NovelToon NovelToon

Pengantin Untuk Calon RI 1

Chapter 1

Situasi yang cukup memuakkan terjadi di meja front desk sebuah hotel berbintang di kawasan Nusa Dua Bali, siang ini. Tampak antrian mengular didepan meja Resepsionis. Melalui Talkie- Talkie, terdengar jelas staff Front desk adu mekanik dengan staff housekeeping, untuk saling mendahulukan kepentingan masing- masing.

Sebenarnya hal ini wajar saja terjadi. Mereka sedang mencari solusi yang saling menguntungkan, untuk mengurangi kemarahan para tamu dihadapan mereka, yang belum juga mendapatkan kamar.

Belum berhenti sampai disitu. Staff front desk yang malang itu, kembali didatangi tamu lainnya. Permasalahan kali ini adalah, Air Conditioner yang tidak berfungsi dengan baik di salah satu kamar Twin bed Room. Dilanjutkan dengan rentetan keluhan lainnya. Yaitu, jaringan Wi-Fi yang tidak stabil, kupon Afternoon tea yang tidak sesuai selera. Dan yang lebih memusingkan kepala adalah, tamu yang memesan Kamar Standar Room, merasa adanya makhluk tak kasat mata di kamar yang ia tempati.

Pemandangan begini, normal- normal saja terjadi. Bahkan, apabila sekumpulan tamu yang terlihat seperti Zombie itu, mengebrak meja sekalipun, masih bisa ditolerir dan dimaklumi. Hal ini sudah menjadi makanan sehari- hari staff front desk, apabila tak mampu memenuhi permintaan, memenuhi ekspetasi para tamu yang tidak hanya satu.

Apa mau dikata, pekerjaan ini memang menuntut para staffnya bermental baja. Tidak mudah baper, tidak mudah terpancing emosinya, selalu senyum riang gembira, apabila tamu- tamu mengucapkan kata- kata yang tajam hingga rasanya menghujam jantung.

Tidak jauh dari Lobby, berdiri seorang wanita muda berparas cantik, berpakaian rapi. Rambut di sanggul ala- ala Pramugari, sudah mirip Eksekutif muda yang sering muncul di TV. Dibalut kemeja Satin Licin berwarna Broken White, dipadu rok Span berwarna abu- abu Silver, tidak lupa high heels tinggi. Siapa yang menyangka, wanita itu merupakan salah satu bagian dari staff front desk, jika tak melihat name tag yang terpasang di bajunya.

Adalah Nathya Putri Adiwilaga. Putri pertama bapak Adiwilaga, seorang ASN golongan 1 dan ibuk Seruni. Ibu kost yang mempunyai Kost 5 pintu yang baiknya, Masyaallah sekali. Mereka bukan dari keluarga tersohor yang mempunyai pamor terkenal, seperti kang Ridwan Kamil. Atau seperti abah Anies Baswedan. Ataupun seperti Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan pengusaha martabak yang terkenal karena memiliki cabang outlet hampir di seluruh pulau Jawa.

Bercerita mengenai Nathya Putri Adiwilaga. Ia baru saja merayakan ulang tahun yang ke 23 tahun. Meski umurnya masih muda belia, namun paras cantiknya sudah terlihat seperti bunda- bunda muda beranak 2. Cukup kusut, haha.

Tidak! Tidak! Nathya tidak setua itu juga. Karena pekerjaan yang melelahkan dan memuakkan, membuat Nathya jarang bersenda gurau bersama rekan seprofesi. Atau sekedar tertawa bersama mendengar lelucon garing krik krik dari rekan seprofesinya. Sehingga memunculkan garis- garis halus disekitar jidat.

Senyuman Nathya hanya didedikasikan untuk para tamu- tamu hotel. Selain kepada prioritasnya, Nathya sangat jarang menampilkan senyum Pepsodent nya. Malah akan terlihat seperti kulkas 2 pintu, keluaran terbaru. Sangat dingin, kaku dan tampak tak bahagia. Mungkin, penyebab Nathya tampak tak bahagia dan terlihat dingin seperti itu adalah, karena beratnya pekerjaan.

