Masa kecil adalah masa yang sangat bahagia bagi setiap anak. Masa yang tidak akan pernah terulang dan sangat berharga disetiap waktu yang terlewati. Anak-anak adalah manusia yang paling baik di muka bumi karna dia selalu bisa memaafkan tanpa dendam dan selalu tersenyum setelah ia menangis. Begitu juga dengan Naura, anak pertama dari dua bersaudara yang sangat menyayangi ayah, ibu, dan adiknya.
Suatu ketika, terlintas dipikiran Naura masa kecilnya disebuah rumah yang sederhana. Rumah Naura terbuat dari papan dan hanya berlantaikan tanah. Dia merasa nyaman saat dirumah itu karna disana ada sebuah keluarga yang lengkap yang sangat menyayanginya.
Brakkkkk......(tas sekolah Naura yang dijatuhkannya ke lantai)
"Ayah, Ibu,, Naura kebelet pipis" (sambil berlari ke kamar mandi)
Saat sampai di kamar mandi, Naura tak sengaja membasahi seragamnya yang masih dipakai besok pagi.
"Ada apa Naura ?" tanya ayahnya.
"Ini yah, tadi aku kebelet pipis, dan tak sengaja seragamku jadi basah" (sambil menunduk merasa bersalah).
" Tidak apa-apa nak, nnti ayah cuci dan langsung dijemur supaya besok bisa kamu pakai lagi ke sekolah(sambil tersenyum)".
Naura yang saat itu masih duduk di Usia SD menganggukkan kepalanya. Dia berjalan menuju kamar untuk ganti baju dan mengembalikan tas yang ia jatuhkan di lantai tadi.
Ibu Naura yang sedang sibuk berjualan makanan sayur dan lauk diwarung kecil yang letaknya berada disamping rumah bergegas menawarkan anaknya makan dulu sebelum main.
"Naura,, makan dulu sayang" kata ibu Naura sambil tersenyum.
"Iya ibu...."(mulai berjalan ke warung ibunya).
"Naura mau makan apa sayang? biar ibu yang ambilkan ?" tanya ibu Naura sambil menggendong adiknya yang masih berusia 6 bulan.
"Naura mau ambil sendiri saja bu" jawab Naura, karena tak mau merepotkan ibunya yang sedang sibuk berjualan.
Setelah makan, Naura masuk kamar sebentar untuk melihat jadwal harian yang tertempel di sebelah pintu kamarnya. Jadwal yang dibuat oleh ayahnya dari mulai Naura harus bangun jam 05.00 sampai ia tidur jam 21.00 yang lengkap ditandatangani oleh ayahnya dibagian bawah kertas tersebut.
Ayah Naura selalu mengajarkan kedisiplinan pada Naura sejak kecil. Jadi, disetiap kegiatan Naura sudah ada dijadwal itu,, mulai dari jam sekolah, tidur siang, main, mengaji, dan juga jam belajar Naura. Terkadang saat main Naura sering terlambat pulang, tapi dia selalu bertanggung jawab atas kegiatan setelah itu supaya tetap sesuai dengan jadwal. Ayah Naura tidak pernah marah, tapi selalu mengingatkan Naura untuk memperbaikinya dihari berikutnya.
Hujan turun begitu derasnya, angin yang bertiup kencang membuat buah berjatuhan dari pohon, ada buah durian, jambu mete, mangga, dan rambutan. Kebun yang letaknya tak jauh dari rumah Naura dipenuhi berbagai macam buah. Tiba-tiba ayah Naura mengunjungi pemilik kebun untuk meminta izin mengambil buah yang jatuh. Baiknya pemilik kebun memperbolehkan siapapun mengambil buah yang terjatuh karena angin, daripada dibiarkan busuk begitu saja lebih baik dipersilahkan bagi siapapun yang mau ambil gratis.
"Naura mau buah durian gak ?" tanya Ayah Naura berharap anaknya tersenyum manis.
"Mau ayah,," (tersenyum lebar) jawab Naura.
Naura yang sangat menyukai buah durian duduk di kursi sambil menunggu ayahnya pulang dari kebun. Tak lama kemudian ayah Naura pulang membawa 1 buah durian yang terjatuh. Ayah Naura membuka buah durian tersebut dan memakannya bersama Naura. Ibu Naura tidak suka buah durian, jadi ibu Naura tidak mendekat dan bermain bersama adiknya di warung.
