lily meremas sisi samping dressnya, karena merasa malu Lily pun mengambil kesempatan mendekati Shylla saat sedang sendiri untuk permisi pulang duluan.
Setelah kejadian memalukan itu, Lily kerap sekali mendapatkan ledekan dari teman sekelasnya. Lily mengabaikan dan mencoba untuk tidak peduli. Sementara itu Lily masih berteman baik dengan Shylla. Lily merasa tidak enak hati ketika Shylla meminta maaf karena sikap Theo kepadanya malam di pesta ulang tahunnya. Menurutnya, Shylla tidak perlu sampai meminta maaf karena Theo tidak salah. Wajar pria itu berkata seperti itu kepadanya.
Hari-hari terus berlanjut dan tidak terasa Lily sudah lulus SMA. Lily tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi karena ayahnya hanya ingin membiayai pendidikan Lily sampai tingkat itu saja. Sementara itu Dara yang sudah lulus duluan sedang menempuh pendidikan di kampus ternama di kotanya.
Mengenai Shylla, Lily dapat informasi kalau perempuan itu juga sedang berkuliah di kampus yang berbeda dengan Dara. Lily juga dapat kabar kalau Shylla memang memiliki hubungan khusus dengan Theo. Menurut kabar yang Lily dengar kedua pasangan itu bahkan akan membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.
Lily kini bekerja di minimarket dan juga mengambil kerja part time di kafe. Hidup Lily kian berat semenjak ibunya tiba-tiba menghubunginya. Lily terkejut mendapatkan fakta kalau ibunya mengalami kecelakaan sehingga membuatnya terbaring tidak berdaya di sebuah rumah sakit. Kini ibunya bergantung pada alat-alat medis penopang hidup yang menempel pada tubuhnya.
Tidak ada yang gratis di dunia ini untuk itulah Lily harus bekerja keras untuk mencari uang untuk biaya perawatan ibunya di rumah sakit. Seharusnya Lily tidak perlu repot-repot melakukan itu semua mengingat ibunya saja tidak pernah mau merawatnya. Bisa saja Lily mengabaikan ibunya setelah apa yang dia dapatkan dari ibunya. Tapi sayangnya Lily tidak bisa seperti itu, Lily tidak bisa membenci ibunya, Lily tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai anak kepada orang tua. Lily benci dirinya karena tidak bisa membenci orang yang sudah menyakitinya.
Menurut berita yang tidak sengaja Lily dengar dari omongan Dara kepada ibunya, Shylla berencana akan menikah setelah lulus kuliah nantinya. Tapi rencana itu mendadak berubah karena katanya Theo yang tiba-tiba ingin menikahi Shylla secepatnya. Mendengar kabar itu, Lily jadi gelap mata. Alhasil karena tanpa memikirkan secara matang atas ide gilanya itu, Lily pun melakukan sesuatu yang justru membuatnya semakin terkubur dalam lubang penderitaan.
Lily tidak mengerti kenapa dari sekian banyaknya pria di muka bumi ini, ia malah menaruh perasaan pada pria yang hatinya sudah dimiliki oleh orang lain. Cinta membuat Lily gelap mata pun terpaksa memakai cara kotor untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Lily tau tidak seharusnya dia mencintai seseorang yang mencintai orang lain. Rasanya seperti sedang memeluk pohon kaktus, semakin erat dipeluk rasanya semakin sakit. Tapi Lily tetap nekad, makanya dia ingin menjebak Theo dengan menggunakan obat tidur dan akan mengambil beberapa foto untuk mengancam pria itu agar bisa menjadi miliknya. Lily sangat senang ketika Dara mengajaknya ikut menghadiri acara yang diadakan oleh keluarga Tanujaya untuk menggantikan orang tua mereka yang berhalangan tidak bisa hadir.
Lily rela menggunakan uangnya untuk membayar pelayan untuk melancarkan usahanya. Dia meminta pelayan itu untuk mencampurkan obat tidur dan memberikannya pada Theo.