Bagaimana tidak! Setiap hari harus dihadapkan dengan berbagai type dan karakter manusia. Ada yang bicaranya sehalus bedak tabur, sehingga Nathya kesulitan mendengar suaranya. Ada yang nada bicaranya sekeras Toa Masjid. Adapula yang ucapannya tajam setajam silet, sehingga menyinggung perasaan.

Pernah sekali. Emosi Nathya terpancing oleh seorang tamu pria berumur 35 tahunan. Nathya pun langsung menyingsingkan lengan bajunya dan mengajak duel pria tersebut. Jika sudah begitu, hanya Manager yang bisa membuat Nathya jinak. Jika tidak, mungkin Nathya sudah melipat- lipat tubuh tamu tersebut, memasukkan nya ke dalam koper, dan mengirim tamu tersebut kembali ke negara asalnya.

Nathya memang menyukai tantangan dalam hidup. Suka melakukan sesuatu diluar zona nyaman. Tapi, tak pernah terpikirkan olehnya akan bekerja di Customer Service sebuah Hotel besar. Karena ia menyadari, kesabarannya sangatlah tipis. Setipis tisu dibagi 2, lalu hilang ketika disiram dengan air.

Awalnya Nathya fikir, ya sudahlah! Lakukan saja. Itung- itung tes kesabaran. Namun berakhir tertekan mental. Mau apa dikata, di jaman edan seperti saat sekarang ini, mencari pekerjaan yang sesuai dengan gelar, sangatlah susah. Oleh sebab itu, dimana ada kesempatan dan peluang yang menghasilkan cuan, Nathya akan melakukannya. Namun, masih dalam konteks Halal. Agar uangnya berkah.

Nathya Putri Adiwilaga pernah mengkhayalkan. Betapa senang dan bahagianya jika hidup menjadi Puan. Segalanya pasti terasa mudah. Ingin beli ini beli itu, tinggal beli. Ingin pergi kemana- mana, tak perlu memikirkan dananya darimana. Pasti bisa melakukan perawatan tubuh, hingga rambut seminggu sekali. Tampa harus berulang kali mengecek saldo di rekening tinggal berapa.

Namun, Nathya cepat- cepat menggelengkan kepalanya, membuyarkan segala khayalan yang terasa amat indah. Akan menyakitkan, jika apa yang dikhayalkan tidak menjadi kenyataan. Terlebih, Nathya juga bukan anak tunggal, yang syukur- syukur semua keinginannya bisa dikabulkan ayah dan ibu. Seperti teman- temannya yang berstatus anak tunggal. Masih Ada Narayu Putri Adiwilaga yang wajib mendapatkan hak- hak yang sama seperti dirinya. Agar tercipta, sila kelima dalam keluarga. Keadilan sosial bagi seluruh anak- anak bapak Adiwilaga dan Ibu Seruni.

Meski tidak memiliki harta seperti para Puan, setidaknya Nathya diwariskan otak yang cerdas dari ibunya. Sehingga, bisa lulus kuliah lebih cepat. Sarjana Hubungan Internasional, cumlaude 3,5 tahun dengan IPK 3,99. Sangat membanggakan bukan? Bahkan, Nathya berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Dan Belanda menjadi target Nathya untuk menyambung kuliah.

Ya! Inti dari pengorbanan Nathya selama bekerja di Hotel selain mendapatkan Cuan adalah, mengasah kemampuan berdiplomasi. Selain itu, bisa belajar banyak bahasa secara otodidak langsung praktek. Itung- itung penghematan. Tidak mengambil kursus di luar lagi. Haha

Sejauh ini, Nathya cukup percaya diri akan kemampuannya berkomunikasi dengan para tamu dari berbagai belahan negara. Bahkan sudah diakui sendiri oleh team management. Gelar Non- English speaker specialist -- Google Translate, sudah dilekatkan pada diri Nathya, oleh rekan- rekannya.

Tamu Arab yang terkenal sulit untuk dihadapi saja, bisa dibuat bertekuk lutut oleh Nathya.

