NovelToon NovelToon

Reinkarnasi Cinta Nadia

Kembali Ke Titik Nadir

'Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku di sini lagi?' Nadia terjaga dengan jantung berdebar. Kamar yang dikenalnya dengan baik itu terasa begitu nyata—langit-langit krem, tirai biru muda, dan sebuah cermin oval di sudut. Semua persis seperti ingatannya, tetapi ini tak mungkin benar. Di sinilah mimpi buruk hidupnya dimulai, dan dia bersumpah tak akan kembali lagi ke titik ini.

 

Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ia mengenakan piyama lama yang sudah bertahun-tahun tak dilihatnya, dan di luar jendela, terdengar suara klakson jalanan Jakarta yang padat—sebuah pemandangan yang sudah ia tinggalkan lama.

”Tidak, ini tidak mungkin,” gumam Nadia, meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Tanggal di layar membuatnya tercengang. Dua tahun yang lalu. Tepat di hari di mana semuanya mulai berantakan. Ponsel berdering di tangannya, panggilan masuk dari -Dinda-

 

“Halo, pagi, Nad. Udah siap dengan presentasimu? Jangan lupa, kita harus buat kesan yang baik di hadapan direksi,” kata Dinda di seberang telepon, suaranya manis, tapi Nadia mengenal kepalsuan di balik nada itu.

Nadia berusaha menenangkan diri. Ia tahu apa yang akan terjadi, tahu betapa Dinda akan segera memanipulasi situasi, mengambil kesempatan atas kerja kerasnya, dan menghancurkan reputasinya. 'Kali ini, aku takkan membiarkan hal itu terjadi.'

Ia cepat-cepat berpakaian, mengenakan blazer biru yang menjadi andalannya, dan bergegas ke Firma Arsitektur tempat ia bekerja. Di dalam taksi menuju kantor, pikirannya berpacu. 'Ini adalah kesempatan kedua. Kali ini, aku tidak akan jatuh ke dalam perangkap Dinda.'

Sampai di kantor, Nadia langsung menuju ruang rapat. Ruangan itu sudah dipenuhi oleh anggota tim, termasuk Dinda yang duduk di ujung meja, tersenyum padanya. Senyuman yang tidak pernah benar-benar sampai ke matanya. Aldo, duduk tidak jauh dari sana, menatap laptopnya seolah menghindari kontak mata dengan Nadia. Mereka semua tahu apa yang akan terjadi—atau lebih tepatnya, Nadia tahu.

Ketika rapat dimulai, Nadia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. 'Jika aku tahu apa yang akan terjadi, aku bisa menggagalkannya.' Dinda memulai presentasi dengan penuh percaya diri, menggunakan slide yang seharusnya Nadia yang buat. Setiap kalimat yang Dinda ucapkan adalah hasil kerja keras Nadia. Rasa marah membakar dada Nadia, tapi dia menahannya. Kali ini, dia tidak akan marah atau terseret emosi.

 

Saat Dinda selesai, dan ketika direksi mulai mengajukan pertanyaan yang tajam, Nadia mengambil kesempatan itu.

“Dinda, bolehkah saya menjelaskan detail teknis lebih lanjut?” tanya Nadia, dengan senyum tipis yang penuh makna.

Dinda sedikit tergagap, tidak menyangka akan diinterupsi. Nadia melanjutkan presentasinya dengan kejelasan dan keahlian yang tak terbantahkan, mengungkap ide-ide orisinalnya, lengkap dengan data pendukung yang tak bisa dibantah.

Saat sesi tanya jawab berakhir, direksi mengalihkan perhatian mereka ke Nadia. Mereka tahu siapa yang sebenarnya memahami proyek ini dengan mendalam.

Ketika rapat usai, Dinda mendekatinya dengan senyum dipaksakan. ”Kamu mengesankan, Nad. Aku tidak menyangka kamu akan mengambil alih seperti itu,” katanya, nada suaranya menyembunyikan kebencian yang hampir tak terkendali.