Lily menikmati pesta itu sembari menunggu waktu yang tepat untuk memerintahkan pelayan itu untuk menjalankan rencananya. Tidak tahu berapa gelas yang dia minum, tapi yang jelas Lily merasakan kepalanya jadi pusing. Di saat itu datang seorang pelayan yang menghampirinya dan mengatakan kalau Theo sudah meminum wine yang sudah dia campurkan dengan obat seperti yang Lily perintahkan tadi. Lily mendengar itu merasa senang sekali, pelayan itu pun langsung memberitahu dimana keberadaan Theo saat ini. Bahkan pelayan itu juga membantu Lily mengantar Lily menuju tempat Theo berada secara diam-diam.
Setelah sampai di lorong, pelayan itu berhenti dan mengatakan kalau Theo berada di ujung ruangan tak jauh di depan mereka.
Sepeninggalan pelayan itu, Lily tidak langsung pergi ke sana, dia berdiri menyandarkan tubuhnya ke tembok tempatnya berpijak. Tapi ketika dia mengingat akan rencananya, Lily pun kembali menegakkan tubuhnya. Ditengah kepalanya yang terasa pusing, Lily melangkah menuju ruangan yang dimaksud pelayan tadi untuk menyelesaikan misinya agar dia bisa secepatnya pulang dari tempat ini. Mungkin pusing yang menyerang kepala Lily disebabkan oleh efek dari minuman yang dia minum tadi.
Dengan langkah sempoyongan Lily akhirnya tiba di depan pintu ruangan yang berada di ujung lorong tempat ini. Entah kenapa Theo bisa sampai di tempat ini membuat Lily jadi penasaran sekaligus bingung. Ada yang aneh tapi Lily segera menepisnya, yang penting bagi Lily rencananya bisa terlaksana.
Lily yang mabuk membuka pintu itu dan masuk ke dalam lalu menguncinya agar tidak ada yang masuk, atau tidak rencananya bisa gagal bila ada yang sampai ke sini untuk mencari keberadaan Theo. Lily terkejut melihat Theo memang ada di sana dan sedang terbaring lemah menggeliat seperti cacing kepanasan. Lily keheranan saat mendapati Theo tidak dalam keadaan tertidur. Lily sangat ingat kalau dia membeli obat tidur yang dia berikan kepada pelayan tadi. Tapi kenapa obatnya belum bereaksi?
Meski tidak tertidur, tapi Lily tahu kalau Theo sedang dalam keadaan yang tidak baik. Lily yang mabuk mendekat dia dia melihat Theo yang kepanasan dan juga mabuk. Tanpa menunggu waktu lama, Lily buru-buru untuk menjalankan rencananya. Dia membuka baju Theo untuk mengambil beberapa foto bersama pria itu. Tidak ada gestur penolakan membuat Lily sudah berhasil melepaskan kemeja itu, saat tangannya ingin menyentuh gasper milik Theo, Lily dikejutkan dengan aksi Theo yang tiba-tiba menyerangnya. Belum lagi pria itu kini tengah menatapnya penuh gairah.
Lily yang tidak siap, dikejutkan dengan aksi Theo yang menyerang area lehernya dengan ciuman yang tergesa-gesa. Ada yang aneh dari gelagat Theo, ditengah rasa pusingnya Lily baru menyadari kalau Theo sudah penuh dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Antara sadar dan tidak sadar Lily menerima serangan ciuman Theo yang kini beralih pada bibirnya hingga mereka pun tanpa sadar keduanya berakhir dalam cinta satu malam.
Rencana Lily melesat jauh dari yang dia susun. Lily tidak memperkirakan kalau malam ini dia harus merelakan kegadisan pada Theo. Kamar kecil itu menjadi saksi bisu Lily harus kehilangan kegadisannya. Lily menjerit kesakitan ketika Theo menghentakkan miliknya dengan kasar pada milik Lily setelah mendapat pelepasannya, lalu menjatuhkan tubuhnya sehingga kepala Theo jatuh di perpotongan leher Lily.
“Terima kasih Shylla.” bisik Theo yang mengira Lily adalah Shylla, lalu tak lama setelah itu Theo pun menjatuhkan tubuhnya ke samping dan tertidur. Sementara itu Lily tidak mendengar lagi bisikan Theo karena dia pun juga sama seperti Theo yang lelah dan mengantuk.
***
Terdengar suara derap langkah dan suara pintu yang di dobrak dengan kencang membuat tidur Theo dan Lily terganggu.