"Ya habibi, marry me, no?"

Brother- Brother Arab itu, membawa iring2an gambus hingga roti buaya ke lobby Hotel. Membuktikan bahwa ia bersungguh- sungguh ingin mempersunting wanita muda berkulit tanning asli Indonesia ini.

Jika saja pria yang melamarnya ini, bukan krang Arab melainkan warga lokal, sudah habis Nathya cerca dengan kata- kata. Dapat ide dari mana, membawakan iring- iringan gambus dan juga roti buaya. Sementara dirinya adalah keturunan Sunda. Nathya sampai bergidik ngeri, kalau mengingat kejadian yang menggelitik itu.

Atau kejadian yang lainnya. Dimana Supervisor yang kesabarannya 11 - 12 tipisnya dengan Nathya, meminta Nathya menghadapi tamu Rusia yang tidak bisa berbahasa Inggris. Bahkan Google terjemahan sekali pun, lelah menghadapi tamu Rusia ini, sehingga kerap salah mengartikan maksud para Tamu ini.

Jika sudah begini, bahasa tubuh menjadi bahasa andalan Nathya. Segala gaya dengan dagu, dengan tangan bahkan gerakan absrud diperagakannya. Agar tamu tersebut, mengerti dengan maksud Nathya. Jika tamu tersebut masih tidak mengerti, maka Nathya meminta tamu tersebut, untuk memperagakan sendiri bahasa tubuh. Jika komunikasi 2 arah sudah dilakukan, maka permasalahan akan terpecahkan. Begitulah Nathya. Tidak ada masalah yang tak terselesaikan olehnya. Seperti kata pepatah, tidak satu jalan ke Roma.

Dan siang ini, Nathya diminta oleh Supervisor untuk melayani tamu VIP.

"Nath, 15 menit lagi. Stand bye, ok!"

Nathya hanya mengacungkan jempolnya yang kurus, panjang, langsing, seraya menghela nafas berat. Lelahnya belum seutuhnya hilang. Namun, harus melayani Tamu VIP. Alamat rahang akan terasa pegal. Karena akan dipaksa senyum pepsodent di depan tamu ini.

Kenapa ia tidak bisa beristirahat sejenak saja? Batin Nathya bermonolog.

Tidak lama- lama waktu yang Nathya minta. Hanya 15 menit saja, sekedar untuk menyandarkan punggung. Namun sangat jarang ia dapatkan. Semua orang akan selalu menjadikannya tumbal, jika tuntutan tamu tidak juga terselesaikan. Atau bahkan menghadapi Tamu VVIP ataupun VIP yang banyak permintaan, dan menginginkan kesempurnaan dalam pelayanan.

"Selamat datang kembali, pak Darko," sambut Nathya ramah dan memperlihatkan deretan gigi yang putih bersih.

"Seperti biasa ya, Thya!" sahut tamu VIP yang bernama pak Darko itu

Nathya menganggukkan kepala. Setelah itu, menoleh pada Resepsionis seraya mengedipkan mata. Itu pertanda, Nathya menginginkan kunci kamar Suite Room, yang biasa dipesan.

Resepsionis itu, langsung menyambar kunci dan mengekori rombongan. Begitu pun dengan Nathya, langsung memposisikan dirinya berdiri disamping pria gempal berkepala plontos setengah itu. Tidak lupa membukakan Jas, lalu menyampirkannya ke lengan sebelah kiri. Setelah itu, memimpin jalan mengantarkan tamu tersebut ke Kamar yang sudah biasa ia sewa.

Sesampainya di kamar, Nathya menggantungkan Jas mahal karya Desain terkenal itu di lemari. Setelahnya, mengisi gelas dengan air mineral. Karena tamu yang satu ini, tidak suka dengan air bewarna. Harap di maklumi saja. Pria sudah berumur, dan memiliki riwayat penyakit gula. Harus milih- milih kalau soal makanan dan minuman.

"Thya, kamu kelihatannya capek banget, lho! Mau tidur sebentar di kamar saya?"

