Suasana menenangkan begitu terasa di dalam salah satu coffee shop yang ada di Jakarta. Lagu-lagu romantis terdengar di sana hingga membuat pengunjung merasa betah berada di sana. Apalagi barista dan beberapa pegawai cukup ramah dan selalu mengutamakan kenyamanan pelanggan.
"Permisi, Kak Amel," ucap salah satu pegawai saat menyajikan cappuccino di meja paling ujung.
"Ah iya, terima kasih, Rin," ucap Amel seraya menatap pegawainya yang bernama Rina. "Tolong sampaikan kepada Nina agar mengirim laporan penjualan via email saja," ucap Amel sebelum Rina berlalu dari tempatnya.
"Baik, Kak."
Amel kembali fokus pada layar laptop yang ada di hadapannya. Gadis asal Bandung itu sedang fokus mengerjakan tugas yang sudah terbengkalai karena kesibukannya akhir-akhir ini. Pendidikan magister yang tengah dijalani harus terganggu karena urusan pekerjaan. Alhasil, kini gadis cantik itu harus fokus menyelesaikan tepat waktu.
"Duh, siapa lagi yang mengganggu!" gerutu Amel setelah mendengar dering ponsel dari dalam tasnya. "Mami?" Amel mengernyitkan kening setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.
"Iya, Mi? Ada apa?" tanya Amel setelah menerima panggilan. Dia masih heran saja karena tidak biasanya sosok yang dipanggil 'mami' itu menghubungi nomor ponsel pribadi Amel.
"Tolong kasih waktu aku sebentar, Mi. Setelah tugas ini selesai aku akan menemui Mami," pungkas Amel setelah berbicara dengan seseorang yang ada di sebrang sana.
Hembusan napas berat terdengar di sana. Setelah menyimpan ponselnya, Amel menundukkan kepala. Dia memijat pangkal hidungnya untuk merileksasi syaraf-syaraf yang sedang tegang itu. Tak lama setelah itu, dia membenarkan tatanan rambutnya karena harus menghadiri zoom bersama profesornya.
"Selamat pagi. Amelia Putri Prameswari siap mengikuti diskusi via zoom," ucap Amel dengan diiringi senyum manis saat zoom dimulai. Tutur katanya terdengar sopan dan merdu.
Perkenalan singkat yang dilakukan Amel dengan dosennya berhasil menyita perhatian seorang pria yang duduk tak jauh dari tempat Amel berada saat ini. Pria itu membalikkan badan karena penasaran bagaimana wajah pemilik suara yang berhasil menggetarkan hatinya. Pria tersebut mengembangkan senyum setelah mengamati sekilas bagaimana Amel berkomunikasi.
"Cantik, lembut, merdu dan pintar. Paket komplit," gumam pria tersebut setelah menuang espresso di tatakan. Dia mengembangkan senyum manis karena kagum dengan pembawaan Amel.
Sementara itu, Amel masih sibuk zoom meeting. Dia fokus menyimak pembahasan yang sedang berlangsung. Sesekali dia mencatat sesuatu yang penting untuk dipresentasikan nanti. Kegiatan belajar itu berlangsung selama empat puluh menit lamanya. Setelah selesai, Amel segera berkemas karena harus menemui seseorang.
"Maaf, Kak," ucap pria yang sejak tadi mengamati Amel. "Boleh saya minta waktu sebentar untuk berbicara," ucap Pria tersebut saat langkah Amel terhenti.
"Mohon maaf, Kak. Saat ini saya harus segera pergi karena harus menemui seseorang. Bila ada komplain atau urusan dengan kedai ini, silahkan menghubungi kasir. Mohon maaf sekali karena saya ada janji dengan seseorang," tolak Amel dengan tutur kata yang lembut. Setelah itu dia segera pergi meninggalkan pria tersebut.
Setelah berpamitan kepada salah satu pegawainya, Amel pergi meninggalkan coffe shop miliknya. Gadis cantik itu segera masuk ke dalam sedan hitam yang terparkir di depan coffe shop. Beberapa detik setelahnya, mobil hitam yang dikendarai Amel mulai menembus padatnya ibukota.
"Kira-kira ada apa Mami memanggilku? Padahal kemarin sudah bertemu?" gumam Amel saat menerka tujuan kehadirannya setelah ini.