Shylla menutup mulutnya ketika melihat dua manusia berlain jenis itu berbaring di atas kasur dalam keadaan polos yang tertutupi oleh selembar selimut tebal. Matanya memanas, tidak terasa sebulir air jatuh membasahi pipinya menyaksikan objek di depannya. Shylla tidak menyangka kalau Lily yang dia kira polos dengan tampang bak malaikat tega menyakitinya.
Ayah Theo juga turut datang ke sana. Setelah pesta usai, dia tidak menemukan keberadaan Theo. Semua tamu sudah pulang, tapi Shylla masih berada di sini karena Theo memintanya untuk menginap di kediaman orang tua Theo. Setelah bertanya kepada pelayan, akhirnya ada yang memberitahu dimana keberadaan Theo. Di sinilah Frederick sekarang bersama Shylla memergoki Theo yang tidur bersama dengan Lily.
Belum selesai Theo mencerna apa yang sedang terjadi, saat hendak menyibak selimutnya Theo kaget ketika melihat tubuhnya dalam keadaan tidak berbusana. Theo segera menutupnya. Saat menoleh ke samping Theo lagi-lagi syok ketika menyadari dirinya tidak sendirian di atas kasur itu. Theo melihat Lily yang juga sama sepertinya, sama-sama tidak berbusana di dalam selimut itu.
Theo tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di dalam kamar ini bersama dengan sahabat kekasihnya. Buru-buru Theo mengambil celananya yang tergeletak tidak jauh dari kasur dan segera memakainya di dalam selimut itu.
Pergerakan Theo membuat Lily terbangun.
“Kenapa kau bisa ada di sini?” bentak Theo saat Lily sudah sadar. Sama seperti Theo, Lily juga syok mendapati ayah Theo ada di dalam kamar ini bersama dengan Shylla yang menatap marah ke arah mereka berdua.
“Theo, apa maksud semua ini? Dan kau Lily, kau menyuruhku datang ke sini hanya untuk menyaksikan ini semua.” Shylla berteriak marah. Dengan kilat marah dan penuh dendam, Shylla mendekati kasur itu dan,
Plaak
Shylla menampar pipi Lily. Telinga Lily sampai berdenging ketika Shylla memberinya sebuah tamparan keras pada pipinya. Bahkan sudut bibir Lily sampai mengeluarkan darah karena kuatnya tamparan itu.
Lily terdiam tidak bisa mengelak. Itulah resiko yang harus dia terima.
“Kau wanita yang sangat menjijikan Lily! Kau dan ibumu tidak ada bedanya. Sama-sama jalang !” teriak Shylla histeris, bahkan ia menangis karena merasa terkhianati.
Lily tertunduk mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos sambil memejamkan mata dan membiarkan telinganya mendengar semua cacian itu.
“Ini balasanmu Lily. Aku sudah terlalu baik sudah menganggapmu sebagai sahabat, tapi apa yang kudapatkan. Sebuah pengkhiatan?!” teriak Shylla lantang, ia kecewa karena Lily tega melakukan itu kepadanya, “Seharusnya aku mendengar kata-kata mereka agar berhati-hati denganmu. Seharusnya aku sadar kalau kau sedari dulu telah mengincar Theo.”
Lily hanya tertunduk lalu dengan lirih mengucapkan kata maaf, “Aku minta maaf—”
“Diam!” teriak Shylla menghentikan perkataan Lily, “Sampai kau bersujud pun aku tidak akan memaafkanmu.”
Shylla menarik nafas dalam, lalu dia menatap Theo yang sedari tadi ingin menenangkannnya.
“Theo, sebenarnya kau mencintaiku?” nada Shylla bergetar bertanya pada Theo.
“Tentu saja.”
Shylla langsung menggeleng kepalanya kuat.
“Tidak. Kau tidak mencintaiku, Theo. Jika kau mencintaiku, kau tidak akan tega menyakitiku seperti ini.”
“Shylla, biar aku jelaskan—”
Shylla langsung mengangkat tangannya mencoba menghentikan Theo yang ingin mendekatinya. Shylla memegang dadanya kuat saat merasa hatinya semakin nyeri dan sakit.
“Jangan coba untuk mengikutiku Theo, atau aku benar-benar akan semakin membencimu.”
Tidak ingin berada lama-lama di sana, Shylla pun memutuskan pergi meninggalkan kamar itu.