"Maaf pak, saya sudah punya suami dan anak."

Sudah acap kali Nathya menipu tamu VIP gempal berkepala plontos setengah ini, dengan mengaku sudah berkeluarga. Padahal, memiliki kekasih saja, ia belum. Apalagi menikah! Belum pernah terpikirkan olehnya akan menikah di usia muda.

Nathya harus memiliki banyak akal bulus, untuk menipu tamu- tamu kurang ajar seperti pak Bambang ini. Tentu dengan bahasa yang baik dan sopan. Jika tidak, keadaan akan berbalik padanya dan dicap sebagai wanita penggoda.

Lagipula, Nathya tidak sudi disentuh oleh pria- pria tua dengan Body gak banget seperti itu. Minimal, jika benar- benar terpaksa harus tidur dengan pria berumur, minimal pria itu harus setampan Leonardo De' Caprio ataupun Nicholas Saputra. Jika tidak seperti 2 om- om yang ada dipikiran Nathya, maka jangan coba- coba untuk merayunya. Karena selain good rekening, good looking itu penting. Haha

Tapi untungnya, pak Bambang termasuk respect akan Nathya. Meski sering mencoba, iseng- iseng berhadiah juga. Lagipula, Nathya ini sosok wanita pekerja keras dan bertanggung jawab. Selama ia berkunjung ke Bali, dan selalu menginap di hotel ini, pak Darko selalu mendapatkan pelayanan yang baik dari Nathya. Membuat pak Darko selalu memberi tips yang lumayan besar. 1 hari pelayanan, 5 juta rupiah akan masuk ke rekening Nathya. kalikan saja berapa hari pak Darko akan menginap. Maka segitu lah Tips yang akan Nathya dapatkan.

Indah memang. Namun, sebanding dengan lelahnya fisik, pikiran dan batin. tak heran sesekali Nathya akan mendatangi Psikiater, sekedar untuk curhat. Meluapkan emosi tertahan yang tak mampu ia atasi sendiri.

Cukup sekian perkenalan singkat mengenai Nathya Putri Adiwilaga dan gambaran kehidupannya. Mari kita berpindah topik pada kehidupan si Pemeran Utama yang akan mendatangkan masalah besar di kehidupan Nathya nantinya.

Chapter 2

Amterdam, Rumah Dinas Dubes RI.

2 pria dengan ketampanan yang hampir seimbang, berjalan keluar dari rumah dinas. Dialah Milano Arghani Baskara, seorang Diplomat Indonesia. Beserta Boni Narapati, kepala sekretaris yang sudah menemani Argha sejak bertugas di Belanda dari 5 tahun yang lalu.

"Pak, semuanya sudah siap. Jet juga sudah siap," lapor Boni, ketika mendapatkan kabar dari bawahannya.

Orang yang dipanggil "pak" itu, hanya merespon dengan anggukan kepala.

"Nanti setelah gala dinner berakhir, ada after party juga Pak," lanjut si sekretaris.

"Siapkan speech text ya, Bon. Saya hanya punya waktu 30 menit untuk after party."

"Ok, pak."

Langkah mereka saling berkejaran. Seolah tengah balapan dengan waktu. Bukan tampa alasan dua pria Dominan yang sudah memasuki usia kepala 3 itu, memiliki waktu yang sempit. Bahkan untuk sekedar menikmati after party yang dikhususkan, untuk merayakan keberhasilan negara mereka dalam penyelengaraan pameran budaya pun, tak bisa membuat mereka menetap sejenak.

Hal itu dikarenakan padatnya jadwal Milano Arghani Baskara hari itu. Pagi harus menghadiri pameran lukisan seniman realisme Indonesia di kota Den Haag. Dilanjutkan dengan pertemuan diplomasi pembebasan WNI yang ditahan, akibat dijebak menggunakan Narkoba.

Dan besoknya, jadwal bapak yang satu ini tak kalah padat. Dirinya harus menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Duta Besar RI untuk Belanda. Karena yang bersangkutan terpilih menjadi bakal calon Presiden pada Pemilu 2023. Sungguh di kejar- kejar waktu. Dan kegiatan harus berjalan sesuai rencana, agar kepulangannya tidak tertunda.