****
Jalanan padat serta kemacetan ibu kota telah dilalui Amel. Mobil sedan hitam itu akhirnya sampai di halaman luas rumah megah yang ada di kawasan elit Jakarta selatan. Amel bergegas keluar dari mobil dan setengah berlari menuju teras rumah. Tanpa mengetuk pintu, dia memasuki rumah tersebut.
"Di mana mami?" tanya Amel saat bertemu seorang pria bertubuh kekar di ruang tamu.
"Masih ada tamu di atas," jawab Pria bernama Boby itu.
"Kalau begitu katakan kepada mami jika aku sudah datang dan sedang bersiap di dalam kamar," ucap Amel sebelum berlalu dari ruang tamu. Dia mengayun langkah menuju salah satu kamar yang ada di ruang keluarga. Kamar khusus yang hanya bisa diakses oleh dirinya dan pemilik rumah ini.
Gadis cantik asal Bandung itu segera membuka almari untuk mengambil pakaian ganti. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Amel duduk di depan meja rias untuk mengubah penampilan yang sederhana menjadi lebih cantik dan tentunya menggoda. Setelah selesai merias wajahnya, tak lupa Amel menyemprotkan parfum di beberapa titik tubuhnya.
"Jova,"
Sang pemilik nama yang tak lain adalah Amel, membalikkan badan setelah mendengar nama lain dari dirinya disebut. Dia beranjak dari tempatnya dan berjalan menghampiri seorang wanita yang sedang berdiri di ambang pintu. Senyum manis selalu mengembang dari kedua sudut bibirnya.
"Iya, Mi. Ada apa?" tanya Jovana setelah berdiri di hadapan wanita bernama Sari itu.
"Ada job untukmu. Kita bicara di kamar Mami," ucap Sari sebelum berlalu dari hadapan Jovana.
Gadis cantik asal Bandung itu mengikuti langkah Sari menuju kamar yang ada di lantai tiga rumah mewah tersebut. Jovana mengembangkan senyum tipis saat berpapasan dengan beberapa teman yang tinggal di sana. Sikapnya tetap ramah meski banyak yang iri dan tidak suka dengan keberadaannya di sana.
"Pasti ada job besar! Selalu saja dia yang jadi primadona!" gerutu salah satu gadis yang iri dengan pesona yang dimiliki Jovana.
Jovana hanya tersenyum tipis saat mendengar desas-desus dari teman seprofesinya itu. Dia tidak peduli dengan segala hujatan dan cacian mereka karena pada dasarnya dia paling senior dan tentunya paling spesial di sini. Setelah menapaki satu persatu anak tangga, akhirnya Jovana sampai di kamar Sari.
"Duduk," ujar Sari seraya menunjuk sofa merah yang ada di dekat jendela kaca.
"Ada apa, Mi? Apakah ada sesuatu yang penting sehingga Mami menelfon nomor pribadiku?" tanya Jovana seraya menyilangkan kedua kakinya.
"Tentu. Nomor kerjamu tidak aktif hari ini. Ada job dadakan untuk menjamu di hotel Star. Penyelenggara rapat meminta primadona di sini dan beberapa temanmu. Akan tetapi yang spesial akan ditugaskan menjamu ahli spiritual. Bagaimana menurutmu?" jelas Sari setelah mengepulkan asap rokok.
"Selagi harganya cocok oke saja lah, Mi. Asal keamananku tetap terjamin seperti biasanya," jawab Jovana.
"Oh ya satu lagi, Jo," gumam Sari sebelum menyesap rokok dan mengepulkan kembali asapnya. "Kamu ingat bos Pertamina dari Bali? Pak Yan?" tanya Sari.
"Ingat, Mi. Duda anak dua itu 'kan?" Jovana memastikan pria yang dimaksud oleh Sari.
"Dia ingin mengontrakmu selama satu bulan karena ada kepentingan di Jakarta. Dia ingin kamu temani. Lumayan tips kontrak yang dia berikan, Jo. Sepertinya dia tertarik denganmu," jelas Sari dengan diiringi senyum tipis.
"Terima saja, Mi. Lagi pula pak Yanu tidak selalu meminta ditemani tidur. Dia cukup menyenangkan," jawab Jovana tanpa berpikir panjang.