Setelah kepergian Shylla, kini Frederik yang berbicara pada Theo.
“Setelah ini temui ayah di ruang kerja,” ujar Frederick tegas, lalu dia menatap sekilas ke arah Lily sebelum pergi meninggalkan kamar itu.
Theo menggeram marah atas kesialan yang telah menimpanya. Rahang Theo mengeras, begitu melihat Lily. Dengan raut wajah yang terlihat marah, Theo langsung melangkah mendekati Lily lalu mengangkat tangannya dan menampar pipi Lily.
Sudah dua kali Lily mendapat tamparan itu, tapi kali ini Lily merasakan sakit yang begitu sakit ketimbang saat menerima tamparan dari Shylla karena tenaga Theo yang jauh begitu kuat dari Shylla. Bahkan Theo menghempas tubuh Lily dan mencekiknya, “Apa yang kau inginkan? Kenapa kau menjebakku?” tanya Theo dengan gurat wajahnya yang marah.
Semalam Theo merasakan ada yang aneh ketika meminum wine pemberian dari pelayan. Setelah itu Theo tidak ingat apa-apa lagi, yang jelas ketika dia sudah sadar, dia menemukan dirinya terbangun di sebuah kamar dalam keadaan tubuhnya yang terasa panas.
Ketika melihat dirinya terbangun dengan Lily membuat Theo berspekulasi kalau Lily yang sudah menjebak dirinya. Hal itu semakin terbukti ketika Lily hanya terdiam dan tidak menyangkalnya.
Merasa tidak puas, Theo melampiaskan rasa marahnya dengan menjambak rambut belakang Lily dengan sangat kuat membuat Lily merasakan rambutnya akan segera lepas dari kepalanya.
“Kenapa kau melakukan ini? Apa sebenarnya tujuanmu, jalang?”
Melihat Lily tidak memberikan jawaban membuat Theo makin naik pitam. Tatapannya menajam seakan ingin membunuh Lily saat itu juga.
“Jawab sialan!” Theo mencengkeram dagu Lily hingga membuat Lily meringis kesakitan mendapat perlakuan kasar dari Theo. Tenaga pria itu tidak main-main ketika mengcengkeram dagunya.
Belum reda dengan rasa sakit pada dagunya, Theo kembali menarik rambut Lily kasar sehingga membuat Lily mau tidak mau bangkit dari tidurnya dan mengikuti kemana pria itu membawanya tanpa peduli dengan keadaannya yang masih polos.
Brak
Theo menghantam kepala Lily pada meja yang tidak jauh dari mereka. Kening dan hidung Lily terasa sakit ketika bersentuhan dengan meja itu. Theo tidak segan-segan menghantamkannya dengan keras.
Sakit yang teramat sakit, itulah yang Lily rasakannya. Darah keluar mengucur dari hidung Lily yang langsung jatuh menetes mengotori meja itu. Kepalanya terdongak ketika Theo menarik rambutnya kembali masih dengan kasarnya. Pandangan Lily mulai buram, kepalanya juga ikut terasa pening. Lily hanya bisa terdiam menerima semua perlakuan kasar dari Theo. Mungkin ini sudah menjadi resiko yang harus dia terima ketika sudah mengambil keputusan yang sudah dia buat.
Lily terpejam saat ada darah yang berasal dari luka keningnya mengalir masuk ke matanya. Entah apa yang terjadi setelahnya, yang jelas setelah itu Lily langsung tidak sadarkan diri karena tidak kuat menahan rasa sakit dan pening pada kepalanya.
Mata Lily terbuka dan berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Kepalanya terasa sakit, nyeri dan juga haus. Dia baru sadar setelah beberapa jam lamanya pingsan karena perbuatan Theo.
Lily menatap langit-langit kamar sebelum akhirnya tatapannya bertemu dengan seorang paruh bayah yang sedang duduk di samping tempat pembaringannya. Lily mengamati sekitarnya, dia baru menyadari kalau dirinya masih berada di dalam kamar itu.
Lily memperhatikan tubuhnya yang sudah mengenakan pakaian yang layak. Bahkan luka di keningnya juga sudah diperban. Lily tidak tahu siapa yang sudah mengobatinya, tapi yang jelas Lily akan mengucapkan terima kasih kepada orang itu.