Nadia hanya membalas dengan senyuman tipis. 'Kali ini, Dinda, aku tidak akan membiarkanmu berjalan di atasku lagi,' pikirnya dalam hati. Nadia tahu bahwa pertempuran baru saja dimulai, tetapi kali ini dia siap. Dengan semua ingatan dari kehidupannya yang sebelumnya, Nadia tahu bahwa jalan di depannya akan penuh dengan rintangan, tapi dia tidak akan jatuh di tempat yang sama dua kali.

 

Saat meninggalkan kantor, Nadia bertemu dengan Raka di lobi. Pria itu mengangguk padanya, seperti biasa. Namun, di mata Nadia, dia tidak hanya melihat pria yang akan dia cintai, tetapi juga seseorang yang harus dia lindungi dari intrik dan kebohongan yang akan datang. 'Aku tidak akan membiarkan sejarah berulang,' katanya pada dirinya sendiri, saat mereka bertukar senyum.

Namun, dalam senyum Raka, Nadia menangkap bayangan sesuatu yang lain. Sesuatu yang mengingatkannya pada hari-hari menjelang kehancuran sebelumnya. Saat ini, Nadia tidak hanya melawan Dinda, tapi juga melawan waktu dan nasib yang seolah ingin menjatuhkannya kembali ke dalam jurang yang sama.

”Kita lihat siapa yang akan menang kali ini,” Nadia berbisik, menatap ke arah langit Jakarta yang mulai berawan, menyadari bahwa perang belum benar-benar dimulai, tapi dia sudah bertekad untuk memenangkannya.

 

Nadia berjalan keluar dari gedung kantornya dengan langkah mantap. Kemenangan kecil di ruang rapat tadi memberinya sedikit kelegaan, tetapi dia tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Dinda tidak akan tinggal diam setelah merasa dipermalukan di depan direksi. Tapi kali ini, Nadia sudah siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Ketika Nadia sampai di kafe dekat kantor yang biasa dia kunjungi, dia melihat Mira, sahabat karibnya, sudah duduk di sudut ruangan dengan secangkir kopi di depannya. Mata Mira berbinar ketika melihat Nadia mendekat.

“Bagaimana rapatnya?” tanya Mira, suaranya penuh antusiasme.

Nadia menarik kursi dan duduk di seberang Mira, menghela napas panjang. “Aku berhasil menahan Dinda, untuk saat ini,” katanya, mencoba tersenyum meski rasa waspada masih menggelayuti pikirannya.

Mira memiringkan kepalanya, memperhatikan ekspresi Nadia. “Kamu terlihat lebih tenang dari biasanya. Sepertinya kamu sudah tahu apa yang akan terjadi?”

Nadia tersenyum misterius. “Mungkin lebih tepatnya, aku merasa lebih siap kali ini,” jawabnya, sambil mengaduk kopi yang baru saja datang.

Mira mengerutkan dahi, tapi memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh. Mereka mengobrol sebentar tentang hal-hal ringan sebelum Nadia memutuskan untuk kembali ke kantor. Namun, sebelum mereka berpisah, Mira tiba-tiba teringat sesuatu.

“Oh, hampir lupa. Aldo menghubungiku kemarin. Katanya dia mau bicara denganmu. Kamu tahu apa yang dia inginkan?”

Nama Aldo membuat Nadia tertegun sejenak. Aldo, pria yang pernah dia cintai dan percaya sepenuh hati, hanya untuk dikhianati di saat dia paling membutuhkan dukungan. Dalam kehidupan sebelumnya, Aldo adalah salah satu alasan utama kehancurannya. Dia tidak bisa dipercaya.

“Tidak, aku tidak tahu,” jawab Nadia datar, meski hatinya berdebar. “Tapi aku akan menghindarinya sebisa mungkin.”

Mira mengangguk. “Baiklah. Tapi hati-hati, Nad. Aku selalu merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pria itu.”

