NovelToon NovelToon

Terkena Tulah Jimat Leluhur

Bab 1, Mendadak uring-uringan tak jelas, setelah pulang dari ladang

Bagi masyarakat Dusun Mekarsari, siapa yang tidak kenal dengan keluarga kecil Pak Amet dan Bu Surmi.

Sepasang suami istri yang sudah dikaruniai dua orang anak yang keduanya kini hampir menginjak usia dewasa.

Sosok Pak Amet dan Bu Surmi, yang terkenal dengan keuletannya dalam mengelola kebun dan ladang juga sawah yang memang tergolong paling berada dan lumayan luas untuk kelas masyarakat di pedesaan pada umumnya.

Apalagi dari dulu, setelah dua tahun menikah, Pak Amet dan Bu Surmi sama-sama mendapatkan warisan lahan pertanian. Kebetulan saja baik orang tua Pak Amet dan juga orang tua Bu Surmi merupakan tani yang sangat ulet dan rajin, serta fokus dalam mengelola pertaniannya. Hingga anak keturunannya juga seolah tidak terlepas dari sikap dan kinerja orang tuanya itu.

Kedua orang tua Pak Amet dan Bu Surmi sudah meninggal dunia. Hal ini seolah berjodoh apa tidak. Yang jelas, entah dari mana awalnya, Amet dan Surmi menikah.

Memang, bagi masyarakat pedesaan istilah perjodohan dan dijodohkan masih sesuatu hal yang dianggap lumrah. Apalagi bagi para orang tua yang memiliki harta kekayaan baik berupa lahan sawah atau perkebunan yang luas. Seolah sangat sayang sekali kalau kekayaannya itu akan jatuh pada orang yang dianggap 'kurang tepat'. Dalam pengertian orang kurang mampu dan tidak bisa menjalankan pertanian.

Hampir setiap hari, Pak Amet dan Bu Surmi menghabiskan hari dan waktu siangnya di kebun atau di ladang sawah mereka.

Hingga pada suatu hari, sepulang dari sawah ladangnya, Pak Amet dan Bu Surmi tampak sedang melepaskan lelah, dari pagi buta hingga tengah hari, sibuk di sawah ladang membuat sepasang suami isteri itu merasa kelelahan.

" Pak... Kenapa yah, kepalaku kok tiba-tiba pusing sekali...?". Tanya Bu Surmi menghampiri suaminya yang sedang menikmati kacang rebus dengan kopi hitamnya di teras rumahnya.

"Mungkin saja terlalu kecapean, Bu.." timpal Pak Amet datar, Dia tidak menghiraukan Istrinya yang langsung duduk di sampingnya, kemudian Bu Surmi memijit-mijit dahi dan kepalanya.

"Aku rasa, pekerjaan hari ini nggak terlalu melelahkan juga, Pak. Cuman menabur pupuk kandang ke tanaman cabe, setelah itu, mengairi sawah. Sebelumnya, memang aku pergi ke muara sungai untuk melancarkan airnya, Pak. sudah, gitu ajah...duuuuh Paaak... Kepala semakin sakiiit Paaaak... aduuuuh...."

Amet :" Nanti, Bapak nyuruh Pardi aja membelikan obat ke Apotek, ya Bu.."

Kata Pria paruh baya itu, sambil berdiri lalu turun kedepan rumah, mencari Pardi, anak kedua nya yang masih duduk di kelas 3 SMP.

Tidak berapa lama kemudian, Pardi datang habis main dari rumah tetangganya. Lalu mensekati Sang Ibu yang masih memegang dahinya dan memijit mijit perlahan.

Pardi :" Ibu sakit apa,..? Tadi Bapak nyuruh Adi belikan obat untuk ibu ke Apotek."

Surmi :" Syukurlah, kamu sudah datang, Nak. biasanya kalau sudah terlena dengan permainan game, kamu susah sekali disuruh-suruh orang tua...". Kata Surmi yang tidak langsung menjawab pertanyaan anak lelakinya itu. Tampak, Pardi hanya cengengesan ketika mendapati omelan dari Ibunya. Dalam hati Pardi, berkata :" karena aku dijanjiin dibeliin kuota oleh Bapak, kuotaku udah habis dari pagi tadi."

Surmi :" Kepala ibu mendadak sakit, Nak. Ibu beliin obat ke Apotek. Kamu beli Paraswtamol atau obat lain, untuk mengobati sakit kepala Ibu. Nih uangnya." Kata Surmi, sambil menyodorkan uang selembar bergambar Presiden Soekarno dan M Hatta..