Sebenarnya Argha cukup heran, saat mengetahui dirinya diusung menjadi bakal Calon Presiden. Karena sebelum ini, belum ada Calon yang terpilih, jika umurnya belum menyentuh kepala 4.

Bukankah diusungnya Argha menjadi bakal calon Presiden di pemilu 2023 itu, cukup menggelitik? Sebenarnya, bukan tidak boleh, dilarang ataupun tidak memenuhi kriteria. Hanya saja, selama 77 tahun Indonesia Mardeka, belum ada calon Presiden semuda dirinya. Karena dianggap masih minim pengalaman. Dan ini baru yang pertama.

Entah apa yang dilihat anggota Partai dari dirinya sejak 2 tahun yang lalu. Dan sudah di targetkan akan diusung di tahun sekarang. Argha merasa, karirnya biasa- biasa saja dan tidak terlalu menonjol jika di bandingkan dengan lawannya di Pemilu nanti. Pengalamannya pun, masihlah sedikit. Ia belum merasakan pahit, asam, asin, gurih, manisnya dunia politik.

Dan Partainya, begitu percaya diri mengusung dirinya di Pemilu 2023. Bukankah itu sama saja menggali lubang kekalahan sendiri?

Namun, jelas dirinya takkan menolak jika sudah ditetapkan partai. Meski menjadi RI 1 bukanlah impian awal Argha. Namun, ada misi yang harus Argha jalankan jika benar terpilih nantinya. Yaitu, membangun Papua dengan Infrastruktur yang meliputi jalur penerbangan, Tol, Sekolah dan Rumah sakit. Demi mewujudkan sila ke- 5 dasar negara Indonesia.

Jelas dirinya sudah memiliki gambaran akan kejayaan Indonesia, jika pembangunan di Papua terutama di daerah yang memiliki kekayaan alam potensial, benar terealisasi. Hati kecil Argha cukup menjerit kesakitan, disaat PT. Freeport hanya mengeruk hasil tambang emas, tampa memberi kompensasi yang layak.

Selain kekayaan alam, wisata alam Papua pun, tidak kalah dari Bali. Bahkan sumber daya manusianya, menyaingi pulau Jawa. Hanya saja, Papua tidak seberuntung Bali dan Jawa. Yang sejak Orde lama hingga detik ini, selalu menjadi anak emas.

Argha ingin kehidupan yang lebih layak untuk masyarakat Papua. Agar kesetaraan sosial merata disana. Oleh sebab itu, Argha tidak menolak saat di usung menjadi bakal calon Presiden. Dan di minta pulang untuk melakukan kampanye. Dan melepaskan pengabdiannya di kantor kedutaan besar RI di Belanda.

"Pak Argha mau lunch di Anderson seperti biasa, atau mau ke tempat lain pak? Tanya Boni, yang membuyarkan lamunan Argha.

"Kayaknya resto Asia saja Bon. Saya kangen makan Nasi goreng."

"Siap, pak."

Boni segera memerintahkan sopir untuk memutar arah. Dan mengantar mereka ke resto Asia. Sebelum melanjutkan agenda mereka ke Kota yang lainnya.

Milano Arghani Baskara, merupakan putra terbaik yang dimiliki Indonesia. Sudah lama melalang buana ke berbagai Negara. Mungkin, sudah sejak dalam kandungan. Ia saja lahir di Milan. Oleh sebab itu, ia diberi nama Milano. Karena keluarga Argha juga berkarir di lingkaran Chain Politic sejak jaman buyutnya.

Bicara mengenai sepak terjang Argha di dunia politik. Awal karirnya di umur 24 tahun, ia sudah menjadi staf khusus kepresidenan. Tidak lama setelah itu, ia mendapat gelar Magister di Oxford. Yang membuat karirnya cepat melesat tinggi. Meskipun, hal itu tidak terlepas sari Background keluarga, yang memang rata- rata berkecimpung di dunia politik.