'Peringatan yang datang terlambat di kehidupan sebelumnya,' pikir Nadia. Namun, kali ini dia akan mendengarkan. Aldo adalah ancaman lain yang harus dia tangani dengan hati-hati. Tidak ada ruang untuk kesalahan.

Setelah kembali ke kantor, Nadia menemukan sebuah amplop putih di mejanya. Tidak ada nama pengirim atau petunjuk lain, hanya tulisan namanya di atas amplop itu. Dengan perasaan tidak enak, dia membuka amplop tersebut.

Di dalamnya ada beberapa foto yang membuatnya tercekat. Foto-foto itu menunjukkan Nadia sedang berbicara dengan Raka di lobi kantor pagi tadi, diambil dari sudut yang jelas-jelas disengaja untuk memberikan kesan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan biasa. Di bagian bawah, ada pesan singkat yang ditulis dengan tangan: ”Berhati-hatilah dengan siapa yang kamu percayai. Setiap mata mengawasi.”

Bersambung...

Semoga novel baru ini bisa membuat teman-teman readers menikmati dan mengisi waktu luang. Terima kasih yang sudah mampir. Happy reading. . .

Persekongkolan di Balik Layar

Bab 2

Nadia merasa darahnya berdesir. 'Ini pasti kerjaan Dinda.' Ini bukan sekadar ancaman, tetapi peringatan bahwa langkahnya sedang dipantau dan dia harus ekstra waspada. Nadia menyimpan foto-foto itu ke dalam tasnya, matanya menyapu sekitar ruang kerjanya, mencoba mencari tahu siapa yang mungkin menjadi mata-mata Dinda.

Saat hari mulai sore, Nadia merasa perlu menenangkan diri sebelum melanjutkan pekerjaannya. Dia memutuskan untuk berjalan keluar sebentar, menikmati udara segar di taman dekat kantor. Tapi di sana, di antara pohon-pohon yang rindang, dia menemukan sosok yang tak ingin dia lihat saat ini—Aldo.

“Aku sudah menunggumu,” kata Aldo, suaranya rendah namun tegas, seperti biasa. Tatapannya dingin, jauh berbeda dari tatapan penuh kasih yang pernah dia berikan kepadanya.

Nadia mendekat dengan hati-hati, berusaha menjaga jarak aman. “Ada apa, Aldo? Kenapa kamu mencari ku?”

Aldo tersenyum tipis, sebuah senyum yang pernah membuat Nadia merasa aman, tapi kini hanya menimbulkan ketidaknyamanan. “Aku hanya ingin berbicara. Ada banyak hal yang perlu kita bahas, terutama tentang apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu.”

“Sudah tidak ada yang perlu dibahas,” balas Nadia cepat. “Semuanya sudah berakhir.”

Aldo menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kamu benar-benar berpikir itu sudah berakhir, Nad? Terkadang, masa lalu tidak begitu mudah untuk dilupakan.”

Ancaman terselubung. Nadia bisa merasakannya. Aldo tahu lebih banyak daripada yang dia akui, dan sepertinya dia berencana untuk menggunakan pengetahuannya itu untuk sesuatu yang berbahaya.

“Kau ingin apa, Aldo?” tanya Nadia, mencoba untuk terdengar tegar meski hatinya mulai berdebar kencang.

Aldo mendekat, membuat Nadia sedikit mundur. “Aku ingin memastikan bahwa kita semua mendapatkan apa yang pantas kita dapatkan,” katanya dengan senyum sinis. “Dan aku ingin memastikan bahwa Dinda tidak menjadi satu-satunya yang menang.”

Kolaborasi dengan Dinda? Pikiran itu membuat Nadia tersentak. Jika Aldo dan Dinda bekerja sama, situasinya bisa jauh lebih rumit dan berbahaya daripada yang dia bayangkan.

“Apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Nadia, nadanya sekarang lebih dingin, menunjukkan bahwa dia tidak akan begitu mudah dipermainkan.

Aldo tersenyum lagi, kali ini dengan lebih banyak kepuasan. “Hanya waktu yang akan menjawabnya, Nad. Sementara itu, berhati-hatilah. Tidak semua orang di sekitarmu adalah teman.”