Pardi :" Baik, Bu. Nanti kembaliannya buat Adi yaaah...hehehe, asyiik..!!"

Jawab Pardi cengengesan, sekilat, Uang selembar merah itu sudah berada di tangannya. Tidak menunggu perkataan dari Ibunya, Pardi berlari kecil sambil mendorong Motor Astrea Grand modifan nya yang terparkir di pinggir rumahnya.

Bu Surmi hanya menggeleng kepalanya yang masih terasa semakin sakit, nyut nyutan nya kian terasa.

Wanita itu beranjak dari tempat duduknya, dengan dengusan kesal, karena sikap anak lelakinya sangat menjengkelkan.

Bruuugh... suara pintu depan yang ditutup oleh Surmi yang langsung masuk ke kamarnya. Mendadak perasaan amarah yang amat sangat menyeruak di dadanya. Mungkin karena ulah anak lelakinya yang nurut perintah orang tuanya karena ada sesuatu imbalan.

Surmi :" Dasar anak sialan...!!! Maunya imbalan saja, huuh... Anak zaman sekarang, segitu saja..." Gerutu Surmi sambil melemparkan tubuhnya di kasur empuknya.

Nyut nyutan di kepalanya semakin menjadi-jadi.

"Aduuuuuh kenapa sakitku semakin paraaah... Aaaahhh sakiiit sekaliii... Paaak... Bapaaaak... Dimana sih itu orang, maen keluyuran saja, tahu istrinya lagi sakit ginih.. Dasar suami tak tahu diri.. Tak berbelas kasihan pada bininya... Paaaak... Bapaaakkk...duuuh kepalaku Paaaaak...!!!"

"Duh, lagian itu bocah kok lama amat disuruhnya, padahal jarak ke Apotek, paling hanya 4 kilmometer dari rumahku,.. Dasar anak tak tahu dengan keadaan Ibunya

...****************...

Bab 2 Tak kunjung sembuh

"Kamu lama sekali sih Di, beli obat segitu saja, dasar anak bandel, maunya keluyuran saja.!! Kepala ibu terasa mau pecah sakit serasa tertancap paku, sini obatnya..!!"

Racau Bi Urmi pada anaknya, yang baru datang dari Apotek.

"Ma...maaf, Bu. Tadi di Apoteknya ngantri banget." Kilah Pardi.

"Sudah, jangan banyak alasan, buruan, Ibu ambilkan air minumnya... Cepetaaaaan...aduuuh sakiiit..!!" Teriak Bu Surmi masih dalam mode amarahnya.

"Ba..baik Bu.. Adi ambil air minum dulu." Pardi gugup dan takut juga ketika Ibunya marah- marah. Setengah berlari Pardi langsung kedapur, mengambilkan air minum untuk ibunya.

Tidak berapa lama, sambil tergopoh, Pardi memberikan segelas air putih pada Ibunya.

Dengan cepat, Bu Surmi meminum obat yang sudah tadi dipegangnya.

"Sudah, kamu keluar saja, Ibu mau istirahat. Sana-sana pergi. Pergiii...!!"

"i...ia Bu... !!?" Anak itu tiba-tiba menjadi takut.

"Kenapa sih, kok ibu semarah itu, aneh..!?" Gerutu Pardi dalam hatinya, sambil meninggalkan Ibunya yang masih memijiti kening dan kepalanya. Bu Surmi terus meringis menahan rasa sakit di kepalanya yang semakin terasa nyut- nyutan.

"Ya Ampuuuun, Gustiii... Nyeri banget kepalaku ini...!! Teriak Bu Surmi, di kamarnya, setelah beberapa menit minum obat parasetamolnya.

Beberapa menit kemudian.

Teriakan Bu Surmi terdengar lebih keras lagi, hingga teriakannya terdengar oleh Pardi anaknya, yang sedang mengelap motor kesayanganya di pinggir rumah, spontan saja anak itu langsung berlari ke kamar Ibunya, tidak tega dan khawatir ketika Ibunya teriak-teriak menahan rasa sakit yang tidak seperti biasanya.

Memang benar, Bu Surmi saat itu benar-benar merasakan yang tiba-tiba menyerang di kepalanya, bahkan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Haduuuuuh...kepalakuuu... nyerii...ampuuun...!!" Teriakan Bu Surmi lagi.

"Tok...tok.. Tok"

Pardi mengetuk pintu kamar ibunya, dengan penuh rasa iba, tiba-tiba rasa khawatir memenuhi dada anak itu dengan keadaan ibunya yang terus menerus berteriak kesakitan bahkan terdengar diiringi tangisan.