Naura memiliki banyak kesamaan dengan ayahnya, mulai dari suka makan buah durian, suka makan nasi padang, suka makan makanan pedas, bahkan berani naik wahana ekstrim di pasar malam. Naura juga memiliki wajah yang tak jauh berbeda dengan ayahnya, bahkan bentuk jari kaki Naura benar benar mirip dengan ayahnya. Tak ayal dia lebih dekat dengan ayahnya daripada ibunya.
"Enak sekali yah buah duriannya, manis" sahut Naura yang menghabiskan banyak durian.
"Naura suka ? Naura berterimakasih ya kepada Pak Imam yang memberikan izin untuk mengambil buah yang jatuh di kebunnya'' kata ayah yang sangat bersyukur memiliki tetangga yang baik sehingga dia bisa menyenangkan hati anaknya.
"iya yah,, Naura suka, Naura nanti juga akan berterimakasih kepada Pak Imam yah saat mengaji nanti sore" jawab Naura dengan gembira.
Saat malam tiba, Naura bergegas mengambil buku untuk mulai belajar. Naura mulai belajar menulis dan berhitung bersama ayah dan ibunya. Setelah belajar, ayah Naura mengajak Naura, ibu dan adiknya untuk pergi ke pasar malam bersama. Mereka berjalan kaki menuju sebuah lapangan yang letaknya tak jauh dari rumah. Ibu Naura tak pernah mau naik wahana di pasar malam. Ibu Naura hanya melihat orang-orang yang berjualan di pasar malam, sedangkan Naura asyik menaiki wahana bersama ayahnya. Beberapa wahana ekstrim mulai dinaiki, Naura sangat senang bisa menaiki wahana ekstrim walaupun jantungnya berdegup kencang. Saat Naura takut, dia memegang erat tangan ayahnya yang memberikan kekuatan keberanian untuk Naura menaiki berbagai wahana.
"Aaaaaaaaaaaaaa.............."teriak Naura saat menaiki wahana ombak banyu bersama ayahnya.
"Tidak apa-apa Naura, pegang tangan ayah kalau Naura takut" kata ayah menenangkan Naura.
"Ayaaaahhhh........." semakin keras teriakan Naura karena wahana semakin kencang.
Ayah Naura terus memegang erat tangan anaknya itu supaya tetap aman di wahana tersebut. Tidak sedikitpun ayah Naura melepaskan tangan Naura karena ada kekhawatiran seorang ayah pada putrinya. Setelah wahana selesai, Naura dan ayahnya turun dari wahana. Naura tersenyum senang karna dia berani naik wahana-wahana ekstrim yang belum tentu anak seusianya berani. Berkat ayah yang selalu menjaga disamping Naura memberikan semangat dan keberanian untuk Naura mencoba berbagai wahana di pasar malam.
Setelah puas dengan semua wahana yang Naura naiki, Naura pergi ke beberapa penjual jajanan di pasar malam dan berjalan pulang menuju rumah bersama ibu, ayah, dan adiknya. Sesampainya dirumah Naura bersih-bersih tangan, kaki, sikat gigi dan bergegas tidur di kamarnya.
Naura siap pergi ke sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya. Setiap hari dia selalu berjalan kaki menuju sekolah, dia selalu menjadi murid pertama yang sampai di sekolahnya. Pukul 06.15 dia sudah sampai di sekolah, tak heran jika dia akrab dengan penjaga sekolahnya yang setiap hari ia ajak mengobrol saat membersihkan sekolah. Naura sudah bersiap untuk menerima pelajaran dari bapak/ibu guru. Sebelum pelajaran dimulai dia selalu mengecek ulang PR nya. Ketika teman-temannya sudah sampai di sekolah, buku PR Naura selalu jadi langganan kesana kemari untuk dipinjam teman-temannya yang belum selesai dengan pekerjaan rumahnya.