Tanpa menunggu jawaban, Aldo berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Nadia dengan segudang pertanyaan dan ketakutan yang berputar di benaknya.

Nadia kini harus menghadapi ancaman baru dari Aldo, sementara Dinda terus merancang jebakan berikutnya. Konflik semakin memanas, dan Nadia harus semakin cerdik dan waspada jika ingin bertahan dan melindungi orang-orang yang dicintainya.

***

Keesokan paginya, Nadia kembali ke kantor dengan perasaan waspada yang lebih tajam. Pertemuan dengan Aldo kemarin membuatnya semakin yakin bahwa ancaman tidak hanya datang dari Dinda. Aldo, dengan segala pengetahuannya tentang masa lalu mereka, bisa menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Begitu Nadia masuk ke ruang kerjanya, dia melihat ada sesuatu yang aneh. Meja kerjanya tampak lebih rapi dari biasanya, dan dokumen-dokumen yang dia tinggalkan kemarin sudah tersusun rapi. 'Seseorang telah mengutak-atik mejaku.' Naluri Nadia mengatakan ini lebih dari sekadar tindakan iseng seorang petugas kebersihan.

Nadia memeriksa setiap dokumen dengan teliti. 'Proposal pembangunan gedung apartemen Greenwoods,' salah satu proyek besar yang sedang ditanganinya, tampak tidak berubah. Namun, saat dia membuka folder tersebut, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa—salah satu halaman yang berisi perhitungan biaya konstruksi telah diubah. Perubahan ini bisa mengakibatkan masalah besar, bahkan bisa menyebabkan kerugian jutaan rupiah bagi perusahaan.

Ini pasti ulah Dinda. Nadia tidak memiliki bukti, tetapi hatinya mengatakan bahwa hanya Dinda yang cukup licik untuk melakukan hal semacam ini tanpa terdeteksi. Namun, bagaimana dia bisa mendapat akses ke meja kerjaku?

Sebelum dia bisa memikirkan lebih jauh, ponselnya bergetar. Pesan dari -Mira- masuk:

*Nad, ada yang aneh. Aku baru saja mendengar pembicaraan di ruang break, sepertinya Dinda sedang menyusun sesuatu yang besar. Kamu harus hati-hati.*

Pesan itu menambah ketegangan yang sudah menumpuk di dada Nadia. Dinda pasti merencanakan sesuatu yang lebih besar. Nadia tahu dia tidak bisa menunggu serangan berikutnya. Dia harus lebih proaktif dan mempersiapkan langkah antisipasi.

Namun, sebelum Nadia bisa membuat rencana, pintu ruang kerjanya terbuka dan Raka masuk. Wajahnya serius, tidak seperti biasanya.

“Nadia, aku perlu bicara denganmu. Sekarang juga,” katanya tanpa basa-basi.

Nadia mengangguk, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Tentu, Raka. Ada apa?”

Raka menutup pintu di belakangnya dan duduk di kursi depan meja Nadia. “Aku baru saja menerima laporan tentang perubahan perhitungan di proyek Greenwoods. Laporan itu datang dari Dinda.”

Dinda lagi! Nadia mencoba menahan kemarahannya. “Raka, dengar, aku tidak melakukan perubahan itu. Seseorang mengutak-atik dokumen di meja kerjaku.”

Raka mengangguk, tampak memikirkan sesuatu. “Aku percaya padamu, Nadia. Tapi masalahnya, Dinda sudah menyebarkan kabar ini ke beberapa anggota direksi. Mereka mulai meragukan integritas mu.”

Kata-kata itu menusuk hati Nadia. Dinda benar-benar tahu cara merusak reputasiku dengan tepat. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Nadia, merasa terpojok.

Raka menghela napas. “Kita perlu mengumpulkan bukti bahwa kamu tidak bersalah. Kita harus menemukan siapa yang sebenarnya melakukan perubahan itu. Mungkin ada jejak digital atau sesuatu yang bisa membantu kita.”