“Tuan besar meminta saya untuk mengobati mu.”
Lily menatap wanita itu. Ternyata wanita ini yang sudah mengobatinya, batin Lily. Dengan suara lirih dan serak Lily pun berucap, “Terima kasih sudah mengobati luka saya.”
Wanita itu hanya terdiam dan menatap Lily dengan ekspresi bingung, “Saya tidak tahu apa alasan kau sampai melakukan hal hina seperti ini. Tapi yang jelas kau sudah salah karena telah menjebak tuan muda. Tidak seharusnya kau melakukan ini, jika kau menginginkannya, kenapa harus sampai memakai cara kotor seperti itu, apalagi yang saya tahu anda sangat dekat dengan nona Shylla.”
Wanita itu melihat Lily sambil menggelengkan kepalanya, “Saya tidak menyangka kau sampai tega mengkhianati nona Shylla.”
Wanita itu bernama Emma. Dia adalah pelayan senior dan pelayan kepercayaan keluarga Tanujaya. Dia mendapat perintah dari tuannya untuk mengobati luka Lily yang disebabkan oleh tuan muda mereka. Mengenai kejadian itu, Frederick telah memerintahkan para pelayan untuk menutup mulut dan mengancam mereka bila berani membocorkan aib putranya pada orang luaran sana.
Lily hanya terdiam lagi membuat Bi Emma menghembuskan nafas berat, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar itu karena dirasa tugasnya sudah selesai.
***
Merasa perbuatan Theo dan Lily adalah aib bagi keluarganya, meskipun tak ingin, Frederick-ayah Theo tetap memaksa putranya untuk menikahi Lily.
Sebenarnya Frederick sendiri sangat tidak ingin mendapatkan menantu seperti Lily, apalagi statusnya tidak jelas dan hanya anak angkat dari keluarga Pramana. Tapi Lily datang menemuinya dan mengancamnya untuk meminta pertanggungjawaban pada keluarganya karena Theo sudah mengambil keperawanannya. Meski tidak berjalan sesuai rencana, Lily tetap menjalankan rencananya, apalagi dia sudah kehilangan mahkota yang sangat dia jaga.
Di sinilah Theo sekarang, dia dipanggil ayahnya untuk datang menemui Frederick di kediaman ayahnya.
“Pah, Aku menolaknya. Bagaimana bisa papa menyuruh aku menikah dengan perempuan jalang itu.”
Theo mendatangi ayahnya, dengan nafas memburu, Theo menolak untuk menikahi Lily. Ini alasan kenapa Theo diminta ayahnya untuk segera datang menemuinya. Ternyata ayah Theo berniat untuk menikahkan Theo dengan Lily.
“Papa tidak bisa mengabulkan permohonanmu Theo.”
“Kenapa Pah?”
Pernyataan ayahnya jelas membuat Theo merasa kesal.
“Dengar Theo, bagaimanapun apa yang terjadi pada kalian adalah aib bagi keluarga.”
Theo tertawa keras, “sial.” Theo menertawakan kesialan yang sedang menimpanya.
Frederick tidak menanggapi perkataan Theo, “Keputusan Papa sudah mutlak. Ini semua karena perbuatanmu sendiri. Kau sudah menidurinya, jadi kau harus belajar bertanggung jawab.”
“Dia yang sudah menjebak ku.”
“Pelayan melihat kalau dia sudah mabuk. Jika dia menggoda mu seharusnya kau bisa menolaknya, bukan?”
Theo terdiam sebentar sebelum kembali membuka suara lagi, “Aku juga sedang dalam pengaruh obat. Dia yang pasti sudah memberikan obat padaku. Sekujur tubuhku panas Pah. Sudah pasti itu semua akal-akalan dia. Papa tau kalau wanita sialan itu sangat menginginkanku.”
Frederick mengangguk, “Papa anggap aja seperti itu. Tapi yang jelas kamu sudah melecehkannya dan itu sangat aib untuk keluarga ini.”
“Pergilah, Papa tidak ingin dengar apapun jika kedatanganmu ke sini cuma untuk membahas itu lagi.” Frederick mengusir Theo.
“Pah.” Theo masih belum puas, ayahnya belum berniat untuk mengubah keputusannya.