Namun, otak yang cemerlang, karir yang bagus, mempunyai harta, jabatan, penghormatan saja tidak cukup. Apalah arti itu semua, jika hatinya masihlah kosong. Ya! Disaat teman- teman seusianya sudah menikah, sudah memiliki anak, memiliki keluarga, sementara dirinya masihlah melajang.

Tuhan tidaklah sia- sia. Ia akan selalu memberi kekurangan pada setiap manusia, sebelum menurunkan ke bumi. Agar manusia- manusia ini menyadari, jika diatas langit masih ada langit.

Pernah sekali Argha mencoba menjalin hubungan dengan teman 1 kampusnya. Namun berakhir di bulan pertama, karena Argha bukanlah sosok yang romantis dan ekpresif. Membuat si wanita bosan, hingga memutus sepihak hubungan mereka. Namun, dirinya menerima dengan lapang dada. Karena ia menyadari, dirinya memanglah seperti itu. Meskipun saat itu, ia merasakan patah hati.

"Pak, kalau nanti sudah di Indonesia, langsung cari calon ya pak."

Ucapan Boni cukup menyentil hati, ginjal, paru- pari hingga jantungnya.

"Kenapa? Kamu lelah menyiapkan semua keperluan saya?" balas Argha to do point.

"Ya gak gitu juga pak. Masa bakal capres Jomblo. Agak gimana gitu kedengarannya. Gak mungkin kan pak, saya terus yang masang-in dasi bapak setiap hari, hingga masa jabatan bapak berakhir. Kalau nanti 2 putaran, saya ikutan ngejomblo dong pak? Gak mungkinkan saya ngelangkah-in bapak. Sungkan sama yang lebih tua."

Argha tertawa mendengar ocehan Boni. Tidak bisa ia pungkiri. Apa yang dikatakan Boni, ada benarnya. Calon Presiden memang membutuhkan pasangan. Selain menaikan elektabilitas, hal itu juga untuk mendapatkan kepercayaan publik. Sangat berpengaruh dalam keseharian.

Lagipula, tidak mungkin 1x24 jam, ia selalu memanggil Sekretaris atau ajudannya, untuk sekedar sarapan, makan malam, bertukar pikiran ataupun minta dipijit. Sebetulnya, belum memiliki pendamping pun, tidak masalah bagi Argha. Toh, masih ada ART yang bisa membuatkan sarapan, makan malam dan kopi untuknya. Masih bisa panggil tukang pijat ke rumah jika ia merasa lelah. Ataupun memanggil Boni untuk memasangkan dasinya setiap hari. Tapi, memiliki pendamping saat ini, akan membantu Argha dalam melakukan misi pelayanan domestik.

Agaknya, Argha harus bersiap- siap ketika menginjakkan kaki di bumi Pertiwi. Para petinggi partai, maupun kedua orang tuanya, akan ribut menanyakan perihal calon istri. Jika ia tidak memiliki calon, maka bersiap- siap saja, ia akan di jodohkan entah dengan siapa.

Jika itu sudah terjadi, mau tidak mau, suka tidak suka, Argha harus mengikuti permintaan orang tuanya.

Chapter 3

Lelah. Satu kata dengan banyak definisi. Ketidakmampuan fisik untuk melakukan aktivitas, disebut lelah. Ketidakmampuan otak untuk mengatasi masalah, disebut lelah. Ketidakmampuan perasaan untuk menahan berbagai emosi, disebut lelah.

Ketiga definisi itulah yang Nathya rasakan saat ini. Disepanjang jalan menuju kediaman orang tuanya, Bibir tipis Nathya tak henti- hentinya mengumpat, mengucapkan kata- kata kotor. Menyebut semua binatang yang ada si kebun binatang tampa etika.

Hal yang membuat Nathya berprilaku demikian, dikarenakan kejadian tadi siang di Hotel. Yang mana, Nathya harus menghadapi masalah Domestik, yang tak sepantasnya dilakukan di ruang publik. Tepatnya di sekitar Lounge, yang menjadi daerah kekuasaan Nathya.