Hari ini ada pelajaran kesenian, ada 2 tugas dari ibu guru di sekolah Naura. Pertama mengukir sabun batang dengan bentuk bebas. Tugas ini adalah tugas individu yang harus dikumpulkan 2 hari lagi. Tugas kedua adalah tugas kelompok, yakni belajar untuk membuat bordir bunga dengan tangan pada taplak meja yang memiliki 4 sisi. Satu kelompok berisi 4 anggota, masing-masing anggota mendapat satu sisi yang berbeda. Tugas kelompok ini dikumpulkan minggu depan, boleh dikerjakan secara bersama-sama atau dikerjakan sendiri secara bergiliran. Kelompok Naura memutuskan untuk mengerjakan tugasnya secara bergiliran karena jarak rumah mereka yang jauh. Naura mendapatkan giliran pertama.
Sesampainya dirumah, Naura bergegas mencari ayahnya.
"Ayah...ayah........"teriak Naura sambil mencari ayahnya disetiap ruang dirumahnya.
"Ada apa Naura?" sahut ayahnya yang sedang membenarkan bak mandi yang sedang bocor.
Ayah Naura menambal bak mandi yang bocor dengan cara memasukan beberapa semen ke dalam bak yang berisi air kemudian mengaduknya selama beberapa menit. Setelah itu air di bak mandi tersebut di kuras habis hingga bagian yg bocor itu kering. Ayah Naura mencoba cara tersebut karena mendapatkan saran dari Naura yang pernah mendengar cara itu saat Pak guru mengajar di sekolah. Setelah kering, bak mandi itu diisi air lagi oleh ayah Naura dan sudah tidak bocor lagi. Ternyata cara itu sangat efektif untuk menambal bak yang bocor tanpa harus mencari bagian mana yang bocor.
"Ayah, tadi ada tugas dari sekolah. Ayah bantu Naura ya ?" kata Naura sambil berharap ayahnya membantunya.
"Tugas apa Naura?" tanya ayah Naura sambil berjalan menuju ruang tamu.
"Ini yah tugasnya, Naura bingung yah caranya bagaimana ?" sambil melihat ayahnya penuh harapan.
"Bagaimana kalau mengerjakan yang di bordir dulu saja? supaya besok bisa gantian dengan temanmu mengerjakannya" saran ayah Naura.
" Iya yah" kata Naura bergegas ganti baju dan langsung bersiap mengerjakan tugasnya.
Ayah Naura membantu Naura memasang peralatan untuk membordir taplak meja. Setelah bagian lingkaran terpasang pada gambar bunga, Naura membantu ayahnya memasukan benang pada jarum bordirnya. Ayah Naura memberikan contoh caranya kemudian dilanjutkan Naura hingga bunga itu penuh dengan bordir hasil karya Naura.
Setelah selesai, Naura memperlihatkan hasil karyanya hingga selesai pada ayahnya.
"Ayah, ini Naura sudah selesai" kata Naura tersenyum pada ayahnya.
"Wah, bagus sekali Naura. Hasil bordir yg indah dan sangat rapi, tapi akan lebih bagus lagi kalau ditambahkan nama Naura dibawah bunga itu, bagaimana?" saran ayah memberikan ide untuk Naura.
"Ide yang bagus yah, tp ayah tolong tuliskan nama Naura di bawah bunga itu. Nanti biar Naura yang lanjutkan bordir namanya" sahut Naura dengan girang karena tugas kelompoknya hampir selesai.
"Iya sayang......." kata ayah dengan lembut sambil menuliskan nama Naura dengan sangat rapi.
Naura lalu melanjutkan bordir namanya itu, secara pelan tapi pasti dia mulai membordir namanya itu dengan hati-hati. Saat hampir selesai, Naura tertusuk jarum ditangannya. Ayahnya bergegas untuk menolong Naura supaya darahnya segera berhenti.
"Pelan-pelan saja sayang, nanti juga selesai. Setelah ini, kamu makan dulu ya supaya nanti ada energi lagi untuk mengerjakan tugas yang satunya" kata ayah Naura dengan lembut.
Naura yang sudah mulai selesai hanya menganggukkan kepalanya. Setelah selesai dia tak menyangka hasil tugasnya terlihat sangat indah. Naura sangat bersyukur karena ayahnya selalu ada dan selalu membantunya.
Setelah makan, naura mulai menunjukan pada ayahnya sabun tugas individunya.
"Mau diukir seperti apa Naura ?" tanya ayah Naura.