Setelah mendapat persetujuan dari Jovana, Sari segera menelfon asisten pribadi pengusaha asal Bali itu. Sari mengundang asisten tersebut untuk datang menandatangani kontrak kerja bersamanya. Jovana pun hanya menyimak pembicaraan tersebut.
"Urusan pak Yanu sudah selesai. Persiapkan dirimu, Jo. Jangan lupa vaksin, perawatan dan olahraga agar tidak mengecewakan klien. Setelah ini Boby akan mengantarmu ke hotel Star. Puaskan klienmu hari ini, Jo," ujar Sari dengan diiringi senyum penuh arti.
Long dress maroon tanpa lengan dengan model neck V serta belahan sampai lutut melekat di tubuh ramping Jovana. Gadis cantik itu duduk dengan anggun di dalam mobil Mercy yang dikendarai oleh bodyguard Sari. Tatapan mata gadis cantik terarah keluar jendela hingga angan tanpa tujuan itu harus berakhir setelah mendengar dering ponselnya.
"Assalamualaikum, Nek," sapa Jovana setelah menerima panggilan dari seseorang. "Ada apa, Nek?" tanya Jovana.
"Waalaikumusalam, Amel Sayang, Besok atau lusa pulanglah ke Bandung. Nenek rindu. Sudah itu saja. Nenek matikan ya telfonnya, pasti kamu sedang bekerja saat ini."
Panggilan singkat bersama keluarga terputus begitu saja. Jovana menyimpan kembali ponsel tersebut ke dalam tas. Lantas, dia kembali menatap jalanan yang sangat padat itu. Pikirannya tertuju kepada wanita paruh baya yang ada di Bandung. Dia resah karena tidak biasanya Lilis menyuruhnya pulang.
"Pasti ada sesuatu yang penting," batin Jovana.
Rasa rindu kampung halaman tentu selalu hadir dalam diri. Lebih dari lima tahun lamanya Jovana meninggalkan tanah kelahirannya itu. Dia hanya berkunjung ke rumah neneknya yang ada di daerah lain meski masih satu kota dengan tempat tinggal asal Jovana.
"Ah, sudahlah. Lagi pula mereka tidak mencariku meski aku pergi selama ini," gumam Jovana dengan suara lirih. Dia menghembuskan napas berat beberapa kali untuk membuang segala kenangan buruk di masa lalu.
"Kenapa, Jo? Inget orang tua?" tanya Boby setelah mendengar hembusan napas berat dari belakang.
"Biasa lah. Lu kan sudah tahu, Bob," jawab Jovana singkat. "Eh, Bob. Nanti pantau posisi gue ya. Agak takut aja kali ini. Secara sekarang banyak sekali pembunuh4n. Apalagi kata mami, klien kali ini ahli spiritual. Takut aja gue dijadikan tumbal," jelas Jovana.
"Tenang saja. Lu pasti aman, Jo," jawab Bony dengan yakin.
Setelah menembus kepadatan kota, akhirnya mobil yang dikendarai Boby sampai di depan lobby hotel. Sebelum keluar dari mobil, tak lupa Jovana merapikan penampilannya. Senyum manis seketika mengembang dari kedua sudut bibirnya setelah kedatangannya disambut oleh resepsionis hotel. Tanpa banyak bicara, Jovana diantar ke kamar yang sudah disiapkan.
"Silahkan, Nona. Selamat bekerja," ucap Resepsionis tersebut setelah sampai di depan kamar hotel. Dia langsung meninggalkan Jovana sendiri di sana.
"Terima kasih," ucap Jovana. Lantas, dia mengetuk pintu beberapa kali hingga sang penghuni kamar membukakan pintu.
"Jova." Senyum manis kembali mengembang dari kedua sudut bibir Jovana saat mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. "Saya ditugaskan untuk menjamu Bapak dari penyelenggara acara PT. Makmur," jelas Jovana saat melihat wajah heran pria paruh baya yang ada di hadapannya saat ini.
"Oh, iya, silahkan masuk." Pria paruh baya itu memberikan jalan untuk Jovana. Tak lupa pintu kamar ditutup kembali. "Duduk dulu," lanjut pria paruh baya itu sambil menunjuk sofa yang ada di sana.