Frederick memijat keningnya, pening akibat permasalahan yang disebabkan oleh putranya. Dia membuka kaca matanya, lalu menatap Theo tajam, “Kamu kenapa masih ada di sini? Apa masih belum paham? Semuanya sudah jelas, Theo!”
“Bagaimana kalau Lily hamil hasil perbuatanmu?” tanya Frederick lagi.
Theo mengusap wajahnya kasar, dia tidak tau harus menggunakan alasan apa untuk membatalkan niat ayahnya.
“Papa membelanya?”
“Papa tidak membelanya. Papa hanya melakukan apa yang menurut papa benar.” Frederick tidak mengerti bagaimana jalan pikiran putranya, “Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu.” Lanjut Frederick.
“Jika kamu terus bersikap seperti ini, Papa jadi ragu untuk memberikan tanggung jawab perusahaan kepadamu sedangkan yang satu ini kamu tidak bisa melakukannya.”
Theo terdiam seribu bahasa.
“Jadi bertanggungjawablah! Jawaban papa akan tetap sama. Kamu akan tetap menikahinya.”
Theo tidak suka dengan keputusan ayahnya tapi dia harus pergi menelan rasa kecewa karena tidak berhasil membuat ayahnya mengubah keputusannya.
Brak
Theo menutup pintu itu dengan keras dan merutuki kesialan yang menimpanya.
***
Waktu berlalu dengan cepat, Theo berjalan dengan terhuyung-huyung menuju kamarnya. Ia hampir terjatuh saat ingin membukakan pintu kamarnya. Karena sedang mabuk, membuat Theo kesulitan membuka pintu kamarnya.
“Fvck.” maki Theo pada pintu kamarnya.
Setelah percobaan yang sekian kali, pintu pun berhasil terbuka. Dengan langkah yang masih belum tegap dan sempoyongan, Theo memasuki kamarnya.
Theo berhasil menjangkau ranjang dan duduk di sana, kemudian pikirannya teralihkan kepada kesialan yang sedang menimpanya akhir-akhir ini.
Sudah hampir satu bulan ini dia menikahi wanita sial yang sudah berhasil mengusik kehidupannya. Theo menikahi gadis itu hanya secara agama di hadapan pendeta dengan papanya sebagai saksi. Selebihnya Theo tidak melakukan apa-apa lagi. Dia bahkan tidak sudi untuk mendaftarkan pernikahan mereka secara hukum dan juga tidak mengadakan resepsi. Karena bagi Theo, Lily tidak pantas mendapatkan itu.
Bagi Theo Lily adalah pembawa sial dalam kehidupannya. Theo sering marah dan mengumpat kata-kata kasar kepada Lily. Bahkan Theo juga berlaku kasar pada Lily, baik fisik dan batinnya sakit akibat kemarahan Theo. Sejak saat itulah juga Lily tidak berani menampak dirinya dihadapan Theo.
“Sial.”
Tadi Theo sengaja pergi ke club untuk menenangkan diri, tapi nyatanya semakin dia mabuk, dia malah semakin gusar sendiri. Kelopak matanya mulai terasa memberat, Theo menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Tak membutuhkan waktu yang lama, Theo pun tertidur.
***
Pagi hari, Lily tampak sibuk memulai aktivitas, kedua tangannya dengan cekatan membersihkan area belakang kediaman Theo. Saat-saat jam segini Theo sudah pergi meninggalkan mansion, dan seperti biasa Lily akan melakukan aktivitasnya seperti yang tengah dia kerjakan saat ini.
Saat asik menyiram bibit-bibit sayuran yang baru dia tanam, Lily dikejutkan dengan kedatangan Bi Emma. Setelah menikah, Theo menempatkan Bi Emma dikediamannya karena sedari kecil Theo memang dekat dengan wanita paruh bayah itu.
“Ya Bi, ada apa?”
Meski wajah Bi Emma tampak sangat dan omongannya terkadang terdengar ketus, Lily merasa senang karena dari sekian beberapa pelayan yang bekerja di rumah ini hanya Bi Emma yang mau berinteraksi dengannya. Selebihnya mereka sangat membenci Lily.
Lily tidak mencoba untuk tidak peduli ketika mendapat kebencian secara terang-terangan seperti itu.
“Tuan besar datang ke sini. Dia meminta anda untuk datang menemuinya segera.”