"Bunga saja yah, Naura kan suka bunga" kata Naura.
"Kalau begitu, coba Naura menggambar bunga sebisa Naura di sabun ini menggunakan pensil" kata ayah Naura ingin melihat kemampuan Naura dalam menggambar.
"Iya yah" sahut Naura sambil mulai menggambar bunga di sabun itu.
Ternyata bunga buatan Naura bagus juga. Dia mewarisi bakat seni yang diturunkan dari ayahnya. Walaupun tidak seindah dan serapi buatan ayahnya, tapi untuk anak usia SD gambar bunga itu sudah sangat bagus.
"Wah, bagus sekali Naura. Bunga buatan Naura sangat indah" kata ayah Naura memuji hasil karya anak kesayangannya.
Naura memulai untuk mengukir gambarnya dengan pisau kecil milik ayah. Sedikit demi sedikit mulai terlihat jelas ukiran bunga buatan Naura. Tak lama kemudian, ada bagian yang patah dari bunga ukiran Naura. Naura meminta bantuan ayahnya untuk memperbaiki bagian yang patah tersebut dengan menambahkan beberapa bagian bunga yang lain, supaya tidak terlihat jika itu patah. Naura sangat bahagia karena akhirnya hasil karya Naura selesai dengan hasil yang sangat bagus berkat bantuan ayah.
Keesokan paginya, Naura pergi ke sekolah membawa hasil bordirnya untuk diberikan pada anggota kelompok yang lain. Semakin cepat untuk bergiliran semakin cepat juga bisa diselesaikan dan dikumpulkan pada waktu yang tepat. Naura terbiasa untuk mengerjakan tugas seusai pulang sekolah. Karena jadwal kegiatan yang dibuat ayah, Naura terbiasa untuk tidak menunda pekerjaan apapun termasuk tugas sekolah. Walaupun tugas itu dikumpulkan masih beberapa hari lagi, tapi jika mengerjakannya tidak ditunda-tunda Naura jadi pnya waktu bermain lebih panjang besok. Hasil tugasnya juga akan lebih baik jika dikerjakan tidak terburu-buru.
Saat sekolah sudah selesai Naura bergegas memasukan semua peralatan sekolahnya ke dalam tas. Tas yang hanya beli setahun sekali dia pakai dengan penuh hati-hati supaya tidak cepat rusak. Saat mulai menutup tas, ternyata ada yang tersangkut dan resleting tas Naura tidak bisa digunakan untuk menutup tas. Naura mulai bingung bagaimana cara membawa semua bukunya, sedangkan tasnya tidak bisa ditutup. Akhirnya Naura memindah tasnya untuk di pakai didepan dan menutup tas itu dengan tangannya. Naura berjalan pulang lebih cepat supaya semua bukunya tidak terjatuh sampai dirumah.
Sesampainya dirumah, orang yang pertama dicari Naura adalah ayahnya. Naura berharap ayahnya bisa memperbaiki tasnya agar tidak perlu beli yang baru. Naura anak yang hemat, dia hanya membeli barang saat diperlukan saja. Selama tasnya masih bisa digunakan dia tidak akan membeli tas baru. Naura bergegas mencari ayahnya yang sedang membantu ibunya di warung sebelah rumah. Ayah Naura membantu ibunya untuk membungkuskan makanan untuk pembeli, karena ibu Naura sedang meletakkan adiknya yang sudah tidur ke kamar. Ayah Naura juga sering membantu ibu untuk mencuci piring, gelas, menyapu, bahkan juga bisa memasak. Masakan buatan Ayah Naura bahkan lebih enak daripada buatan ibunya. Tak jarang Naura meminta ayahnya untuk memasakkan makanan kesukaan Naura.
"Ayah, tas Naura rusak. Tas ini tidak bisa ditutup yah" sambil melihat ayah berharap bisa memperbaikinya.
Sambil tersenyum, ayah Naura meraih tas Naura itu. Ayah mengeluarkan semua buku Naura dari dalam tas. Ayah mengambil peralatan tukang dan mencoba memperbaiki tas Naura. Hanya butuh waktu 1 menit tas Naura sudah kembali bisa menutup lagi. Setelah itu ayah mengambil lilin untuk digosokkan pada bagian resleting supaya lebih mudah untuk dibuka dan ditutup. Naura tersenyum bahagia karena tasnya bisa diperbaiki oleh ayah tanpa harus membeli tas baru.