Senyum yang sangat manis masih bertahta di wajah cantik Jovana. Tatapan matanya begitu menggoda. Apalagi sikap anggun yang ditunjukkan Jovana malam ini. Sungguh, tak diragukan lagi didikan dari agensi yang dinaungi oleh Sari itu.
"Jadi, Anda ingin saya panggil dengan sebutan apa? Mas, Om, Bapak atau Sayang?" tanya Jovana setelah membiarkan pria paruh baya itu mengamati penampilannya malam ini.
Helaan napas yang berat terdengar dari pria paruh baya itu. "Panggil saja Pak Samsun atau Bapak saja," jawab pria tersebut.
"Baik, Bapak." Jovana kembali mengembangkan senyum. "Bapak ingin pelayanan bagaimana? Mungkin Bapak lelah dan mau dipijat dulu? Atau Bapak ingin saya temani minum?" Jovana menawarkan beberapa pelayanan awal sebelum sampai pada pelayanan inti.
"Nak, apa kamu tidak lelah bersikap seperti ini? Jadilah dirimu sendiri, Nak." Hanya itu yang menjadi jawaban Samsun atas penawaran yang diberikan oleh Jovana.
Hati Jovana bergetar mendengar kata 'Nak' yang terucap dari bibir Samsun. Entah mengapa, semua itu berhasil mengoyak perasaan Jovana. Tanpa bisa ditahan, air mata luruh begitu saja dari pelupuk mata.
"Mm ... mmm ... maksud Bapak bagaimana?" Jovana mendadak kikuk dan kehilangan segala trik dalam merayu kliennya.
"Aku tahu, Nak. Semua yang kamu tunjukkan malam ini hanya bentuk profesionalitas kerja yang kamu jalani saat ini. Jadilah dirimu sendiri di hadapanku. Aku tahu kamu tersiksa bersikap seperti ini," jelas Samsun dengan diiringi senyum tipis.
Jovana menundukkan pandangan. Segala keanggunan yang sudah dia bangun hilang sudah entah kemana. Hanya suara isak tangis yang terdengar di sana. Kerinduan akan kasih seorang ayah tengah melanda hati Jovana. Dia segera menguasai diri karena tidak mau mengecewakan kliennya malam ini.
"Terima kasih sudah mengobati kerinduan yang rasakan, Pak. Maaf saya menangis di hadapan Bapak karena saya sangat rindu dengan orang tua saya," jelas Jovana setelah kembali pada setelan wanita malam.
"Tidak masalah. Jika masih ingin menangis, lakukanlah. Bukankah menangis sambil bercerita jauh lebih baik daripada menangis sendiri di kamar? Bapak siap mendengar segala yang kamu sembunyikan selama ini, Nak." Tutur kata Samsun begitu halus dan semakin membuat Jovana tak karuan.
"Mohon maaf, Nak Jovana. Bukan maksud saya menghina atau sok suci. Saya tidak bisa berhubungan badan selain dengan istri saya. Kita bisa ngobrol sampai pagi di sini," ujar Samsun dengan santun.
Jovana seketika panik mendengar penjelasan Samsun. Tugasnya malam ini memberikan kepuasan kepada klien, tetapi klien justru tidak mau melakukan hubungan. Tentu akan ada konsekuensi yang akan diterima Jovana jika Samsun melapor ke pihak penyelenggara apabila tidak mendapat pelayanan dengan baik. Agensi milik Sari pun pasti mendapat komplain dan tentunya tidak akan dipakai lagi.
"Tapi, Pak ... Saya sudah dibayar untuk memuaskan Bapak. Kalau Bapak menolak, saya bisa kena denda dari agensi," sanggah Jovana.
"Tenang saja. Kamu tidak akan mendapatkan semua itu. Kamu tetap akan mendapatkan upah atas pekerjaan ini. Saya tidak akan memberitahu kepada siapapun jika kita tidak melakukan hubungan. Ini rahasia kita, Nak Jova," jelas Samsun dengan diiringi senyum tipis.