Lily mengangguk patuh, sambil tersenyum,
“Baik."
Setelah menyampaikan pesan itu, Bi Emma segera pergi disusul juga oleh Lily yang terburu-buru mengikut Bi Emma dari belakang. Bi Emma mengantarkan Lily sampai di ruang tamu. Frederick memberi isyarat pada Bi Emma untuk pergi meninggalkan mereka. Bi Emma yang mengerti langsung menunduk hormat dan pamit undur diri meninggalkan Lily bersama dengan tuannya.
Setelah kepergian Bi Emma, Lily masih setia berdiri tak jauh dari tempat Frederick duduk. Lily mendadak takut apalagi melihat ayah Theo menatap tajam ke arahnya.
“Maaf tuan, say—” ucapan Lily terhenti karena Frederick langsung mengangkat tangannya menyuruhnya untuk tidak membuka suara.
“Saya belum menyuruhmu untuk berbicara,” ucap Frederick, suaranya terdengar tegas dengan manik matanya tajam, tidak ada senyum-senyumnya. Dia menatap datar ke arah Lily.
Lily yang awalnya berani menatap Frederick kini kembali menundukkan kepalanya. Dia baru mengangkat kepala dan menoleh ke arah ayah Theo ketika pria paruh baya itu mulai membuka suaranya.
Frederick melemparkan sebuah map di atas meja di hadapannya.
Dahi Lily mengernyit bingung menatap map itu. Surat apa itu?
“Ayahmu sudah beberapa kali datang menuntut sejumlah uang kepada kami.” Frederick menjeda bicaranya sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan perkataan lagi,
“Dan kau tahu dia tidak meminta dengan nominal yang kecil.
Lily tau. Sejak Lily keluar dari rumah ayahnya. Bram memaksa Lily untuk selalu meminta uang kepada Theo. Tapi Lily tidak mengindahkannya karena dia juga merasa takut kepada untuk melakukannya.
Namun Lily tidak menyangka kalau ayahnya akan nekad mendatangi keluarga Theo dan juga memberi ancaman akan mengatakan kepada publik mengenai aib putranya bila keluarga Theo tidak memberikan apa yang Bram mau. Theo dikenal sebagai orang yang berwibawa dan dan dipandang memiliki image yang bagus oleh khalayak umum, jadi Frederick pun terpaksa memberikan apa yang Bram inginkan.
Sedangkan Lily kini menjadi jadi tahu tentang apa yang membuat Theo marah besar padanya dan bahkan juga memberinya hukuman yang menyakitkan. Semua terjadi karena sifat rakus ayahnya, karena ayahnya sangat tamak akan uang dan sangat pandai mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Secara tidak langsung mereka sudah menumbalkan Lily untuk keuntungan Bram sendiri membuat keluarga Theo heran bagaimana Shylla bisa kenal dengan para keluarga sial itu.
“Ayahmu sangat cerdik, dia bisa memanfaatkan kesempatan dengan sangat baik. Dia bahkan tidak memperdulikan bagaimana nasibmu di sini.”
Lily tidak berkomentar apapun, dia hanya terdiam mendengarkan perkataan Frederick.
“Saya tidak mempermasalahkan seberapa banyak uang yang telah saya keluarkan. Tapi satu hal yang ingin saya tegaskan padamu untuk bisa memperingatkan ayahmu agar tidak memanfaatkan kejadian yang sudah menimpa Theo.”
“Jangan karena saya menikahkan mu dengan Theo, kalian bisa seenaknya memanfaatkan keadaan.”
“Saya harap kau mengerti. Selama ini saya diam saja, tapi bila hal ini terjadi lagi, aku tidak akan segan melakukan hal buruk kepada keluargamu. Saya risih bila ada yang datang kekediaman saya untuk meminta uang. Tidak tau etika.”
“Atas nama keluarga saya, saya minta maaf.” Lily membungkuk hormat untuk meminta maaf kepada Frederick.
Lily tidak mengerti apa maksud kedatangan ayah Theo mengatakan semua itu kepadanya. Lily hanya bisa terdiam menerima perkataan Frederick mengenai keluarganya. Lily juga merasa malu karena keluarga sangat serakah terhadap uang, bahkan dengan tega mengambil keuntungan diatas penderitaan Lily di dalam keluarga barunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!