Nadia mengangguk. “Aku akan coba mencari tahu. Tapi kita harus bergerak cepat sebelum ini menjadi lebih buruk.”

Setelah Raka pergi, Nadia segera mulai menelusuri log komputer dan riwayat akses di kantornya. Butuh waktu beberapa jam, tetapi akhirnya dia menemukan sesuatu yang aneh—sebuah login yang tidak biasa dari akun sistem IT. Login ini terjadi pada malam hari, ketika kantor seharusnya sudah kosong.

Siapa pun yang melakukan ini, tahu cara untuk menyamarkan jejaknya, tetapi dia tidak sempurna. Nadia mencatat waktu login tersebut dan beberapa informasi lain yang bisa digunakan sebagai bukti.

Namun, sebelum dia bisa mendalami lebih jauh, ponselnya kembali bergetar. Kali ini pesan dari -Aldo-.

*Nadia, kita perlu bicara lagi. Aku tahu sesuatu yang bisa membantumu, tetapi kamu harus mendengarkan ku.*

Nadia merasakan ada sesuatu yang lebih, dalam pesan itu. Meskipun dia tahu Aldo tidak bisa dipercaya, bagian dari dirinya tahu bahwa dia mungkin memiliki informasi penting yang bisa membantu.

Nadia membalas pesan itu dengan singkat, meminta bertemu di kafe dekat kantor setelah jam kerja. Meskipun berbahaya, Nadia merasa tidak punya pilihan lain selain mendengarkan apa yang Aldo katakan.

***

Malamnya, di kafe yang remang-remang, Aldo sudah menunggu. Nadia duduk di seberang pria itu, tatapan mereka saling menantang.

“Apa yang kamu tahu?” tanya Nadia tanpa basa-basi.

Aldo tersenyum miring, menyesap kopinya sebelum menjawab. “Dinda tidak hanya ingin menghancurkan kariermu, Nad. Dia ingin menghancurkanmu sepenuhnya. Dia punya rencana untuk memfitnahmu dengan tuduhan yang jauh lebih serius.”

“Fitnah apa?” tanya Nadia, merasa ketakutan mulai merayap.

Bersambung...

Pilihan Yang Mematikan

Bab 3

Aldo menatapnya lurus-lurus. “Penggelapan dana. Dia sudah menyiapkan dokumen-dokumen palsu yang akan mengarahkan semuanya padamu. Jika rencana ini berhasil, kamu tidak hanya akan kehilangan pekerjaan, tetapi juga mungkin masuk penjara.”

Kata-kata itu membuat darah Nadia membeku. 'Ini lebih buruk dari yang dia bayangkan.'

“Apa yang kamu dapatkan dari memberitahuku ini, Aldo?” tanya Nadia, matanya menyipit curiga.

Aldo menyandarkan diri ke kursinya. “Aku ingin Dinda jatuh. Dia berkhianat padaku juga, dan ini kesempatan kita untuk mengalahkannya.”

Nadia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aldo terlalu mudah memberikan informasi ini, seolah-olah dia sedang mengatur sesuatu yang lebih besar. Namun apakah ini jebakan lain, atau Aldo benar-benar ingin membantunya?

“Kamu tidak bisa menangani ini sendirian, Nadia. Kita perlu bekerja sama,” lanjut Aldo, nadanya penuh keyakinan.

Nadia tahu dia harus berhati-hati, tapi jika informasi Aldo benar, maka dia membutuhkan semua bantuan yang bisa dia dapatkan untuk melawan Dinda. Tapi bisakah dia benar-benar percaya pada Aldo?

Keadaannya seakan-akan Nadia berada di persimpangan jalan—haruskah dia menerima bantuan dari Aldo, mantan kekasih yang pernah menghancurkannya, atau mencoba melawan Dinda sendirian? Keputusan ini akan menentukan langkah berikutnya dan mungkin masa depannya.

Ketegangan semakin meningkat, dan Nadia harus segera membuat pilihan yang sulit di tengah persekongkolan yang semakin dalam.