Jovana merasa lega setelah mendengar penjelasan Samsun. Malam ini dewi fortuna sedang berpihak padanya. Dia tetap mendapat bayaran tanpa harus memuaskan pria paruh baya yang duduk bersebrangan dengannya itu. Mereka hanya ngobrol membahas segala hal. Jovana pun tak sungkan menceritakan bagaimana kisah hidupnya kepada Samsun. Toh, tanpa diceritakan, Samsun pun sudah menebak apa saja yang sudah dialami Jovana selama ini.
"Ya, Bapak hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Bapak tidak bisa menyalahkan pekerjaan yang sudah kamu jalani selama ini. Jika memang sudah lelah ya berhenti, Nak. Kamu juga harus berhati-hati karena banyak orang di sekelilingmu yang tidak suka denganmu," tutur Samsun setelah Jovana menceritakan banyak hal dalam dirinya.
"Terima kasih, Pak. Saya seperti menemukan sosok ayah setelah bertemu dengan Bapak malam ini. Selama hidup di Jakarta hanya kepada Bapak saya terbuka. Bahkan, mami yang menolong saya saja tidak pernah tahu bagaimana saya yang sebenarnya."
"Saya sebenarnya sangat lelah menjadi dua kepribadian yang sangat berbeda. Saya sangat tertutup dengan orang lain karena tidak mau pekerjaan ini diketahui oleh khalayak umum."
Jovana mengeluarkan segala keresahan hatinya. Dia terus bercerita hingga waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Jovana menjadi bingung karena tidak tahu harus bagaimana setelah ini. "Maaf, Bapak. Ini sudah larut malam. Sepertinya Bapak harus istirahat. Silahkan Bapak tidur di tempat tidur. Biar saya istirahat di sofa sini saja," ucap Jovana.
"Tidak. Sebaiknya saya memesan kamar yang lain saja. Tidurlah di kamar ini," sanggah Samsun seraya beranjak dari tempatnya.
"Biar saya yang keluar dari kamar ini, Pak. Jika memang kehadiran saya di sini mengganggu aktivitas spiritual Bapak, biar saya yang pergi. Saya akan pulang atau memesan kamar yang lain saja, siapa tahu Bapak membutuhkan saya," ujar Jovana seraya beranjak dari tempatnya.
"Sebaiknya kamu pulang saja, Nak. Istirahat di rumah karena besok kamu akan pulang ke Bandung 'kan. Silahkan pulang. Katakan saja kepada agensimu jika sudah selesai melayani saya," jelas Samsun.
Bahagia. Ya, tentu ini yang dirasakan oleh Jovana. Sebelum pamit pulang, Jovana memberikan kartu nama agensinya kepada Samsun. Dia ingin Samsun membooking nya apabila ada pertemuan seperti ini lagi. Jovana akhirnya pergi meninggalkan kamar hotel tersebut dengan diiringi senyum kemenangan.
"Bisa gak sih dapat klien seperti pak Samsun lagi? Ya ampun, gak perlu susah payah melayani tapi dapat duit plus siraman rohani," gumam Jovana setelah masuk ke dalam lift.
...🌹TBC🌹...
Tepat pukul setengah dua dini hari, Jovana sampai di rumah agensi 'Butterfly'. Gadis cantik itu melangkah dengan anggun menuju teras rumah. Tanpa mengetuk pintu dia memasuki rumah megah tersebut.
"Hai,"
Jovana menyapa seorang gadis seprofesinya yang sedang duduk di ruang tamu. Namun, sikap ramahnya tak mendapat balasan dari gadis tersebut. Jovana tak menghiraukan hal itu. Dia terus mengayun langkah menuju kamarnya untuk beristirahat. Malam ini dia memutuskan untuk menginap di sini karena merasa lelah.
"Aku menginap di sini, Mi. Tugasku sudah selesai. Ahli spiritual itu ingin ditinggalkan karena harus meditasi setelah mendapat pelayanan," ucap Jovana saat mengirim pesan suara kepada Sari.
Setelah meletakkan ponselnya. Jovana segera membersihkan diri dan bersiap istirahat. Rasa lelah terasa di sekujur tubuh. Rasa kantuk mulai datang untuk menjemput Jovana menuju alam mimpi yang indah.
***
Kilau mentari menembus masuk ke dalam kamar yang ditempati Jovana. Gadis cantik itu sudah rapi dengan penampilan casual. Wajahnya dibiarkan tanpa polesan makeup. Setelah selesai bersiap, Jovana keluar dari kamar untuk menemui Sari sebelum pergi dari rumah ini.