Pintu kamar terbuka perlahan, seketika Pardi kaget melihat Ibunya yang sedang menjambak rambutnya dan sekali-kali membenturkan kepalnya.

"Bu...ibu kenapa ...!!!?? Adi pijitin kepalanya yah.." setengah berlari, Pardi menghampiri Ibunya.

"Buuuu... Ibu kenapaaaa...!!??" tanya Pardi lagi yang mulai terbawa suasana. Isak anak itu mulai terdengar. Kedua tangannya memegang pergelangan Ibunya.

Rambut Bu Surmi tampak acak-acakan. Wajah nya pucat dan kedua matanya memerah dan mulai berair, bibirnya terus-terusan meringis. Kini, tangisan dan teriakannya semakin menjadi. Membuat Pardi menjadi sangat panik.

"Buu... Kenapa Bu...kepalanya masih sakit..? Adi pijitin yah..." Pardi setengah memeluk Ibunya, merasa iba juga, rasa khawatir mulai terasa menyesakkan di dadanya.

"Kepala ibu semakin sakiiit Diii... Padahal ibu sudah minum obat... haduuuuh... Huuuuh....ssshhh.... sakiiiit sekali aaawww... Sakiiiil...tt... Ampuuuun... Kepala Ibu Diiiii..!!"

Racau Bu Surmi makin menjadi.

Melihat keadaan seperti itu, tanpa menunggu perintah, Pardi langsung memegang kepala ibunya yang rambutnya sedang diremas-remas hingga acak-acakan. Namun,

"Awwww..!!!.... Sakiiiit Pardiiii..... Kamu ini mau membunuh ibumu apa hah...!!!"

Kedua mata Bu Surmi hampir loncat ke arah Pardi. Sontak saja Pardi kaget luar biasa, mendengar ibunya tampak marah padanya. Dengan segera, Pardi langsung menarik kedua tangannya lagi.

"Ti.. ti.. tidak Bu... A..a..adi hanya mau mijitin kepala ibu, a...adi ka...ka..kasihan sama ibu..." Pardi ketakutan, kemudian satu langkah dia mundur dari Ibunya yang tampak masih marah padanya.

"Mijitin apaaa...!! Sentuhan tanganmu menambah kepala Ibu sakiiit tauuu ....!!!.. Haduuuuh kenapa dengan kepalaku ini... !!"

Kata Bu Surmi lagi, yang tidak lepas dari kerasnya meremas rambutnya.

Sementara itu, Pardi berdiri membatu, matanya tidak lepas pada ibunya, tampak kedua mata anak itu mulai menggenang anak sungai. Perlahan, isak tangis anak itu masih terdengar, degup dada Pardi yang mulai terasa kencang, tidak bisa membendung kekhawatiran dan juga takut dari amarah ibunya yang tiba-tiba.

Tidak lama kemudian, Pardi mendengar suara pintu depan terbuka, dan mendengar suara Bapaknya memanggilnya, Pardi terasa sedikit plong, dan langsung berhambur dari kamar ibunya, spontan, Pardi berteriak pada Bapaknya.

"Paaak...Ibu, Paaaa...kk... to.. tolong ibu Paaaak...!!"

"Kenapa ibu, Adii...!! Kenapa...!? Apa yang terjadi...!!??"Pak Amet kaget.

"Ibu berteriak teriak, katanya sakit sekali kepalanya Pak...Tadinya, Adi mau mijitin kepalanya, tapi malah marahin Adi Pak. Kata Ibu, malah terasa sakit, bahkan Adi dikatai mau membunuh ibu segala.." isak Pardi setengah mengadu pada Bapaknya.

Mendengar penuturan anaknya, dengan penuh rasa penasaran, Pak Amet langsung bergegas ke kamarnya, dengan tergopoh, Pak Amet mendekati istrinya yang masih terdengar teriakan rasa sakit dari mulut istrinya itu."

"Bu.... Ibu kenapaaa...!!?" Pak Amet bertanya pada Bu Surmi, sambil memegang bahu istrinya. Dengan perlahan, Bu Surmi menoleh ke arah suaminya.

"Aduuuuh... kepala ibu nyeri Paaa.. serasa ditusuk-tusuk jarum dan paku Paaak....!!! aaaaduuuh... Sakiiit Paaa...!!"

"Bukankah tadi si Adi habis beli obat ke Apotek, obatnya sudah diminum? Bapak bantu pijitin kepala ibu yah.." Pak Amet langsung memasang kedua tangannya, bermaksud mau meringankan rasa sakit yang diderita isterinya.