Naura adalah anak yang sangat patuh pada ayahnya. Ayah mengajarkan Naura untuk gemar menabung sejak ia masuk Taman Kanak-Kanak. Saat itu uang saku Naura hanya 2.000 rupiah setiap harinya. Naura selalu menyisihkan sebagian dari uang sakunya untuk dimasukkan ke dalam celengan ayam dirumah. Ayah Naura membelikan celengan itu supaya Naura belajar menyisihkan sebagian uangnya untuk bisa membeli sesuatu dikemudian hari dengan uangnya sendiri. Kebiasaan itu berlanjut hingga Naura duduk di bangku Sekolah Dasar. Uang sakunya naik menjadi 5.000 rupiah per hari, ia selalu menyisihkan sebagian dari uang sakunya itu untuk dimasukkan ke celengan ayam.
Suatu ketika Ayah Naura sedang memperbaiki pintu rumah yang rusak sembari mengobrol dengan temannya. Tak lama kemudian, Naura pulang sekolah sambil berlari menghampiri ayahnya.
"Ayah..... hari ini uang saku Naura sisa 2000 loh" ucap naura sambil memperlihatkan uang itu pada ayahnya.
"Wah hebat sekali anak ayah, memangnya tadi disekolah jajan apa Naura?" tanya ayah yang masih sibuk memperbaiki pintu.
"Tadi Naura hanya membeli jajan terang bulan saja, Naura sudah membawa bekal air minum ke sekolah. Jadi Naura masih bisa menyisihkan uang saku Naura untuk disimpan di celengan ayam" kata Naura sambil melepas sepatunya.
"Memagnya uang saku Naura berapa nak ?" tanya teman ayah pada Naura.
"5.000 rupiah per hari om" sahut Naura.
"Wah hebat sekali Naura bisa menabung degan uang saku 5.000, padahal anak om uang saku 10.000 setiap hari aja tidak pernah menabung, dirumah masih minta uang lagi sama ibunya" kata teman ayah Naura menceritakan anaknya.
Ayah tersenyum mendengar perkataan temannya, beliau begitu bangga memiliki anak seperti Naura. Ayah Naura berharap kelak saat Naura dewasa bisa menjadi anak yang sukses dan membanggakan ayah ibu.
Keesokan paginya, Naura bangun pukul 05.00 dengan bunyi alarm jam di kamarnya. Sesuatu dengan jadwal kegiatan yang dibuat oleh ayahnya, Naura menjalankan kewajibannya untuk sholat subuh setelah itu bergegas mandi. Setelah selesai ganti baju, Naura bergegas naik sepeda untuk menyusul ibunya kerumah tukang sayur yang berada diujung jalan. Ibunya sudah ada disana untuk belanja sayur untuk dimasak. Setiap pagi Naura membantu membawa sebagian belanjaan ibunya dengan menaruhnya di keranjang sepeda. Walaupun sepeda Naura bukanlah sepeda baru, ia sangat senang memiliki sepeda itu. Sepeda yang ia gunakan untuk membantu ibunya setiap pagi dan ia gunakan juga disaat sang bermain dengan teman temannya. Sepeda itu adalah hasil sebagian dari tabungan Naura dari celengan uang sakunya. Setelah sarapan pagi, Naura bergegas memakai sepatu dan berpamitan dengan ayah dan ibu.
"Ayah ibu....Naura ke sekolah dulu ya, Assalamualaikum wr.wb" kata-kata yang selalu Naura ucapkan setiap hari sebelum berangkat ke sekolah.
"Wa'alaikumsalam wr.wb'' jawab ayah dan ibu Naura.
Tak pernah sekalipun Naura terlambat ke sekolah. Semua itu berkat jadwal kegiatan harian yang dibuat ayah Naura. Saat mengaji di sore hari juga selalu tepat waktu, sehingga saat malam hari Naura selalu ada waktu untuk belajar. Walaupun tidak ada PR, ayah Naura selalu mengajarkan Naura untuk belajar setiap harinya. Bisa belajar dari buku pelajaran atau belajar hal-hal yang sekiranya Naura belum paham di sekolah. Naura selalu bertanya kepada ayah ibunya jika ada hal yang belum ia mengerti di sekolah, supaya besok saat di sekolah Naura dapat lebih siap untuk menerima pelajaran dari bapak/ibu guru. Naura memang anak yang cerdas walaupun dia hanya masuk 5 besar peringkat di kelasnya.