"Pagi, Mi," sapa Jovana saat menghampiri Sari di ruang makan. Rupanya wanita paruh baya itu baru selesai sarapan.
"Pagi," jawab Sari sambil menuang air ke dalam gelasnya. "Kenapa tadi malam pulang cepat? Apa klienmu kurang puas dengan pelayanmu?" tanya Sari dengan tatapan menyelidik.
"Tidak ada masalah kok, Mi. Beliau hanya ingin menyendiri karena harus melakukan kegiatan spiritual. Aku disuruh pulang setelah selesai," jelas Jovana.
"Ya sudah kalau begitu. Tiga hari lagi pak Yan tiba di Jakarta. Siapkan dirimu," ucap Sari.
"Kebetulan sekali kalau begitu. Aku mau pulang ke Bandung hari ini, Mi. Besok sore mungkin aku sudah kembali ke Jakarta, Mi," jelas Jovana.
Setelah berbicara bersama Sari selama beberapa puluh menit, pada akhirnya Jovana pergi dari rumah tersebut. Dia harus mampir ke coffe shop nya terlebih dahulu sebelum pulang ke apartment untuk bersiap. Jovana mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang karena jalanan kota sedang macet.
"Akhirnya sampai juga. Haaah," gerutu Jovana dengan diiringi helaan napas yang berat setelah sampai di tempat parkir coffe shop.
Jovana memasuki coffe shop yang masih sepi itu. Hanya ada beberapa orang yang datang untuk menikmati menu yang ada di sini. Langkah Jovana harus terhenti tatkala ada seorang pria yang menghalangi jalannya.
"Selamat pagi," sapa Jovana dengan diiringi senyum tipis. Dia berusaha terlihat ramah meski sebenarnya tidak suka dengan sikap pria yang ada di hadapannya saat ini. "Ada yang bisa saya bantu, Kak?" tanya Jovana.
"Saya ingin komplain mengenai pelayanan di sini. Anda pemiliknya 'kan?" tanya pria tersebut.
"Iya. Kalau begitu silahkan duduk dulu, saya akan memanggil manager sebentar," ucap Jovana sambil mempersilahkan pria tersebut duduk di salah satu kursi.
"Tapi saya maunya komplain ke Anda," sergah pria tersebut.
"Baik. Silahkan duduk dulu. Saya mau ke ruangan sebentar." Kali ini tidak ada senyum manis dari wajah Jovana.
Jovana berlalu menuju ruang kerjanya. Dia menemui salah satu pegawainya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Pegawainya pun mengatakan tidak ada sesuatu atau komplain dari pelanggan sejak kemarin.
"Kalau begitu tolong panggilkan Nina," ucap Jovana.
Tak lama setelah itu manager bernama Nina itu menemui Jovana. Dia pun menjelaskan jika tidak ada kendala apapun di coffe shop ini. "Mungkin pria itu ingin berkenalan dengan kak Amel karena kemarin saya lihat tiga kali dia datang. Pagi, sore dan malam. Bisa jadi dia ingin menawarkan produk ke Kakak," jelas Nina setelah melihat wajah pria yang sedang duduk di dekat pintu masuk.
"Ya sudah kalau begitu biar aku temui dulu. Apa sebenarnya yang dia inginkan," pungkas Jovana setelah mendengar penjelasan Nina.
Jovana mengayun langkah menuju meja yang ditempati pria tersebut. Kedatangannya disambut pria tersebut dengan senyuman yang sangat manis. Kekaguman terhadap Jovana terlihat jelas dari sorot matanya.
"Andra," ucap pria tersebut seraya mengulurkan tangan kepada Jovana.
"Amel," balas Jovana saat menjabat tangan pria berparas manis itu. "Jadi, apa yang sebenarnya Anda masalahkan dari cafe saya?" tanya Jovana tanpa basa basi lagi.
"Saya ingin menawarkan kerja sama," jawab Andra tanpa mengalihkan pandangan dari paras cantik Jovana.
"Kerja sama bagaimana?" Jovana mengernyitkan kening.
"Saya sebenarnya hanya sales marketing. Produk yang saya tawarkan adalah milik bos saya. Jadi, saya ada produk penggiling kopi terbaru. Tak hanya itu, saya juga memiliki mesin espresso terbaru," jelas Andra dengan lugas.