...****************...

Bab 3. Kedatangan "seseorang" ketika tak sadarkan diri

Sungguh keadaan Bu Surmi membuat Pak Amet begitu panik, rasa khawatir dan penasaran yang mulai memenuhi dada pria paruh baya itu terasa sangat menyesakkan.

Bu Surmi yang terus-terusan berteriak dan meracau tak henti-hentinya. Kedua tangan Bu Surmi sangat kuat memegangi dan meremas keras rambut di kepalanya, bahkan rambutnya ditarik-tarik dengan kuat, seolah ingin dicabut dari kulit kepala wanita tersebut.

Muka yang masih pucat dan kedua mata memerah, serta rambut yang sangat acak-acakan, menandakan wanita paruh baya itu masih merasakan rasa sakit yang sangat.

Dari sudut kamar, tampak Pardi, bocah usia SMP yang masih terisak, kedua matanya nanar dan sudah dipenuhi anak sungai bahkan sudah banyak yang mengalir di kedua pipinya. Pungung kedua tangan anak tersebut mulai sibuk dengan mengelap air mata yang membasahi pipinya, diiringi cairan bening dari kedua lubang hidungnya.

Pak Amet yang masih berjarak dekat dengan istrinya yang masih meracau tidak karuan. Bahkan keadaan Bu Surmi yang setengah membenturkan kepalanya ke tembok. Sontak, Pak Amet kaget, dan langsung mencegahnya, takut terjadi apa-apa pada istrinya.

" B..Bu... Kita ke puskesmas saja yuk..." perlahan Pak Amet mendekati istrinya lagi sambil memegang bahu Bu Surmi.

"Aaarrgh... Kepala ibu sakiiit Paaa...kk....!!! Ibu udah nggak kuat lagi... terasa mau pecah...!!.. Sakit terasa ditusuk-tusuk jarum Paaak...!! Aaaaarghhh...!!"

"Ma..makanya, ayo kita ke Puskesmas saja..!"Pak Amet terus membujuk istrinya lagi yang tidak menghiraukan ajakannya itu.

"Nggak mau Paaaak.... Ibu nggak mau ke Puskesmas,...!! lagian Ibu tidak sanggup berdiri apalagi berjalan. Badan ibu juga mendadak sakit sekali Paaak. Seperti dipukul-pukul kayu...aaaawwghsshh sakiiibPaaak...!!"

"Ayo.. Bapak coba bantu mapah... Ibu tahan dulu." tangan Pak Amet langsung memegang pergelangan istrinya, namun...

".. Aaaaarghh.... tanganku sakiiit Paaaak... Jangan disentuuuuh... telapak tangan Bapak kok terasa panas sekali sih,. haduuuuh ...!!!"

Membuat Pak Amet menjadi ragu dan sedikit canggung, gemuruh perasaan khawatir, kaget, heran yang terus memuncak memenuhi dada Pria paruh baya tersebut.

Beberapa saat kemudian, Pak Amet menoleh ke anaknya yang dari tadi masih berdiri mematung di sudut ruang kamar.

"Di... Coba kamu ke rumah Mbok Darsih, minta bantuannya untuk menjampi ibumu, sepertinya, Ibumu ini kesambet." Perintah Pak Amet.

"i.. Iya Pak.. Adi segera ke rumah Mbok Darsih" Tidak menunggu jawaban dari Pak Amet lagi. Pardi langsung keluar dari kamar, setengah berlari ke arah pinggir rumah, kemudian menuju motor yang diparkir di pinggir rumah, setelah menghidupkan mesin motornya, Pardi melajukan motornya ke arah Timur, menuju rumah Mbok Darsih, wanita usia senja yang dipercaya oleh orang kampung suka mengobati orang-orang yang 'kesambet' dan juga kesurupan.

Sementara itu, Bu Surmi masih terus berteriak teriak kesakitan, tidak hanya kepala yang terasa sakit, kini seluruh badanya juga terasa semakin sakit dan nyeri. Bu Surmi merasa ada yang memukul-mukul dengan keras. Badannya terasa panas tidak karuan, seperti sedang mendekati api.

Bu Surmi berguling guling di atas kasur, mulutnya tidak berhenti berteriak, anehnya, kalau tangan Pak Amet suaminya menempel dengan badan Bu Surmi atau bergesekan, bukannya sembuh, tapi, sakitnya makin menjadi hingga kadang-kadang, Pak Amet mendapat makian dan umpatan dari Bu Surmi istrinya membuat Pak Amet takut-takut dengan keadaan seperti itu.