**

Kembali ke apartemen. Malam ini, Nadia tidak bisa tidur. Kata-kata Aldo terus terngiang di kepalanya. "Penggelapan dana… masuk penjara…" Ancaman itu nyata, dan Dinda tidak akan berhenti sampai dia melihat Nadia hancur. Di satu sisi, Nadia tahu dia harus melakukan sesuatu. Di sisi lain, bersekutu dengan Aldo, seseorang yang pernah menghancurkan kepercayaannya, bisa menjadi keputusan yang membawa bencana.

Keesokan paginya, Nadia memutuskan untuk tidak langsung ke kantor. Dia merasa perlu menenangkan pikiran dan menyusun strategi. Dia duduk di bangku taman yang sepi, mencoba merangkai setiap potongan informasi yang dia miliki. Jika Dinda benar-benar sudah menyiapkan bukti palsu untuk menjebaknya, maka dia harus mencari cara untuk membalikkan keadaan.

Nadia mengambil ponselnya dan menghubungi -Mira-. Dia tahu bahwa Mira adalah satu-satunya orang yang bisa dia percaya sepenuhnya dalam situasi ini.

"Mir, kita perlu bicara. Aku butuh bantuanmu," kata Nadia segera setelah Mira menjawab.

"Apapun yang kamu butuhkan, Nad. Kita ketemu di kafe biasa?" Mira merespon dengan cepat, suaranya penuh dengan kesetiaan dan dukungan.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah duduk berdua di pojok kafe yang biasa mereka kunjungi. Nadia menjelaskan semua yang terjadi, mulai dari perubahan dokumen di kantornya hingga peringatan yang diberikan Aldo.

Mira mendengarkan dengan saksama, alisnya berkerut. "Jadi, apa rencanamu, Nad? Kamu benar-benar ingin mempercayai Aldo lagi?"

Nadia menghela napas panjang. "Aku tidak tahu, Mir. Tapi aku merasa ini satu-satunya cara untuk menjebak Dinda sebelum dia sempat menjebak ku. Aldo punya informasi yang bisa membantuku, tapi aku tidak yakin dia akan memberikannya tanpa ada imbalan."

Mira menatap Nadia dengan pandangan khawatir. "Nad, kamu harus sangat hati-hati. Aldo bisa saja memainkan permainan ganda di sini. Bagaimana jika dia dan Dinda sebenarnya bekerja sama untuk menjatuhkan mu?"

"Itu juga yang aku khawatirkan," jawab Nadia, menggigit bibirnya. "Tapi jika aku tidak melakukan apa-apa, aku akan terjebak tanpa jalan keluar."

Mira terdiam sejenak, kemudian berkata, "Aku akan membantu menyelidiki siapa yang sebenarnya melakukan perubahan dokumen di proyek Greenwoods. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu di sistem IT atau melalui CCTV kantor."

"Terima kasih, Mir. Aku sangat menghargainya," kata Nadia, merasa sedikit lega. Setidaknya dia tidak sendirian dalam menghadapi semua ini.

***

Hari itu berlalu dengan cepat, dan sebelum Nadia menyadarinya, sudah saatnya untuk bertemu Aldo lagi. Mereka bertemu di tempat yang lebih terpencil kali ini—sebuah restoran kecil di pinggiran kota, jauh dari pusat keramaian.

Aldo sudah duduk di sana, menunggunya dengan tatapan yang sulit diartikan. Nadia duduk di seberangnya, mencoba menunjukkan bahwa dia tidak terintimidasi.

"Baik, aku di sini. Apa yang kamu punya untukku?" tanya Nadia langsung, tanpa basa-basi.

Aldo menatapnya sejenak, lalu mengeluarkan sebuah flash drive dari sakunya dan meletakkannya di atas meja. "Di sini ada beberapa data yang mungkin bisa membantumu. Ini adalah salinan email dan dokumen yang Dinda buat untuk memalsukan tuduhan penggelapan itu."