"Maaf saya tidak membutuhkan alat-alat tersebut karena saya sudah memperbarui semua mesin kopi saya," tolak Jovana dengan sopan.
"Baiklah. Saya juga ada produk kopi impor dan harganya sangat terjangkau. Kalau berkenan saya minta kartu nama kakak untuk pengiriman tester kopinya," jelas Andra.
Jovana mengernyitkan kening setelah mendengar penjelasan Andra. Dia menemukan kejanggalan pada pria yang ada di hadapannya saat ini. Instingnya mengatakan jika Andra memiliki maksud lain dari pertemuan ini.
"Apa yang sebenarnya Anda inginkan? Saya yakin Anda bukan marketing alat kopi ataupun produk kopi impor. Sebaiknya Anda tidak bertele-tele karena saya harus segera pergi." Jovana mulai kesal dengan pria yang ada di hadapannya saat ini.
Bukannya merasa takut, Andra justru tersenyum tipis mendengar ucapan Jovana. Dia suka melihat sikap Jovana yang dinilai to the point itu. "Saya sebenarnya ingin berkenalan dengan Kak Amel. Saya kagum dengan Kakak sejak kemarin saya bertemu Kakak di sana," jelas Andra sambil menunjuk meja yang kemarin ditempati Amel saat zoom meeting.
Jovana termangu mendengar penjelasan Andra. Dia tidak menyangka saja jika ada pria gentle yang meminta berkenalan dengan cara seperti ini. Sudah lama hati Jovana kehilangan bunga asmara. Hatinya terasa tandus karena luka di masa lalu. Seringkali berhubungan bersama pria hidung belang membuat Jovana melupakan masalah asmara.
"Lalu apa tujuan Anda jika sudah berkenalan dengan saya?" tanya Jovana.
"Jika memang diizinkan saya ingin mengenal Kakak lebih jauh. Saya tertarik dengan Kakak," jawab Andra tanpa rayuan.
Jovana mengamati paras tampan yang ada di hadapannya saat ini. Dia mengamati setiap lekuk di wajah Andra. Gadis asal Bandung itu hanya ingin memastikan jika Andra termasuk dalam kriterianya. Jovana segera mengalihkan pandangan tatkala tatapan matanya beradu pandang dengan Andra.
"Jadi, bagaimana?" desak Andra tanpa mengalihkan pandangan dari objek indah yang ada di hadapannya saat ini.
"Jika memang tujuan Anda ingin mengenal saya secara pribadi, ada banyak hal yang harus Anda penuhi. Saya memiliki banyak aturan dalam menjalin hubungan. Anda sanggup?" jelas Jovana dengan ekspresi wajah serius.
"Katakan saja apa aturannya." Andra semakin tertarik dengan Jovana setelah melihat sikap tegas yang ditunjukkan.
"Saya tidak suka memiliki pasangan yang posesif dan selalu ingin tahu urusan pribadi saya. Apalagi sampai mengatur kegiatan yang saya lakukan. Saya gadis tapi bukan perawan. Meski begitu tidak mau ada hubungan s3ksual saat menjalin hubungan bersama seorang pria. Sanggup?" jelas Jovana dengan detail.
Kali ini Andra lah yang terkejut setelah mendengar penjelasan panjang Jovana. Dia tidak menyangka saja jika Jovana memiliki aturan aneh dalam menjalin hubungan bersama seorang pria. Ada rasa penasaran yang begitu besar atas alasan yang mendasari aturan tersebut. Akan tetapi Andra tidak yakin jika Jovana mau menjelaskan alasan di balik semua itu.
"Jika tidak sanggup menjalani aturan yang saya buat, urungkan niat Anda untuk mengenal saya lebih dekat. Saya tidak suka membuang waktu hanya demi seseorang yang tidak pasti. Jika memang Anda sanggup memenuhinya, silahkan minta kartu nama saya kepada kasir. Permisi," ucap Jovana sebelum beranjak dari tempat duduknya. Lantas, dia pergi meninggalkan Andra yang termenung di tempatnya.
...🌹TBC🌹...
*Ingat ya! Jovana dan Amel adalah orang yang sama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!