Seorang tamu VIP, bertengkar hebat dengan 2 orang lainnya. Hal ini semakin menjadi dramatis, ketika Netizen yang menonton pertengkaran tersebut, menonton dengan kamera stand bye di tangan mereka. Kejadian ini pun langsung Viral di dunia maya. Khususnya di aplikasi Tik Tik.

Ceritanya adalah, seorang pelakor dengan percaya dirinya melabrak kekasihnya. Lalu melayangkan tangan, menjambak rambut, setelah itu mendorongnya hingga tersungkur ke lantai. Usut punya usut, pria itu sedang menikmati liburan bersama istri sahnya. Tampa disadari, pelakor itu sudah mempermalukan dirinya sendiri.

Demi kenyamanan dan keamanan bersama, Nathya membawa pelakor itu menjauh dari Lounge. Namun malah melampiaskan emosinya pada Nathya.

"Tenang, tenang! Mana bisa saya tenang. Saya sedang mempertahankan hak saya. Dan kamu malah menarik saya kesini."

Entah hak apa yang dibicarakan wanita yang tak tau malu itu. Jelas- jelas ia hanyalah persinggahan yang takkan dilirik lagi setelah ini. Malah membicarakan Hak. Lagipula, wanita ini belum di nikahi, kenapa pula membicarakan hak.

Jika saja hari ini Nathya sedang tidak bekerja, akan ia amuk wanita tidak tau malu ini. Setelah itu, mendorongnya masuk ke dalam kolam berenang.

"Bangun kau Dugong hitam. Tidur kau terlalu miring. Hak apa yang kau pertanyakan? sedangkan kau hanya benalu dalam rumah tangga orang."

Namun, niat itu segera Nathya urungkan. Terakhir Nathya pahami, wanita ini tidak mengenyam pendidikkan yang layak. Sehingga berakhir menjadi simpanan. Terbukti dari kelakuannya yang berniat mempermalukan istri sah kekasihnya. Tapi malah menjadi boomerang untuknya. Ketidak pintaran wanita ini, membuatnya dimanfaatkan pria hidung belang.

Sekarang, Nathya malah berhasrat ingin menghampiri pria tua tak tau diri tadi. Lalu memberinya pelajaran dengan mengoprek burung pipitnya menggunakan cobekkan milik kepala Chef. Sudah tua, bukannya perbanyak ibadah, malah menjadi playboy cap wawaw. Sudah memiliki sangkar di rumah, masih saja mencari sangkar diluar.

Karena masalah ini, Nathya terpaksa meminta tolong pada rekannya untuk menggantikan pekerjaannya sementara. Dikarenakan setelah ini, ia harus pergi ke Kantor polisi untuk menjadi saksi. Si istri sah tidak terima di perlakukan seperti tadi. Lalu melakukan visum, dan menuntut si pelakor atas kasus penganiayaan.

Namun, perkara tak selesai sampai di sana. Di Kantor Polisi, Nathya kembali dibuat naik darah. Kali ini oleh anak buahnya pak Tito. Diawal memberikan kesaksian, pertanyaan masihlah aman. Hanya menanyakan kronologi kejadian. Namun terakhir- terakhir, ia seperti di Intimidasi oleh pertanyaan penyidik.

Sudah lelah dicerca dengan banyak pertanyaan yang makin lama, makin keluar konteks, Nathya pun mengambil jalan tercepat. Menawarkan penyidik untuk memeriksa CCTV saja. Sungguh ia lelah dengan pertanyaan, yang ujung- ujungnya menanyakan status dirinya.

"Btw, adek manis sudah punya pacar belum?"

2 tanduk tak kasat mata, sudah muncul di kepala Nathya. Dan siap menyeruduk Hallo dek yang satu ini. Namun, ia memilih bermain cantik.

"Suami saya mantan Dubes lho pak. Bapak jangan macam- macam sama saya."