Hampir ada 20 menit kemudian, terdengar suara mesin motor Pardi dengan membawa wanita tua, rambut putih yang tertutup sebahagian kerudung bulatnya serta kulit wajah yang mengeriput, menandakan wanita itu sudah tidak muda lagi. Sehingga sangat pantas dipanggil 'Mbok'.

"Mari Mbok, ibu saya nya di kamar yang tengah, Mbok..." Ajak Pardi, mendahului Mbok Darsih.

Kebetulan sekali, saat Pardi ke rumah Mbok Darsih, Mbok Darsih baru saja pulang dari kampung sebelah, habis mengobati 'pasien' , dan kebetulannya lagi, di rumah Mbok Darsih sedang tidak ada pasien yang menunggu, sehingga ketika Pardi nyampe rumah Mbok Darsih, tidak selang lama, Mbok Darsih bisa langsung diajak.

Dengan sedikit tergopoh, Mbok Darsih langsung menuju ke kamar Bu Surmi mengikuti langkah Pardi.

"Syukurlah, si Mbok bisa datang ke rumah saya...tolong istri saya, Mbok, sepertinya dia kesambet.." Terdengar Pak Amet langsung memohon pada Mbok Darsih yang baru saja datang.

Sambil mempersiapkan segalanya. Mbok Darsih basa basi, bertanya ke Pak Amet dengan apa yang terjadi.

Secara singkat, Pak Amet menjelaskan kepada Mbok Darsih, dari awalnya Bu Surmi merasakan sakit di kepala, yang terasa bukan sakit kepala biasa.

Mbok Darsih manggut-manggut tanda

mengerti apa yang dijelaskan Pak Amet tentang keadaan yang menimpa istrinya. Setelah cukup menjelaskan, Mbok Darsih meminta dibawakan air putih pada Pardi. Dengan gesit, Pardi beranjak untuk mengambil air yang diminta oleh Mbok Darsih.

Beberapa detik kemudian Mbok Darsih sudah memegang segelaa besar air putih yang disodorkan Pardi.

sejurus kemudian, mulut Mbok Darsih komat kamit seperti membacakan jampi atau mantra. Mulutnya di dekatkan pada gelas besar yang sudah terisi air.

Sementara itu, Bu Surmi masih berguling guling di atas kasurnya, dan terus meracau kesana kemari. Teriakan dan jerit kesakitannya masih terdengar, sungguh sangat iba dan terasa ikut menyayat hati bagi siapa saja yang berada di sekelilingnya.

Selesai melafalkan jampi-jampi, Mbok Darsih mendekati Bu Surmi dan langsung menyipratkan air dari dalam gelas ke wajah Bu Surmi. Kemudian ubun-ubun kepala Bu Surmi dibasahinya pula hingga basah, airnya bahkan meleleh di kedua pipinya.

Disaat ubun-ubun kepala Bu Surmi dibasahi bersamaan cipratan air ke wajah Bu Surmi, tiba-tiba.

"Aaaaawwww... Ampuuuun... sakiiit...!!" Jerit Bu Surmi, tubuhnya bergetar hebat, dengan kepala didongakkan ke atas, dan seperti cacing kepanasan, Bu Surmi melengking hebat, kemudian tak sadarkan diri.

Mbok Darmi mengusap wajahnya dengan kasar, disekanya keringat yang mulai mengucur dengan kain selendang yang selalu melilit di lehernya.

Perlahan, Mbok Darsih mengatur nafasnya, kemudian meminta Pak Amet untuk membopong tubuh Bu Surmi yang masih tidak sadarkan diri.

Dengan sigap, Pak Amet membopong tubuh isterinya dibantu oleh Pardi, yang dari tadi hanya bengong ketika ibunya sedang diobati.

Tubuh Bu Surmi ditidurkan dengan nyaman.

tarik nafas lega terdengar dari mulut wanita sepuh itu, senyum nya mulai mengembang, ketika keadaan 'pasien'nya mulai membaik.

......................

"Ka... Kakek si..siapa, kenapa Saya berada di tempat ini...??" tanya Bu Surmi pada seorang kakek tua yang berpakaian serba hitam, seperti Jawara dari daerah tatar sunda. Tampak rambut dan janggut nya yang sudah memutih.

Kakek tua itu kemudian mendekati Bu Surmi yang sedang duduk bersila, seperti orang yang bertapa.

Awalnya, hanya terdengar kekehan si Kakek, kemudian terdengar lagi oleh Bu Surmi, kakek tua itu batuk-batuk, lalu melanjutkan perkataanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!