Suatu hari Naura demam, badan Naura begitu lemas dan tak berdaya. Ayah dan ibu Naura mengajak Naura untuk berobat ke puskesmas terdekat. Ayah dan ibu Naura juga memberikan saran untuk tidak masuk sekolah sementara waktu hingga keadaannya membaik. Namun, Naura tetap gigih untuk berangkat ke sekolah. Naura merasa dia kuat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya, Naura pergi ke sekolah diantar oleh ayahnya dengan syarat apabila dia tidak kuat harus segera melapor bapak/ibu guru supaya diizinkan untuk pulang lebih awal. Sesampainya di sekolah ayah Naura berbicara dengan guru wali kelas Naura tentang keadaan Naura. Bapak/ibu guru mengerti keadaan Naura dan memberikan pengawas lebih pada Naura di sekolah.
Saat pulang sekolah telah tiba, ternyata Naura kuat menahan sakitnya. Ayah Naura yang khawatir dengan keadaan Naura meluangkan waktu untuk menjemput Naura lebih awal. Setelah sampai dirumah, Naura beristirahat supaya dia segera sembuh dan beraktivitas seperti biasanya.
Keesokan paginya, badan Naura sudah jauh lebih baik. Naura merasa badannya sudah sangat sehat sehingga ayah tidak perlu lagi mengantarnya pergi ke sekolah. Naura memang anak yang baik, dia selalu memikirkan ayah dan ibunya. Selalu berusaha untuk melakukan apa yang dia bisa sendiri, supaya tidak merepotkan kedua orang tuanya yang sibuk berjualan di warung.
Setelah pulang sekolah, ibu Naura meminta tolong Naura untuk membeli minyak goreng di toko Amanah. Naura bergegas mengeluarkan sepedanya dan mengayuhnya menuju toko. Ternyata di toko itu stok minyak goreng habis. Naura akhirnya pulang kerumah memberitahu kepada ibunya.
"Naura, jika tidak ada minyak goreng di toko Amanah, Naura kan bisa membelinya di toko Kembar atau toko yang lain sayang" pesan ayah kepada Naura supaya tidak bolak balik kerumah dan bisa dapatkan barang pesanan ibunya.
"Iya yah....."jawab Naura sembari berangkat lagi menaiki sepeda menuju toko Kembar.
Mulai saat itu, jika Naura diminta tolong ibu/ayahnya membeli sesuatu, dia akan menelusuri ke beberapa toko yang ada di sekitar rumahnya. Jika semua toko sudah dikunjungi dan barang yang akan dibeli benar-benar tidak ada, barulah Naura pulang dan memberitahukan kepada ayah/ibunya.
Saat Naura sedang asyik bermain lompat tali bersama teman-temannya, Naura melihat pamannya datang dari desa untuk menemui ayah dan ibunya. Paman Naura meminta tolong Naura untuk memberikan minuman kemasan dingin dan beberapa snack. Paman Naura mengulurkan uang 50.000 untuk Naura. Naura bergegas membelikan pesanan paman dengan menaiki sepedanya. Sesampainya dirumah paman memberikan Naura imbalan uang 10.000 untuk Naura. Namun ayah Naura pernah berpesan, jika ada orang yang meminta bantuan, Naura harus melakukannya dengan ikhlas tanpa pamrih. Naura tidak boleh mengharapkan imbalan apapun atas kebaikan yang Naura lakukan. Akhirnya, Naura tidak mau menerima uang imbalan dari pamannya itu.
"Naura ikhlas paman, uangnya disimpan paman saja" kata Naura sambil tersenyum dan bergegas pergi bermain lagi bersama teman-temannya.
Paman Naura nampak kaget dengan jawaban Naura, padahal anak seusia Naura pasti akan senang jika diberikan imbalan uang untuk jajan. Naura memang anak yang selalu mendengarkan nasihat ayahnya. Tak heran jika tetangga-tetangga sekitar menilai Naura anak yang baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!