Namun, bukannya sungkan, polisi itu malah tertawa geli. Dan diikuti oleh 3 rekannya yang mendengar. Ucapan Nathya yang tidak realistis, membuat mereka ingin tertawa sambil guling- guling. Nathya yang merasa dipermalukan, mengingat lekat- lekat wajah dan nama ke 3 polisi ini. Eko, Riki, Nugraha.

Awas saja nanti, batinnya semakin kesal.

"Saya Presiden lho dek!" balas polisi yang bernama Eko.

Presiden kepala bapak kau, lanjut Nathya bermonolog di dalam hati.

Tangannya sudah siap ingin menggampar wajah polisi ini. Namun, diizinkan pulang sebelum hal itu benar terjadi. Nyali polisi itu agaknya menciut saat melihat ekpresi wajah Nathya. Baguslah! Pikirnya.

Tidak berhenti sampai disitu, saat hampir tiba di kosan, bundahara Seruni tersayang menelepon. Meminta Nathya untuk pulang ke rumah Sore ini. Sebenarnya, Jarak antara Rumah orang tua Nathya ke Hotel tempat ia bekerja, tidaklah begitu jauh.

Hanya saja, 6 bulan yang lalu, terjadi perang ke 3 antara dirinya dan Narayu. Disebabkan oleh Narayu, memakan Sosis Kanzler milik Nathya seenak udelnya. Saat ditegur, bocah kematian itu bukannya meminta maaf, malah meledek dan menyebut Nathya pelit. Sebetulnya bukan pelit, namun saat itu sosis tersebut hanya tinggal sebiji.

Karena meninggikan suara saat bicara dengan adiknya, sang ayah pun ikut mencampuri masalah kakak beradik itu.

"Kak! Ngalah dong sama adiknya."

Nathya langsung merajuk pada sang ayah, karena selalu membela adiknya, yang jelas- jelas salah. Memangnya ada aturan tertulis, dimana sang kakak yang harus terus mengalah pada sang adik? Gak ada kan. Narayu saja yang tidak tahu diri. Sosis itu udah ada jatahnya masing- masing. Siapa suruh begitu rakus dan menghabiskannya sekaligus.

Nathya sudah tidak tahan lagi dengan adiknya, yang selalu memonopoli seluruh fasilitasnya. Bahkan sejak Narayu lahir. Dan sila ke 5, keadilan sosial bagi anak- anak bapak Adiwilaga dan ibu Seruni, sudah tidak ada lagi, untuknya. Oleh karena itu, Nathya rela merogoh sakunya, sebesar 1,5 juta setiap bulan untuk membayar kost. Itulah konsekuensi karena kabur dari rumah.

Tapi tidak apa- apa. Demi melindungi diri, dari jajahan Narayu. Nathya rela bekerja keras, banting tulang bagai kuda, asal mendapat tips dari tamu yang royal. Rela terkantuk- kantuk mendengar bapak Hartono bercerita mengenai filosofi, duluan mana ayam daripada telur? Ataupun harus berpura- pura mengerti, saat mendengar bapak Handoko bicara sejarah, mengenai manusia berasal dari monyet. Ataupun mendengar dongengan bapak Ridwan, mengenai kejayaan anak- anaknya.

Nathya sudah berjanji pada diri sendiri.Tidak akan kembali ke rumah bapak Adiwilaga, jika Narayu masih saja seperti compeni minta tanah. Menjajah dirinya, memperkosa kebebasannya, dan memakan hak- haknya sebagai warga sipil dan anak pertama keluarga Adiwilaga.

"Bun, gak bisa besok aja ya?" jawab Nathya bernegosiasi.

Harus sekarang, kakak. Ini penting.

Haram hukumnya menolak permintaan Bundahara tersayang, disaat ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Meski tubuh sangat lelah, pikiran pun juga sama, mau tak mau Nathya harus bergerak secepat kilat kekediaman Adiwilaga Royal Palace.

Namun sebelum itu, ia berhenti disebuah minimarket, untuk membeli kopi instan, sekaligus mengistirahatkan diri. Setelah 20 menit kemudian, Nathya pun tancap gas menuju rumah orang tuanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!