Nadia menatap flash drive itu dengan penuh kewaspadaan. "Dan apa yang kamu inginkan sebagai gantinya?"

Aldo tersenyum kecil. "Aku ingin jaminan bahwa setelah Dinda jatuh, kamu tidak akan melibatkanku dalam masalah ini. Aku hanya ingin keluar dari permainan ini dengan bersih."

Nadia tahu ini adalah permintaan yang berat. Jika Aldo benar-benar terlibat dalam semua ini, melepaskannya begitu saja berarti membiarkan penjahat lain lolos. Tetapi di sisi lain, dia mungkin tidak punya pilihan jika ingin selamat dari jebakan Dinda.

Nadia menimbang-nimbang tawaran itu sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, Aldo. Aku akan memenuhi permintaanmu. Tapi ingat, jika kamu mencoba mengkhianati ku lagi, aku tidak akan segan-segan untuk menyeretmu jatuh bersamaku."

Aldo tersenyum tipis, tampak puas dengan jawaban Nadia. "Aku tahu kamu akan mengambil keputusan yang benar, Nad."

Mereka menyelesaikan pertemuan itu dengan cepat, dan Nadia segera kembali ke apartemennya. Dia tidak bisa menunggu untuk memeriksa isi flash drive yang diberikan Aldo. Jika informasi itu benar, maka dia memiliki alat untuk melawan Dinda.

Namun, begitu Nadia membuka file-file tersebut di laptopnya, dia terkejut. Email dan dokumen yang ada di dalamnya menunjukkan betapa liciknya Dinda. Dinda tidak hanya memalsukan tuduhan, tetapi juga menciptakan serangkaian transaksi yang mengarahkan semua orang untuk percaya bahwa Nadia telah mencuri uang perusahaan selama berbulan-bulan. Ini jauh lebih rumit dan lebih berbahaya daripada yang dia bayangkan.

Tapi Nadia tidak gentar. Ini adalah kesempatan untuk mengalahkan Dinda di permainannya sendiri.Dengan bukti ini, dia bisa menjebak Dinda dan membersihkan namanya.

Namun, Nadia tahu bahwa pertarungan ini belum berakhir. Dia harus memainkan kartunya dengan sangat hati-hati, karena satu langkah yang salah bisa berarti akhir dari segalanya—kariernya, kebebasannya, dan mungkin hidupnya.

Meskipun Nadia kini memiliki alat untuk melawan Dinda, tetapi juga membawa beban berat untuk memastikan bahwa langkah berikutnya adalah langkah yang tepat. Pertarungan cerdas dan licik pun dimulai, dan Nadia harus menggunakan semua kecerdikannya untuk memenangkan permainan ini.

***

Hari berikutnya, Nadia tiba lebih awal di kantor untuk memulai penyelidikan. Rasa kantuknya hilang sepenuhnya setelah menemukan dokumen-dokumen dari Aldo. Dia sudah siap untuk menginvestigasi semua bukti yang ada di flash drive. Setiap detik sangat berharga sekarang.

Setelah menyelidiki lebih lanjut, Nadia menemukan beberapa informasi penting di dalam email-email tersebut yang bisa digunakan untuk membuktikan bahwa Dinda sedang merancang skema penipuan. Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan beberapa transaksi ke rekening yang tidak dikenal—rekayasa yang jelas ditujukan untuk menyudutkannya.

Namun, ketika Nadia memeriksa dokumen terakhir di dalam flash drive, dia menemukan sesuatu yang mengejutkan—sebuah email yang sepertinya ditujukan kepada seseorang dengan nama, Ari, seorang konsultan keuangan yang pernah bekerja di perusahaan mereka. Nama Ari muncul sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam pembuatan dokumen palsu.

Ari. Nadia tidak terlalu mengenal orang ini, tetapi dia pernah mendengar namanya dalam beberapa kesempatan. Jika Ari terlibat, maka dia mungkin memiliki informasi penting yang bisa membantu menjelaskan seluruh skema ini.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!